Distribusi Proporsi .1 Distribusi Proporsi Penerita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Proporsi 5.1.1 Distribusi Proporsi Penerita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Karakteristik Sosiodemografi :Umur, Jenis Kelamin, Agama, Daaerah Asal , Pendidikan, dan Pekerjaan Gambar 5.1 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.1 dapat dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis berdasarkan jenis kelamin terdapat pada jenis kelamin laki-laki 87 orang 60,4 dengan kelompok umur tertinggi terdapat pada kelompok umur 40-49 tahun yaitu sebanyak 22 orang 17,8 dan kelompok umur terendah 20 tahun sebanyak 2 orang 2,30 dan proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis berdasarkan jenis 2,30 5,60 15,05 28,80 25,30 14,50 8,45 2,1 4,2 12,5 29,2 27,8 17,4 6,8 20 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70 Proporsi K e lo m p o k U m u r Perempuan Laki-Laki Universitas Sumatera Utara kelamin perempuan sebanyak 57 orang 39,6 dengan kelompok umur tertinggi terdapat pada kelompok umur 50-59 tahun yaitu sebanyak 12,5 dan kelompok umur terendah pada kelompok umur 20 tahun sebanyak 1 orang 1,75. Pada jenis kelamin perempuan penderita termuda berumur 13 tahun dan penderita tertua berumur 73 tahun dan pada laki-laki penderita tertua berumur 103 tahun dan termuda berumur 16 tahun. Pertambahan usia akan mengubah bentuk anatomi bentuk tubuh manusia dan juga disertai penurunan fungsi anggota tubuh, ginjal mengalami perubahan anatomis dan fisiologis yang khas dalam proses penuaan.Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta nefron. Terjadi penurunan jumlah nefron sebanyak 7 setiap dekade mulai dari usia 25 tahun. Nefron yang berfungsi sebagai penyaring darah, perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya mempengaruhi fungsi pengaturan eksresi dan metabolik sistem ginjal Tamher,2009. Universitas Sumatera Utara 5.1.2 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Agama Gambar 5.2 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Agama di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berasarkan gambar 5.2 dapat dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan agama tertinggi adalah adalah agama kristen sebanyak 81 penderita 56,3 dan terendah adalah agama Budha sebanyak 2 penderita 1,4. Jumlah penderita GGK yaang menjalani hemodialisis di RSUP H Adam Malik Medan pada tahun 2015 lebih banyak pada masyarakat yang beragama Kristen. Hal ini tidak mengindikasikan bahwa masyarakat yang beragama kristen lebih beresiko tinggi terhadap GGK, melainkan karena jumlah penderita GGK yang menjalani hemodialisis di Adam Malik lebih banyak beragama Kristen dibanding agama lain. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Ginting 56,3 42,3 1,4 Kristen Islam Budha Universitas Sumatera Utara 2008 dengan hasil distribusi proporsi penderita GGK berdasarkan agama paling besar pada agama Islam 65,45. 5.1.3 Distribusi Proporsi Penerita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Tempat Tinggal Gambar 5.3 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Tempat Tinggal di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.3 dapat diihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan tempat tinggal tertinggi berasal dari luar kota Medan sebanyak 92 penderita 63,9 dan terendah berasal dari kota Medan sebanyak 52 penderita 36,1. Hal ini tidak mengindikasikan bahwa penduduk di luar kota Medan lebih beresiko tinggi terhadap GGK melainkan karena sistem rujukan yang diterapkan oleh pemerintah menjadikan RSUP. H Adam Malik Medan sebagai Rumah Sakit Rujukan Wilayah , menjadikan RS ini lebih banyak dikunjungi pasien rujukan dari berbagai daerah regionalnya. Hal ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh Ginting 2008 di 64 36 Luar kota Medan Kota Medan Universitas Sumatera Utara RSUP H Adam Malik dengan distribusi proporsi penderita GGK berdasarkan daerah asal Medan sebesar 56,6. 