Studi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Di Sumatera Utara

(1)

STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI

SUMATERA UTARA

OLEH :

NAMA : WISWANATHEN NIM : 030402072

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STUDI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU (PLTB) DI SUMATERA UTARA

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM : 030402072 WISWANATHEN

Disetujui oleh :

DOSEN PEMBIMBING

NIP : 130 365 322

PROF. DR. IR. USMAN BAAFAI

Disetujui oleh :

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

NIP : 131 459 554 Ir. NASRUL ABDI, MT

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Abstrak

Salah satu energi yang paling utama dari angin adalah kecepatan distribusinya pada suatu lokasi, yang dikarakteristikkan dengan f(V), V disebut kecepatan angin. Karakteristik yang paling utama dari sistem konversi energi angin adalah kurva dayanya P(V) • f(V) dan P(V) bersama-sama menentukan produksi energi keluaran yang potensial. Tetapi daya keluaran efektif lebih sedikit tergantung pada perilaku pemakainya. Turbin Angin (SKEA Listrik) atau PLTB (Pusat Listrik Tenaga Bayu) adalah sistem konversi energi angin untuk menghasilkan energi listrik dengan energi proses pengubahan energi angin menjadi putaran mekanis rotor dan selanjutnya menjadi energi listrik. Sistem konversi energi angin ini merupakan suatu sistem / peralatan yang berfungsi untuk mengubah energi angin menjadi energi listrik, mekanis, atau bentuk energi lainnya.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul “ Studi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Di Sumatera Utara ”.

Penulisan Tugas Akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa kedua orang tua V. Logenathen dan S. Rusnam Dewi serta saudara – saudara penulis Kana Grain, Silvia Kasturi dan Sonia Sarasbathi yang selalu memberikan semangat, perhatian, inspirasi dan kasih sayang.

Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT dan Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Eddy Warman, selaku Dosen Wali atas segala bimbingan, arahan dan motivasi kepada Penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai selaku dosen pembimbing Tugas Akhir penulis

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Soeharwinto, ST, MT selaku Bapak kami di kampus yang selalu menberikan dukungan dan semangat kepada saya selaku penulis.

5. Seluruh dosen pada Departemen Teknik Elektro USU, terutama dosen pada Sub Jurusan Sistem Energi Listrik.


(5)

7. Teman – teman stambuk 2003 yang selama ini telah menjadi teman diskusi belajar dan bekerjasama dalam kegiatan perkuliahaan.

8. Subasni, orang yang selalu memberikan semangat dan yang penulis kagumi dalam kerendahan hati, kegigihan dan tekadnya yang kuat dalam menjalani hidup. Penulis banyak belajar apa arti kehidupan dari beliau.

9. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 1 Maret 2009 Penulis Wiswanathen

NIM : 030402072

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv


(6)

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... I. PENDAHULUAN... 1

1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Tujuan Penulisan ... 1

1. 3. Batasan Masalah ... 1

1. 4. Metode Penulisan ... 2

1. 5. Sistematika Penulisan ... 2

II. ANGIN ... 4

II. 1. Umum ... 4

II. 2. Klasifikasi Angin ... 6

II. 3. Persamaan Konversi Energi Angin ... 8

II. 3. 1. Daya Total Energi Angin ... 8

II. 3. 2. Daya maksimum energi angin ... 9

II. 3. 2. Efisiensi Teoritis ... 12

II. 3. 4. Daya Aktual ... 12

II. 4. Lapisan Batas Bumi ... 13

II. 4. 1. Distribusi Rata - Rata Kecepatan Angin dengan ketinggian lapisan Batas bumi ... 13

II. 4. 2. Fluktuasi Lebih ... 15

II. 5. Peta Angin ... 16

III. TEORI KONVERSI TENGA ANGIN KE ENERGI LISTRIK ... 17

III. 1. Umum ... 17

III. 2. Prinsip Dasar Karakteristik Airfoil ... 17


(7)

III. 4. Transmisi Mekanik ... 26

III. 5. Generator ... 28

III. 5. 1. Generator Sinkron ... 28

III. 5. 2. Generator Induksi Rotor Sangkar ... 30

III. 5. 3. Generator Kecepatan Variabel ... 31

III. 6. Pengaturan Putaran Generator ... 32

III. 7. Penyimpanan Energi ... 34

III. 8. Pendisainan rotor untuk kecepatan generator ... 35

III. 9. Kurva Daya ... 37

III. 10. Produksi Energi Tahunan SKEA. ... 39

III. 11. Perkiraan Produksi Energi Pada Mesin Ideal Dan Mesin Riil ... 42

III. 9. Daya dan Torsi Pada Rotor Riil ... 43

III. 9. Penyimpangan Karakteristik Kekuatan dari Rotor ... 44

IV. PRODUKSI ENERGI APLIKASI PANTAI CERMIN ... 49

IV. 1. Umum ... 49

IV. 1. 1. Potensi Pemanfaatan Tenaga Angin Di Pantai Cermin ... 49

IV. 1. 2. Performansi... 52

IV. 1. 3. Ekonomis ... 55

IV. 2. Pengaruhnya Terhadap Lingkungan ... 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1. Kesimpulan ... 59

5. 2. Saran ... 59

Daftar Pustaka... 60


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Aspek kemampuan Mesin ... 17 Tabel 4.1. Indikasi tingkat energi angin di Indonesia ... 49 Tabel 4.2. Kecepatan angin bulan Desember 2008 ... 50 Tabel 4.3 Data kecepatan angin, kerapatan daya angin dan kerapatan energi

angin untuk daerah Pantai Cermin Tahun 2008 ... 52 Tabel 4.4 Total Harga (Power Projects) ... 57


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kecepatan Angin ... 4

Gambar 2.2 Sirkulasi Udara Global ... 6

Gambar 2.3. Sistem Sirkulasi Udara Global ... 7

Gambar 2.4 Angin Barat Dan Timur ... 8

Gambar 2.5 Daerah Hembusan Angin ... 9

Gambar 2.6. Diagram Tekanan Dan Kecepatan Angin Pada Sudu Rotor Turbin ... 10

Gambar 2.7 Tipe – Tipe Kekasaran Permukaan ... 15

Gambar 2.8 Spectrum Daya Van Der Hoven Dari Fluktuasi Angin ... 16

Gambar 2.9 Peta Angin Global... 16

Gambar 3.1 Lift And Drag ... 18

Gambar 3.2 Koefisien Lift Cl(Α) Dan Drag Cd Gambar 3.3 Distribusi Aliran Dan Tekanan Sekitar Baling – Baling (Α) ... 19

Pada Sudut α ... 19

Gambar 3.4 Aliran Melalui Baling – Baling Pada Kondisi Stall) ... 20

Gambar 3.5 Daya Dan Torsi Rotor Angin Sebagai Fungsi Kecepatan Rotasi Untuk Kecepatan Angin Yang Berbeda ... 21

Gambar 3.6 Kurva Daya Dan Torsi Dari Dua Rotor Angin Sebagai Fungsi Rasio Tip Speed ... 22

Gambar 3.7 Koefisien Lift Dan Drag Untuk Naca 4412 Pada Angka Reynolds Yang Berbeda ... 25

