Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 30 Pengaruh Buruk Proses Peradilan bagi Anak Kelemahan dan Kekurangan Restorative Justice Basic Principles On The Use Of Restoratif Justice Programmes In Criminal Matters

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Skematik Kerangka Pemikiran Keterangan : Kerangka pikir tersebut merupakan alur pikiran penulis dalam menggambarkan, mengurai dan menemukan jawaban dari permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian hukum yaitu konsep restorative Anak yang Berhadapan dengan Hukum Pidana Anak Proses Peradilan Anak Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Perlindungan Anak commit to user 31 justice dalam sistem peradilan anak sebagai upaya perlindungan terhadap anak dari pengaruh buruk proses pengadilan. Banyaknya anak yang melakukan tindak pidana yang membuat anak tersebut menjalani proses peradilan. Sistem peradilan pidana yang terdiri dari empat komponen yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Proses peradilan yang akan di jalani anak yang berkonflik dengan hukum akan membuat pengaruh buruk terhadap perkembangan fisik, mental, maupun psikis anak tersebut. Anak memiliki keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem yang ada terutama sistem peradilan. Penanganan kasus anak pelaku tindak pidana dengan jumlah dan bentuk beragam, diperlukan usaha negara untuk menetapkan Undang- undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Proses Peradilan Anak berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang bertujuan untuk menangulagi kejahatan terhadap anak dan melindungi anak dari pengaruh buruk proses peradilan, akan tetapi dalam undang-undang tersebut masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Dalam menangani anak delinkuen diperlukan upaya atau model peradilan anak yang baru. Berdasarkan Basic Principles On The Use Of Restoratif Justice Programmes In Criminal Matters, menawarkan solusi bagi anak yang berkonflik dengan hukum yang mana akan melibatkan pihak pelaku dan pihak korban yaitu konsep restorative justice . Konsep restorative justice merupakan salah satu cara untuk upaya perlindungan anak dari pengaruh buruk proses peradilan. Hal-hal tersebut menjadi gambaran landasaan berfikir penulis dalam meninjau permasalahan proses peradilan anak bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu penulis akan mencoba untuk menelaah konsep Restorative Justice dalam sistem perdilan anak di Indonesia. commit to user 32

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Konsep Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Anak

1. Konsep Restorative Justice dalam Basic Principles on the Use of Restorative Justice Programmes in Criminal Matters 2000 Gagasan praktik keadilan restoratif yang semula berangkat dari kajian-kajian akademis dan wacana para aktivis akhirnya ditetapkan Perserikatan Bangsa-bangsa PBB sebagai pedoman penanganan kejahatan dalam Basic principles on the Use of Restorative Justice Programmes in Criminal Matters pada tahun 2000. Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa PBB, program keadilan restoratif dengan sasaran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Bertujuan memulihkan kedamaian dan hubungan yang rusak melalui celaan terhadap perilaku jahat dan menguatkan nilai-nilai yang hidup dalam komunitas. Para korban diperhatikan kebutuhannya dan para pelaku didorong untuk bertanggung jawab Hadi Supeno, 2010:209. Berdasarkan Basic principles on the use of restorative justice programmes in criminal matters , prinsip-prinsip dasar penggunaan program konsep restorative justice , sebagai berikut : 7. Restorative processes should be used only with the free and voluntary consent of the parties. The parties should be able to withdraw such consent at any time during the process. Agreements should be arrived at voluntarily by the parties and contain only reasonable and proportionate obligations. Dalam articles 7 Basic principles on the use of restorative justice programmes in criminal matters menjelaskan bahwa proses restoratif harus digunakan hanya dengan persetujuan bebas dan sukarela dari para pihak. Para pihak harus dapat menarik kembali persetujuan tersebut setiap saat selama proses tersebut. Perjanjian harus disetujui secara sukarela oleh para pihak dan berisi kewajiban hanya wajar dan proporsional.