5.1.4 Distribusi Proporsi Penerita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gambar 5.4 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.4 dapat dilihat bahwa Proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan pendidikan tertinggi adalah tingkat SMA sebanyak 91 penderita 63 dan terendah adalah tidak sekolah sebanyak 2 penderita 1,4. Hal ini tidak mengindikasikan adanya keterkaitan antara tingkat pendidikan SMA dengan GGK, namun penderita GGK yang datang dan menjalani hemodialisis di RSUP H Adam Malik Medan lebih banyak yang berpendidikan SMA. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Ginting 2008 dengan hasil distribusi proporsi penderita GGK berdasarkan pendidikan terbesar pada SMA 43,9. 1,4 10,6 12,5 63 12,5 Tidak Sekolah SD SMP SMA PT Universitas Sumatera Utara 5.1.5 Distribusi Proporsi Penerita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Pekerjaan Gambar 5.5 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Pekerjaan di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.5 dapat dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah wiraswasta sebanyak 50 penderita 34,5 dan terendah adalah TNIPOLRI yaitu 1 penderita 0,7. Hal ini tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara pekerjaan sebagai wiraswasta dengan resiko terjadinya GGK, namun jumlah masyarakat yang menjalani hemodialisa di RSUP H Adam Malik Medan lebih banyak yang berprofesi sebagai wiraswasta. 34,7 18,8 16,7 11,8 6,3 6,3 3,5 1,4 0,7 Universitas Sumatera Utara 5. 2 Distribusi Proporsi Penerita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis berdasarkan Status Klinis dan Sumber Biaya 5.2.1 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Riwayat Penyakit Gambar 5.6 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Riwayat Penyakit di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.6 dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan riwayat penyakit terbesar adalah hipertensi yaitu 53 penderita 36,8. Hal ini sesuai dengan penelitian Ginting 2008 di RSUP. H Adam Malik dimana proporsi riwayat penyakit terdahulu penderita GGK adalah hipertensi 31,3 dan sesuai dengan hasil laporan PERNEFRI 2011 sebanyak 34. Pada kebanyakan penderita hipertensi primer, didapatkan peningkatan resistensi vaskular ginjal, penurunan aliran darah ginjal, laju filtrat glomerulus LFG dan meningkatnya fraksi filtrasi. Hal ini berkaitan erat dengan dengan 36,8 27,8 9,7 9,7 7,6 7,6 0,8 Universitas Sumatera Utara mekanisme autoregulasi. Kegagalan fungsi autoregulasi pada tekanan darah yang terlalu tinggi akan membuat tekanan sistemik secara langsung mempengaruhi glomerulus sehingga terjadi hipertensi intra glomerular yang kemudian berlanjut menimbulkan kerusakan ginjal Suhardjono,2003. Pada grafik terlihat bahwa Diabetes Melitus menjadi riwayat tertinggi ke dua setelah hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian Aisyah di RS Haji Medan pada tahun 2009, dimana proporsi riwayat penyakit terdahulu penderita GGK yang tertinggi adalah hipertensi 59,43 disusul dengan Diabetes Melitus 44,33. Nefropati diabetik berkembang bertahap, ada 5 tahapan, mulai dari tahap hiperfiltasi dari glomerulus disusul timbulnya albuminaria, overt proteinuria, gagal ginjal dan diakhiri dengan gagal ginjal tahap akhir PGTA. Faktor utama dalam progressivitas penyakit ini adalah glikemia. Tahap hiperfiltrasi pada penderita nefropati diabetik akan menyebabkan menyebabkan kerusakan tekanan intra-glomerular dengan mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi disertai peningkatan sensiitivitas terhadap angiostenin II. Glomerulus ini pun akhirnya akan mengalami kerusakan dan akan memperparah kerusakan ginjal hingga memerlukan terapi dialisis Lubis,2003. Pada grafik terlihat bahwa Batu ginjal menjadi riwayat tertinggi ke tiga setelah hipertensi dan Diabetes Melitus. Batu ginjal adalah sedimentasi dari beragam zat yang terbentuk menjadi kristal ketika mencapai konsentrasi yang cukup tinggi. Batu dapat menyebabkan infeksi berulang, gangguan ginjal atau hematuria akibat cedera glomerulus aktif.O,Callaghan, 2007. Universitas Sumatera Utara Glomerulonefritis menjadi riwayat terendah yaitu sebanyak 0,7. Glomerulonefriris dapat menyebabkan sindrom klinis seperti hematuria, proteinuria asimtomatik dan sindrom nefrotik yang terdiri dari penurunan akut pada laju filtrat glomerulus LFG,retensi natrium dan air dan hipertensi O,Callaghan, 2007. Pada grafik juga terlihat 9,7 dari penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis memiliki lebih dari 1 riwayat penyakit seperti Hipertensi+Diabetes, Hipertensi+Pneumoni, dll. Selanjutnya, 27,8 penderita dari seluruh penderita GGK tidak memiliki riwayat penyakit dan 7,6 sisanya memiliki riwayat penyakit lain seperti Kanker, HIV, TBC,dll. Universitas Sumatera Utara 5.2.2 Distribusi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Indikator Kadar Ureum Gambar 5.7 Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Kadar Ureum dalam darah Pre Hemodialisa di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.7 dapat dilihat bahwa kadar ureum dalam darah pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani proses hemodialisa di RSUP H Adam Malik Medan terlihat dengan nilai rata-rata 135,6 mgmL melebihi kadar ureum dalam darah normal 50 mgmL. Kadar ureum tertinggi adalah sebesar 375,20 mgmL yang terdapat pada penderita dengan jenis kelamin laki-laki berumur 31 tahun dengan riwayat penyakit hipertensi. Kadar ureum terendah adalah sebesar 39,60 mgmL yang terdapat pada penderita berjenis kelamin laki-laki berumur 45 tahun dengan riwayat penyakit hipertensi. Universitas Sumatera Utara Grafik menunjukkan penyebaran data yang lebih cenderung ke kanan atau kadar ureum darah berdistribusi tidak normal. Hal ini menunjukkan perbedaan kadar ureum darah pada setiap penderita yang sangat beragam . Hal ini menunjukkan perbedaan kadar ureum pada darah pada setiap penderita yang sangat beragam. Keragaman kadar ureum akan mempengaruhi Laju Filtrat Glomerulus penderita GGK yang dihitung berdasarkan Konsentrasi kadar ureum, kreatinin serum, usia, jenis kelamin dan berat badan Bagrman dan Skorecki, 2013. 5.2.3 Distribusi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis berdasarkan Kadar kreatinin Gambar 5.8 Diagram Batang Distribusi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Kadar Kreatinin dalam darah Pre Hemodialisa di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan gambar 5.8 dapat dilihat bahwa kadar kreatinin dalam darah pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani proses hemodialisa di RSUP H Adam Malik Medan pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata 10,29 mgmL terlihat melebihi kadar kreatinin dalam darah normal 0,50-0,90 mgmL. . Kadar kreatinin tertinggi adalah sebesar 25,24 mgmL yang terdapat pada penderita dengan jenis kelamin laki-laki berumur 31 tahun dengan riwayat penyakit hipertensi. Kadar ureum terendah adalah sebesar 2,30 mgmL yang terdapat pada penderita berjenis kelamin laki-laki berumur 64 tahun tanpa riwayat penyakit hipertensi. Grafik menunjukkan kadar kreatinin darah berdistribusi tidak normal. Hal ini menunjukkan perbedaan kadar kreatinin pada darah pada setiap penderita yang sangat beragam. Keragaman kadar kreatinin akan mempengaruhi Laju Filtrat Glomerulus penderita GGK yang dihitung berdasarkan konsentrasi kadar kreatinin serum,ureum darah, usia, jenis kelamin dan