Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Ras Umur Desain Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik pasien pemfigus vulgaris di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2009 - Desember 2013 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum:

Untuk mengetahui karakteristik pasien pemfigus vulgaris di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus :

a. Untuk mengetahui jumlah pasien pemfigus vulgaris yang berkunjung SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2013. b. Untuk mengetahui data demografi pasien pemfigus vulgaris yaitu jenis kelamin, umur, suku, dan pekerjaan, di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2009- Desember 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi kepada institusi kesehatan, institusi pendidikan dan pihak-pihak terkait lainnya mengenai karateristik pasien pemfigus Universitas Sumatera Utara vulgaris di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2009- Desember 2013. b. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi data dasar ataupun data pendukung untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai pasien pemfigus vulgaris. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemfigus vulgaris

2.1.1 Definisi

Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya bula intraepidermal karena proses akantolisis pada lapisan suprabasal.

2.1.2 Epidemiologi

1

a. Ras

Pemfigus Vulgaris PV merupakan bentuk yang tersering dijumpai 80 dari semua kasus.Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.Ras Yahudi terutama Yahudi Ashkenazi memiliki peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika Selatan, PV ini lebih sering terjadi pada bangsa India dibanding pada bangsa berkulit hitam dan berkulit putih. PV jarang sekali terjadi pada orang barat.

b. Umur

5 Universitas Sumatera Utara Umumnya mengenai umur pertengahan dekade ke-4 dan ke-5, tetapi dapat juga mengenai semua umur termasuk anak-anak. Di India penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika dibandingkan di Negara barat. 5 Rata-rata onset penyakit antara usia 40 sampai 60 tahun, namun penyakit juga bisa terjadi pada anak dan usia lanjut.

c. Jenis Kelamin

4-6 Frekuensi kedua jenis kelamin umumnya sama. 5 Namun, dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalensi pemfigus tidak jauh berbeda antara pria dan wanita, dari laporan lain menyatakan bahwa penyakit cenderung sedikit lebih banyak menyerang wanita. Di Afrika Selatan, rasio wanita terkena dibanding pria 1,4:1, di Mali 4,1:1, di Italia 1,43:1.

2.1.3 Etiologi dan patogenesis

4,5,7,10 Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada permukaan keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik.Antigen PV yang dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan desmosomal kaderin yang terlibat dalam perlekatan interseluler pada epidermis.Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluler region terminal amino pada desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi kaderin.Desmoglein 3 dapat ditemukan pada desmosom dan pada membran sel keratinosit.Dapat dideteksi pada setiap deferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih padat pada mukosa bukal dan kulit Universitas Sumatera Utara kepala.Hal ini berbeda dengan antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1, yang dapat ditemukan pada epidermis, dan lebih padat pada epidermis atas.Penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik pada kebanyakan kasus.Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada permukaan keratinosit.Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulser yang merupakan gambaran pada penyakit PV. Konsep umum dari pemfigus merupakan kombinasi dari faktor eksogen dan endogen pada indvidu yang mempunyai kerentanan secara genetik. 4,5 13 Pemikiran tentang pemfigus yang diinduksi agen eksogen pertama sekali diperkenalkan oleh Degos dkk pada tahun 1969. Faktor predisposisi genetik diketahui berhubungan dengan Human Leukocyte Antigen HLA dan agen yang menginduksi dari lingkungan meliputi radiasi UV, obat-obatan, virus, luka bakar kontak dengan alergen pestisida, dan stres emosional. 12,17 Salah satu faktor lingkungan yang sangat penting dalam menginduksi pemfigus adalah pajanan yang lama dari radiasi UV. Hasil dari penelitian mengindikasikan ada korelasi antara PV dan pekerjaan, yang paling dominan adalah pestisida dan material kebun, pasien yang tinggal dipedesaan lebih banyak terpapar pestisida dari pada di kota. 12 Penelitian tentang faktor lingkungan yang menyebabkan pemfigus, sangatlah penting.Secara teori dapat mengaburkan efek etiopatogenik penyakit yang terjadi 16 Universitas Sumatera Utara spontan. Menghindari dan membatasi interaksi dengan faktor lingkungan dengan latar belakang terdapat genetik yang mudah terkena pemfigus sehingga bermanfaat untuk pencegahan, karena dapat meningkatkan efikasi dari pengobatan konvensional, mengurangi resiko relaps dan pada beberapa kasus dapat menjadi pengobatan. Sebagian besar pasien tidak terdeteksi agen yang menginduksi terjadi pemfigus. Faktor eksogen mempunyai peran utama, sehingga penyakit regresi setelah faktor yang menginduksi dieliminasi.

2.1.4 Gambaran klinis

12 Umumnya penyakit PV ditandai dengan lesi awal pada mukosa oral yang kemudian diikuti dengan timbulnya lesi pada kulit beberapa lama kemudian.Lesi sangat jarang muncul sebagai erupsi generalisata yang akut. Lesi umumnya dijumpai dengan bentuk bula dinding kendor yang rapuh dan mudah pecah, jarang terlihat dalam bentuk yang masih utuh, sehingga seringkali yang terlihat lesi erosi dan krusta. Lokasi predileksinya meliputi kulit kepala, wajah, dada, umbilikus dan genitalia. Bula pada PV berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematous. Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan pecah sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi 1- 4,9,18 Universitas Sumatera Utara generalisata.Kemudian erosi akan tertutup krusta bila lesi ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut. PV biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan. 11 Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60 kasus. Bula akan dengan mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat. 11

