61 Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air sulinghingga
100 ml DepKes, RI., 1995.
3.2.9 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml DepKes, RI., 1995.
3.2.10 Pereaksi kloralhidrat
Larutkan 50 g kloralhidrat jenuh dalam 20 ml air DepKes, RI., 1995.
3.3 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah 6 ekor kelinci jantan dengan berat 1,5 kg sampai 2 kg. Kelinci ini sebelumnya telah diaklimasi selama
seminggu.
3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.4.1 Pengumpulan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun gulma siam yang diambil di Desa Suayan Tinggi,
Kabupaten Lima puluh kota, Provinsi Sumatera Barat.
3.4.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense, Depertemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara.
3.4.3 Pengolahan sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun gulma siam yang masih segar. Daun dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang.
Selanjutnya daun tersebut dikeringkan dengan suhu 40º sampai daun kering
Universitas Sumatera Utara
62 ditandai bila diremas rapuh. Simplisia yang telah kering rapuh diserbuk
dengan blender dan disimpan dalam wadah tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar.
3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gulma Siam
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80. Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan dalam bejana, dituangi
dengan 3,5 L 75 bagian etanol 80, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, kemudian disaring sehingga didapat maserat.
Ampas dimaserasi kembali dengan etanol 80 hingga diperoleh 5 L 100 bagian. Pindahkan maserat ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung
dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator pada suhu ±50
o
C sampai diperoleh ekstrak kental, selanjutnya di freeze dryer pada suhu -40
C selama ± 24 jam. DepKes, RI., 1979.
3.6 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol gulma siam meliputi: pemeriksaan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, tanin
dan steroidtriterpenoid.
3.6.1 Pemeriksaan alkaloida
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih kekuningan
Universitas Sumatera Utara
63 b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat akan
terbentuk endapan berwarna coklat kehitaman c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff akan
terbentuk endapan berwarna merah atau jingga. Alkaloid dinyatakan positif jika dua atau tiga reaksi di atas memberikan reaksi
positif DepKes, RI., 1995.
3.6.2 Pemeriksaan flavonoida
Larutan Percobaan: Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama
10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok
hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40
o
C.Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Cara Percobaan:
Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 96, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida
pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida DepKes, RI., 1995.
3.6.3 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi III klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.
3.6.4 Pemeriksaan glikosida
Universitas Sumatera Utara
64 Sebanyak 3 g sampel ditimbang, kemudian disari dengan 30 ml campuran
7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring.
Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali,
tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanol. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula DepKes,
RI., 1995.
3.6.5 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1- 10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin DepKes RI., 1995.
3.6.6 Pemeriksaan steroidatriterpenoida
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, laliu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan
adanya steroida triterpenoida Harborne, 1987.
3.7 Karakteristik Simplisia dan Ekstrak Etanol Gulma Siam 3.7.1 Penetapan kadar air
Universitas Sumatera Utara
65 Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi destilasi
toluena. Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung,tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan
pemanas listrik. Cara kerja :
Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30
menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g sampel yang telah ditimbang
seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air
terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen WHO, 1992; DepKes, RI., 1995.
3.7.2 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform 2,5 ml dalam air suling sampai 1 liter dalam labu bersumbat sambil
dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu
Universitas Sumatera Utara
66 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan WHO, 1992; DepKes, RI., 1995.
3.7.3 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang
berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan WHO, 1992; DepKes RI., 1995.
3.7.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang
habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan WHO, 1992;
DepKes, RI., 1995.
3.7.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan WHO, 1992; DepKes, RI., 1995.
Universitas Sumatera Utara
67
3.8 Pembuatan Formula Sediaan 3.8.1 Pembuatan basis gel
Formulasi basis gel dibuat menurut: Tambe, dkk., 2009; Suardi, dkk., 2008: Hidropropilmetilselulosa HPMC 4000
3 Propilen glikol
15 Metil paraben
0,18 Propil paraben
0,02 Air suling
ad 100 g Cara pembuatan : Akuades sebanyak 20 kali berat HPMC dipanaskan,
kemudian dikembangkan HPMC di dalamnya. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol Campuran I. Campuran I yang diperoleh
ditambahkan sedikt demi sedikit ke dalam HPMC yang telah terdispersi dengan baik sambil digerus, kemudian ditambahkan sisa akuades dan digerus homogen
Soerartri, 2004.
3.8.2 Komposisi formula gel ekstrak etanol daun gulma siam EEDGS
Sediaan gel dibuat dalam 6 formula dengan jumlah masing-masing 200 g yang terlihat pada Tabel 3.1. Cara pembuatan sediaan gel EEDGS: ke dalam
lumpang dimasukkan EEDGS masing-masing dengan konsetrasi 0,125, 0,25, 0,50, 0,75, dan 1,00, ditambahkan sedikit demi sedikit basis gel lalu gerus
sampai homogen.
