senyawa kimia dalam suatu tumbuhan Farnsworth, 1966. Berdasarkan literatur diketahui bahwa daun sidaguri mengandung tanin, flavonoida, alkaloida, saponin
Depkes RI, 2001. Senyawa fenol seperti flavonoid, tanin memiliki aktivitas sebagai antibakteri Robinson, 1995.
Beberapa jenis penyakit yang menyerang tubuh manusia dapat disebabkan oleh bakteri diantaranya adalah bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli
dan Pseudomonas aeruginosa. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang banyak terdapat pada kulit terutama infeksi pada kulit yang
dapat menyebabkan terjadinya bisul. Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif yang menyebabkan infeksi pada luka sehingga
menimbulkan nanah Jawetz, 2001. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif sebagai indikator pencemaran air. Bila air minum yang sudah
tercemar oleh bakteri ini dikonsumsi, maka dapat menyebabkan diare Lay, 1992. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menguji aktivitas antibakteri ekstrak
etanol, fraksi n-heksana dan etilasetat daun sidaguri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa dengan
metode difusi agar menggunakan pencetak lubang punch hole. Untuk tujuan ini maka pada penelitian dilakukan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, dan
pembuatan ekstrak etanol daun sidaguri secara maserasi kemudian difraksinasi berturut-turut dengan pelarut n-heksana dan etilasetat.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etilasetat daun sidaguri
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa ?
Universitas Sumatera Utara
2. Apakah ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etilasetat daun sidaguri
memberikan aktivitas atibakteri yang berbeda terhadap masing-masing bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa ?
1.3 Hipotesis
1. Ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etilasetat daun sidaguri memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa.
2. Ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etilasetat daun sidaguri memberikan
aktivitas yang berbeda terhadap masing-masing bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi
n-heksana dan etilasetat daun sidaguri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa.
2. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol,
fraksi n-heksana dan etilasetat daun sidaguri terhadap masing-masing bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas
aeruginosa.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etilasetat daun sidaguri
terhadap bakteri penyebab diare, bisul dan penyakit kulit lainnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan Sida rhombifolia .L. merupakan tumbuhan dikotil berakar tunggang. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perdu, tegak, bercabang, tinggi
dapat mencapai 2 meter. Daun berbentuk bulat memanjang atau belah ketupat, tangkai daun pendek, helai daun dengan tepi bergerigi, ujung runcing, tulang daun
menyirip, kadang-kadang sisi bawah berambut abu-abu rapat. Bunga tunggal berwarna kuning cerah yang keluar dari ketiak daun dengan penampang bergaris
tengah 2 atau 2,5cm. Bakal buah beruang 8-10, pada kulit buah terdapat semacam jarum panjang dan tegak Sastroamidjojo, 1967.
Sistematika Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Sida
Jenis : Sida rhombifolia .L. Depkes RI, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Kandungan Kimia
Daun dan akar Sida rhombifolia mengandung saponin, di samping itu daunnya mengandung alkaloida dan tanin. Sedangkan akarnya mengandung
flavonoida dan polifenol Depkes RI, 2001. Khasiat
Daun Sida rhombifolia berkhasiat sebagai obat bisul, obat gatal pada kulit, obat borok, obat kudis, obat cacing, disentri, diare Depkes RI, 2001 . Sedangkan
akarnya berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit seperti asma, sakit gigi, reumatik Endjo D, 2004.
Metode Ekstraksi
Ekstrak adalah kegiatan penarik kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Depkes
RI, 2000. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa
cara Depkes RI,2000 yaitu :
Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperature ruangan Depkes RI,
2000. b.
Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut sampai sempurna exhaustive
extraction yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
penetesanpenampungan ekstrak Depkes RI, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan dengan adanya
pendingin balik Depkes RI, 2000. b.
Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik Depkes RI, 2000.
c. Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit depkes RI, 2000.
Uji Efek Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode difusi agar dan turbidimetri Pratiwi, 2008.
Cara Difusi
Sebagai pencadang dapat digunakan cakram kertas, silinder gelas, porselen, logam dan pencetak lubang Punch Hole .
a Cara tuang Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji
dituangkan ke dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat. Ke dalam cakram yang digunakan di teteskan zat antibakteri, kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C
selama 18 – 24 jam. Daerah bening yang terdapat di sekeliling cakram kertas atau silinder menunjukkan hambatan pertumbuhan bakteri, diamati dan diukur.
Universitas Sumatera Utara
b Cara sebar media agar dituangkan kedalam cawan petri kemudian dibiarkan memadat.
Lalu disebarkan suspensi bakteri uji. Media dilubangi dengan alat pencetak lubang Punch Hole , diteteskan dengan zat antibakteri, didiamkan,
diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18 – 24 jam. Diukur zona hambatnya yaitu daerah bening disekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong Soemarno,
2000 ; Atmawidjaja, 1988 .
Cara Turbidimetri
Pada cara ini digunakan media cair. Pertama dilakukan penuangan media ke dalam tabung reaksi, ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan
pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan
menggunakan instrument yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi Atmawidjaja, 1988 .