Gambar 3.8 (Cl/Cd)Max Gambar 3.9 Transmisi Roda Gigi 2 Tingkat ... 27

Bervariasi Dengan Angka Re Yang Berbeda – Beda ... 26

Gambar 3.10 Menemukan Hubungan Kecepatan Angin – Daya Keluaran Dari Generator Yang Terkopel Ke Rotor Angin ... 28

Gambar 3.11. Sistem Pembangkit Turbin Angin Dengan Generator Sinkron ... 29

Gambar 3.12 Hubungan AC – DC – AC... 30

Gambar 3.13 Instalasi Turbin Angin ... 35

Gambar 3.14 Kurva Daya Ideal Dan Riil ... 38


(10)

Yang Berbeda ... 39

Gambar 3.16 Produksi Energi Tahunan ... 41

Gambar 3.17 Contoh Dari Karakteristik Rotor ... 44

Gambar 3.18 Tampak Atas Rotor. Arah Gaya Rotor Pada Penyimpangan ... 45

Gambar 3.19 Kurva Cp Dari Cwd 2000 ... 46

- λ Untuk Sudut Penyimpangan Yang Berbeda δ Gambar 3.20 Gaya Aksial (Cfax Berbeda Untuk Cwd 2000 ... 47

(λ,δ)) Untuk Penyimpangan Sudut Yang Gambar 3.21 Pengukuran Daya Untuk Cwd2000 ... 47


(11)

DAFTAR GRAFIK


(12)

Abstrak

Salah satu energi yang paling utama dari angin adalah kecepatan distribusinya pada suatu lokasi, yang dikarakteristikkan dengan f(V), V disebut kecepatan angin. Karakteristik yang paling utama dari sistem konversi energi angin adalah kurva dayanya P(V) • f(V) dan P(V) bersama-sama menentukan produksi energi keluaran yang potensial. Tetapi daya keluaran efektif lebih sedikit tergantung pada perilaku pemakainya. Turbin Angin (SKEA Listrik) atau PLTB (Pusat Listrik Tenaga Bayu) adalah sistem konversi energi angin untuk menghasilkan energi listrik dengan energi proses pengubahan energi angin menjadi putaran mekanis rotor dan selanjutnya menjadi energi listrik. Sistem konversi energi angin ini merupakan suatu sistem / peralatan yang berfungsi untuk mengubah energi angin menjadi energi listrik, mekanis, atau bentuk energi lainnya.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Energi angin merupakan energi stokastik. Kadang angin berhembus, kadang tidak. Kita tidak yakin berapa banyak energi yang ada pada waktu - waktu tertentu tetapi hal itu dapat diramalkan dengan suatu kemungkinan tertentu. Jelas terlihat bahwa tidak ada satu hubungan secara langsung antara si pemakai dan apa yang angin dapat tawarkan.

Turbin angin adalah kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Turbin angin ini pada awalnya dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan para petani dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi dan lain - lain.

Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik masyarakat, dengan menggunakan prinsip konversi energi. Walaupun sampai saat ini pembangunan turbin angin masih belum dapat menyaingi pembangkit listrik konvensional (seperti PLTD, PLTU dan lain – lain), turbin angin masih lebih dikembangkan oleh para ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan dihadapkan dengan masalah kekurangan sumber daya alam tak terbaharui (seperti batubara, minyak bumi) sebagai bahan dasar untuk membangkitkan listrik.

I. 2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Sebagai bahan untuk mempelajari dan memahami teknologi energi angin sebagai salah satu energi terbarukan dalam mengatasi efek pemanasan global, krisis bahan bakar dan krisis energi saat ini.

2. Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana Teknik Elektro di Universitas Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan pembelajaran dalam memahami prinsip kerja turbin angin. 4. Sebagai bahan studi rekan – rekan mahasiwa dan masyarakat untuk

diterapkan dalam kemajuan pembangunan.

I. 3. Batasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang terarah, maka perlu dibatasi masalah yang akan dibahas. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah :


(14)

1. Tidak membahas turbulansi angin 2. Tidak membahas inverter pada generator 3. Tidak membahas harmonisa pada generator 4. Tidak membahas kontrol pada generator 5. Hanya membahas rotor sumbu horizontal

I. 4. Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain

2. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU, dengan dosen-dosen bidang Sistem Tenaga Listrik dan teman – teman sesama mahasiswa.

I. 5. Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut : Bab I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metode, dan sistematika penulisan.

Bab II : ENERGI ANGIN

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori angin, sistem konversi angin (WECS), prinsip dasar konversi energi angin dengan sistem yang besar dan kecil.

Bab III : TEORI KONVERSI TENAGA ANGIN KE ENERGI LISTRIK

Bab ini menjelaskan tentang aspek teknologi dari turbin angin mencakup penggabungan rotor angin dengan pembangkit elektrik dan menghasilkan karakteristik daya, penggabungan generator angin dengan sistem kerja angin. Bab IV : PRODUKSI ENERGI APLIKASI PANTAI CERMIN

Bab ini menjelaskan tentang dimana kita dapat membuat produksi energi pertahunnya, tentang beberapa data ekonomi dan data – data umum lainnya


(15)

yang berhubungan dengan sistem energi angin. Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil pembahasan, yang dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang ingin mengembangkan hasil Tugas Akhir ini.


(16)

BAB II ENERGI ANGIN

II. 1. Umum

Angin merupakan udara yang berhembus dari suhu tinggi ke suhu rendah akibat adanya perbedaan temperatur atmosfer. Perbedaan temperatur pada lokasi yang berbeda (garis lintang) dari bumi yang disebabkan penyinaran matahari yang tidak merata. Faktanya, atmosfer merupakan suatu mesin termodinamika yang besar dimana bagian dari energi yang datang dirubah menjadi energi kinetis secara mekanis dari massa udara yang bergerak. Sekitar 2% dari sinar matahari yang mengalir ke bumi diubah menjadi tenaga angin, yang mana hasil akhirnya berubah menjadi panas dikarenakan gesekan dengan lapisan batas atmosfer.

[2]

Untuk mengimplementasikan energi angin tersebut sebagai sumber energi listrik menjadi satu dasar yang terpenting. Pada Gambar (2.1) dijelaskan bahwa kecepatan angin tersebut bervariasi.

6 12 18 24 30 60 90 120

0

t (sec)

10 9 8 7 6 5 4 3

windspeed [m/s]

wind direction [crad]

90

60

30 0

Gambar 2.1 Kecepatan Angin

Kecepatan dan arahnya berubah – ubah secara terus menerus. Kita terbiasa dengan hembusan angin yang kencang, terutama pada waktu cuaca badai. Untuk mengevaluasi


(17)

sumber daya untuk produksi energi pada suatu lokasi, aspek berikut ini merupakan hal yang penting diketahui :

• kecepatan angin rata – rata pertahun.

• arah dari kecepatan angin selama setahun dan sehari.

• perubahan dari data tersebut selama beberapa tahun.

• ketergantungan kecepatan angin pada tingginya permukaan diatas tanah. Untuk menebak beban mekanis pada suatu turbin angin, pengetahuan dari :

• Perubahan (skala waktu terpendek dari detik ke beberapa menit) dari kecepatan dan arah angin dalam waktu dan ruang merupakan dasar yang sangat penting.

