5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Umum Kepolisian
a.
Pengertian Kepolisian
Menurut Soerjono Soekanto, Polisi adalah suatu kelompok sosial yang menjadi bagian masyarakat yang berfungsi sebagai
penindak dan pemelihara kedamaian yang merupakan bagian dari fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat Kamtibmas.
5
Berdasarkan
segi etimologis istilah polisi di beberapa negara memiliki ketidaksamaan, seperti di Yunani istilah polisi dengan sebutan
“politeia”, di Inggris “police” juga dikenal adanya istilah “constable”, di Jerman “polizei, di Amerika dikenal dengan “sheriff”, di Belanda
“politie”, di Jepang dengan istilah “koban” dan “chuzaisho” walaupun
sebenarnya istilahkoban adalah merupakan suatu nama pos polisi di wilayah kota danchuzaisho adalah pos polisi di wilayah pedesaan. Jauh
sebelum istilah polisi lahir sebagai organ, kata “polisi” telah dikenal dalam bahasa Yunani, yakni “politeia”. Kata “politeia” digunakan
sebagai title buku pertama Plato, yakni “Politeia” yang mengandung
makna suatu negara yang ideal sekali sesuai dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas dari pemimpin negara yang rakus dan jahat, tempat
keadilan dijunjung tinggi
6
.
Sedangkan pengertian kepolisian menurut UU Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dan a
nggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diartikan adalah pegawai
negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertujuan mengawal
keamanan dan ketertiban masyarakat dalam hal ini suatu kondisi
5
Anton Tabah, 1991,
Menatap dengan Mata Hati Polisi Indonesia,
PT.Gramedia Pustaka Utama, hlm 15.
6
Azhari, 1995,
Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Terhadap Unsur- unsurnya,
UIPress, Jakarta, hlm. 19.
6 dinamis masyarakat sebagai salah satu prasayarat terselenggaranya
proses pembangunan nasional dalam rangka terciptanya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan
tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman yang membangun kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan
masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segalah bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan
lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. b.
Dasar Hukum Kepolisian
Dasar hukum bagi polisi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya adalah :
1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pasal 30 ayat 1,2,3,dan 4; 2
Ketetapan MPR Nomor VII MPR 2000 tentang pemisahan TNI dan kepolisian Negara Republik Indonesia;
3 Ketetapan MPR Nomor VII MPR 2000 tentang peran TNI dan
peran Kepolisian Negara Republik Indonesia; 4
Undang-Undang Nomor.2 Tahun 2002 tentang Kepolian Negara Republik Indonesia;
5 Peraturan Pelaksanaan Nomor.2 Tahun 2003 tentang Peraturan
Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; c.
Fungsi Kepolisian
Pada hakekatnya fungsi dari kepolisian dapat dipahami bahwa:
1 Fungsi kepolisian ada karena kebutuhan dan tuntuan masyarakat
akan rasa aman dan tertib dalam lingkungan hidupnya; 2
Masyarakat membutuhkan suatu lembaga yang mampu dan profesional untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban
baginya; 3
Lembaga kepolisian
dibentuk oleh
negara yang
bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban masyarakatnya
7 dengan dibebani tugas dan wewenang serta tanggungjawab
terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat; 4
Fungsi kepolisian melekat pada lembaga kepolisian atas kuasa undang-undang untuk memelihara atau menjaga keamanan dan
ketertiban yang dibutuhkan masyarakat.
7
d.
Tugas dan Wewenang Kepolisian
Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan ketentuan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 UU
Kepolisian, antara lain: 1
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2
Menegakkan hukum, dan
3 Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
Rincian dari tugas-tugas pokok tersebut terdiri dari: 1
Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2 Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
3 Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga
masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
4
Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
5 Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
6 Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
7
Yoyok Ucuk Suyono, 2013,
Hukum Kepolisian Kedudukan Polri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan UUD 1945,
Laksbang Grafika, Bandung, hlm 8.
8 7
Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya;
8 Menyelenggarakan
identifikasi kepolisian,
kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk
kepentingan tugas kepolisian;
9 Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan
lingkungan hidup dari ganggunan ketertiban danatau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia;
10 Melayani kepentingan masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi danatau pihak berwenang;
11 Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta
12 Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Berkaitan dengan wewenang kepolisian meliputi wewenang umum dan wewenang khusus. Wewenang umum sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 15 ayat 1, antara lain: 1
Menerima laporan danatau pengaduan;
2 Membantu menyelesaikan perselisian warga masyarakat yang
dapat menggangu ketertiban umum;
3 Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit dalam
masyarakat;
4 Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
5 Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
6 Melaksanakan kewenangan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
7
Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
9 8
Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang;
9
Mencari keterangan dan barang bukti;
10
Menyelenggarakan pusat informasi Kriminal Nasional;
11 Mengeluarkan surat ijin danatau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
12 Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta
kegiatan masyarakat;
13 Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara
waktu.
Berkaitan dengan wewenang khusus kepolisian, antara lain meliputi: pertama, kewenangan sesuai peraturan perundang-
undangan Pasal 15 ayat 2, dan kedua, wewenang penyelidikan atau penyidikan proses pidana, diatur dalam Pasal 16 ayat 1 UU
Kepolisian: 1
Wewenang sesuai peraturan perundang-undangan:
a Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum
dan kegiatan masyarakat lainnya;
b Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor;
c
Memberikan surat ijin mengemudi kendaraan bermotor;
d
Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api,
bahan peledak dan senjata tajam;
f Memberikan ijin operasional dan melakukan pengawasan
terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
g Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat
kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam
bidang teknis kepolisian;
h Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam
menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
10 i
Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang beradi di wilayah Indonesia dengan
koordinsi instansi terkait;
j Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi
kepolisian internasional;
k Melaksanakan kewenangan lain dalam lingkup tugas
kepolisian.
2
Wewenang polisi di bidang proses pidana:
a Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
b Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan;
d Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri;
e
Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan surat;
f Memanggil orang untuk di dengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
g Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksan perkara;
h
Mengadakan penghentian penyidikan;
i
Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat
migrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan memaksa atau mendadak untuk mencegah
atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak
pidana;
k Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik
pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut
umum; dan
11 l
Mengadakan tindak lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
Kewenangan dalam melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 16 ayat 1 huruf l dapat dilaksanakan oleh penyelidik atau penyidik, dengan syarat:
a
Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
tindakan tersebut dilakukan;
c Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan
jabatannya;
d Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang
memaksa dan
e
Menghormati hak asasi manusia.
B.
Tinjauan Penanggulangan Kejahatan
a. Penanggulangan Kejahatan
Kejahatan merupakan suatu perbuatan menyimpang dari perilaku yang dianggap sesuai dengan norma yang mengatur
kehidupan masyarakat dalam berperilaku. Menurut Giriraj Shah ”Crime is as old as man”, menurutnya kali pertama terjadinya
pelanggaran larangan dan hal itu dapat dipandang kejahatan dosa, yakni ketika Adam memakan buah terlarang, yang berakibat
dikeluarkannya Adam dan Hawa dari surga ke bumi. Dengan perkembangan manusia dan masyarakat, maka kejahatan juga
tumbuh dalam berbagai bentuk dan tingkatan.
8
Kejahatan dalam KUHP merupakan sisi lain dari pada pelanggaran. KUHP memisahkan antara kejahatan dengan
pelanggaran, keduanya merupakan perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancamkan dengan pidana kepada barang siapa
8
Arief Amrullah, 2006,
Kejahatan Korporasi
, Bayumedia, Malang, hlm 2.
12 yang melanggar larangan tersebut atau disebut dengan istilah
perbuatan pidana ataupun delik. Perbuatan pidana ini menurut ujud dan sifatnya adalah
bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum, mereka adalah perbuatan yang melawan melanggar
hukum.
9
Penanggulangan dan pencegahan kejahatan dapat dilakukan dengan sarana “Penal“ dan “Non Penal“, keduanya harus
berjalan secara seimbang.
b. Jenis Gangguan terhadap Wisatawan
Ada beberapa macam atau jenis gangguan terhadap wisatawan antara lain:
10
1 Gangguan langsung terhadap wisatawan
Gangguan langsung ini merupakan gangguan yang langsung ditujukan terhadap para wisatawan terdiri dari
pencurian, pencopetan, penjambretan, penipuan, pemerasan, penganiayaan, pembunuhan.
Gangguan langsung ini bisa terjadi atau dilakukan saat di tempat kedatangan, perjalanan, penginapan, tempat menikmati
makanan restoran, kafe atau di tempat-tempat hiburan.
2 Gangguan tidak langsung
Artinya gangguan yang tidak langsung ditujukan kepada para wisatawan itu sendiri, misalnya, terjadi perkelahian masal,
tawuran, terjadi kerusuhan, demonstrasi yang anarkis, SARA.
3 Gangguan kecelakaan
Gangguan ini dapat terjadi akibat kelalaian wisatawan itu sendiri atau dari para petugas pelayanan wisatawan.
9
Moeljatno, 2000,
Asas-asas Hukum Pidana
, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 2.
10
Made Metu Dahana, 2012,
Perlindungan Hukum dan Keamanan terhadap Wisata wan,
Paramita, Surabaya, hlm 15.
13 4
Gangguan teroris Gangguan teroris yang pernah terjadi di Jakarta dan Bali
bukan hanya merupakan gangguan tetapi sudah merupakan ancaman, karena dapat berakibat lebih fatal.
C.
Tinjauan Bidang Kepariwisataan
a.
Pengertian Kepariwisataan
Pengaturan kepariwisataan untuk pertama kali secara resmi diatur melalui Undang-Undang No 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan. Sedangkan saat ini pengaturan kepariwisataan diatur melalui Undang-Undang 10 Tahun 2009 UU Kepariwisataan
sebagai pengganti undang-undangan sebelumnya. Pengertian wisata dalam UU Kepariwisataan merupakan
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Dan Pariwisata
diartikan sebagai berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Sedangkan Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi
antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
b.
Azas Kepariwisataan
Dalam UU Kepariwisataan pembangunan kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 yaitu: 1
Asas manfaat;
2
Asas kekeluargaan;
3
Asas adil dan merata;
14 4
Asas keseimbangan;
5
Asas kemandirian;
6
Asas kelestarian;
7
Asas partisipasi;
8
Asas berkelanjutan;
9
Asas demokratis;
10
Asas kesetaraan; dan
11
Asas kesatuan.
c.
Perlindungan Hukum Wisatawan
Dalam UU Kepariwisataan dicantumkan secara jelas pada Pasal 20 huruf c dinyatakan bahwa setiap wisatawan berhak
memperoleh perlindungan hukum dan keamanan. Ada beberapa tempat yang dianggap rawan gangguan
terhadap wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara, yaitu:
11
1
Pelabuhan dan bandara
Pelabuhan dan bandara merupakan pintu gerbang kedatangan dan pemberangkatan para wisatawan. Tempat ini
sangat rawan terjadi gangguan keamanan misalnya; pencopetan, penjambretan, perampasan, pemerasan, penipuan maupun hal-
hal lain yang sangat merugikan wisatawan.
2
Dalam perjalanan
Kerawanan gangguan dalam perjalanan pun masih bisa terjadi, misalnya ongkos yang telah disepakati saat sebelum
berangkat akan dapat berubah bertambah mahal setelah pertengahan perjalanan. Demikian pula rute perjalanan yang
seharusnya singkat dicarikan rute yang lebih panjang agar lebih lama dalam perjalanan dan bila menggunakan angkuta taxi,
angka di argo dapat lebih besar. Jika perjalanan menuju obyek wisata bisa terjadi pencopetan, penjambretan terhadap barang
atau uang dan dapat juga terjadi kecelakaan lalulintas.
11
Ibid
, hlm 14.
15 3
Penginapan
Kerawanan keamanan di tempat penginapan seperti di hotel, homestay atau tempat lainnya bisa terjadi pencurian
barang-barang maupun uang para wisatawan.
4
Obyek-Obyek Wisata
Setelah wisatawan tiba di obyek-obyek yang dikunjugi masih perlu diwaspadai kemungkinan akan terjadinya
kerawanan-kerawanan yang perlu mendapat perlindungan. Disamping kerawanan dari kejahatan manusia, akan terjadi juga
kerawanan keamanan dan kecelakaan misalnya, saat mandi di pantai, surfing, selancar, diving menyelam, mendaki gunung
dan sebagainya.
16
BAB III METODE PENELITIAN