Stabilisasi Tanah Lempung dengan Menggunakan Abu Gunung Vulkanik Ditinjau dari Nilai Unconfined Compression Test

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J. E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta: Erlangga.

BBC Indonesia. 2014.Vulkanolog: Erupsi Sinabung Belum Sebesar Merapi. diakses 14 Januari 2016 pukul 16.20 WIB)

Das, B. M. 1991. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Lambe, T. W. and Whitman, R. V. 1969. Soil Mechanics. Wiley. J and Son, Inc,

New York

Margaretha, I. 2016. Stabilisasi Tanah Lempung dengan Menggunakan Semen Portland Tipe I dan Abu Vulkanik dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan

Mu’minah, R. N. 2014. Pengaruh Abu Vulkanik Terhadap Parameter Kuat Geser Tanah Lempung. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.

Nugraha, P. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Andi. Pakpahan, S. S. 2014. Kajian Efektifitas Abu Kayu Bakar Dan Semen Portland

Tipe I Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Dengan Uji Kuat Tekan Bebas. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan


(2)

Prabowo, I. 2013. Pengaruh Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah untuk Lapis Subgrade. Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Pranata, M. I. 2012. Studi dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang Distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi. Jurnal Universitas Lampung. Pusat Litbang Prasarana Transportasi. 2001. Panduan Geoteknik 1: Proses

Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak. Jakarta.

Rostaman, T., Kasno, A., dan Anggria, L. 2011. Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols. Badan Litbang Pertanian.

Sormin, P. J. 2016. Pengujian CBR (California Bearing Ratio) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen Portland Tipe I dan Abu Vulkanik. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan Soedarmo, G. D. dan Purnomo, S. J. E. 1997. Mekanika Tanah I, Yogyakarta:


(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Program Penelitian

Metodologi penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Eksperimen di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan yaitu pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan stabilisasi (tanah asli) dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi berupa penambahan Abu Gunung Vulkanik (AGV) dengan berbagai variasi campuran.

3.2 Pekerjaan Persiapan

Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni :

• Mencari bahan literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan abu gunung vulkanik, serta literatur mengenai pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).

• Penyediaan alat dan bahan penelitian - Persiapan Alat

Peneliti menentukan dan menyusun alat-alat yang akan digunakan selama penelitian, mulai dari penelitian tahap awal hingga penelitian tahap akhir. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk Uji Kadar Air, Uji Berat Spesifik, Uji Batas-batas Konsistensi, Uji Pemadatan, Uji Kuat Tekan Bebas dan peralatan lainnya yang ada di Laboratorium


(4)

Mekanika Tanah,Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing Material (ASTM). - Persiapan Bahan

a. Tanah

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari PTPN II, Patumbak, Deli Serdang, Sumatera Utara.Pada penelitian ini digunakan sampel disturbed. Untuk pengambilan tanah dengan cara penggalian menggunakan cangkul kemudian dimasukan kedalam karung.Tanah yang diambil kemudian dikeringkan hingga kering udara dan ditumbuk dengan alat pemecah mekanis.

b. Abu gunung vulkanik

Abu gunung vulkanik yang dipakai adalah abu dari Gunung Sinabung yang diambil dari Desa Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kemudian abu gunung vulkanik disaring dengan menggunakan saringan no. 200.

3.3 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan pengujian masing-masing dengan abu yang tetap untuk semua pengujian.

3.3.1 Benda uji untuk pengujian Water Content

Pada pengujian Kadar Air dibuat sampel sebanyak 2 buah. Dimana tanah yang dipakai untuk pegujian adalah tanah yang langsung dari lapangan tanpa adanya penjemuran terlebih dahulu.


(5)

3.3.2 Benda uji untuk pengujian berat spesifik dan analisa saringan

Pada pengujian Berat Spesifik tanah, sampel yang dibuat sebanyak 3 buah dan untuk pengujian Analisa Saringan dibuat sampel sebanyak 1 buah.

3.3.3 Benda uji untuk pengujian batas-batas Atterberg

Tanah yang dipakai adalah tanah yang telah disaring dengan saringan No. 40. Kemudian tanah tersebut ditimbang sebesar 500 gr untuk satu benda uji dan dimasukan ke dalam plastik. Setelah itu, tanah tersebut dicampur dengan abu gunung vulkanik. Benda uji yang dibuat untuk pengujian Batas-batas Atterberg adalah sebanyak 19 buah.

3.3.4 Benda uji untuk pengujian Compaction

Untuk pengujian ini tanah disaring dengan saringan no. 4 ditimbang sebesar 2 kg untuk satu benda uji. Kemudian sama halnya dengan pengujian Atterberg tanah dimasukan ke dalam plastik dan dicampur dengan abu gunung vulkanik dan air. Lalu dilakukan pemeraman selama 14 hari. Untuk setiap variasi campuran dibutuhkan 5 benda uji dikarenakan penambahan air yang berbeda-beda yang telah ditentukan diawal sebesar 3%, 6%, 9%, 12% dan 15% . Sehingga total benda uji pada pengujian ini adalah 95 buah.

3.3.5 Benda uji untuk pengujian Unconfined Compression Test

Tanah disaring dengan saringan no. 4 ditimbang sebesar 2 kg untuk satu benda uji. Kemudian tanah dimasukan ke dalam plastik dan dicampur dengan abu


(6)

gunung vulkanik dan air. Dilakukan pemeraman selama 14 hari sebelum dilakukan pengujian. Pada pengujian ini benda uji yang dibuat sebanyak 19 buah.

3.4 Pelaksanaan Pengujian

Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengujian untuk tanah dan pengujian untuk abu gunung vulkanik, adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

3.4.1 Tanah 3.4.1.1 Tanah asli

Adapun pengujian untuk tanah asli meliputi : - Uji Kadar Air

- Uji Berat Spesifik

- Uji Batas-batas Atterberg - Uji Analisa Saringan - Uji Pemadatan

- Uji Kuat Tekan Bebas

3.4.1.2 Tanah yang telah distabilisasi

Adapun pengujian untuk tanah yang telah dicampur dengan abu gunung vulkanik meliputi :

- Uji Batas-batas Atterberg - Uji Pemadatan


(7)

3.4.2 Abu gunung vulkanik

Untuk pengujian abu gunung vulkanik yaitu terdiri dari : - Uji Berat Spesifik

- Uji Analisa Saringan - Uji Batas-batas Atterberg

3.5 Analisis Data Laboratorium

Setelah seluruh data-data diperoleh baik dari pengujian sifat fisik dan sifat mekanis, kemudian dilakukan pengumpulan data. Setelah data dikumpulkan, lalu dilakukan analisa data. Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(8)

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Mulai

Persiapan Studi literatur

Penyediaan bahan

Tanah Abu Gunung Vulkanik (AGV)

1. Uji Kadar Air (2 Sampel) 2. Uji Berat Spesifik (3 Sampel) 3. Uji Atterberg (1 Sampel)

4. Uji Analisa Saringan (1 Sampel) 5. Uji Compaction(5 Sampel)

6. Uji Kuat Tekan Bebas (1 Sampel)

Pembuatan Benda Uji

1. Tanah asli

2. Kombinasi campuran :

Tanah + 2% AGV Tanah + 9% AGV Tanah + 16% AGV Tanah + 3% AGV Tanah + 10% AGV Tanah + 17% AGV Tanah + 4% AGV Tanah + 11% AGV Tanah + 18% AGV Tanah + 5% AGV Tanah + 12% AGV Tanah + 19% AGV Tanah + 6% AGV Tanah + 13% AGV Tanah + 20% AGV Tanah + 7% AGV Tanah + 14% AGV

Tanah + 8% AGV Tanah + 15% AGV

Analisis Data Kesimpulan dan Saran

Selesai

1. Uji Berat Spesifik (3 Sampel) 2. Uji Analisa Saringan (1 Sampel) 3. Uji Atterberg (1 Sampel)

1. Uji Compaction (190 Sampel) 2. Uji Kuat Tekan Bebas (38 Sampel)

Uji Atterberg (19 Sampel) Pemeraman 14 hari


(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENDAHULUAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan penelitian dengan campuran abu gunung vulkanik yang bervariasi antara 2% sampai 20%.