berat badan Bagrman dan Skorecki, 2013. Universitas Sumatera Utara 5.2.3 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Gambar 5.9 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.9 dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan tatalaksana medis terbesar adalah tindakan hemodialisis disertai dengan penerapan diet dan pemberian obat yang diterapkan pada 126 penderita 87,5 dan terendah adalah tindakan hemodialisis disertai pemberian transfusi darah dan obat sebanyak pada 8 penderita 5,6. Hal ini disebabkan penderita GGK sebagian besar penderita hanya membutuhkan proses hemodialisis, berbagai macam obat suplemen dan diet. Penatalaksanaan medis berupa hemodialisis, diet dan transfusi dilakukan hanya pada penderita yang mengalami anemia berkelanjutan atau pada penderita yang 87,5 6,9 5,6 Hemodialisis,Diet,Obat Hemodialisis,Diet,Bedah Hemodialisis,Diet,Transfusi Universitas Sumatera Utara membutuhkan transfusi akibat mengalami pendarahan. Penatalaksanaan hemodialisis, diet dan bedah hanya dilakukan pada penderita GGK yang mengalami GGK yang disebabkan karena batu ginjal. 5.2.4 Distribusi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Penyakit Yang Menyertai Gambar 5.10 Diagram Batang Distribusi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Penyakit Yang Menyertai di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5.10 dapat dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan penyakit yang menyertai terbesar adalah anemia sebanyak 68 penderita 47,2 dan terendah adalah gatal-gatal pada kulit sebanyak 6 penderita 4,2 . Berdasarkan gambar 5.10 dapat dilihat bahwa proporsi penyakit yang menyertai tertinggi adalah anemia sebanyak 68 penderita 47,2 hal ini disebabkan oleh berkurangnya produksi eritroprotein oleh ginjal yang sakit. Faktor lain adalah defisiensi besi, inflamasi akut dan kronik disertai gangguan 47,2 20,1 15,3 11,8 11,1 7,6 6,9 4,9 4,2 Universitas Sumatera Utara pemakaian besi ,hiperparatiroideme berat, disertai fibrosis tulang sumsum dan memendeknya umur eritrosit akibat kondisi lingkungan yang uremik Bargman dan Skorecki, 2013. Penyakit lain yang dialami oleh penderita GGK adalah sesak nafas sebanyak 17 penderita 20,1 yang disebabkan oleh kurangnya pasukan O 2 dalam darah yag dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti anemia, masalah difusi, faktor jaringan lokal yang membutuhkan suplai oksigen ekstra, kelainan paru, kelumpuhan saraf, kelainan jantung,dll Bargman, Skorecki, 2013. Sebanyak 22 penderita 15,3 menjalani hipertensi selama menjalani proses hemodialisis. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Aisyah di RS . Medan Hipertensi menjadi salah satu penyulit yang paling sering muncul pada penderita GGK. Keadaan ini sering muncul pada awal perjalanan dan memperburuk kondisi ginjal. Penyebabnya sangat beragam, Pemasangan fistula aretriola vena pada penderita, pemakaian produk eritropoietin eksogen dapat mempengaruhi tekanan darah Bargman dan Skorecki, 2013. Penurunan fungsi ginjal akan menstimulasi asparatus justaglomerular untuk memproduksi angiostensin II yang dapat menyebabkan hipertensi. Angiostensin II menyebabkan hipertensi melalui vasokontriksi sistemik dan menstimulasi pelepasan aldosteron, yang memacu retensi air dan garam. O’Callaghan, 2007.. Edema terjadi pada 17 penderita 11,8 selama menjalani proses hemodialisis hal ini dapat terjadi dikarenakan meningkatnya volume cairan ektrasel pada akibat berkurangnya eksresi garam dan air Liu dan chertow, 2013. Kaki yang terasa lemas terjadi pada 16 penderita 11,1 saat menjalankan proses hemodialisis, hal ini dapat disebabkan oleh neuropati perifer Universitas Sumatera Utara kelainan sensorik yang biasanya mucul pada bagian ektremitas bawah resless leg syndrome ditandai dengan rasa tidak