Teori yang Relevan Kajian Paket Kompensasi Pegawai di Lingk

4 Pejabat Struktural Eselon IV Rp 28.757.200. Pemeriksa Pajak Muda Rp 25.162.550. Penilai PBB Muda Rp 21.567.900. di dalam lampiran Perpres 37 Tahun 2015 sebenarnya dijabarkan hingga level pelaksana paling rendah, namun yang ditampilkan di berita tersebut hanya sampai level Penilai PBB Muda. - Isu-isu Kunci Beberapa hal yang dapat menjadi poin-poin penting terkait pengendalian manajemen dalam dua artikel tersebut antara lain adalah: No. Isu Kunci Keterangan A Kenaikan Remunerasi Salah satu jenis pengendalian hasil keuangan financial result control adalah dengan adanya kontrak insentif yang mendefinisikan antara hasil yang diinginkan dengan berbagai imbalan. Direktorat Jenderal Pajak baru-baru ini menaikkan remunerasi bagi pegawai mereka setelah selama 7 tahun tidak mengalami kenaikan. B Peningkatan Target Kinerja Kenaikan remunerasi tentu saja bukan tanpa alasan. Kenaikan tunjangan kinerja, sesuai dengan namanya berkaitan erat dengan fungsi utama institusi perpajakan di indonesia. Sebagai garda terdepan dalam penerimaan negara, kinerja utama mereka diukur dari seberapa besar pencapaian target penerimaan negara. Meningkatnya insentif atas kinerja mereka adalah sebagai imbas dari semakin meningkatnya pula target penerimaan pajak yang ditetapkan bagi para pegawai pajak. C Harapan Terciptanya Goal Congruence antara Pegawai dengan Institusi Suntikan insentif ini pada dasarnya merupakan semacam booster untuk menggenjot dan memotivasi pegawai pajak dalam melaksanakan tugasnya dalam memungut pajak. Tentu saja kesejahteraan pegawai pajak mengangkat seiring dengan peningkatan tunjangan kinerja ini yang merupakan apa yang diinginkan karyawan. Harapan yang sama juga diusung oleh organisasi, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak yakni dengan tercapainya target penerimaan pajak.

II. Teori yang Relevan

1. Tujuan Insentif Kinerja berkaitan erat dengan imbalan atau insentif, begitu pula sebaliknya. Pada dasarnya tujuan utama dari pengendalian melalui sistem insentif adalah untuk menyesuaikan antara kepentingan diri karyawan dengan tujuan organiasi. Lebih lanjut lagi, Merchant 2010 menjabarkan bahwa insentif memberikan tiga manfaat bagi pengendalian manajemen, yaitu: a. Informational Insentif merupakan alat yang efektif bagi manajemen untuk mengomunikasikan apa sesungguhnya hal-hal yang menjadi main focus dan main goal dari organisasi. Dengan mengaitkan kinerja tertentu dengan insentif yang diberikan, pegawai akan mengetahui bahwa ada penekanan khusus terhadap pencapaian target-target kinerja tertentu tadi yang kemudian diterjemahkan pegawai dengan berusaha mencapai apa yang ditetapkan perusahaan. Misalnya, perusahaan menetapkan adan ya bonus kepada karyawan jika tingkat kepuasan pelanggan melebihi sekian persen. Para karyawan kemudian akan 5 menginterpretasikan hal tersebut dengan tidak hanya menggenjot penjualan, tetapi juga memberikan perlayanan terbaik dengan pelanggannya. Begitu pula halnya dengan yang terjadi di Direktorat Jenderal Pajak. Peningkatan remunerasi ini berkaitan erat dengan target pencapaian pajak. Artinya, para pegawai pajak harus merespon hal tersebut dengan meningkatkan kinerja mereka untuk tercapainya target penerimaan negara yang ditetapkan pemerintah melalui APBN. b. Motivasi Konsep pay for performance sangat relevan dengan sistem insentif. Terkadang beberapa karyawan perlu sebuah semacam jaminan secara kontraktual akan sebuah imbalan atas kerja kerasnya. Dengan demikian, dengan adanya insentif ini pegawai akan terdorong untuk mengeluarkan yang terbaik bagi organiasasi effort-inducing-purpose. Dalam kasus kenaikan remunerasi pajak, hal ini tentu saja sesuai dengan konsep di atas. Bahkan secara lisan, juru bicara Presiden RI menyatakan kenaikan remunerasi ini sebagai suntikan vitamin bagi para pegawai pajak untuk mendorong dan memotivasi mereka dalam menjalankan tugasnya mencari sumber penerimaan negara. c. Menarik dan Mempertahankan Personel Beberapa imbalan dijanjikan organisasi karena organiasasi ingin meningkatkan proses rekrutmen karyawan dan mempertahankan baik dengan cara menawarkan paket kompensasi yang sebanding atau uang terbaik seperti yang ditawarkan oleh para pesaing atau dengan menghubungkan pembayaran pada keberlanjutan karyawan. Pegawai pajak merupakan salah satu tulang punggung negara dalam mengumpulkan penerimaan negara yang dikelola dan digunakan pemerintah untuk pembangunan nasional. Dengan demikian sangat penting bagi Direktorat Jenderal pajak untuk mempertahankan karyawan-karyawan terbaik mereka. Tidak merasakan kenaikan selama 7 tahun bisa menjadi sinyal negatif bagi para pegawai pajak jika pada akhirnya mereka tetap diberikan target yang semakin tinggi. Adanya kenaaikan remunerasi ini setidaknya menjadi angin segar bagi karyawan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI. Selain itu, penawaran paket kompensasi yang baik diharapkan juga dapat menarik minat masyarakat umum dan para pencari kerja untuk mengabdi sebagai PNS di Direktorat Jenderal Pajak, tentu saja melalui seleksi yang ada salah satunya mungkin dengan menjadi mahasiswa PKN STAN. 2. Desain Sistem Insentif yang Efektif Merchant 2010 dalam bukunya membagi setidaknya ada 3 unsur dalam mendesain insentif yaitu: 1. Formula perhitungan insentif 2. Bentuk insentif fungsi kinerja 3. Ukuran pembayaran insentif Selain itu, di pembahasan lain dijabarkan juga apa saja kriteria yang mengindikasikan bahwa sebuah sistem insentif itu efektif. Pertama, sebuah insentif harus memiliki nilai. Imbalan yang tidak bernilai di mata karyawan tidak akan memberikan efek motivasi bagi mereka. Tentu saja tidak selamanya yang bernilai itu dikaitkan dengan uang. Reward yang berbentuk finansial dan non-finansial masing-masing memiliki nilai tersendiri di mata karyawan. Manajemen harus tepat dalam menentukan sebuah insentif agar pegawainya dapat melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang bernilai. Kedua, sebuah sistem insentif yang baik seharusnya memiliki pengaruh positif yang cukup besar bagi karyawan. Reward yang sejatinya bernilai jika disediakan dalam jumlah yang kurang tentu akan berdampak kontraproduktif. Pegawai bahkan dapat bereaksi negatif terhadap skema insentif 6 yang ditawarkan organisasi jika manajer salah dalam memformulasikan ukuran reward yang diberikan kepada karyawan. Ketiga, sebuah insentif sebaiknya dapat dimengerti oleh para pegawai. Karyawan sekiranya dapat memahami dengan baik untuk alasan apa sebuah imbalan diberikan dan apa nilai yang terkandung dari imbalan tersebut. Keempat, insentif yang baik seharusnya diberikan secara tepat waktu. Penundaan pemberian imbalan setelah kinerja yang ditargetkan telah selesai dilaksanakan pegawai akan melemahkan efek motivasi bagi karyawan. Kelima, sebuah reward yang diberikan kepada karyawan sebaiknya memberikan pengaruh yang tahan lama. Sebuah reward dapat dikatakan memiliki nilai yang lebih besar aoabila perasaan senang yang dihasilkan dengan pemberian imbalan tersebut bertahan lebih lama dalam ingatan karyawan. Terakhir, sebuah imbalan seharusnya dapat tarik kembali reversible. Dalam mengevaluasi kinerja pegawainya seorang manajer bisa saja membuat kesalahan dan beberapa keputusan pemberian reward atas performance yang sudah terlanjut tersebut tentu sulit diperbaiki. Oleh karenanya, dalam hal ini manajer harus benar-benar yakin dalam mengambil keputusan pemberian imbalan dan reward yang diberikan juga harus berbiaya efisien. 3. Masalah yang Muncul dalam Pengukuran Kinerja a. Miopia Masalah mipoia myopic behavior merupakan keadaan menyimpang dari manajer yang cenderung fokus terhadap tanggung jawab pada hasil yang bersifat jangka pendek dan tidak memperhatikan keberlangsungan dan sustainability secara jangka panjang. Dalam sebuah perusahaan, behavioral displacement semacam ini adalah potensi yang paling mebahayakan. Para manajer yang hanya concern kepada accounting profit yang diukur dalam jangka pendek cenderung untuk memperhatikan peningkatan atau mempertahankan profit returns bulanan, triwulanan, atau tahunan. Apabila orientasi para manajer terhadap short-term profit terlalu berlebihan dibandingkan dengan long-term value creation, tentu saja akan membahayakan keberlangsungan perusahaan di masa yang akan datang. Masalah myopia ini berkaitan erat dengan sistem insentif. Hal ini dapat ditelusuri dengan melihat bagaimana manajer berusaha sedemikian rupa mengejar target jangka pendek untuk kepentingan pencapaian bonus bagi mereka. Oleh karena itu, hal ini harus dapat ditangani oleh perusahaan dengan mengubah pola pikir mindset dan perilaku manajer dalam hal ini yang berkaitan dengan performa dan pemberian reward.

III. Analisis dan Pembahasan