4.2 PENGUJIAN SIFAT FISIK 4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Data uji sifat fisik tanah asli

No. Pengujian Hasil

1. Kadar Air (Water Content) 14,52 % 2. Berat Spesifik (Specific Gravity) 2,643 3. Batas Cair (Liquid Limit) 48,64 % 4. Batas Plastis (Plastic Limit) 18,81 % 5. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) 29,82 % 6. Persen Lolos Saringan no. 200 50,04 %

Dari data di atas, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 50,04%, nilai batas cair (liquid limit) sebesar 48,64%, dan indeks plastis sebesar 29,82% maka sampel tanah memenuhi persyaratan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki


(10)

batas cair (liquid limit) ≥ 41 dan indeks plastisitas (plasticity index) > 11, sehingga tanah sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.

Menurut sistem klasifikasi USCS, dimana diperoleh data berupa nilai indeks plastisitas sebesar 29,82% dan nilai batas cair (liquid limit) sebesar 48,64% sehingga dilakukan plot pada grafik penentuan klasifikasi tanah yaitu yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dari hasil plot diperoleh tanah termasuk dalam kelompok CL yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.

Gambar 4.1 Plot grafik klasifikasi USCS

Indeks Grup (Group Index) berguna untuk mengevaluasi mutu (kualitas) dari suatu tanah sebagai bahan lapisan tanah dasar (subgrade) dari suatu jalan raya.

�� = (� −35)[0,2 + 0,005 (�� −40)] + 0,01 (� −15)(�� −10) Indeks Grup untuk tanah asli adalah :

�� = (50,04−35)[0,2 + 0,005 (48,64−40)] + 0,01 (50,04−15)(29,82− 10) = 10,60≈ 11


(11)

Gambar 4.2 Grafik Analisa Saringan Tanah Asli

Gambar 4.3 Grafik batas cair (Liquid Limit), Atterberg Limit

20 30 40 50 60 70

1 10 100

K

a

d

a

r

A

ir

(

%)


(12)

4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Abu Vulkanik

Untuk hasil uji sifat fisik dari abu gunung vulkanik ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Data uji sifat fisik abu gunung vulkanik

No. Pengujian Hasil

1. Berat Spesifik (Specific Gravity) 2,62 2. Batas Cair (Liquid Limit) Non Plastis 3. Batas Plastis (Plastic Limit) Non Plastis 4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Non Plastis 5. Persen Lolos Saringan no. 200 11,40 %

Gambar 4.4 Grafik analisa saringan abu vulkanik


(13)

4.2.3 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator

Hasil pengujian Batas-batas Atterberg tanah yang telah dicampur dengan abu gunung vulkanik ditunjukkan pada Tabel 4.3. Grafik hubungan antara nilai Batas Cair (Liquid Limit) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.5, hubungan antara nilai Batas Plastis (Plastic Limit) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.6, dan hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (Plasticity Index) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Tabel 4.3 Data hasil uji Atterberg Limit Sampel Batas - Batas Atterberg

LL PL PI

Tanah Asli 48,64 18,81 29,82 2% AGV 47,96 18,46 29,51 3% AGV 46,47 18,53 27,94 4% AGV 45,72 18,68 27,04 5% AGV 44,91 18,83 26,08 6% AGV 44,68 18,94 25,74 7% AGV 43,86 19,04 24,82 8% AGV 42,93 19,14 23,79 9% AGV 41,64 19,22 22,42 10% AGV 40,88 19,50 21,38 11% AGV 39,78 19,66 20,12 12% AGV 38,47 19,78 18,69 13% AGV 37,74 19,89 17,85 14% AGV 36,45 19,98 16,47 15% AGV 35,96 20,08 15,87 16% AGV 34,75 20,23 14,52 17% AGV 33,94 20,40 13,54 18% AGV 32,84 20,57 12,26 19% AGV 31,78 20,73 11,05 20% AGV 30,70 20,98 9,73


(14)

Indeks Grup untuk campuran 4% PC + 5% AGV adalah :

�� = (50,04−35)[0,2 + 0,005 (36,81−40)] + 0,01 (52,28−15)(20,58− 10) = 7,12 ≈7

4.2.3.1 Batas cair (Liquid Limit)

Gambar 4.5a Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 1 hari

Gambar 4.5b Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 14 hari

30 35 40 45 50

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

N ilai B at as C ai r

% Abu Gunung Vulkanik

Tanah Asli %AGV

30 35 40 45 50

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

N ilai B at as C ai r

% Abu Gunung Vulkanik


(15)

Gambar 4.5 tersebut menunjukkan bahwa Batas Cair akibat penambahan bahan stabilisasi semen dan abu gunung vulkanik mengalami penurunan. Semakin besar persentase abu gunung vulkanik, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli Batas Cair mencapai 48,64% sedangkan nilai Batas Cair terendah pada penambahan 4% semen dan abu gunung vulkanik20% abu gunung vulkanik dengan lama pemeraman 14 hari yaitu sebesar 30,15%. Hal tersebut disebabkan akibat tanah mengalami proses sementasi oleh semen dan abu gunung vulkanik sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun.

4.2.3.2 Batas plastis (Plastic Limit)

Gambar 4.6a Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 1 hari

16 17 18 19 20 21 22

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

N

ilai

B

at

as

P

las

ti

s

% Abu Gunung Vulkanik


(16)

Gambar 4.6b Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 14 hari

Pada Gambar 4.6a dan 4.6b diatas dapat dilihat bahwa terjadinya peningkatan nilai Batas Plastis akibat penambahan bahan stabilisasi. Nilai Batas Plastis meningkat seiring dengan pertambahan kadar abu gunung vulkanik yang ditambahkan. Untuk tanah asli batas plastisnya yaitu 18,81% dan terus meningkat. Batas plastis tertinggi berada dicampuran 20% abu gunung vulkanik dengan lama pemeraman 14 hari yaitu 21,12%

16 17 18 19 20 21 22

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

N

ilai

B

at

as

P

las

ti

s

% Abu Gunung Vulkanik


(17)

4.2.3.3 Indeks plastisitas (Plasticity index)

Gambar 4.7a Grafik hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 1 hari

Gambar 4.7b Grafik hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 14 hari

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

N ilai In d ek s P las ti si tas

% Abu Gunung Vulkanik

Tanah Asli %AGV

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

N ilai In d ek s P las ti si tas

% Abu Gunung Vulkanik


(18)

Gambar 4.7a dan 4.7b memperlihatkan bahwa dengan penambahan bahan stabilisasi maka nilai Indeks Plastisitas akan menurun. Penurunan nilai Indeks Plastisitas tersebut dapat mengurangi potensi pengembangan dan penyusutan dari tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya proses hidrasi dari semen yang ditambahkan ke tanah. Proses ini memperkuat ikatan antara partikel-partikel tanah, sehingga terbentuk butiran yang lebih keras dan stabil. Terisinya pori-pori tanah memperkecil terjadinya rembesan pada campuran tanah-semen tersebut yang berdampak pada berkurangnya potensi kembang susut.