• kecepatan maksimum dan kemungkinannya peristiwa tersebut terjadi.

Pola angin sangat dipengaruhi oleh tenaga Coriolis melalui rotasi bumi. Kira – kira 1000 meter diatas permukaan tanah tenaga yang dominan adalah perbedaan tekanan dan tenaga Coriolis, hal tersebut menunjukkan bahwa angin tidaklah tegak lurus tetapi paralel dengan garis khayal di peta bumi yang menghubungkan tempat – tempat yang sama tekanan udaranya, disebut angin Geostrophic. Gambar 2.2 menunjukkan bahwa model dasar dari sistem sirkulasi udara.

Gambar 2.2 dibawah tidak memperhatikan distribusi laut dan benua yang tidak seimbang pada permukaan bumi. Pada belahan bumi bagian Utara secara relatif lebih banyak daratan dibanding lautan sementara pada bagian Selatan sebaliknya. Perubahan yang lambat dari temperatur lautan (menyebabkan kapasitas panas yang sangat besar) mengikuti musim sementara temperatur daratan juga mengikuti pola siang – malam. Sistem Cuaca Global sangatlah rumit.


(18)

Gambar 2.2 Sirkulasi Udara Global

II. 2. Klasifikasi Angin

Secara umum angin dapat diklasifikasikan kedalam dua kelas :

[11]

1. Angin Lokal 2. Angin Planetari,

Angin Lokal. Hal dasar yang membedakan kedua jenis angin ini adalah cakupan aliran dari angin tersebut. Di siang hari udara diatas lautan lebih dingin dari pada udara di daratan. Sinar surya menguapkan air lautan dan diserap lautan penguapan dan absorbsi sinar surya di daratan kurang sehingga udara di atas lautan lebih panas. Dengan demikian udara di atas daratan mengembang jadi ringan dan naik keatas. Udara dingin yang lebih berat turun mengisi kekurangan udara di daratan maka terjadilah aliran udara yang disebut angin laut.

Di malam hari, terjadi peristiwa sebaliknya. Energi panas yang diserap permukaan bumi sepanjang hari akan dilepaskan lebih cepat oleh daratan (udara dingin). Sementara itu di lautan energi panas sedang dalam proses dilepaskan ke udara. Gerakan konvektif


(19)

tersebut menyebabkan udara dingin dari daratan bergerak menggantikan udara yang naik di lautan sehingga terjadi aliran udara dari darat ke laut.

Angin di lereng gunung terjadi demikian pula. Angin lembah terjadi ketika matahari terbit, puncak gunung adalah daerah yang pertama kali mendapat panas dan sepanjang hari selama proses tersebut, lereng gunung mendapat energi panas lebih banyak daripada lembah. Sehingga menyebabkan perbedaan suhu antara keduanya. Udara panas dari lereng gunung naik dan digantikan dengan udara dingin dari lembah. Akibatnya terjadi aliran udara dari lembah menuju gunung. Sedangkan pada sore hari lembah akan melepaskan energi panas dan puncak gunung yang telah mendingin akan mengalirkan udara ke lembah. Aliran udara tersebut dinamakan angin gunung. Kondisi – kondisi lokal seperti danau, sepanjang tepi pantai, puncak gunung dan lain – lain memainkan peranan yang penting (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Sistem Sirkulasi Udara Global

Angin Planetari. Tipe angin ini terbagi atas dua yaitu angin barat dan timur. angin barat (Monsun Asia) yaitu angin yang berasal dari daratan Asia menuju wilayah Indonesia, dengan membawa uap air lebih banyak dari biasanya, sehingga sebagian wilayah Indonesia bagian Selatan Katulistiwa sering banyak hujan atau bertepatan dengan musim hujan di Indonesia.

Ketika matahari berada di sebelah Utara Katulistiwa, maka daerah di Belahan Bumi Utara mempunyai suhu udara yang panas dengan tekanan udara cenderung rendah. Sehingga arah pergerakan angin dari Belahan Bumi Utara (daratan Asia) menuju Belahan


(20)

Bumi Selatan (daratan Australia) dan angin tersebut biasanya berasal dari arah barat menuju timur.

Sedangkan angin timur (Monsum Australia) yaitu angin yang berasal dari daratan Australia. Ketika matahari berada di Belahan Bumi Selatan, maka Belahan Bumi Selatan mempunyai suhu yang panas dan tekanan udara yang tinggi maka pergerakan angin dari Belahan Bumi Selatan (daratan Australia) menuju Belahan Bumi Utara (daratan Asia).

Gambar 2.4 Angin Barat dan Timur[14]

II. 3. Persamaan Konversi Energi Angin

Menurut fisika klasik energi kinetik dari sebuah benda dengan massa m dan kecepatan v adalah :

Ekkinetik = ½ mv2

Dengan ketentuan kecepatan v tidak mendekati kecepatan cahaya. Hal ini juga berlaku untuk angin yang merupakan udara yang bergerak.

(2.1)

Parameter – parameter dasar dari persamaan konversi angin adalah :

II. 3. 1. Daya Total Energi Angin

Daya total aliran angin yang masuk berbentuk area silinder (Gambar 2.5) dengan laju aliran energi kinetik Ek

[11]

kinetik

m = ρ A V (kg/s) (2.1a)

dimana nilai massa m adalah :

Maka energi kinetik per detik Pkin

P

adalah :

total = ½ (ρ A V) V2 = ½ ρ A V3

Dimana :

(W) (2.1b) ρ = kerapatan udara (kg/m3)


(21)

A = daerah sapuan baling – baling rotor (m2 V = Kecepatan angin tanpa gangguan (m/s) )

Gambar 2.5 Daerah Hembusan Angin

II. 3. 2. Daya maksimum energi angin

Diasumsikan pada Gambar 2.6, a – b adalah ketebalan sudu, tekanan dan kecepatan angin masuk sudu masing – masing p

[9]

i

Udara masuk diantara daerah i dan a dianggap sebagai suatu sistem termodinamik dimana massa jenis udara dianggap konstan ( perubahan tekanan dan temperatur sangat kecil dibandingkan sekitarnya ) dan tidak ada energi potensial serta tidak ada penambahan panas dan kerja yang dilakukan sistem.

dan Vi, sedangkan tekanan dan kecepatan angin

keluar sudu adalah pe dan Ve, dimana kecepatan keluar sudu lebih kecil dari kecepatan masuk sudu karena energi kinetik angin telah diserap sudu.

Persamaan energi untuk daerah masuk i dan a adalah :

2 2 2 2 a a i i V v p V v

p + = + (2.2)

Dikalikan dengan densitas (ρ=1/v)maka :

2 2 2 2 a a i i V p V

p +ρ = +ρ (2.2a)

Dengan cara yang sama daerah keluar b – e :

2 2 2 2 b b e e V p V


(22)

Sudu Turbin Tekanan Kecepatan Lebar Sudu a b e pe Vi Vt i pi pa pb Vb Va Ve Vt pe a b e i a b

Gambar 2.6. Diagram tekanan dan kecepatan angin pada sudu rotor turbin

Kemudian dengan menggabungkan persamaan (2.2a) dan (2.2b) diperoleh :

2 ( 2 ( 2 2 2 2 b e e a i i b a V V p V V p p

p − = +ρ − − +ρ − (2.3)

Dengan mengasumsikan :

Va = Vb = V (karena tebal sudu relatif kecil dibanding jarak total) dan pe = pi maka persamaan (2.3) diatas dapat disederhanakan menjadi :

, 2 2 2 e i b a V V p

p − =ρ − (2.4)

Gaya aksial aliran angin, Fx

A p p

Fx =( ab)

yang mengenai sudu dengan luas yang tegak lurus arah aliran A, diberikan oleh :


(23)

    − = 2 2 2 e i x V V A

F ρ (2.6)

Gaya yang sebanding dengan perubahan momentum angin (ΔmV) dimana m = ρAVt dan Fx = m(Vi – Ve

    − = − 2 ) ( 2 2 e i e i t V V A V V AV ρ ρ

), maka :

(2.7) ) ( 2 1 e i t V V

V = + (2.8)

Sekarang kita anggap sistem yang berada diantara i dan e sebagai suatu sistem termodinamik total. Tidak ada perubahan energi potensial, energi dalam (Ti = Te) dan

energi aliran (piV = peV) serta tidak ada kalor yang diberikan ataupun yang keluar.

Persamaan umum energi dapat direduksi menjadi kerja aliran steady dan energi kinetik aliran.     − = − = 2 2 2 e i e i V V m Ek Ek

W (2.9)

Daya P adalah jumlah laju keras. Dari persamaan (2.9) diperoleh :     − = 2 2 2 e i V V m

P (2.10)

( )

2

1 2 2

e i t V V AV

P= ρ − (2.11)

Dari persamaan (2.8) dan (2.11) diperoleh : ) )(

( 4

1 2 2

e i e

i V V V V

A

P= ρ + − (2.12)

Berdasarkan persamaan 2.8, Ptotal jika Vt = Vi dan Ve =0, artinya daya total angin diserap apabila pada saat meninggalkan sudu angin kehilangan seluruh kecepatannya. Sedangkan daya maksimum Pmax terjadi apabila kecepatan sisi keluar berupa Ve.opt

P

yang

besarnya dapat dihitung.

max dihitung dengan mendiferensialkan P pada persamaan 2.12 terhadap Ve

0

= ∂∂Ve

P

dan menjadikan turunannya sama dengan 0, maka :

(2.13) 0

2

3Ve2 + ViVeVi2 = (2.14)


(24)

Veopt Vi

3 1

. = (2.15)

Dengan mensubtitusikan persamaan 2.15 ke persamaan 2.12 diperoleh :

3

max 827 AVi

P = ρ (2.16)

II. 3. 3. Efisiensi Teoritis

Efisiensi teoritis atau efesiensi ideal atau efisiensi maksimum, ηmax dari sebuah turbin angin adalah perbandingan antara daya maksimum Pmax yang dihasilkan terhadap total daya angin yang masuk turbin, Ptotal

5926 , 0 2 1 27 8 3 3 max max = = = i i total AV AV P P ρ ρ η . (2.17)

Dengan kata lain, secara teoritis energi angin yang diubah turbin menjadi kerja adalah sebesar 59,26 % dari total daya yang diberikan angin. Faktor 0,5926 atau 16/27 disebut dengan konstanta Betz dan biasanya dipertimbangkan untuk mencapai efisiensi konversi angin semaksimum mungkin dari rotor turbin angin.

II. 3. 4. Daya Aktual

Seperti halnya turbin uap dan turbin gas, sudu – sudu turbin angin juga mempengaruhi kecepatan, bergantung kepada sudut kecepatan masuk dan sudut kecepatan aliran meninggalkan sudu. Efisiensi yang didapat diatas dengan mengasumsikan kondisi ideal sepanjang sudu masuk.

Daya keluaran suatu turbin angin tergantung kepada daya yang dihasilkan oleh angin dan koefisien daya Cp

3 2 1 i p AV Angin Turbin Keluaran Daya C ρ =

dimana hubungannya ditunjukkan pada persamaan 2.18 yaitu :

(2.18)

Atau daya aktual turbin angin hingga menghasilkan daya listrik adalah :

3 2 1 i total akt AV P P ρ η η = = (2.19)


(25)

dimana efisiensi total dari turbin angin (η) yang meliputi efisiensi aerodinamik rotor (Cp),

transmisi, kontrol dan generator. Harga ini berkisar antara 30 % - 40 %.

II. 4. Lapisan Batas Bumi

Aplikasi energi angin pada lapisan atmosfir terdapat pada 100 m diatas tanah. Pada lapisan ini, angin tersebut dipengaruhi oleh interaksinya dengan permukaan bumi, yang mana memiliki 2 efek utama yaitu :

• Kecepatan Angin dikurangi oleh efek geseran, semakin dekat ke permukaan rata-rata kecepatan angin umumnya kurang dari ketinggian yang lebih tinggi di lapisan ini. Disebut ‘turbulansi’ atau terjadinya hembusan, yaitu. suatu stokastik, secara relatif variasi frekwensi tinggi angin dari kecepatan angin.

• Terlepas dari turbulansi dan sebaliknya, ada variasi frekwensi yang lebih rendah dari kecepatan angin yang disebabkan oleh efek siklus pagi - malam, sistem badai, dan lain – lain.

II. 4. 1. Distribusi Rata - Rata Kecepatan Angin dengan ketinggian lapisan Batas bumi

Distribusi rata – rata kecepatan angin dari permukaan bumi 600 meter keatas, kecepatan anginnya bertambah dipengaruhi oleh kepadatan permukaan bumi. Semakin berada diatas permukaan bumi maka kecepatan anginnya pun semakin tinggi untuk memutar turbin.

[11]

Sebagai pendekatan untuk mencari perubahan kecepatan angin rata – rata VH melalui ketinggian H dan hubungannya dengan kecepatan angin yang diukur Vref

Rumus sederhana ini dalam bentuk eksponen :

pada ketinggian standar dari pengukuran untuk nilai yang diharapkan dari ketinggian poros turbin angin, sejumlah perhitungan sederhana digunakan, mengandung parameter yang mencerminkan kondisi permukaan lokal. Kekasaran permukaan merupakan salah satu faktor utama untuk menghasilkan ‘windshear’, lebih rendah 60 - 80 meter dari atmosfir.

(

)

(

)

V V

H z

H z

H

ref ref

= log

log

0

0

(2.20)

Dimana Href adalah referensi ketinggian pada rata - rata kecepatan angin. Nilai parameter Z0 adalah tinggi dari kekasarnya permukaan (Gambar 2.7). Nilainya bervariasi


(26)

mulai dari 0.0002 m untuk kondisi daerah kosong (laut) sampai 1 m untuk daerah perkotaan. Nilai dari 0.0002 hanya menunjukkan kondisi yang benar – benar kosong, tanpa adanya ombak. Untuk daerah seperti tanah lapang dan area terbuka dengan hanya beberapa pohon – pohon atau semak belukar maka Z0 = 0.03m (dibandingkan ke eksponen 1/7).

Untuk daerah pertanian dengan lebih banyak penahan angin, bangunan (pertanian) yang tersebar maka mempunyai nilai Z0 kira - kira 0.1, sementara untuk hutan dan daerah yang

serupa nilai nya 0.4. bergantung pada kondisi permukaan, dari 0.06 (kondisi sangat halus contohnya, laut) ke 0.6 (kondisi sangat kasar, contohnya, daerah perkotaan). Untuk studi umum, tanah lapang tidak dispesifikkan, nilai 0.14 atau 1/7 sering digunakan, mencerminkan tanah lapang yang tandus dengan sedikit semak belukar atau unsur - unsur lainnya.

Gambar 2.7 Tipe – tipe Kekasaran Permukaan

Roughness class 0 z0 ~ 0.0002

Roughness class z0 ~ 0.03

Roughness class 2 z0 ~ 0.1

Roughness class 3 z0 ~ 0.4


(27)

II. 4. 2. Fluktuasi Lebih

Spektrum Energi "van der Hoven " (Gambar 2.8) menunjukkan bahwa frekuensi dapat dideteksi pada fluktuasi angin. Kita dapat membedakan dengan jelas dua bagian tersebut dengan celah ditengahnya. Bagian kiri menunjukkan perubahan cuaca dari hari ke hari. Bagian kanan menunjukkan fluktuasi cepat dihubungkan secara langsung ko turbulansi pada lapisan batas, kurang lebih tidak tergantung pada tipe cuaca.

[11]

Fluktuasi ini menyebabkan beban dinamik pada komponen dan struktur dari turbin angin. Hal tersebut merupakan beberapa hal yang sedikit penting untuk produksi energi. Pada celah tersebut kita menemukan siklus antara 5 menit dan beberapa jam. Data perjam tersebut dikumpulkan oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). Analisa dari fluaktuasi tersebut sangat perlu untuk mendapat tempat yang berpotensi untuk dibangunnya turbin angin.


(28)

II. 5. Peta Angin

Sebagai contoh peta angin yang ditunjukkan pada Gambar 2.9, yang merupakan potensial kecepatan angin. Kecepatan angin diukur pada daerah datar.

[5]


(29)

BAB III

TEORI KONVERSI TENAGA ANGIN KE ENERGI LISTRIK

III. 1. Umum

Dalam rangka kemampuannya menangkap angin, mesin – mesin tersebut dapat dikelompokkan menurut aspek berikut (lihat Tabel 3.1)

[12]

Tabel 3.1 Aspek kemampuan Mesin

III. 2.

Prinsip Dasar Karakteristik Airfoil

Rata – rata semua mesin yang memanfaatkan energi angin menggunakan LIFT atau DRAG atau keduannya LIFT dan DRAG sebagai daya putar baling – baling. Setiap objek yang diletakkan pada aliran udara yang seragam pada setiap permukaannya dengan kecepatan W mengalami tekanan sebagai berikut :

[6]

• Tekanan gaya tegak lurus terhadap W : LIFT

• Tekanan gaya searah terhadap dengan W : DRAG

Sebagai contoh baling – baling pesawat terbang. Dimana W merupakan kecepatan relatif dari baling – baling. Lift tegak lurus W; Drag searah W. Pesawat diangkat oleh

Aspek Rotor Tenaga Angin

Orientasi rotor - sumbu searah angin Paralel dengan angin Tegak lurus dengan angin Orientasi permukaan landasan Sumbu horizontal

Sumbu vertikal

Faktor Sumbu dominan Lift

Drag

Pergerakan

Rotasi

Translasi (Kapal layar) Osilasi


(30)

gaya Lift. Dimana tidak diperlukan daya untuk menjaga pesawat tetap di udara, karena Lift tegak lurus dengan arah pesawat terbang (Faktanya hal ini benar jika baling – baling sangatlah panjang). Tenaga dari motor pesawat diperlukan untuk menggerakkan berlawanan gaya Drag pada sayap dan badan pesawat. Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

A W C

L L 2

2 1 ) (α × ρ

= (3.1a)

A W C

D D

2

2 1 ) (α × ρ

= (3.1b)

Gambar 3.1 Lift and Drag

Dimana A merupakan area c x b; c disebut chord dari bagian baling – baling dan α merupakan sudut serang.

Keterangan : CL

C

(α) disebut koefisien Lift

D

C

(α) disebut koefisien Drag

L(α) dan CD

½ρW

(α) tidak memiliki dimensi

2

adalah tekanan (N/m2

ρ adalah kerapatan (dalam hal ini udara); ρ )

air≈ 1.2 kgm

Persamaan (3.1a) dan (3.1b) merupakan persamaan yang penting bagi baling – baling, dimana kita dapat juga menjelaskan C

-3

L(α) dan CD(α) dari percobaan pada wind tunnel.

Dengan mengetahui A, α, dan W, sehingga kita dapat menentukan CL(α) dan CD(α) dengan


(31)

Gambar 3.2 di bawah ini menunjukkan perubahan CL dan CD dengan perubahan sudut α yang berbeda. Hal tersebut berguna untuk mengGambar kurva CL vs CD. Garis singgung

menunjukkan titik penting (A), dengan α = α0 (merupakan volume optimum), dimana

CD/CL = minimum atau CD/CL = maximum. Nilai CL dari jenis baling – baling pada poin A

sekitar 1. (CL ≈ 1); (CD/CL)max diantara 20 – 150. Sudut bersesuaian α dari 5o – 10o.

Gambar 3.2 Koefisien Lift CL(α) dan Drag CD

Untuk memahami bagaimana cara kerja Lift, aliran udara lembut mengelilingi baling - baling. Gambar 3.3 menunjukkan tekanan yang bersesuaian distribusi pada permukaan baling.

(α)

Gambar 3.3 Distribusi aliran dan tekanan sekitar baling – baling pada sudut α


(32)

Tekanan negatif pada bagian atas sisi "menarik" baling - baling, tekanan positif pada bagian bawah "mendorong" ke atas. Catatan bahwa kontribusi tekanan negatif untuk Lift pada sebelah atas lebih besar daripada tekanan positif pada sisi bawah. Jika sudut meningkat, distribusi tekanan menjadi lebih jelas dan meningkatnya Lift, maka CL

Pada titik tertentu (lebih tinggi) aliran udara mengalir dari sisi atas (Gambar 3.3). Hal ini disebut Stall. Distribusi tekanan negatif yang jelas dihilangkan dan memperkecil Lift

meningkat.

Gambar 3.4 Aliran melalui baling – baling pada kondisi stall

Turbin angin dapat menghasilkan daya yang optimal jika kecepatan angin yang datang tidak terlalu rendah dan tinggi. Jika kecepatan angin terlalu rendah, dibawah batas putar turbin maka turbin tidak akan berputar. Jika kecepatan angin terlalu tinggi diatas batas kecepatan maksimum yang bisa diterima turbin maka angin akan diblok oleh turbin. Diantara keduanya pada putaran turbin akan menghasilkan daya yang maximum.

