TINJAUAN PUSTAKA Kesimpulan 6.2 Saran
Saat ini terdapat banyak pemahaman tentang pengalihbahasaan yang disampaikan oleh ahli-ahli alih bahasa baik di luar maupun di dalam negeri. Secara
garis besarnya, alih bahasa merupakan proses pemindahan makna dari BSu kepada BSa. Hal itu ditegaskan Larson 1998: 3 yang menyebutkan bahwa alih bahasa merupakan
proses pemindahan makna dari BSu kepada BSa dengan melakukan perubahan pada bentuk bahasa. Dalam hal ini Larson menekankan apabila makna dari BSu tetap
dipertahankan dalam BSa dan hanya bentuk bahasa yang menyesuaikan dengan struktur semantis BSa. Penekanan pada makna memungkinkan adanya dua kata dalam dua
bahasa berbeda memiliki kemiripan makna sehingga dapat dipahami oleh pembaca BSu dan BSa.
Pemahaman tentang mempertahankan makna juga dikemukakan oleh Nida dan Taber 1982: 12. Mereka menegaskan makna merupakan hal pertama yang harus
ditemukan kesepadanannya yang paling dekat dari BSu ke BSa. Selain makna, hal penting lainnya yang patut menjadi perhatian dalam proses alih bahasa adalah gaya.
Dalam kaitan dengan dua pemahaman mengenai alih bahasa maka dapat dikatakan apabila alih bahasa mengandung pemahaman tentang makna, ciri-ciri linguistik, pola-
pola kedua bahasa, dan terakhir adalah budaya. Masing-masing faktor tersebut berkaitan satu dengan lainnya pada kegiatan alih bahasa sehingga pada akhirnya akan diperoleh
hasil alih bahasa yang berterima dalam BSa. Dalam kaitan dengan budaya, seorang pengalih bahasa mendapat tantangan yang
sangat berat untuk dapat mengalihbahasakan teks-teks yang mengandung kata-kata bermuatan budaya. Steiner dalam Choliludin, 2005: 5 mengatakan bahwa alih bahasa
merupakan proses regenerasi sebuah teks yang didasarkan pada faktor-faktor tertentu seperti faktor situasional, register, perubahan klasik bahasa, dan terakhir adalah konteks
budaya. Teks-teks bermuatan kata-kata khusus yang mengacu pada budaya tertentu akan sulit menemukan kesepadanan paling dekat dengan BSa. Hal tersebut mengingat
tidak ada satu pun bahasa di dunia yang benar-benar sama, namun mereka memiliki kemiripan dalam penyebutan suatu konsep benda. Kondisi seperti itu memaksa seorang
pengalih bahasa berkreativitas mencari cara, prosedur, atau metode sehingga alih bahasa kata-kata seperti itu dapat dilakukan.
Analisa komponen componential analysis merupakan salah satu upaya untuk menguraikan makna-makna yang terkandung dalam sebuah kata. Larson 1998: 90
mengungkapkan cara analisa komponen digunakan untuk menguraikan sistem kekerabatan dimana nantinya makna yang terkandung dalam sistem kekerabatan
4
digambarkan melalui tabel. Tabel tersebut akan berisikan parameter-parameter makna yang dikandung oleh sebuah kata dalam BSu dan nantinya juga menguraikan parameter
makna dalam BSa. Dalam prosesnya, analisa komponen dapat memberikan gambaran pada kesamaan dan perbedaan makna sebuah kata dalam BSu dan BSa.
Penggunaan cara analisa komponen dalam penguraian makna sistem kekerabatan juga diungkapkan Nida 1975: 32. Nida menjabarkan makna-makna dari
istilah kekerabatan yang juga mengidentifikasikan hubungan darah dapat dilakukan dengan cara analisa komponen. Secara rinci dia menguraikan proses analisa komponen
yang melibatkan istilah ayah father dan ibu mother. Komponen yang digunakan untuk dapat membedakan keduanya adalah jenis kelamin sex, generasi generation
dan hubungan kekerabatan lineality. Dengan tiga komponen makna tersebut maka diperoleh gambaran perbedaan mengenai istilah ayah dan ibu dimana keduanya berbeda
dari faktor jenis kelamin. Sedangkan untuk komponen generasi dan hubungan kekerabatan maka keduanya mempunyai kesamaan.
Meski dapat digunakan secara optimal namun metode analisa komponen tidak selalu hanya bisa digunakan pada analisa hubungan kekerabatan. Larson 1998: 90
menambahkan bahwa bidang-bidang lain selain kekerabatan memungkinkan untuk menggunakan analisa komponen. Pasalnya, analisa komponen dalam proses alih bahasa
merupakan suatu pembanding. Analisa komponen dalam alih bahasa menurut Newmark 1988: 114 menegaskan perbedaan analisa komponen dalam bidang alih bahasa dan
linguistik. Analisa komponen dalam alih bahasa bertujuan untuk membandingkan sebuah kata dalam BSu dan BSa, sementara analisa komponen dalam linguistik
bertujuan untuk menganalisa atau menguraikan sejumlah ide dalam sebuah kata menjadi komponen ide-ide yang memungkinkan atau tidak bersifat umum atau universal.
Dalam kaitan dengan perbedaan tersebut, Newmark 1988: 114 lantas memberikan ketegasan dalam penggunaan analisa komponen dalam alih bahasa. Selain
bertujuan untuk membandingkan, analisa komponen memungkinkan seorang pengalih bahasa untuk melihat kemiripan makna meski tidak secara jelas memperlihatkan
kesepadanan. Untuk dapat melihat kemiripan antara kata dalam BSu dan BSa maka hal yang paling penting dilakukan adalah memperlihatkan persamaan umum yang diikuti
dengan komponen ide yang berbeda lainnya. Bell 1991: 87 menggambarkan model analisis komponen merupakan suatu
upaya untuk memahami elemen yang terdapat pada suatu kata. Model itu akan memastikan adanya elemen – elemen yang serupa namun ternyata mempunyai
5
perbedaan. Bell mencontohkan komponen hydrogen dan oxygen yang terdapat pada H
2
O dan H
2
O
2
yang terlihat sama padahal memiliki perbedaan. Perbedaan yang nyaris tidak terlihat tersebut dapat dilakukan suatu analisa dengan melihat komponen –
komponen yang dikandung. Bell 1991: 87 lebih lanjut menggarisbawahi bahwa analisis model
sesungguhnya tidak tepat digunakan untuk menganalisa bentuk – bentuk kata yang universal atau umum digunakan dalam bahasa mana pun. Namun, model analisis
komponen cenderung lebih tepat digunakan untuk mendeskripsikan komponen – komponen semantis yang dimiliki oleh suatu kata apabila hendak dibandingkan dengan
kata dalam bahasa berbeda. Sehingga bagi seorang pengalih bahasa, model analisa komponen memberikan wawasan dan pemahaman terhadap adanya perbedaan maupun
kesamaan komponen yang dikandung suatu kata dalam BSu maupun BSa. Apalagi jika suatu kata itu memiliki komponen budaya yang sangat kuat dalam BSu. Sehingga
Larson 1998: 470 telah mengungkapkan bahwa kata yang memiliki unsur budaya kuat akan sangat sulit untuk dapat dialihbahasakan. Apalagi budaya secara umum dapat
diartikan sebagai suatu keyakinan, sikap, nilai – nilai tradisi, maupun aturan umum yang telah diyakini oleh suatu masyarakat. Sehingga masyarakat lain dengan budaya berbeda
tentunya akan mengartikan maupun menafsirkan dengan cara yang berbeda. Di sinilah model analisa komponen mempunyai peran yang penting. Bell 1991:
88 menjelaskan bahwa hal yang penting dalam analisa komponen adalah adanya asumsi yang biasa disebut para ahli dengan penanda pembeda distinctive features.
Dalam hal analisa komponen biasanya dilakukan dengan penanda ada atau tidak dengan + atau -. Masing – masing penanda biasanya dimunculkan dalam bentuk masukan kata
entry lexical. Dengan masukan kata – kata yang juga sekaligus sebagai komponen maka akan diperoleh suatu bentuk daftar yang mirip dengan kamus. Bell 1991: 88
mencontohkan kata yang bersifat umum manusia yang nantinya akan dibedakan menjadi pria dan wanita. Dalam hal komponen tentu saja keduanya mempunyai
perbedaan. Seorang pria mempunyai komponen antara lain [+ manusia, + dewasa, +jenis kelamin laki – laki], sedangkan seorang wanita mempunyai komponen [+
manusia, + dewasa, - jenis kelamin laki – laki]. Selain bentuk masukan kata entry lexical, model analisa komponen juga dapat
menggunakan fitur berbeda seperti pelafalan pronounciation, informasi sintaksis syntactic information, informasi morfologis morphological information. Sehingga
dalam membedakan suatu kata pada BSu dan kata pada BSa tidak semata – mata dengan 6
menggunakan pendeskripsian kata. Namun sangat memungkinkan juga menggunakan bentuk – bentuk berbeda mulai dari pelafalan, morfologi, sintaksis, dan juga bentuk lain
yang memungkinkan seperti pembeda makna denotatif atau konotatif.
7