Ditambah dengan bahan stabilisasi berupa abu gunung vulkanik. Silika dan Alumina dari abu gunung vulkanik bercampur dengan air membentuk pasta yang mengikat partikel lempung dan menutupi pori-pori tanah. Rongga-rongga pori yang dikelilingi bahan sementasi yang lebih sulit ditembus air akan membuat campuran tanah-abu gunung vulkanik lebih tahan terhadap penyerapan air sehingga menurunkan sifat plastisitasnya.

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat penurunan indeks plastisitas dari tanah asli yang awalnya dengan nilainya sebesar 29,82% kemudian penurunan paling jauh pada penambahan 20% abu gunung vulkanik gunung dengan lama pemeraman 14 hari yaitu sebesar 9,04%.


(19)

4.3 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS TANAH 4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah Asli (Compaction)

Dalam pengujian ini diperoleh hubungan antara Kadar Air Optimum dan Berat Isi Kering Maksimum. Peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatan ProctorStandard. Dimana alat dan bahan yang digunakan diantaranya:

Mould cetakan Ø 10,2 cm dan diameter dalam Ø 10,16 cm.

• Berat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.

• Sampel tanah lolos saringan no. 4.

Hasil uji pemadatan ProctorStandard ditampilkan pada Tabel 4.4 dan kurva pemadatan ditampilkan pada Gambar 4.8.

Tabel 4.4 Data Uji pemadatan tanah asli

No Hasil Pengujian Nilai

1 Kadar Air Optimum 20,73%


(20)

Gambar 4.8 Kurva kepadatan tanah asli

4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator Hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa semen dan abu gunung vulkanik ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan hubungan antara nilai Berat Isi Kering dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.9 serta hubungan Kadar Air Optimum dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.10.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

14 16 18 20 22 24 26 28

γd

(g

r/

cm

3 )

w (%)


(21)

Tabel 4.5a Data Hasil Uji Compactiondengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 1 hari

Sampel

Γd maks (gr/cm³)

Wopt (%)

Tanah Asli 1,322 21,38

2% AGV 1,338 21,23

3% AGV 1,349 21,10

4% AGV 1,364 20,79

5% AGV 1,373 20,67

6% AGV 1,391 20,50

7% AGV 1,407 20,39

8% AGV 1,413 19,86

9% AGV 1,424 19,59

10% AGV 1,443 19,49

11% AGV 1,468 19,35

12% AGV 1,481 19,24

13% AGV 1,466 19,63

14% AGV 1,432 19,77

15% AGV 1,417 19,92

16% AGV 1,408 20,11

17% AGV 1,384 20,29

18% AGV 1,365 20,49

19% AGV 1,345 20,80


(22)

Tabel 4.5a Data Hasil Uji Compactiondengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 14 hari

Sampel

Γd maks (gr/cm³)

Wopt (%)

Tanah Asli 1,322 21,38

2% AGV 1,345 21,27

3% AGV 1,358 21,13

4% AGV 1,377 20,82

5% AGV 1,386 20,73

6% AGV 1,398 20,57

7% AGV 1,411 20,44

8% AGV 1,429 19,94

9% AGV 1,467 19,69

10% AGV 1,490 19,35

11% AGV 1,461 19,52

12% AGV 1,452 19,60

13% AGV 1,437 19,74

14% AGV 1,413 19,96

15% AGV 1,390 20,17

16% AGV 1,368 20,36

17% AGV 1,354 20,47

18% AGV 1,336 20,86

19% AGV 1,316 21,17


(23)

4.3.2.1Berat isi kering maksimum (γd maks)

Dari pengujian pemadatan tanah yang telah dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai Berat Isi Kering tanah sebesar 1,322 gr/cm³. Gambar 4.9a dan 4.9b menunjukkan bahwa nilai Berat Isi Kering semakin meningkat jika ditambahkan abu gunung vulkanikhingga kadar 12% Abu Gunung Vulkanik (AGV) dengan pemeraman 1 hari yaitu sebesar1,481 gr/cm³, dan hingga kadar 10% Abu Gunung Vulkanik (AGV) dengan pemeraman 14 hari yaitu sebesar 1,490 gr/cm³, dan mengalami penurunan ketika penambahan kadar abu gunung vulkanik selanjutnya.

Gambar 4.9a Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks) tanah dengan campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 1 hari

1,3 1,32 1,34 1,36 1,38 1,4 1,42 1,44 1,46 1,48 1,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

B e ra t Is i K e ri n g M a k si m u m ( g r/ cm 3)

% Abu Gunung Vulkanik


(24)

Gambar 4.9b Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks) tanah dengan campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 14 hari

4.3.2.2Kadar air optimum (wopt )

Hasil Kadar Air Optimum dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai Kadar Air Optimum tanah asli yaitu 21,38%dan selanjutnya mengalami penurunan saat ditambahkan bahan stabilisasi. Gambar 4.10 menunjukkan nilai Kadar Air Optimum paling kecil pada saat penambahan 12% Abu Gunung Vulkanik (AGV) pada pemeraman 1 hari yakni sebesar 19,24%, penambahan 10% Abu Gunung Vulkanik (AGV) pada pemeraman 1 hari yakni sebesar 19,35%, dan mengalami peningkatan saat penambahan kadar abu gunung vulkanikselanjutnya.

1,28 1,3 1,32 1,34 1,36 1,38 1,4 1,42 1,44 1,46 1,48 1,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

B e ra t Is i K e ri n g M a k si m u m ( g r/ cm 3)

% Abu Vulkanik


(25)

Gambar 4.10a Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt ) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 1 hari

Gambar 4.10b Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt ) dengan variasi campuran 2% - 20% AGV dengan lama pemeraman 14 hari

19 19,5 20 20,5 21 21,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

K a d a r A ir O p ti m u m ( %)

% Abu Vulkanik

%AV Tanah Asli

19 19,5 20 20,5 21 21,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

K a d a r A ir O p ti m u m ( %)

% Abu Vulkanik


(26)

4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai Kuat Tekan Bebas tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan) serta nilai Kuat Tekan Bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisasi semen dan abu gunung vulkanik denganwaktu pemeraman selama 1 dan 14 hari. Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai Kohesi (cu) yaitu sebesar½ qu.

Hasil pengujian Kuat Tekan Bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.6. Pada Gambar 4.11 ditunjukkan perbandingan nilai Kuat Tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded dan pada Gambar 4.12 ditunjukkan nilai Kuat Tekan tanah (qu) yang diperoleh di setiap variasi campuran.


(27)

Tabel 4.6a Data Hasil Uji Kuat Tekan dengan Berbagai Variasi Penambahan AGV dengan masa pemeraman 1 hari

Sampel qu(kg/cm²) cu (kg/cm²)

Tanah Asli 1.097 0.55

Tanah Remoulded 0.497 0.25

2% AGV 1.127 0.56

3% AGV 1.312 0.66

4% AGV 1.442 0.72

5% AGV 1.522 0.76

6% AGV 1.594 0.80

7% AGV 1.801 0.90

8% AGV 1.835 0.92

9% AGV 1.904 0.95

10% AGV 2.180 1.09

11% AGV 2.290 1.15

12% AGV 2.015 1.01

13% AGV 1.972 0.99

14% AGV 1.820 0.91

15% AGV 1.752 0.88

16% AGV 1.604 0.80

17% AGV 1.490 0.75

18% AGV 1.461 0.73

19% AGV 1.387 0.69


(28)

Tabel 4.6a Data Hasil Uji Kuat Tekan dengan Berbagai Variasi Penambahan AGV dengan masa pemeraman 14 hari

Sampel qu(kg/cm²) cu (kg/cm²)

Tanah Asli 1.097 0.55

Tanah Remoulded 0.416 0.21

2% AGV 1.131 0.57

3% AGV 1.325 0.66

4% AGV 1.447 0.72

5% AGV 1.538 0.77

6% AGV 1.611 0.81

7% AGV 1.820 0.91

8% AGV 1.899 0.95

9% AGV 1.990 1.00

10% AGV 2.229 1.11

11% AGV 2.315 1.16

12% AGV 2.080 1.04

13% AGV 2.037 1.02

14% AGV 1.840 0.92

15% AGV 1.752 0.88

16% AGV 1.665 0.83

17% AGV 1.506 0.75

18% AGV 1.477 0.74

19% AGV 1.462 0.73


(29)

Dari hasil pengujian diperoleh nilai kadar abu gunung vulkanik sebesar 5% sebagai kadar abu maksimal. Pada Tabel 4.7 menampilkan perbandingan antara Kuat Tekan tanah asli dan tanah remoulded.

Tabel 4.7 Perbandingan kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded pada masa pemeraman 1 Hari

Strain (%) Tanah Asli qu (kg/cm²)

Tanah Remoulded qu (kg/cm²)

0,5 0.23 0.23

1 0.42 0.37

2 0.78 0.28

3 1.10 0.23

4 0.90 0.14

5 0.58 0.00

6 0.31 0.00

Gambar 4.11a Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (Strain) yang diberikan pada sampel tanah asli

dan remouldedpada pemeraman 1 Hari

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0,5 1 2 3 4 5 6

qu (kg /c m ²) Strain (%) Tanah Asli Tanah Remoulded


(30)

Tabel 4.8 Perbandingan kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded pada masa pemeraman 14 Hari

Strain (%) Tanah Asli qu (kg/cm²)

Tanah Remoulded qu (kg/cm²)

0,5 0.23 0.19

1 0.42 0.33

2 0.78 0.42

3 1.10 0.27

4 0.90 0.18

5 0.58 0.13

6 0.31 0.00

Gambar 4.11bGrafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (Strain) yang diberikan pada sampel tanah asli

dan remouldedpada pemeraman 14 Hari

Nilai Kuat Tekan Tanah pada tanah asli adalah sebesar 1,40 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh sebesar 0,50 kg/cm². Terjadi penurunan yang cukup besar seperti terlihat pada Gambar 4.11. Penurunan ini diakibatkan oleh perlakuan berupa kerusakan struktur tanah yang diterima oleh

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0,5 1 2 3 4 5 6

qu (kg /c m ²) Strain (%) Tanah Asli Tanah Remoulded


(31)

tanah buatan (remoulded). Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitivity). Nilai Sensitifitas inilah yang akan menentukan klasifikasi tanah menurut sensitifitasnya.

Gambar 4.12a Grafik kuat tekan dengan berbagai kadar penambahan AGV dengan masa pemeraman 1 Hari

Gambar 4.12b Grafik kuat tekan dengan berbagai kadar penambahan AGV dengan masa pemeraman 14 Hari

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

qu (kg /c m 2) Persentase AV

Kuat Tekan Tanah Asli Tanah Remoulded

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

qu (kg /c m 2) Persentase AV


(32)

Berdasarkan Gambar 4.12a dan 4.12b tersebut didapat nilai Kuat Tekan tanah asli (qu) sebesar 1.097 kg/cm². Kemudian dengan adanya penambahan abu gunung vulkanik nilai Kuat Tekan semakin meningkat tetapi hanya sampai variasi campuran 11%, pada variasi campuran tersebutlah nilai Kuat Tekan tanah yang paling maksimum pada pemeraman 14 hari yaitu sebesar 2.315kg/cm². Selanjutnya terjadi penurunan nilai Kuat Tekan pada penambahan abu gunung vulkanik 6% - 20%.

Dengan demikian, semakin banyak penambahan semen dan abu gunung vulkanik akan mengakibatkan semakin kecil nilai Kuat Tekantanah. Hal ini dikarenakan penambahan kadar abu gunung vulkanik yang terlalu banyak pada tanah akan memperkecil lekatan antara butiran tanah dan air, sehingga tanah menjadi mudah pecah ketika diberi tekanan vertikal.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator dan Abu Gunung Vulkanik terhadap tanah lempung dengan kadar campuran yang telah ditetapkan dan masa pemeraman (curing time) selama 1 dan 14 hari, dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis

CL (Clay - Low Plasticity)

yaitulempunganorganikdenganplastisitasrendahsampaisedang. Dan setelah pencampuran dengan abu gunung vulkanik tanah tetap termasuk jenis CL. 2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway

Transportation Official), sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6, kemudian setelah dicampur dengan bahan stabilisator, maka sampel termasuk dalam jenis A-7-5.

3. Dari hasil uji Water Content didapat bahwa nilai Kadar Air tanah asli sebesar 14,52%. Dari hasil uji Specific Gravity didapat bahwa nilai Berat Spesifik tanah yaitu sebesar 2,64. Pada pengujian sifat fisik abu gunung vulkanik diperoleh Berat Spesifik sebesar 2,62.

4. Dari uji Atterberg pada tanah asli diperoleh nilai Batas Cair sebesar 48,64% dan Indeks Plastisitas sebesar29,82%.Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diketahui bahwa dengan penambahan 20% AV dan pemeraman


(34)

14 hari, memiliki Indeks Plastisitas yang paling rendah yakni 9,04%. Dengan nilai Batas Cair sebesar 30,15%.

5. Dari hasil uji Proctor Standard menghasilkan nilai Kadar Air Optimum pada tanah asli sebesar 21,38%dan Berat Isi Kering Maksimum sebesar 1,32gr/cm3, sedangkan nilai Berat Isi Kering yang paling maksimum dari semua campuran yaitu pada variasi campuran 10% AV dengan masa pemeraman 14 hari, yaitu sebesar 1,490 gr/cm³ dan Kadar Air Optimumnya yaitu 19,35% dengan waktu pemeraman selama 14 hari.

6. Dari uji Unconfined Compression Test yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai Kuat Tekan Tanah (qu) sebesar 1,40kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh nilai Kuat Tekan Tanah (qu) sebesar 0,50 kg/cm². 7. Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan 11% AV dengan

pemeraman 14 hari memiliki nilai Kuat Tekan Tanah (qu) yang paling besar yakni 2.32 kg/cm².

8. Berdasarkan pengujian Atterberg, Abu Gunung Vulkanik memiliki sifat Non-Plastis. Hal ini dapat dilihat juga dari hasil semua pengujian setelah dicampurkan abu tersebut ke tanah lempung, karakter fisis dan kuat dukung tanah menjadi lebih baik.

9. Setelah diperoleh campuran yang paling optimum,selanjutnya terjadi penurunan dalam nilai Kuat Tekan. Hal ini dikarenakan terlalu besarnya penambahan kadar abu gunung vulkanik pada tanah, sehingga mengakibatkan lekatan antara butiran tanah dan air semakin kecil, sehingga tanah menjadi mudah pecah ketika diberi tekanan vertikal.


(35)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen dan abu gunung vulkanik terhadap tanah lempung, penulis memberikan saran bahwa:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk setiap bahan pencampur.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomis penggunaan abu gunung vulkanik sebagai bahan stabilisator (stabilizing agents)pada tanah lempung.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh penambahan abu gunung vulkanik pada jenis tanah yang lain.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah

Tanah penyusun kerak bumi secara garis besarmenjadi dua kategori yaitu tanah (soil) dan batuan (rock). Batuanmerupakan agregat mineral yang satu sama lainnya diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen. Sedangkan tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1991).

Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah tak berkohesif dan tanah berkohesif.Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir-butirnya seperti tanah berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butir-butirnya, contohnya tanah lempung.

Tanah merupakan komposisi dari tiga fase yang berbeda. Jika tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan air pori. Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.


(37)

( a ) ( b )

Gambar 2.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli; (b) Tiga fase elemen tanah(Lambe dan Whitman, 1969)

Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume-berat dari tanah berikut:

� = � + � (2.1)

� = � + � +� (2.2)

Dimana:

��: Volume butiran padat (cm3) ��:Volume pori (cm3)

��: Volume air di dalam pori (cm3) ��: Volume udara di dalam pori (cm3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan:

� = � + � (2.3)

Dimana:

�� : Berat butiran padat (gr) ��: Berat air (gr)


(38)

2.1.2 Sifat-sifat fisik tanah 2.1.2.1 Angka pori (Void ratio)

Angka Pori atau Void Ratio (e) adalah perbandingan antara volume rongga (�) dengan volume butiran (�) dalam tanah. Angka Pori dinyatakan dalam bentuk desimal. Berikut adalah rumus dari Angka Pori:

� = ��

� (2.4)

Dimana:

� : Angka Pori

�� : Volume rongga (cm3) �� : Volume butiran (cm3)

2.1.2.2 Porositas (Porosity)

Porositas atau Porosity (n) diartikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga (�) dengan volume total (�) dalam tanah. Porositas biasanya dikalikan dengan 100% dengan demikian Porositas dapat dinyatakan dalam bentuk persen, atau:

� = ��

�� 100 (2.5)

Dimana:

� : Porositas (%)

�� : Volume rongga (cm3) � : Volume total (cm3)


(39)

Hubungan antara Angka Pori dan Porositas adalah: � = �

1+� (2.6)

� = �

1−� (2.7)

2.1.2.3 Derajat kejenuhan (Degree of saturation)

Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (S) adalahperbandingan antara volume air (�) dengan volume total rongga pori tanah (�). S=0 bila tanah dalam keadaan kering dan sebaliknya bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 100% atau 1. Derajat Kejenuhan suatu tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan:

� (%) = ��

��� 100 (2.8)

Dimana:

� : Derajat Kejenuhan(%) �� : Berat volume air(cm3)

�� :Volume total rongga pori tanah(cm3)

Tabel 2.1 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah (Hardiyatmo,1992) Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25 Tanah lembab 0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75 Tanah basah 0,76 - 0,99


(40)

2.1.2.4 Kadar air (Moisture water content)

Kadar Air atau Water Content (w) adalah persentase perbandingan berat air (�) dengan berat butiran (�) dalam tanah, atau :

� (%) = �

�� 100 (2.9)

Dimana:

� ∶Kadar Air (%)

�� ∶Berat air (gr)

�� ∶ Berat butiran (gr)

2.1.2.5 Berat volume (Unit weight)

Berat Volume (γ)adalah berat tanah per satuan volume. γ = �

� (2.10)

Para ahli tanah kadang-kadang menyebut Berat Volume (Unit Weight) sebagai Berat Volume Basah (Moist Unit Weight).

Dimana:

� : Berat volume basah (gr/cm3) � : Berat butiran tanah (gr) � : Volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat volume kering (Dry unit weight)

Berat Volume Kering (�) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (�) dengan volume total tanah (�). Berat Volume Kering (��)dapat dinyatakan dalam persamaan:


(41)

�� = ��

� (2.11)

Dimana:

�� : Berat volume kering (gr/cm3) �� : Berat butiran tanah (gr) � : Volume total tanah (cm3)

2.1.2.7 Berat volume butiran padat (Soil volume weight)

Berat Volume Butiran Padat (�) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (�) dengan volume butiran tanah padat (�). Berat Volume Butiran Padat (��) dapat dinyatakan dalam persamaan:

�� = �

� (2.12)

Dimana:

�� : Berat volume padat (gr/cm3) �� : Berat butiran tanah (gr) �� : Volume total padat (cm3)

2.1.2.8 Berat spesifik(Specific gravity)

Berat Spesifikatau Specific Gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah (��) dengan berat volume air (�) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat Spesifik (��) dapat dinyatakan dalam persamaan:

�� = ��


(42)

Dimana:

�� : Berat volume padat (gr/cm3) �� : Berat volume air (gr/cm3) �� : Berat spesifik tanah

Batas-batas besaran Berat Spesifik tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Berat spesifik tanah (Hardiyatmo, 1992) Macam Tanah Berat Spesifik

Kerikil 2,65 - 2,68 Pasir 2,65 - 2,68 Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 - 1,80

Hasil-hasil penentuan Berat Spesifik dari sebagian besar tanah menunjukan bahwa nilai-nilai dari 2,6 sampai 2,75 merupakan nilai yang paling banyak terdapat.

Nilai-nilai Porositas, Angka Pori dan Berat Volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut.


(43)

Tabel 2.3 Nilai n, e, w,γd dan γb untuk tanah keadaan asli lapangan(Das, 1991) Macam Tanah

n

(%) e

w

(%) γ

d

(gr/cm3)

γb

(gr/cm3) Pasir seragam, tidak padat

Pasir seragam, padat

Pasir berbutir campuran, tidak padat Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak sedikit organis Lempung lunak sangat organis

46 34 40 30 66 75 0,85 0,51 0,67 0,43 1,90 3,0 32 19 25 16 70 110 1,43 1,75 1,59 1,86 − − 1,89 2,09 1,99 2,16 1,58 1,43

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis (Plastic Limit), Batas Susut (Shrinkage Limit), Batas Lengket (Sticky Limit) dan Batas Kohesi (Cohesion Limit). Tetapi pada umumnya Batas Lengket dan Batas Kohesi tidak digunakan (Bowles, 1991). Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(44)

2.1.2.9.1 Batas cair (Liquid limit)

Batas Cair (Liquid Limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cairdan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas Cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah oleh Grooving Tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar,dilakukan juga perhitungan ketukan sampai tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji Batas Cair berupa cawan Cassagrande dan Grooving Tool dapat dilihat pada Gambar 2.3


(45)

Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung (Das, 1991) 2.1.2.9.2 Batas plastis (Plastic limit)

Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah Batas Plastis.

2.1.2.9.3 Batas susut (Shrinkage limit)

Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus.


(46)

Percobaan Batas Susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas Susut dapat dinyatakan dalam persamaan:

�� = �(�1−�2)

2 −

(1−�2)��

�2 � � 100 % (2.14)

dengan:

�1 = Berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) �2 = Berat tanah kering oven (gr)

�1= Volume tanah basah dalam cawan (��3) �2= Volume tanah kering oven (��3)

��= Berat jenis air

2.1.2.9.4 Indeks plastisitas (Plasticity index)

Indeks Plastisitas adalah selisih Batas Cair dan Batas Plastis. Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks Plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.15 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai Indeks Plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah.


(47)

Dimana:

IP = Indeks Plastisitas (%) LL = Batas Cair (%) PL = Batas Plastis (%)

Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah (Hardiyatmo, 1992)

PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Non-Plastis Pasir Non – Kohesif

<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7-17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

2.1.2.9.5 Indeks kecairan (Liquidity index)

Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks Plastisitasnya. Berikut persamaannya:

�� = �� =��−��

��−�� =

��−��

�� (2.16)

Dimana:

LI= Liquidity Index (%) WN = Kadar air asli (%)


(48)

Gambar 2.5 Hubungan antara WP, WL dan WNdalam menghitung LIatau IL(Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairanakan sama dengan 1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairanakan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL>WN >PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>LL akan mempunyai LI> 1.

2.1.2.10 Klasifikasi tanah

Sistem Klasisfikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das, 1991). Sistem Klasisfikasi Tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah. Kebanyakan Klasifikasi Tanah menggunakan indeks pengujian yang sangatsederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya.


(49)

Beberapa Sistem Klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Klasifikasi Tanah Sistem USCS 2. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

2.1.2.10.1 Sistem klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi:

1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan


(50)

O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini: 1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus)

2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40

3. Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi (Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200 4. Batas Cair dan Indeks Plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40

Tabel 2.5 Simbol klasifikasi tanah sistem USCS

Simbol Nama Klasifikasi Tanah

G Kerikil (gravel) S Pasir (sand) C Lempung (clay) M Lanau (silt)

O Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)

Pt Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay) L Plastisitas rendah (low plasticity)

H Plastisitas tinggi (high plasticity) W Bergradasi baik (well graded)


(51)

Gambar 2.6 Klasifikasi tanah sistem Unified(Das, 1991)

2.1.2.10.2 Sistem klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi TanahAASHTO(American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami beberapa


(52)

perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no. 200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut:

1. Analisis Ukuran Butiran.

2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung. 3. Batas Susut.

Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus di-identifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.7.


(53)

Gambar 2.7 Klasifikasi tanah sistem AASHTO(Das, 1991)

2.1.3 Sifat-sifat mekanis tanah

2.1.3.1 Pemadatan tanah (Compaction)

Pemadatan tanah (Compaction) adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, Pemadatan Tanahadalah densifikasitanah yangjenuhdengan penurunanvolumeronggadiisi dengan udara, sedangkanvolumepadatandankadar airtetappada dasarnya sama.Hal ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah.

Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain: 1. Mempertinggi kuat geser tanah

2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas) 3. Mengurangi permeabilitas


(54)

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.

Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.

Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:

- Usaha pemadatan - Jenis tanah - Kadar Air tanah

- Berat Isi Kering tanah (Bowles, 1991).

Hubungan berat volume kering (�) dengan berat volume basah (�) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan:

�� = ��

1 + � (2.17)

Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 10−4�3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian Compactiontanah dipadatkan dalam 3


(55)

lapisan (Standard Proctor) dan 5 lapisan (Modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.

Perbedaan antara pengujian Pemadatan Standard Proctordan pengujian Pemadatan Modified Proctordapat dilihat dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Pengujian pemadatan Proctor(Bowles, 1991)

Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM D1557) Palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb) Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)

Jumlah lapisan 3 5

Jumlah tumbukan per

lapisan 25 25

Volume cetakan 1/30 ft3 1/30 ft3

Tanah Saringan no. 4 Saringan no. 4

Energi pemadatan 595 kJ/ m3 (12400 lb ft/ft3) 2698 kJ/ m3 (56250 lb ft/ft3)

Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.

Kadar air yang memberikan berat isi kering yang maksimum disebut Kadar Air Optimum (Optimum Moisture Content). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih


(56)

rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara Kadar Air dan Berat Isi Kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah (Hardiyatmo, 1992)

Garis ZAV (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan.Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar (Standard Compaction Test).


(57)

2.1.3.2Pengujian Unconfined Compression Test (UCT)

Nilai Kuat Geser Tanah perlu diketahuiuntuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya. Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila distorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam geser.

Hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali. Tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka ∅ = 0 dan S = c. Parameter Kuat Geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (Bearing Capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (Earth Preassure) dan kestabilan lereng (Slope Stability).

Kuat Geser Tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh:

• Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.

• Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya.

Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus:

τ= �+ (σ −u)tan ∅ (2.18)


(58)

� : Kekuatan geser tanah (kg/cm2) c : Kohesi tanah efektif (kg/cm2) � : Tegangan normal total (kg/cm2) u : Tegangan air pori (kg/cm2)

∅ : Sudut perlawanan geser efektif (0)

Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain:

o Pengujian Geser Langsung (Direct Shear Test) o Pengujian Triaksial (Triaxial Test)

o Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) o Pengujian Baling-Baling (Vane Shear Test)

Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah adalah Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).

Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada Gambar 2.9 menunjukkan skema pengujian Unconfined Compression Test.


(59)

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

�� = �21 = ��2 = �� (2.19) Dimana:

��= Kuat geser(kg/cm2) �1 = Tegangan utama(kg/cm

2 ) ��= Kuat tekan bebas tanah(kg/cm2) ��= Kohesi(kg/cm2)

Pada Gambar 2.10 menunjukkan Lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT).

Gambar 2.10 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 1995)

Hubungan Konsistensi dengan Kuat Tekan Bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.7.


(60)

Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 1992)

Konsistensi qu(kg/cm2)

Lempung keras >4,00 Lempung sangat kaku 2,00 – 4,00

Lempung kaku 1,00 – 2,00 Lempung sedang 0,50 – 1,00 Lempung lunak 0,25 – 0,50 Lempung sangat lunak < 0,25

2.1.3.3 Teori keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berguna untuk menguji hubungan antara Tegangan Normal dengan Tegangan Geser Tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Sekitar tahun 1776, Coulombmemperkenalkan hubungan linier yang terjadi antara Tegangan Normal dan Tegangan Geser.

�� = �+ �tan∅ (2.20)

dimana : c = Kohesi (kg/cm2) Ø = Sudut geser dalam (0)

Gambar 2.11 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser (Das, 1995)


(61)

2.1.3.4 Sensitivitas tanah lempung

Pengujian Kuat Tekan Bebas dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada Uji Tekan Bebas yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap Kuat Tekan Bebas, sehingga didapat nilai Kuat Tekan maksimum. Dari nilai Kuat Tekan maksimum yang diperoleh maka akan didapat nilai Sensitivitas tanah. Nilai Sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Gambar 2.12 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded(Das, 1995)

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.


(62)

Gambar 2.13 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded(Das, 1995)

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut Sensitivitas (Sensitivity). Tingkat Sensitivitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, Sensitivitas dinyatakan dalam persamaan:

�� = ������

����������� (2.21) Umumnya, nilai Rasio Sensitivitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai Sensitivitas berkisar antara 10 sampai 80.

Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai Sensitivitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.8.


(63)

Tabel 2.8Sensitivitas lempung (Bowles, 1991) Tidak Sensitif St < 2 Agak Sensitif 2 < St < 4

Sensitif 4 < St < 8 Sangat Sensitif 8 < St < 16

Cepat St > 16

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan

Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% permenit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :

a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.

b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.

c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit.

Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus : � = ∆�

�0

(2.22)

Dimana :

ε = Regangan axial (%)

∆L = Perubahan panjang (cm) Lo = Panjang mula-mula (cm)

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : � = �0


(64)

Dimana :

A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao = Luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal : �= �

�= �.�

� (2.24)

Dimana :

σ = Tegangan (kg/cm2) P = Beban (kg)

k = Faktor kalibrasi proving ring N = Pembacaan proving ring (div)

Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus : �� = �′

(2.25) Dimana :

St = Nilai sensitivitas tanah

σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2)

σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)

2.2 Bahan-Bahan Penelitian 2.2.1 Tanah lempung (Clay)

Beberapa definisi tanah lempung antara lain: 1. Terzaghi (1987)


(65)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah. Sehingga bersifat plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Das (1991)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

3. Bowles (1991)

Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah apabila lebih dari 50%.

4. Hardiyatmo (1992)

Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.


(66)

Secara umum dalam klasifikasi tanah, partikel tanah lempung memiliki diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (AASHTO, USCS). Dibeberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Dari segi mineral tanah dapat juga disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel-partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis). Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan karbondioksida.

2.2.1.1 Lempung dan mineral penyusun

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks. Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu Silika Tetrahedra dan Aluminium Oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 1991).

Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas


(67)

merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa Hydrous Aluminiumdan Magnesium Silikatdalam jumlah yang besar.Mineral lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM)dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :

Felspar Ortoklas

Felspar Plagioklas

Mika (Muskovit)

Dimana semuanya itu dapat disebut Silikat Aluminium Kompleks (Complex Aluminium Silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (Kaolinite, Montmorillonitedan Illite) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (Mika Group, Serpentinite Group).Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silika Tetrahedron dan Aluminium Oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran.


(68)

Unit-unit Silika Tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran Silika (Silica Sheet) dan unit-unit Oktahedra berkombinasi membentuk lembaran Oktahedra (Gibbsite Sheet).Bila lembaran Silika itu ditumpuk di atas lembaran Oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

Gambar 2.14Struktur atom mineral lempung (a) dan (b) Silica Tetrahedra; (c) Aluminium Oktahedra; (d) Magnesium Oktahedra ; (e) Silika ; (f) Gibbsite ;


(69)

a. Kaolinite

Istilah “Kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1991). Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit Kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran Silika Tetrahedral yang digabung dengan lembaran Alumina Oktahedran (Gibbsite). Lembaran Silika dan Gibbsiteini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). MineralKaoliniteberwujud seperti lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia:

(OH)8Al4Si4O10

Keluarga mineral Kaolinite1:1 yang lainnya adalah Halloysite. Halloysitememiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan Kaolinite sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk.Halloysite memiliki rumus kimia sebagai berikut.

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O


(70)

(a)

(b)

Gambar 2.15 Struktur Kaolinite. (a) Struktur atom ; (b) Simbol struktur (Lambe dan Whitman, 1969)

b. Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois. Mineral Illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena Illitemempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1991). Mineral Illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan Montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

•Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

•Terdapat ± 20% pergantian Silikon (Si) oleh Aluminium(Al) pada lempeng Tetrahedral.


(71)

Struktur mineral Illitetidak mengembang sebagaimana Montmorillonite. Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi kation-kation yang berbeda pada lembaran Oktahedral. Bila sebuah anion dari lembaran Oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut Gibbsitedan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut Brucite. Struktur mineral Illite dapat dilihat dalam Gambar 2.16.

(a)

(b)

Gambar 2.16 Struktur Illite. (a)Struktur atom ; (b) Simbol struktur (Lambe dan Whitman, 1969)


(72)

c. Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia:

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

DimananH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral Montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng Silika Tetrahedral mengapit satu lempeng Alumina Oktahedral ditengahnya.

Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2.Inilah yang menyebabkan Montmorillonitedapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm). Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (nH2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Gambar dari struktur Montmorillonitedapat dilihat di dalam Gambar 2.17.


(73)

(a)

(b)

Gambar 2.17 Struktur Montmorillonite. (a) Struktur atom ; (b) Simbol struktur (Lambe dan Whitman,1969)

2.2.1.2 Sifat umum tanah lempung

Bowles(1991) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung adalah: 1. Hidrasi

Partikellempung hampir selalumengalamihidrasi, hal ini disebabkan karena lempung biasanyabermuatannegatif, yaitupartikel dikelilingioleh lapisan-lapisan molekulairyangdisebutsebagaiairteradsorbsi (adsorbed water).Lapisaniniumumnyamemiliki tebalduamolekul. Sehingga disebutsebagailapisan difusi( d i f f u s e l a y e r ) , lapisan difusigandaataulapisanganda.


(74)

2. Aktivitas

Aktivitastanah lempung adalah perbandinganantaraIndeks

Plastisitas(IP)denganpersentase butiranlempung,dan dapat disederhanakandalampersamaan:

� = ��

���������� ℎ������� (2.26) Dimana persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA (Aktivitas),

A>1,25 : tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif 1,25<A<0,75 : tanah digolongkannormal

A<0,75 : tanah digolongkantidakaktif. Nilai-nilaikhasdari aktivitasdapatdilihatpadaTabel2.9.

Tabel2.9Aktivitastanahlempung(Bowles,1991) MinerologiTanahLempung NilaiAktivitas

Kaolinite 0,4–0,5

Illite 0,5–1,0

Montmorillonite 1,0–7,0

3 .Flokulasi dan Dispersi

Pengertian Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan


(75)

mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

4 .Pengaruh Zat Cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air merupakan molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak tersusun simetri di sekitar atom-atom oksigen (Gambar 2.18a). Hal ini berarti bahwa satu molekul air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan atau dipolar (Gambar 2.18b).

Gambar2.18 Sifatdipolarmolekulair(Das, 1991)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik. Terdapat 3 mekanismenya, yaitu:

1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif dari dipolar.


(76)

dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam molekul-molekul air (hydrogen bonding).

Gambar2.19 Molekulairdipolardalam lapisanganda(Das,1991)

Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik ExchangeableCation. Exchangeable Cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik Exchangeable Cationyang lebih besar daripada Kaolinite.Kalsium dan magnesium merupakan Exchangeable Cationyang paling dominanpada tanah, sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Exchangeable Cation, yaitu valensi kation,

Mekanisme 1

Mekanisme 2


(77)

besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al+3>Ca+2>Mg+2>NH4+>K+>H+>Na+>Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008). Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada tanah lempung. Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls serta macam ikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi gaya antar partikel.

Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi muatannya.

Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.20).


(78)

Gambar 2.20 Kation dan Anion pada partikel(Das,1991)

Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari abu gunung vulkanik dengan kadar yang berbeda-beda.

2.2.2 Abu Gunung Vulkanik (AGV)

Ketika gunung meletus maka semua material akan keluar.Material vulkanik terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin. Material yang paling sering menyebabkan bahaya dari peristiwa gunung meletus adalah seperti lahar, lava, abu gunung vulkanik dan material batu.

Abu gunung vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu gunung vulkanik tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif.


(79)

Secara umum komposisi abu gunung vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa, sehingga abu gunung vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina.Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam (natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa, abu vulkanis, tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia. Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).

Abu gunung vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu gunung vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium. Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu gunung vulkanik yaitu:

- Dapat menyuburkan tanah, abu gunung vulkanik yang keluar dari gunung berapi mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu subur.

- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu gunung vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk menjadi bahan bangunan.Bahkan di beberapa daerah abu gunung vulkanik sering dijadikan bahan campuran untuk membuat semen dan material beton.

Pada penelitian ini sebelum abu gunung vulkanik digunakan untuk membuat benda uji, maka abu gunung vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi


(1)

Gambar 4.2 Grafik analisa saringan tanah asli 61 Gambar 4.3 Grafik batas cair (Liquid Limit), Atterberg Limit 61 Gambar 4.4 Grafik analisa saringan abu vulkanik 62 Gambar 4.5a Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL)

dengan variasi campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 1 hari 64

Gambar 4.5b Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 14 hari 64

Gambar 4.6a Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 1 hari 65

Gambar 4.6b Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 14 hari 66

Gambar 4.7a Grafik hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan variasi campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 1 hari 67

Gambar 4.7b Grafik hubungan antara nilai indeks plastisitas (IP) dengan variasi campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 1 hari 67

Gambar 4.8 Kurva kepadatan tanah asli 69

Gambar 4.9a Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks) tanah dengan campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 1 hari 72

Gambar 4.9b Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum (γd maks) tanah dengan campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 14 hari 72

Gambar 4.10a Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt ) dengan variasi campuran 2% - 20% AV

dengan lama pemeraman 1 hari 73

Gambar 4.10b Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah (wopt ) dengan variasi campuran 2% - 20% AV


(2)

Gambar 4.11a Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel

tanah asli dan Remouldedpada pemeraman 1 hari 77 Gambar 4.11a Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu)

dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel

tanah asli dan Remouldedpada pemeraman 1 hari 78 Gambar 4.12a Grafik kuat tekan dengan berbagai kadar penambahan

AV dengan masa pemeraman 14 hari 79

Gambar 4.12b Grafik kuat tekan dengan berbagai kadar penambahan


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat kejenuhan dan kondisi tanah 9

Tabel 2.2 Berat jenis tanah 12

Tabel 2.3 Nilai n, e, w,γd dan γb untuk tanah keadaan asli lapangan 13

Tabel 2.4 Indeks plastisitas tanah 17

Tabel 2.5 Simbol klasifikasi tanah sistem uscs 20

Tabel 2.6 Pengujian pemadatan Proctor 25

Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan

konsistensinya 30

Tabel 2.8 Sensitifitas lempung 33

Tabel 2.9 Aktivitastanahlempung 44

Tabel 2.10 Komposisi kimia abu vulkanik 50

Tabel 4.1 Data uji sifat fisik tanah 59

Tabel 4.2 Data uji sifat fisik abu vulkanik 62

Tabel 4.3 Data hasil uji Atterberg Limit 63

Tabel 4.4 Data uji pemadatan tanah asli 69

Tabel 4.5a Data hasil uji Compactiondengan variasi campuran

2% - 20% av dengan lama pemeraman 1 hari 70 Tabel 4.5a Data hasil uji Compactiondengan variasi campuran

2% - 20% av dengan lama pemeraman 14 hari 71 Tabel 4.6 Data hasil uji kuat tekan dengan berbagai variasi

penambahan av dengan masa pemeraman 1 hari 75 Tabel 4.6 Data hasil uji kuat tekan dengan berbagai variasi

penambahan av dengan masa pemeraman 14 hari 76 Tabel 4.7 Perbandingan kuat tekan tanah asli dan

tanah Remoulded pada masa pemeraman 1 hari 77 Tabel 4.7 Perbandingan kuat tekan tanah asli dan


(4)

DAFTAR NOTASI

V Volume tanah(cm3)

Vs Volume butiran padat(cm3) Vv Volume pori(cm3)

Vw Volume air di dalam pori(cm3) Va Volume udara di dalam pori (cm3) W Berat tanah(gr)

�� Berat butiran padat(gr)

�� Berat air(gr)

ω Kadar air(%)

� Porositas

� Angka pori

γb Berat volume basah(gr/cm3)

�� Berat volume kering(gr/cm3)

�� Berat volume butiran padat(gr/cm3)

�� Berat jenis tanah S Derajat kejenuhan(%)

SL Batas susut(%)

�1 Berat tanah basah dalam cawan percobaan(gr)

�2 Berat tanah kering oven(gr)

�1 Volume tanah basah dalam cawan (cm3)

�2 Volume tanah kering oven (cm3)


(5)

IP Indeks plastisitas(%)

LL Batas cair(%)

PL Batas plastis(%) �� Kuat geser(kg/cm2)

�1 Tegangan utama(kg/cm2)

�� Kuat tekan bebas tanah(kg/cm2)

�� Kohesi(kg/cm2) Ø Sudut geser tanah (0)

�� Tegangan runtuh(kg/cm2) St Sensitivitas

ε Regangan axial(%) ∆L Perubahan panjang(cm) Lo Panjang mula-mula(cm)

A Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao Luas mula-mula(cm2)

σ Tegangan(kg/cm2) P Beban(kg)

k Faktor kalibrasi proving ring N Pembacaan proving ring (div)


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-1, Data UjiLaboratorium, Kadar Air danBeratJenis Lampiran-2, Data UjiLaboratorium, AnalisaSaringan

Lampiran-3, Data UjiLaboratorium, Atterberg Limit Lampiran-4, Data UjiLaboratorium, Compaction Test

Lampiran-5, Data UjiLaboratorium, Unconfined Compression Test Lampiran-6, Data Komposisi Kimia Abu Vulkanik