Maka untuk memperoleh energi listrik yang optimal diperlukan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Potensi Angin

Potensi dan karakteristik angin pada suatu daerah terpilih akan menentukan daya keluaraan turbin angin. Karena daya rotor tergantung pada kecepatan angin maka agar diperolehnya daya rotor yang tinggi, maka kecepatan operasional SKEA harus sesuai dengan kerakteristik angin di lapangan.


(33)

2. Perbandingan Kecepatan Ujung Sudu (tip speed ratio)

Perbandingan kecepatan ujung sudu yang tinggi akan memberikan putaran rotor yang tinggi pula. Hal ini akan menurunkan perbandingan transmisi, berarti dapat meningkatkan efisiensi dan menurunkan harga. Akan tetapi, perbandingan kecepatan ujung sudu yang tinggi meningkatkan pengaruh gaya tahanan maka koefisien daya rotor tergantung pada perbandingan gaya angkat dan geser. Sudut optimum dari sudut serang yang menghasilkan nilai Angkat tertinggi terhadap Geser. Jika kecepatan angin meningkat, maka daya dan torsi akan meningkat juga, maka dapat digambarkan untuk tiap kecepatan angin.

[11]

Gambar 3.5 Daya dan torsi rotor angin sebagai fungsi kecepatan rotasi untuk kecepatan angin yang berbeda


(34)

2 2 2 1 3 2 1 : ) 4 . 3 ( ) 3 . 3 ( / ) 2 . 3 ( / R A rotor area dengan V R Speed Tip Rasio R AV Q C Torsi Koefisien AV P C Daya Koefisien Q P π λ = Ω = = =

Dimana, Ω = kecepatan rotasi (radians /sec) R = jari – jari rotor (m)

V = kecepatan angin (m/s)

Subtitusikan ke persamaan pertama, maka didapat :

λ ×

= Q

P C

C (3.5)

Keuntungan dari rotor dengan dimensi dan kecepatan angun yang berbeda dapat dibagi menjadi dua kurva CP –λ dan CQ

Gambar 3.6, merupakan kurva C –λ.

P –λ dan CQ–λ untuk tipe rotor angin dengan dua

baling – baling dan banyak baling – baling.

Gambar 3.6 Kurva Daya dan Torsi dari dua rotor angin sebagai fungsi rasio tip speed


(35)

Pada Gambar diatas nampak perbedaan yang jelas antara rotor banyak baling – baling yang beroperasi pada rasio tip speed rendah dan rotor dengan dua atau tiga baling – baling pada dengan rasio tip speed tinggi. Catatan bahwa koefisien daya maksimum rotor (disebut disain rasio tip speed λd

Rumus empiris untuk memperkirakan koefisien torsi start dari rotor terhadap fungsi disain rasio tip speednya adalah :

) tidak terlalu berbeda, tapi beda dengan torsi, pada saat torsi start (λ = 0) dan torsi maximum.

2 5 . 0

λ

=

START Q

C (3.6)

3. Penampang Airfoil

Penampang airfoil yang berbeda mempunyai perbandingan gaya angkat dan geser yang berbeda pula. Bila digunakan airfoil dengan perbandingan gaya angkat dan geser yang tinggi, koefisien daya rotor akan meningkat dan rotor mampu beroperasi dalam daerah perbandingan kecepatan ujung sudu yang tinggi. Kekesaran permukaan sudu mempengaruhi aerodinamik dan prestasi rotor. Kekasaran tersebut dapat diakibatkan oleh kontaminasi air hujan bercampur debu, kristalisasi air garam, serangga yang menempel dan erosi permukaan.

4. Jumlah Sudu

Jumlah sudu mempunyai pengaruh terhadap perbandingan kecepatan ujung sudu dan torsi rotor. Semakin kecil ujung sudu, semakin besar perbandingan kecepatan ujung sudu, tetapi semakin kecil torsi rotor. Jumlah sudu juga mempunyai pengaruh besar terhadap pembebanan struktur. Rotor dengan jumlah tiga sudu misalnya, lebih stabil dibandingkan dengan dua sudu sehingga rotor dengan jumlah tiga sudu juga mempunyai pengaruh getaran pada struktur lebih kecil dibandingkan dengan dua sudu.


(36)

Geometri atau bentuk sudu ditentukan oleh variasi radial chord dan sudut sudu sepanjang jari – jari rotor. Sudu dengan performansi tinggi memerlukan distribusi chord berbentuk hiperbola dan sudut sudu bervariasi. Rancangan sudu yang optimal menuntut perpaduan antara kebutuhan performansi aerodinamik yang tinggi, kekuataan struktur yang memadai dan tidak sukar dibuat.

6. Solidaritas Sudu

Solidaritas sudu merupakan perbandingan antara luas sudu dengan luas sapuan rotor.

rotor sapuan Luas

baling baling

Jumlah baling

baling Luas

Sudu s

Solidarita =( − )( − )

Solidaritas tersebut mempunyai pengaruh nyata terhadap jumlah bahan dan biaya. Solidaritas sudu ditentukan berdasarkan alasan – alasan aerodinamik pembebanan pada struktur dan stabilitas dinamik sudu rotor.

Adapun syarat – syarat untuk pemilihan material sudu adalah : 1. Biaya material dan pembuataan yang mudah.

2. adanya pengalaman penggunaan sudu sebelumnya dan tersedianya data rancangan.

3. daya tahan untuk penurunan pada lingkungan yang merugikan. 4. dapat diperbaiki.

5. tersedianya teknik pemeriksaan yang handal. 6. memiliki kemampuan sifat mekanik yaitu:

•modulus elastis yang tinggi untuk melawan tekukan.

•daya lelah (fatigue) untuk melawan permulaan dan perkembangan keretakaan pada pembebanan cyclic (Cycling Loading).

•Dapat lentur tanpa panas (duttility) yang tinggi untuk menghindari percepatan perkembangan keretakan.


(37)

III. 3. Efek Angka Reynolds Pada Karakteristik Airfoil

Kenyataannya koefisien Lift dan Drag tidak hanya bergantung pada α, tetapi juga pada ANGKA REYNOLDS.

[11]

Dimana angka Reynolds untuk baling – baling dapat didefinisikan sebagai berikut:

∪ ×

=W c

Re (3.7)

Dimana, W = kecepatan relatif (m/s) c = chord (m)

υ = kekentalan kinematik, untuk udara 15.10-6 m2 Catatan angka R

/s (pada suhu kamar)

e tidak berdimensi. Pada dasarnya angka Reynolds

memperhitungkan kekentalan relatif gaya ke gaya lain yang mengalir. Pada Gambar 3.7 menunjukkan karakteristik baling – baling NACA 4412 untuk angka Reynolds, yang merupakan nilai tertentu dari perubahan karakteristik Re yang sangat jauh


(38)

Gambar 3.7 koefisien Lift dan Drag untuk NACA 4412 pada angka Reynolds yang berbeda

Setelah diperhatikan bahwa nilai minimum dari (CD/CL) atau nilai maksimum dari

(CL/CD) merupakan nilai yang penting untuk merancang baling – baling. Gambar 3.7

menunjukkan (CL/CD)max

Untuk pesawat : Re > 10

dari tiap baling – baling pada angka Reynolds yang berbeda.

Untuk rotor angin : Re ≥ 10

6

6

Gambar 3.7 menunjukkan bagaimana (C

(untuk diameter rotor > 10 m)

L/CD)max yang bervariasi dengan angka Re

untuk profil yang berbeda. (CL/CD)max sesuai dengan titik A. Nilai CL pada titik ini untuk

profil yang berbeda kira – kira : CL

Kebanyakan data baling – baling cocok untuk angka Re yang tinggi (Re > 10

≈ 1.

6

Gambar 3.8 menunjukkan bahwa (C

). Namun masih ada beberapa yang masih memakai angka Re yang lebih rendah.

L/CD)max turun dengan menurunnya angka

Reynolds. Faktanya pada angka Re yang berkisar 105

NACA 65,618

NACA 66,618 NACA 64,612

NACA 4412 FX 61 – 147

GEDSER PLANT NACA 4312 NACA 23012

FX 225 – 52 FX 1057 – 876

WORTMANN STUTTGART FX 66 – S – 196

FX 602 - 158

SCHMITZ N 60

FX 60 – 125

10m Diameter ROTOR

Reynolds number Re

150

100

50

2 5 105 2 5 106 2 5 107

, lempengan yang dibengkokkan merupakan balin – baling yang cukup baik. Sebagai contoh Smitz 417a (biasanya disebut Göttingen 417).


(39)

Gambar 3.8 (CL/CD)max

berbeda – beda

bervariasi dengan angka Re yang

4. Transmisi Mekanik

Pada umumnya putaran turbin angin lebih rendah dari putaran generator.Untuk itu diperlukan transmisi untuk mempercepat putaran rotor sehingga sesuai dengan putaran generator. Tipe transmisi yang digunakan adalah transmisi roda gigi (gearbox) baik tunggal maupun bertingkat. Transmisi bertingkat dimaksudkan untuk mempermudah proses perubahan putaran dari putaran rendah ke putaran tinggi (untuk tingkat perbandingan transmisi [i] yang besar). Sebagai contoh, untuk mengubah putaran rotor dari 50 rpm menjadi 1500 rpm digunakan 2 tingkat transmisi putaran. Perbandingan masing – masing tingkat yaitu : i

[9]

1 = 6 dan i2

Sistem transmisi mekanik yang juga digunakan untuk sebuah Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) adalah penggunaan roda gila (flywheel). Roda gila ini dikenal juga dengan roda gaya. Roda gila adalah sebuah massa berputar yang digunakan sebagai penyimpan tenaga dalam mesin. Energi kinetik sebuah massa berputar adalah (½Iω

= 5, sehingga masing – masing roda gigi mempunyai putaran yaitu : RgA = 50 rpm, RgB = 300 rpm, RgC = 300 rpm (dikopel dengan RgB) dan RgD = 1500 rpm. RgD kemudian dihubungkan dengan poros generator. Kecepatan 1500 rpm sudah sesuai dengan putaran generator untuk menghasilkan listrik, Gambar 3.9 menunjukkan transmisi roda gigi 2 tingkat.

2

), dimana I adalah momen kelembaman dari suatu massa terhadap suatu sumbu putar dan ω adalah percepatan sudutnya. Jika kecepatannya dikurangi tenaga akan dikeluarkan oleh roda gila.


(40)

RgA

RgC RgB

RgD

i = 61

i = 62

Poros

Rotor

Poros

Generator

Poros Lengan

Bantalan

Gambar 3.9 Transmisi roda gigi 2 tingkat

Oleh karena itu roda gila digunakan pada turbin angin, disamping untuk memperbesar putaran, roda gila jika berfungsi untuk mempertahankan putaran poros generatornya tetap bisa dipertahankan sekonstan mungkin.

Jika rasio transmisi mekanik optimum didapat maka kurva elektrik keluaran dan hubungan antara kecepatan output angin dan sistem juga dapat ditemukan.

Kurva P(V) dari Gambar 3.10 merupakan kurva tipe windtunnel, karena data rotor dibagi dari tes windtunnel. Kurva Aktual P(V) diukur di lokasi akan lebih rendah dari kurva windtunnelnya, karena adanya variasi dari kecepatan dan arah angin.


(41)

Gambar 3.10 menemukan hubungan kecepatan angin – daya keluaran dari generator yang terkopel ke rotor angin III. 5. Generator

Generator berfungsi untuk mengkonversikan energi rotasional menjadi energi listrik. Energi angin yang menyebabkan rotor berputar dan melalui transmisi akan memutar generator dan selanjutnya akan menghasilkan energi listrik. Pada SKEA dibagi dalam dua kelompok yaitu generator kecepatan konstan dan generator kecepatan variabel.

III. 5. 1. Generator Sinkron

Pemilihan tipe generator konstan didasarkan oleh besarnya putaran yang dihasilkan oleh putaran rotor turbin angin setelah sebelumnya putaran tersebut diperbesar oleh roda gigi. Hal ini sesuai dengan persamaan :

[9]

p f ns

120

= (3.8)

Dimana : ns

f = frekuensi (Hz)

= putaran sinkron generator (rpm)

p = jumlah kutub

Pada generator sinkron besarnya putaran sinkron sama dengan putaran rotor turbin, sehingga jumlah kutub generator dapat ditentukan.

Umumnya generator sinkron dirancang berkutub dalam dimana belitan medan (sistem eksitasi) berada pada bagian yang bergerak (rotor) dan belitan jangkar berada pada bagian yang diam (stator). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bunga api pada sikat arang dan cincin geser, terutama untuk tegangan yang tinggi dan arus yang besar yang dibangkitkan generator.

Sistem pembangkit generator sinkron dengan penguat DC dperlihatkan pada Gambar 3.11. Arus penguatan DC diambil dari keluaran generator yang kemudian disearahkan oleh komponen penyearah (rectifier).

Saat rotor berputar pada kecepatan sinkron, fluksi yang dihasilkan oleh arus medan akan ikut berputar sehingga akan memotong kumparan jangkar yang terdapat pada stator.


(42)

Akibatnya akan timbul gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan jangkar yang besarnya adalah :

E = CnsΦ (3.9)

Dimana :

E = tegangan yang dibangkitkan jangkar (volt) C = konstanta generator

ns

Φ = fluksi yang dihasilkan oleh arus medan (weber)

= putaran sinkron (rpm)

Generator Sinkron Angin

Saluran Daya

Beban

Kecepatan Konstan

Transformator Penyearah

Gambar 3.11. Sistem pembangkit turbin angin dengan generator sinkron

Karena putaran yang dihasilkan dipertahankan konstan maka tegangan (GGL) yang dibangkitkan generator dapat diatur dengan mengatur arus penguatan atau arus medan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga tegangan yang dibangkitkan generator tetap konstan, terutama akibat beban yang selalu bervariasi setiap saat.

III. 5. 2. Generator Induksi Rotor Sangkar

Pada hubungan AC – DC – AC, generator AC secara mekanik dikopel terus menerus ke turbin angin dengan kecepatan konstan dan menghasilkan arus bolak – balik yang dilewatkan melalui penyearah dan dikonversikan lagi oleh inverter untuk mendapatkan frekuensi yang diinginkan (Gambar 3.12).