2.1.5 Diagnosis

11 Diagnosis pemfigus didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terperinci dan jelas, didukung dengan pemeriksaan histopatologi dan imunopatologi. PV secara klinis ditandai dengan lesi primer berupa bula yang berdinding kendor, mudah pecah, sehingga jarang terlihat dalam bentuk bula yang utuh. Lesi yang dijumpai seringkali dalam bentuk erosi yang mudah berdarah diakibatkan bula yang pecah dan sering juga menjadi krusta.Tanda Nikolsky merupakan petanda khas pada PV.Membran mukosa sering terkena dengan lesi erosi yang terasa nyeri dan sering timbul sebelum erupsi kulit muncul. 4,5,19 Universitas Sumatera Utara Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain: a. Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain. 4,11 Gambaran histopatologi PV pada lesi awal berupa gambaran edema interseluler dengan spongiosis esosinofilik pada epidermis bagian bawah. Selanjutnya bisa didapatkan gambaran bula intraepidermal berisi sel-sel akantolitik, sel radang limfosit, eosinofil, netrofil, kadang-kadang juga didapatkan histiosit dan sel plasma. b. Imunofluoresensi 4,5,20-22 Imunofluoresensi langsung Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence DIF. DIF menunjukkan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF biasanya menunjukkan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi. Imunofluoresensi tidak langsung 4 Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini ditegakkan jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung Universitas Sumatera Utara dinyatakan positif. Serum penderita mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada epidermis dapat dideteksi dengan pemeriksaaan ini. Secara klinis, penyakit bula autoimun seringkali khas tetapi gambaran klinisnya bisa tumpang tindih sehingga mempunyai banyak diagnosis banding, antara lain pemfigus, pemfigoid bulosa, epidermolisis bulosa, linear IgA bullous dermatosis maupun dermatitis herpetiformis. Untuk itu dibutuhkan konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan histopatologi dan imunopatologi. 4

2.1.6 Pengobatan

4,10 Tujuan pemberian terapi pada pemfigus adalah untuk mencegah timbulnya lesi baru dan menghasilkan proses penyembuhan pada lesi yang telah ada. Terapi meliputi terapi sistemik dan topikal.Pemilihan terapi berdasarkan derajat keparahan penyakit dan subtipe pemfigus. Faktor lain yang juga penting adalah faktor penderita usia penderita, keadaan umum, riwayat penyakit lain, seperti diabetes melitus, hipertensi atau tuberkulosis dan faktor obat meliputi efikasi, efek samping dan harga. Kortikosteroid masih merupakan terapi utama untuk pemfigus, dimana penggunaannya telah menurunkan angka mortalitas pemfigus menjadi kurang dari 10.Sebagian besar penderita mengalami remisi dalam waktu 4 sampai 12 minggu.Namun untuk dapat mengontrol penyakit ini diperlukan penggunaan kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan jangka panjang namun dapat menimbulkan 3,8,10,22 Universitas Sumatera Utara banyak efek samping.Risiko kematian pada pemfigus karena efek samping kortikosteroid lebih besar daripada risiko kematian karena penyakitnya sendiri.Selain itu mekanisme yang unik untuk tiap jenis pemfigus memerlukan beberapa pilihan untuk rejimen terapi.Berdasarkan alasan tersebut, jika kortikosteroid gagal menginduksi remisi atau terjadi efek samping berat dari kortikosteroid, atau untuk kasus-kasus dengan kontraindikasi penggunaan kortikosteroid maka dapat diberikan terapi ajuvan dengan obat-obatan imunosupresif, antara lain siklofosfamid, azatioprin, mikofenolat mofetil, metotreksat dan siklosporin. Terapi awal dapat juga dimulai dengan kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif untuk menurunkan dosis total kortikosteroid yang diperlukan. Terapi topikal sebagai suportif guna mencegah infeksi sekunder juga diperlukan pada penyakit pemfigus dengan lesi erosi dan ekskoriasi.Untuk lesi pemfigus yang lokalis, terutama hanya mengenai mukosa oral, juga dapat digunakan kortikosteroid topikal dan intralesi, namun jarang sekali efektif.Selain itu, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit juga penting dalam menentukan keberhasilan terapi pemfigus Mortalitas dan lamanya waktu untuk terjadinya remisi klinis pada penyakit pemfigus merupakan indikator efikasi terbaik dari rejimen terapi. Penyakit ini sendiri bersifat persisten, biasanya kambuh dan tidak pasti apakah terapi yang diberikan akan menekan manifestasi penyakit, sehingga konsekuensinya terapi harus tetap dilanjutkan, ataukah terapi akan menginduksi remisi yang lengkap dan selamanya sehingga terapi dapat dihentikan. Induksi untuk terjadinya remisi lengkap . 3,10,11,22,23 Universitas Sumatera Utara berhubungan dengan berat dan luasnya penyakit, dan respon awal terhadap terapi. 3 Davatchi dkk dalam penelitiannya mendapatkan angka kematian pada penderita PV dengan keterlibatan lesi kulit dan mukosa sebesar 8,3, dan sekitar 3 pada penderita PV dengan hanya melibatkan lesi kulit.

2.1.9 Kerangka Teori

7 Pemfigus Vulgaris • Genetik Human Leukocyte Antigen HLA Sosio Demografi • Umur • Jenis kelamin • Suku • Pekerjaan Gambar 2.1 Diagram kerangka teori Autoantibodi IgG Desmoglein pada permukaan keratinosit epidermis bawah Mengurangi perlekatan antara sel keratinosit Proses akantolisis Bula intraepidermal • Fakor eksogen • radiasi UV • pestisida • obat-obatan • virus • luka bakar • stres emosional Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan analisis data sekunder dari catatan rekam medis pasien pemfigus vulgaris yang datang berobat ke SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2013.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2013 – Desember 2013, bertempat di bagian rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian