BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Transportasi
Transportasi bukanlah suatu tujuan akhir ends akan tetapi merupakan akibat adanya kebutuhan derived demand. Sistem transportasi makro
sebenarnya terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Sistem transportasi mikro tersebut adalah sistem jaringan
prasarana transportasi, sistem kegiatan kebutuhan akan transportasi, sistem pergerakan lalu lintas rekayasa dan manajemen lalu lintas, dan sistem
kelembagaan. Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan
suatu pergerakan manusia danatau barang dalam bentuk pergerkan kendaraan. Kegiatan perubahan dan sistem jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui
pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas
dari sistem pergerakan tersebut. Selain itu, sistem pergerakan memegang peranan yang penting dalam mengakomodasikan suatu sistem pergerakan agar
tercipta suatu sistem pergerakan yang akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada.
Untuk menjamin terwujudnya pergerakan yang aman, lancar, nyaman, murah dan sesuai dengan lingkungannya, terdapat sistem kelembagaan yang
terdiri dari beberapa individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro tersebut.
Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan merupakan urutan konsep perencanaan transportasi secara berurut
sebagai berikut : Gambar 2.1.
Urutan Konsep Perencanaan Transportasi Aksesibilitas
Bangkitan Lalu Lintas Sebaran Pergerakan
Pemilihan Moda Pemilihan Rute
Arus Lalu Lintas
B. Pendekatan Perencanaan Transportasi
Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri model yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan.
1. Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang
menghubungkan. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau 9
kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain yang dapat dicapai melalui sistem jaringan transportasi.
Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak, jika suatu tempat berdekatan tempat lainnya, dikatakan aksesibilitas antara kedua tempat tinggi,
dan sebaliknya apabila jarak kedua tempat berjauhan maka aksesibilitasnya rendah. Jika tata guna lahan yang tersebar dalam ruang secara tidak merata
heterogen. Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi juga
berbeda-beda, sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas kapasitas
maupun kualitas frekuensi dan pelayanan. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterapkan mengenai
aksesibilitas terlihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1
Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas Jarak
Jauh Aksesibilitas rendah
Aksesibilitas menengah Dekat
Aksesibilitas menengah Aksesbilitas tinggi
Kondisi prasarana Sangat jelek
Sangat baik Sumber : Tamin .O.Z, 1997;53.
2. Bangkitan Pergerakan
a. Umum
Bangkitan pergerakan adalah Tahapan permodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan
atau zona. Pergerakan lalu lintas merupakan tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas.
Bangkitan lalu lintas ini mengcakup : a.
Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi b
Lal u lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi.
Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat secara diagram pada gambar 2.3 dibawah ini
Gambar 2.2. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Sumber : Tamin .O.Z, 1997 ; 60 Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu
lintas berupa jumlah kendaraan, orang, atau angkutan barang per 11
i j
Pergerakan yang berasal dari zona i
Pergerakan yang menuju dari zona j
satuan waktu, misalnya kendaraanjam. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tergantung pada aspek tata guna lahan :
a Jenis tata guna lahan dan
b Jumlah aktivitas dan interaksi pada tata guna lahan tersebut.
b. Jenis Tata Guna Lahan
Jenis tata guna lahan yang berbeda pemukiman, pendidikan, dan komersial mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda,
yaitu: a
Jumlah arus lalu lintas b
Jenis lalu lintas pejalan kaki, truk, mobil c
Lalu lintas pada waktu tertentu kantor menghasilkan arus lalu lintas pada pagi dan sore, sedangkan pertokoan menghasilkan arus
lalu lintas di sepanjang hari. Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan setiap tata guna
lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi.
c. Intensitas Aktivitas Tata Guna Lahan
Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi
penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkan. Salah satu ukuran intensitas aktivitas sebidang
tanah adalah kepadatannya. 12
Tabel 2.2. memperlihatkan bangkitan lalu lintas dari suatu daerah pemukiman yang mempunyai tingkat kepadatan berbeda.
Walaupun arus lalu lintas terbesar yang dibangkitkan berasal dari daerah pemukiman diluar kota, bangkitan lalu lintasnya karena
intensitas aktivitasnya dihitung dari tingkat kepadatan permukiman paling rendah. Karena bangkitan lalu lintas berkaitan dengan jenis
dan intensitas perumahan, hubungan antara bangkitan lalu lintas dan kepadatan permukiman menjadi linier.
Tabel 2.2 Bangkitan Lalu Lintas, Jenis Perumahan dan Kepadatannya.
Jenis rumah Kepadatan
pemukiman keluargaHa
Pergerakan Per hari
Bangkitan pergerakan
per hari -
Permukiman di luar kota -
Permukiman di batas kota -
Unit rumah -
Flat tinggi 15
45 80
100 10
7 5
5 150
315 400
500 Sumber : Tamin O.Z, 1997 ; 62
3. Sebaran Pergerakan
a. Umum
Pada sebaran arus lalulintas antara zona i ke zona j dari dua hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan
yang menghasilkan arus lalulintas dan pemisahan ruang, interaksi antara 13
dua buah tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan manusia dan barang.
b. Pemisahan Ruang
Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batas pergerakan. Jarak jauh atau biaya yang besar akan membuat pergerakan
menjadi lebih sulit aksesibilitas rendah, sehingga pergerakan arus lalu lintas cenderung meningkat jika jarak antara kedua zonanya semakin
dekat. Pemisahan ruang dapat ditentukan oleh jarak, yang diukur dengan waktu dan biaya yang lukan.