nyaman yang samar ditungkai kaki bagian bawah sindrom ini akan semakin memburuk menjadi kelianan motorik apabila tidak dilaksanakan hemodialisis secepatnya. Mual dan muntah terjadi pada 11 penderita 7,6, yang dapat disebabkan oleh gangguan keseimbangan dialisis Dialysis Disequilibrium Syndrome yang merupakan kumpulan dari gejala disfungsi cerebral seperti sakit kepala, pusing, mual, muntah hingga kejang yang terjadi akibat gangguan homeostasis banyaknya ureum yang dikeluarkan dan atau besarnya ultrafiltrasi Holley, Berns and Post, 2007. Mengigil terjadi pada 10 penderita 6,9, hal ini disebabkan karena penderita mengalami demam yang dapat disebabkan karena adanya infeksi saat menjalani hemodialisis atau dikarenakan hiperparatiroidisme sekunder yang disebabkan produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkaitan dengan disfungsi gagal ginjal. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D Bargman, Skorecki, 2013. Pendarahan post operasi terjadi pada 7 penderita 4,9 yang menjalani operasi pemasangan akses dialisis fitula Brescia-cimino, yaitu vena sefalika yang beratatomisis secara ujung dengan sisi ke arter radialis menyebabkan arterialisasi vena . Pemasangan akses dialisis yang tidak matang atau trombosis pada masa awal perkembangan dapat menyebabkan kegagalan operasi. Pendarahan pada Universitas Sumatera Utara akses ini dapat disebakan karena pembesaran lubang akses dialisis, stenosis atau trombosis Liu dan chertow, 2013. Gatal-gatal pada kulit juga terjadi pada 4 penderita 6,2, hal ini disebabkan karena pruritus yang didefinisikan sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani dialisis hal ini dpat disebabkan karena kadar urea yang berlebih didalam darah uremia Ko CJ, 2012 5.2.5 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Keadaan Saat Pulang Gambar 5.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Keadaaan Saat Pulang di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 86,9 8,6 4,5 PBJ Meninggal PAPS Universitas Sumatera Utara Berdasarkan gambar 5.1 dapat dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah keadaan pulang berobat jalan PBJ sebanyak 128 penderita 86,9 dan terendah adalah keadaan pulang atas permintaan sendiri PAPS sebanyak 5 penderita 4,5. Hal ini terjadi karena penyakit GGK memerlukan treatment yang berkelanjutan, minimal 2 kali dalam seminggu penderita harus menjalani proses hemodialisis. Hal ini sesuai dengan penelitian Ginting di RSUP. H Adam Malik Medan pada tahun 2008, dimana proporsi keadaan sewaktu pulang penderita GGK yaang terbesar adalah pulang berobat jalan 55,8. Juga sesuai dengan penelitian Aisyah di RS Haji Medan pada tahun 2009, dimana proporsi keadaan sewaktu pulang penderita GGK adalah berobat jalan 42,5. Jumlah penderita GGK yang meninggal adalah sebanyak 11 penderita 8, dimana 8 73 penderita diantaranya merupakan penderita dengan jenis kelamin laki-laki dan 3 27 dengan jenis kelamin perempuan. Universitas Sumatera Utara 5.2.6 Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalankan Hemodialisis Berdasarkan Sumber Biaya Gambar 5.12 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Sumber Biaya di RSUP. H Adam Malik Medan Tahun 2015 Berdasarkan gambar 5. 12 dapat dilihat bahwa proporsi penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisis berdasarkan sumber biaya terbesar berasal dari sumber biaya BPJS Kesehatan sebanyak 109 penderita 75,7 dan terendah berasal dari sumber biaya BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 16 penderita 11,1. Hal ini dapat dikarenakan RSUP. H Adam Malik Medan yang berstatus sebagai Rumah Sakit rujukan bagi pasien yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. 75,7 13,2 11,1 BPJS Kesehatan Umum BPJS Ketenagakerjaan Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN