9
BAB II RITUAL PERLAWANAN
Bagian ini merupakan uraian teroritis, yakni merupakan bagian yang saling terkait antara konsep-konsep yang tertuang dalam judul penelitian, yang kemudian coba dipahami
secara teoritis untuk memahami ritual perlawanan dalam penolakan terhadap PT. Elgary Resources Indonesia yang melakukan aktivitas penambangan, maka terlebih dahulu peneliti
mendeskripsikan teori-teori mengenai ritual, ritus, fungsi ritus dan ritual sebagai resistensi. Sehingga dari sana akan terlihat keterkaitan dengan ritual perlawanan yang digunakan dalam
penolakan tambang.
2.1. Ritual secara Umum
Tindakan agama terutama ditampakkan dalam upacara ritual. Karena itu, maka dapat dikatakan bahwa ritual merupakan agama dalam tindakan. Tindakan agama ini merupakan
tindakan simbolis sebagai perwujudan dari makna religius dan sarana untuk mengungkapkan sikap-sikap religius. Simbol itu sendiri menjadi pokok ketegangan dan dilema yang terwujud
dalam agama.
1
Manusia melakukan suatu tindakan karena mereka menyadari bahwa melakukan hal tersebut untuk mencapai apa yang mereka kehendaki.
2
Susanne Langer mengemukakan bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih bersifat logis daripada hanya
bersifat psikologis. Ritual memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobjekkan. Simbol-simbol ini mengungkapkan perilaku dan perasaan, serta membentuk disposisi pribadi
dari para pemuja yang mengikuti modelnya masing-masing.
3
Ritual menjadi nyata dari kenyataan bahwa dia berkaitan dengan pengertian-pengertian mistis yang merupakan pola-
pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri-ciri adi rasa. Gejala itu
1
Dhavamony, Fenomenologi Agama , 167.
2
Max Weber, Sosiologi Agama terj.The Sociology of Religion Yogyakarta: IRCiSoD, 2012, 97.
3
Dhavamony, Fenomenologi Agama, 174.
10
sendiri atau sebagian darinya tidak diperbolehkan lewat pengamatan atau tidak dapat disimpulkan secara logis dari pengamatan itu serta tidak dimiliki oleh pola-pola pikiran itu
sendiri.
4
Sementara itu, Goody mendefenisikan ritual sebagai suatu kategori perilaku yang dibakukan, di mana hubungan antara sarana-sarana dengan tujuan tidak bersifat intrinsik.
Dengan kata lain, sifatnya entah irasional atau nonirasional. Tindakan-tindakan magi maupun religious termasuk dalam defenisi ini, meskipun keduanya dapat dibedakan karena kriteria
yang lain.
5
Mircea Eliade, antara lain mengatakan, bahwa ritual mengakibatkan suatu perubahan ontologis pada manusia dan mentransformasikan kepada situasi keberadaan yang
baru; misalnya, penempatan ke dalam lingkup yang kudus.
6
Sedangkan Nicholas Dirks, mendefenisikan ritual sebagai hal yang sakral dan istilah ini sekaligus juga menandai sebuah keadaan atau ruang yang mana memiliki makna yang
khusus. Ritual dapat menjadi bagian dari keseharian hidup, tetapi secara fundamental ritual bukan aktivitas hidup sehari-hari. Ritual mungkin telah dipandang sebagai suatu proses yang
mendalam yang diintegrasikan ke dalam dunia sosial yang kompleks, tetapi ritual juga masih merupakan bagian utama dari konstruksi budaya, dan budaya secara fundamental bicara
tentang makna bersama dan nilai-nilai sosial. Selain itu, ritual bisa menjadi simbol bagi
tatanan sosial masyarakat namun juga dapat menjadi pemicu resistensi.
7
Secara khusus, dalam makna religiusnya ritual merupakan gambaran prototype yang suci, model-model teladan, arketipe primordial; sebagaimana dikatakan, ritual merupakan
pergulatan tingkah laku dan tindakan makhluk ilahi atau leluhur mistis. Ritual mengingatkan
4
Dhavamony, Fenomenologi Agama, 175.
5
J. Goody, “Religion and Ritual: The Definitional problem”, The British Jurnal Of Sociology, Juni
1961, 145-157.
6
Mircea Eliade, Rites and Symbols of Initiation: The Mysteries of Birth and Rebirth New York: Harper Row, 1965, 132.
7
Dirks, Ritual And Resistance, 2-3.
11
peristiwa-peristiwa primordial dan juga memelihara serta menyalurkan dasar masyarakat.
8
Sebuah ritual tidak dapat terlaksana tanpa turut andil dari masyarakat. Menurut Van Gennep, ritual bermaksud untuk membawa orang melintasi setiap krisis kehidupan yang melanda
manusia.
9
Van gennep secara lebih luas menjelaskan bahwa semua kebudayaan memiliki suatu kelompok ritual yang memperingati masa peralihan individu dari suatu status sosial ke status
sosial yang lain. Dalam setiap ritual penerimaan ada tiga tahap: perpisahan, peralihan, dan penggabungan. Pada tahap pemisahan, individu dipisahkan dari satu tempat atau kelompok
atau status; dalam tahap peralihan, ia disucikan dan menjadi subjek dari prosedur-prosedur perubahan; sedangkan pada masa penggabungan ia secara resmi ditempatkan ke pada suatu
tempat, kelompok atau status baru.
10
Tujuan pelaksanaan ritual itu biasanya untuk mencegah perubahan yang tidak diinginkan. Kadang target dari pelaksanaan ritual itu adalah suatu aspek hakikat bukan
manusia, kadang manusiawi, kadang individu, atau suatu kelompok. Perubahan yang dimaksud kadang merupakan perubahan yang kecil, suatu koreksi yang akan memulihkan
keseimbangan dan status quo, melestarikan gerakan sistem ikatan-ikatan, misalnya ritual pernikahan; kadang menyangkut perubahan sistem yang radikal, tercapainya level
keseimbangan yang baru, atau bahkan kualitas baru dalam organisasi, misalnya ritual masuk sekolah atau kenaikan pangkat.
11
Ritual sebagai kontrol sosial bermaksud mengontrol perilaku dan kesejahteraan individu demi dirinya sendiri sebagai individu ataupun individu bayangan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengontrol, secara konservatif, perilaku, keadaan hati, perasaan dan
8
Eliade, Rites and Symbols of Initiation, 133.
9
Arnold Van Gennep, The Rites of Passage London and Henley: Rouledge and Kegan Paul, 1960, 56.
10
Dhavamony, Fenomenologi Agama , 179.
11
Dhavamony, Fenomenologi Agama, 180.
12
nilai-nilai dalam kelompok demi komunitas secara keseluruhan. Selanjutnya, ritus merupakan suatu kegiatan, biasanya dalam bidang keagamaan, yang bersifat seremonial dan bertata.
12
Secara global ritual dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu: ritual-ritual upacara-upacara yang bersifat musiman dan bukan musiman. Ritual musiman terjadi pada
acara-acara yang telah ditentukan, dan kesempatan untuk melaksanakannya selalu merupakan suatu peristiwa dalam siklus lingkaran alam siang dan malam, musim gerhana, letak planet-
planet dan bintang. Sedangkan ritual yang bukan musiman dilaksanakan pada saat kritis, namun tetap mengikuti kalender waktu lingkaran hidup. Menurut Dhavamony ritual
musiman hampir selalu bercorak komunal dan menyelesaikan secara teratur kebutuhan- kebutuhan yang berulang dari masyarakat sosial; ritual bukanlah musiman namun mungkin
tidak bercorak komunal.
13
2.2. RITUS