c. Intensitas Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan
Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam menarik lalu lintas.
d. Pemisahan Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan
Daya tarik tata guna lahan akan berkurang dengan meningkatkan jarak dampak pemisahan ruang. Tata guna lahan cenderung menarik
pergerakan lalu lintas dari tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan dari tempat yang jauh. Pergerakan lalu lintas yang berjarak pendek lebih
banyak dibanding yang berjarak jauh. Interaksi antara daerah sebagai fungsi dari intensitas setiap daerah dan jarak antara kedua daerah tersebut
dapat dilihat pada tabel 2.3. 14
Jaringan transportasi yang baik mampu memecahkan masalah jarak tersebut sehingga interaksi antara kedua tata guna lahan tinggi
tanpa memperhatikan faktor jarak. Tabel 2.3
Interaksi Antar Daerah
Jarak Jauh
Interaksi dapat diabaikan
Interaksi rendah
Interaksi menengah
Dekat Interaksi rendah
Interaksi menengah
Interaksi sangat tinggi
Interaksi tata guna lahan antar dua zona
Kecil-kecil Kecil-kecil
Besar-besar Sumber : Tamin O.Z, 1997 ; 63
Sistem transportasi mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak mengurangi jarak, sehingga bisa diatasi dengan
memecahkan sistem jaringan transportasi.
4. Pemilihan Moda Transportasi dan Rute
a. Pemilihan Moda Transportasi
Secara sederhana moda berkaitan dengan jenis transportasi yang digunakan pilihan pertama biasanya berjalan kaki atau menggunakan
kendaraan. Jika menggunakan kendaraan, pilihannya adalah kendaraan pribadi sepeda, sepeda motor, mobil atau angkutan umum bus, becak,
dan lain-lain. 15
Orang yang hanya mempunyai satu pilihan moda saja disebut dengan captive terhadap moda tersebut. Jika terdapat lebih dari satu
moda, moda yang dipilihnya biasanya yang mempunyai rute terpendek, tercepat, atau termurah atau kombinasi dari ketiganya. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah ketidaknyamanan dan keselamatan. Hal ini harus dipertimbangkan dalam pilihan moda.
b. Pemilihan Rute
Prinsip pemilihan moda juga dapat digunakan untuk pemilihan rute. Untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda
transportasi bus dan kereta api mempunyai rute yang tetap. Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-sama. Untuk kendaraan
pribadi, diasumsikan bahwa orang yang memilih moda transportasinya, lalu rutenya.
5. Arus Lalu Lintas Dimanis Arus Pada Jaringan Jalan
a. Arus Lalu Lintas dan Waktu Tercepat
Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi jika arus lintas meningkat pad ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti
bertambah karena kecepatan bertambah. Arus maksimum yang dapat melewati suatu titik biasanya pada persimpangan dengan lampu lalu lintas
biasanya disebut arus jenuh. 16
Kapasitas ruas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan atau dalam satuan mobil penampangsmp per jam. Hubungan
antara arus dengan waktu tempuh atau kecepatan tidaklah linear. Penambahan kendaraan tertentu pada saat arus rendah akan menyebabkan
waktu tempuh lebih kecil jika dibandingkan dengan penambahan kendaraan pada saat arus jenuh.
b. Tingkat Pelayanan
Terdapat dua defenisi tentang tingkat pelayan suatu ruas jalan: 1
Tingkat Pelayanan Tergantung Arus Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang
tergantung pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat pelayanan pada suatu jalan tergantung pada arus
lalu lintas. 2
Tingkat Pelayanan Tergantung Fasilitas
Hal ini sangat tergantung pada jenis fasilitas, bukan arusnya. Jalan bebas hambatan mempunyai tingkat pelayanan tinggi, sedangkan jalan
yang sempit mempunyai tingkat pelayanan yang rendah.
C. Manajemen Lalu Lintas
Manajemen lalu lintas adalah pengelolaan dan pengendalian arus lalu lintas dengan melakukan optimasi penggunaan, prasarana yang ada melalui
peredam atau pengecilan tingkat pertumbuhan lalu lintas, memberikan kemudahan angkutan yang efisien dalam penggunaan ruang jalan serta
memperlancar sistem pergerakan Abu Bakar, I, dkk, 1999 : 222 Tujuan pokok manajemen lalu lintas adalah memaksimumkan pemakaian
sistem jalan tanpa merusak kualitas lingkungan. Ukuran-ukurannya dapat berkaitan dengan satu kategori lalu lintas misalnya pejalan kaki atau lalu lintas
campuran dan pengendalian operasional yang ketat pada rute jalan bebas hambatan di kota. Kebanyakan peraturan lalu lintas menghasilkan beberapa
kerugian yang harus dihilangkan. Kerugian tersebut misalnya pada pengendara sepeda motor berkaitan dengan peningkatan pelayanan transportasi umum.
Manajemen lalu lintas dapat menangani perubahan-perubahan pada tata letak geometri, pemuatan petunjuk-petunjuk tambahan dan alat-alat pengaturan seperti
rambu-rambu, tanda-tanda jalan untuk pejalan kaki, penyeberangan dan lampu untuk penerangan jalan.
Manajemen lalu lintas dalam hal ini adalah manajemen operasional lalu lintas perkotaan terpadu sebagai bagian internal dari manajemen transportasi
perkotaan terpadu, merupakan salah satu sektor dari manajemen perkotaan secara menyeluruh.
D. Perambuan Lalu Lintas