Untuk n input terhadap beberapa j elemen pemroses terlihat pada gambar 2.2:
Gambar 2.2. JST dengan n input dan j elemen pemroses Fausett, 1994
2.4. Arsitektur Jaringan
Arsitektur jaringan saraf tiruan digolongkan menjadi 2 model: 1. Jaringan dengan lapisan tunggal single layer net
Dalam jaringan ini, sekumpulan input neuron dihubungkan langsung dengan sekumpulan output-nya, seperti gambar 2.3 :
Gambar 2.3. Arsitektur jaringan lapisan tunggal Siang, 2005 2.4
2.5 2.6
Universitas Sumatera Utara
2. Jaringan dengan banyak lapisan multilayer net Jaringan ini merupakan perluasan dari lapisan tunggal. Dalam jaringan ini, selain
unit input dan output, ada unit-unit lain yang sering disebut lapisan tersembunyi. Lapisan tersembunyi ini bisa saja lebih dari satu, seperti gambar 2.4 :
Gambar 2.4. A
rsitektur jaringan banyak lapisan
Siang, 2005
2.5. Pembelajaran
Training dan Testing
Proses pembelajaran suatu JST melibatkan tiga pekerjaan, sebagai berikut: 1. Menghitung output.
2. Membandingkan output dengan target yang diiinginkan. 3. Menyesuaikan bobot dan mengulangi proses
Proses training dimulai dengan men-set bobot dengan aturan tertentu atau random. Perbedaan output aktual Y atau Y
T
dan output yang diinginkan disebut delta. Tujuan yang sebenarnya adalah meminimalkan error. Dalam proses testing
ini diberikan input data yang disimpan dalam disk file testing. JST yang telah dilatih akan mengambil data tersebut dan memberikan output yang merupakan
“Hasil Prediksi JST”. JST memberikan output berdasarkan bobot yang disimpan dalam proses training.
Pada akhir testing dilakukan perbandingan antara hasil prediksi output JST dan hasil asli kondisi nyata yang terjadi. Hal ini adalah untuk menguji
tingkat keberhasilan JST dalam melakukan prediksi.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Metode Pengenalan Pola
Recognition dengan Jaringan Saraf Tiruan
Metode pengenalan pola dengan JST ini dilatih dengan seperangkat data untuk bisa mengenal dan mengidentifikasi pola data atau kurva. Proses pelatihan ini
sering disebut tahap belajar learning process. Sehingga learning process ini menjadi bagian yang penting juga dalam metode ini. Pemilihan algoritma dan
parameter yang bersesuaian dan penentuan berapa banyak perangkat data yang dibutuhkan dalam learning process ini sangat penting untuk menentukan akurasi
dari peramalan yang dihasilkan Hagan, 1996. Pada saat awal neural network diset secara acak, kemudian perangkat data
dimasukkan ke jaringan saraf untuk pembelajaran atau pelatihan. Ketika data dimasukkan, jaringan saraf akan belajar dengan mengubah parameter-
parameternya sehingga semakin mendekati atau semakin sesuai dengan pola data masukan tersebut. Ketika semua data latih sudah dimasukkan, jaringan saraf
dianggap sudah dapat mengenal dan mengidentifikasi pola data tersebut sehingga telah siap digunakan untuk menghasilkan keluaran. Hasil keluarannya dengan
demikian akan sesuai dengan pola data yang telah diidentifikasi oleh neural network.
Pada prinsipnya ada dua cara untuk melatih neural network yaitu dengan supervised learning dan unsupervised learning. Pada unsupervised learning,
neural network hanya diberi data masukan saja tapi bagaimana outputnya tidak ditentukan. Ketika data yang dimasukkan bertambah, neural network akan
mengkategorikan atau mengelompokkan data masukan tersebut. Pada supervised learning, neural network diberi sepasang data latih yang terdiri dari data masukan
dan target. Jadi ketika data yang dimasukan bertambah neural network akan mengubah karakteristik internalnya agar sebisa mungkin menghasilkan keluaran
seperti targetnya. Maka dengan demikian cara learning yang bisa dipakai untuk pengenalan pola adalah yang supervised learning karena data yang harus
dilatihkan adalah berupa pasangan data input dan target Hagan, 1996. Neural network yang dilatih dengan supervised learning ada banyak
variasi antara lain: perceptron learning, hamming nework, hopfield network,
Universitas Sumatera Utara
adaptive linear neuron ADALINE, backpropagation, Gradient Type Network, Linear Associative Memory Hagan, 1996.
2.7. Learning Rate