Tabel 3.1 Formulasi gel EEDGS
No. Formula
Komposisi 200 g Basis gel
EEDGS 1.
F1 200 g
-
Universitas Sumatera Utara
68 2.
F2 199,75 g
0,25 g 3.
F3 199,50 g
0,50 g 4.
F4 199,00 g
1,00 g 5.
F5 198,50 g
1,50 g 6
F6 198,00 g
2,00 g Keterangan: EEDG = Ekstrak Etanol Daun Gulma Siam
F1 = gel tanpa EEDGS, F2 = gel EEDGS 0,125
F3 = gel EEDGS 0,25, F4 = gel EEDGS 0,50
F5 = gel EEDGS 0,75, F6 = gel EEDGS 1,00
3.9 Evaluasi Formula Gel Ekstrak Etanol Daun Gulma Siam
Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik mencakup pemeriksaan stabilitas sediaan, homogenitas, pemeriksaan pH dan
viskositas selama 90 hari, yaitu pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari.
3.9.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan gel EEDGS
Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual. Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau dan
penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.
3.9.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Cara: Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas kaca, kemudian ditutup dengan kaca yang lain lalu diratakan. Sediaan yang memenuhi persyaratan
homogenitas harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir yang kasar DepKes RI., 1979. Pengamatan dilakukan pada suhu
kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.
3.9.3 Pemeriksaan pH
Universitas Sumatera Utara
69 Pemeriksaan pH dilakukan dengan alat pH meter. Alat dikalibrasi dengan
larutan dapar standar pH 4,0 dan pH 7,0. Kemudian pH meter dicuci dengan air suling dan dikeringkan dengan kertas tisu. Pengukuran pH sediaan dengan
mencelupkan pH meter ke dalam larutan sediaan. Dicatat nilai pH yang ditunjukkan pada pH meter.
3.9.4 Penentuan viskositas sediaan
Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield. Cara: sediaan dimasukkan kedalam pot plastik sampai mencapai volume 100 ml,
lalu spindel diturunkan hingga spindel tercelup kedalam formulasi. Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON. Kecepatan spindel diatur, kemudian
dibaca skalanya dial reading dimana jarum merah yang bergerak stabil. Nilai viskositas dalam sentipoise cps diperoleh dari hasil perkalian skala baca dial
reading dengan faktor koreksi f khusus untuk masing-masing kecepatan spindel. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan
90.
3.10 Pengujian Sediaan Gel terhadap Penyembuhan Luka Sayat
Pengujian dilakukan pada enam ekor kelinci, setiap kelinci menerima empat perlakuan. Pengujian terdiri atas 8 kelompok yaitu kelompok 1 diberi
betadine salep kontrol positif, kelompok 2 diberi gel tanpa EEDGS kontrol negatif FI, kelompok 3 diberi gel EEDGS 0,125 F2, kelompok 4 diberi gel
EEDGS 0,25 F3, kelompok 5 diberi gel EEDGS 0,50 F4, kelompok ke 6 diberi gel EEDGS 0,75 F5, kelompok ke 7 diberi gel EEDGS 1 F6, dan
kelompok ke 8 tanpa diberi perlakuan.
Universitas Sumatera Utara
70 Kelinci sebelum pengujian dicukur bulu bagian punggungnya, dibuat pola
berbentuk lingkaran diameter 2 cm, didesinfeksi kulitnya dengan alkohol 70, lalu dianestesi lokal dengan 1 ml lidokain HCl 2, 100mg5ml. Kemudian
dibuat luka dengan ukuran tanda yang telah dibuat bentuk lingkaran pada bagian punggung dengan cara mengangkat kulit hewan uji dengan pinset lalu digunting
dengan gunting bedah. Luka dibuat sedalam 2 mm Hajiaghaalipour, dkk., 2013; Gal, dkk., 2008. Setelah itu, pada kulit yang telah disayat dioleskan 0,5 g sediaan
gel yang telah disediakan sesuai dengan kelompok masing-masing. Pemberian sediaan gel dilakukan secara topikal dengan cara mengoleskannya di bagian luka
sebanyak 1 kali sehari. Pengamatan luka dilakukan setiap hari secara visual dengan mengukur diameter luka dan hari kesembuhan. Luka dianggap sembuh
jika diameter luka sama dengan nol. Diameter luka dihitung dengan rumus:
Keterangan : d : diameter rata-rata d1 : diameter pertama
d2 : diameter kedua d3 : diameter ketiga
d4 : diameter keempat
3.11 Analisis Data