Sterilisasi
Peralatan yang dipergunakan dalam uji antibakteri harus dalam keadaan steril. Artinya pada peralatan tersebut tidak didapatkan bakteri lain yang tidak
diharapkan, baik yang akan merusak media dan proses yang sedang berlangssung. Steril didapatkan melalui sterilisasi, cara sterilisasi yang umum dilakukan
antara lain : a.
Sterilisasi secara fisik, misalnya dengan pemanasan penggunaan sinar gelombang pendek seperti sinar X, sinar gama dan sinar ultra violet.
b. Sterilisasi secara mekanik, dengan menggunakan desinfektan dan larutan
alkohol.
Universitas Sumatera Utara
Dengan udara panas, dipergunakan alat yang dinamakan oven dengan temperatur antara 170 - 180°C dan waktu yang dipergunakan adalah selama 2
jam. Cara ini umum dipergunakan untuk mensterilkan peralatan gelas. Sterilisasi dengan uap air panas dan tekanan tinggi merupakan cara yang
paling banyak digunakan misalnya dengan penggunaan alat yang dinamakan autoklaf. Alat ini mempunyai temperatur uap sekitar 121°C. Selain alat, media
yang akan digunakan juga terlebih dahulu disterikan di dalam otoklaf selama 15 – 20 menit. Hal ini tergantung pada banyak sedikitnya media yang akan disterilkan
Suriawira, 2005.
Uraian Bakteri Bakteri Dwijoseputro, 1978
Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan cara membelah diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop.
Klasifikasi Bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat di bagi atas tiga bagian Pratiwi, 2008 yaitu :
1. Bentuk Basil
Basil adalah bakteri yang bentuknya menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, sebagian besar basil tampak sebagai batang tunggal,
berpasangan atau dalam bentuk rantai pendek atau panjang. Bentuk basil ini dapat dibedakan atas :
a Bentuk tunggal, yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan ujung –
ujungnya yang tumpul.
Universitas Sumatera Utara
b Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua – dua dengan ujung – ujungnya
yang tumpul. c
Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng – gandengan panjang dengan ujung – ujungnya yang tumpul.
2. Bentuk kokus
Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau oval, ada yang hidup sendiri dan ada yang dijumpai hidup berpasangan, kubus atau membentuk rantai
panjang, bergantung pada caranya membelah diri kemudian melekat atau sama lain setelah pembelahan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas :
a Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua – dua.
b Tertakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat.
c Staphylokokus, yaitu kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian.
d Streptokokus, yaitu kokus yang bergandeng – gandengan panjang seperti
rantai. e
Sarsina, kokus yang mengelompok serupa kubus. 3.
Bentuk Spiral Kelompok bakteri ini terdiri atas beraneka ragam bentuk bakteri berbentuk
silinder, yang bukan lurus seperti basil melainkan melingkar. Bakteri bentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
a Vibrio, yaitu bakteri yang benbentuk batang melengkung menyerupai koma,
ada yang tumbuh sebagai benang – benang membelit atau berbentuk s. b
Spiril, yaitu dari kata spirilium yang menyerupai spiral atau lilitan yang sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
c Spirochaeta, yaitu juga merupakan bakteri spiral, tetapi bedanya bakteri ini
memiliki spiri yang bersifat fleksibel mampu melenturkan dan melekukkan tubuhnya sambil bergerak.
2.1.1 Uraian Staphylococcus aureus
Staphylococcus merupakan kokus gram positif, aerobik atau anaerobik fakultatif. Nama ini berasal dari Yunani staphyle yang berarti setandan anggur.
Staphylococcus aureus ditemuka n sebagai flora normal pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka.
Sistematika Staphylococcus aureus Dwidjoseputro, 1988
Divisi : Protophyta
Klas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
Morfologi Staphylococcus aureus
a. Cirri – ciri bakteri Staphylococcus aureus
Sel berbentuk bola dengan diameter rata – rata 0,7 – 1,2 µm tersusun dalam kelompok – kelompok. Pada biakan cair ditemukan dalam bentuk
berpasangan, rantai pendek dan kokus yang tunggal. Kokus muda bersifat gram positif. Bakteri Staphylococcus aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
b. Biakan Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37°C. Pertumbuhan terbaik dan khas adalah pada suasana aerob, bersifat anaerob fakultatif dan pH optimum untuk
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan adalah 7,4. Bakteri ini berbentuk bulat, cembung, dan mengkilap. Warna khas adalah kuning keemasan.
Uraian Escherichia coli Sistematika Escherchia coli Dwidjoseputro, 1988
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli
Escherichia coli disebut juga Bacterium coli. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif aerobik atau anaerobik fakultatif, lebarnya 0,4 – 0, 7 µ m,
panjang 1 – 4 µ m yang mempunyai cirri – cirri : batang lurus, bergerak dengan flagel atau tidak bergerak. Escherichia coli tumbuh sangat baik pada temperatur
37°C, tetapi dia dapat tumbuh pada temperature 8 - 46°C Pelczar,1988. Escherichia coli biasanya hidup pada tinja dan terdapat dalam saluran
cerna. Bakteri ini menyebabkan masalah kesehatan pada manusia seperti diare, dan masalah pencernaan lainnya Anonim
c
a. Nutrisi
, 2009.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Semua mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur – unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, sulfur,
zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Kekurangan sumber nutrisi ini dapat
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian Gamman, 1992.
b. Temperatur
Bakteri sangat peka terhadap suhu atau temperatur dan daya tahannya tidak sama untuk semua spesies. Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukan,diantaranya : a.
Psikrofil, mikroorganisme yang suka dingin dapat tumbuh baik pada suhu di bawah 20°C. kisaran suhu optimumnya adalah 10 - 20°C.
b. Mesofil, mikroorganisme yang suka pada suhu sedang memiliki suhu
pertumbuhan optimal antara 20 - 45°C. c.
Termofil, mikroorganisme yang suka pada suhu tinggi dapat tumbuh baik pada suhu di atas 45°C. Suhu optimumnya antara 50 - 60°C
Gamman, 1992. c.
Waktu Laju pertumbuhan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal bakteri memperbanyak diri dengan pembelahan biner setiap 20 menit sekali. Kurva pertumbuhan bakteri merupakan
gambaran pertumbuhan secara bertahap sejak awal hingga terhenti mengadakan kegiatan. Ada 4 fase pertumbuhan bakteri, diantaranya :
Fase Lambat lag phase : Fase yang terjadi antara beberapa jam tergantung pada umur dal sel inokulum, spesies, dan lingkungannya.
Waktu pada fase lag ini dibutuhkan untuk kegiatan metabolisme dalam penyesuaian diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang
baru.
Universitas Sumatera Utara
Fase Log Log phase : Setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, sel – sel ini akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah
maksimum yang dapat dibantu oleh kondisi lingkungan yang dicapai Fase Tetap Stationary phase : populasi bakteri jarang dapat tetap
tumbuh secara eksponensial dengan kecepatan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Setelah 48 jam, pertumbuhan eksponensial satu sel bakteri
dengan waktu 20 menit akan menghasilkan sebesar 2,2 x 10
31
gr. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh habisnya
nutrisi yang tersedia, akibatnya kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti dan pada titik ini dikatakan sebagai fase
tetap stationary phase . Komposisi sel – sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan sel – sel saat fase eksponensial dan umumnya lebih
tahan terhadap perubahan panas, dingin maupun radiasi. Fase Menurun death phase : Sel – sel pada fase tetap, akhirnya akan
mati bila tidak di pindahkan ke media segar yang lainnya. Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel juga secara eksponensial dan karenannya
dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel – sel yang
hidup terhadap waktu. Kecepatan kematian berbeda – beda tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme Waluyo, 2004.
d. Oksigen
Oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhan oksigen selama
pertumbuhan,antara lain :
Universitas Sumatera Utara
Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya.
Anaerob yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya, bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi bakteri
tersebut. Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan atau
tanpa adanya oksigen. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan hanya sedikit oksigen
dalam pertumbuhannya. e.
pH Pertumbuhan bakteri juga memerlukan pH tertentu, namun umumnya
bakteri memiliki jarak pH yaitu sekitar pH 6,5 – 7,5 atau pada pH netral Waluyo, 2004.
f. Tekanan Osmosis
Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium yang isotonis terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri ditempatkan dalam suatu larutan hipertonis
terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis yaitu terlepasnya sitoplasma dalam membran sel. Sebaliknya bila bakteri ditempatkan dalam suatu
larutan hipotonis maka dapat menyebabkan pecahnya sel bakteri karena masuknya cairan kedalam sel Dwidjoseputro, 1988.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Metode penelitian ini meliputi pengumpulan sampel, pengolahan sampel, karakterisasi
simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol dengan cara maserasi kemudian difraksinasi berturut-turut dengan pelarut n-heksana dan etilasetat, diuji
aktivitas antibakteri secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan pencetak lubang punch hole. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fakultas Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, blender Philips, autoklaf Fisons, inkubator Fiber Scientific, lemari pendingin
Toshiba, oven Gallenkamp, mortir dan lumpang, lampu bunsen, desikator, neraca kasar Ohanus, neraca listrik Vibra AJ, penangas air Yenaco,
seperangkat alat destilasi, jarum ose, pencetak lubang punch hole, statif dan klem, jangka sorong, spatula, pinset, kapas, mikro pipet Eppendorf, rotary
evaporator Haake D, freeze dryer Modulio.
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia daun sidaguri Sida rhombifolia L., nutrient agar Difco, aquadest, Staphylococcus
aureus ATCC 29213, Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027, etanol 96 hasil destilasi, bahan yang berkualitas pro
Universitas Sumatera Utara
analisa E.Merck yaitu n-heksana, etilasetat, benzen, kloroform, eter, asam asetat glasial, isopropanol, asam sulfat, asam klorida, serbuk magnesium, kloralhidrat,
iodium, kalium iodida, metanol, natrium klorida, natrium hidroksida, alfa naftol, serbuk zinkum, timbal II asetat, raksa II klorida, toluena, bismut III nitrat,
besi III klorida, natrium sulfat anhidrat.
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Larutan Pereaksi Bouchardat