[8]

Jenis generator ini digunakan pada poros turbin angin yang mempunyai putaran yang relatif konstan. Untuk lokasi yang mempunyai variabel kecepatan angin yang relatif konstan tanpa pengontrolan putaran rotor turbin angin, generator ini menjadi pilihan yang


(43)

paling baik. Generator induksi rotor sangkar adalah generator yang paling sederhana dan mempunyai harga paling murah dibandingkan generator yang lainnya.

Saat generator induksi distart berputar, magnet sisa pada rangkaian medan akan menghasilkan sedikit tegangan. Tegangan ini akan menghasilkan arus kapasitif. Karena rotor terus berputar maka arus kapasitif ini akan menaikkan tegangan. Tegangan yang semakin besar akan menaikkan arus kapasitifnya dan sampai tegangan penuh dihasilkan.

Gambar 3.12 Hubungan AC – DC – AC

Mesin induksi akan beroperasi menjadi generator apabila putaran rotornya lebih besar dari putaran sinkronnya. Karena prinsip pembangkitan tegangannya adalah berupa induksi tegangan, maka antara putaran sinkron dan putaran rotor generator harus mempunyai perbedaan relatif yang disebut slip. Besarnya slip ini dinyatakan dengan :

s r s

n n n

S = − (3.10)

Dimana :


(44)

ns

n

= kecepatan sinkron (rpm) r

Jika putaran rotor lebih kecil dari putaran sinkron atau slipnya positif maka mesin berfungsi sebagai motor. Tetapi bila putaran rotornya lebih besar atau slipnya negatif maka mesin berfungsi sebagai generator dan energi listrik akan mengalir ke jaringan. Oleh karena itu pemilihan konstruksi dari generator harus disesuaikan dengan batas – batas pengoperasian turbin angin. Artinya saat kecepatan angin minimum. Putaran rotornya harus lebih besar dari kecepatan sinkronnya sehingga mesin tetap berfungsi sebagai generator. Jika pada kecepatan angin rendah, dimana kecepatan rotor berada dibawah sinkronnya, maka torsi akan berbalik. Dan jika hal ini terjadi maka generator akan berubah menjadi motor (mesin harus dimatikan).

= kecepatan rotor (rpm)

III. 5. 3. Generator Kecepatan Variabel

Generator kecepatan variabel dihubungkan pada poros turbin angin yang berputar dengan kecepatan yang sangat bervariasi atau tidak konstan. Akibat fluktuasi dari kecepatan angin yang besar, sistem ini juga membutuhkan pengontrolan putaran dan daya rotor turbin angin. Disamping itu pengontrolan juga dilakukan dengan memperbaiki karakteristik operasi dari generator yang digunakan. Yang berarti pengontrolan dilakukan pada daya masukan turbin angin (pengaturan sudu – sudu rotor turbin) dan keluaran turbin angin (perbaikan karakteristik generatornya). Keuntungan utama dari penggunaan generator kecepatan variabel ini adalah karakteristik generator yang tetap menghasilkan daya maksimum meskipun kecepatan angin melampaui batas puncak dari pengesetannya. Hal ini dapat dilakukan dengan pengontrolan tahanan belitan rotor pada generator induksi rotor lilit. Tipe generator ini mempunyai harga yang dihasilkan dari evaluasi ulang dengan penambahan pengeluaran biaya.

Prinsip kerja generator induksi rotor lilit ini sama dengan generator induksi rotor sangkar. Salah satu keuntungan konstruksi dari rotor lilit adalah adanya kemungkinan penambahan tahanan belitan rotor dari luar. Penambahan tahanan belitan rotor ini akan memperlebar batas pengoperasian generator dengan kecepatan yang semakin besar. Pada saat kecepatan angin maksimum, generator tidak efektif lagi beroperasi karena torsi dan daya yang semakin menurun. Tetapi dengan adanya penambahan tahanan belitan rotor


(45)

dari luar, besarnya slip akan bisa dikontrol dengan torsi dan daya yang dihasilkan tetap maksimum. Hal ini sesuai dengan persamaan 3.11:

2 2 X R

Smaks =− (3.11) Dimana :

Smaks

R

= Slip maksimum 2

X

= Tahanan total belitan rotor (ohm) 2

Tanda (–) menunjukkan bahwa putaran rotor lebih besar dari putaran sinkronnya. = Reaktansi belitan rotor (ohm)

Dari persamaan diatas maka diperoleh bahwa penambahan tahanan luar akan menambah tahanan belitan rotor (R2

Jenis tahanan variabel yang sering digunakan terbuat dari rheostat liquid dengan bahan dielektrik dari sodium carbonate yang berfungsi sebagai penukar panas saat kecepatan (putaran rotor) semakin besar.

) yang berarti besarnya slip semakin kecil dan kecepatan rotor semakin besar dengan torsi dan daya yang dihasilkan tetap maksimum.

III. 6. Pengaturan Putaran Generator

Besarnya putaran generator sangat tergantung dari kecepatan angin yang sedang bertiup. Saat energi angin menerpa sudu (baling – baling), rotor akan berputar. Putaran rotor turbin angin ini melalui transmisi mekanis akan memutar poros generator yang artinya putaran generator sebanding dengan putaran rotor turbin angin.

Untuk memperoleh putaran rotor turbin angin yang konstan (stabil) dapat dilakukan dengan mengatur daya yang diterima oleh sudu rotor dengan mengubah – ubah kemiringan sudu rotor tehadap angin. Perubahan sudut sudu (ά) turbin angin ini akan mengubah efisiensi aerodinamis dari sudunya sehingga perbandingan kecepatan ujung

sudu terhadap kecepatan angin (λ) juga akan berubah. Perubahan λ ini dapat dinyatakan

sebagai berikut :

i V

R

ω

λ = (3.12)

Dimana :


(46)

ω = kecepatan sudut rotor (rad/s)

R = jari – jari rotor (m) Vi

Saat kecepatan angin berada pada kecepatan yang nominal (V = kecepatan angin (m/s)

rated

Saat kecepatan angin turun dari kecepatan nominal, daya dan putaran yang dihasilkan oleh turbin angin juga turun dari nominalnya. Pada kondisi ini perbandingan

kecepatan ujung sudu (λ) makin besar sehingga koefisien dayanya pun akan semakin

rendah. Agar putarannya tetap konstan, pada sistem transmisi mekanisnya disamping menggunakan roda gigi, penggunaan roda gila atau roda daya (flywhell) juga sangat membantu untuk membuat putarannya konstan. Kerja dari roda daya ini adalah saat kecepatan angin semakin besar dari kecepatan nominalnya, kelebihan daya tersebut disimpan oleh roda daya. Dan pada saat kecepatan angin lebih rendah dari nominalnya, daya yang disimpan oleh roda daya tersebut akan dikeluarkan dan mensupplai kekurangan daya pada porosnya sehingga putarannya tetap konstan.

) daya dan putaran yang dihasilkan oleh turbin angin berada pada kondisi nominal kerja generator. Artinya, untuk generator sinkron putaran yang dihasilkan adalah putaran sinkron dengan daya nominal. Dengan naiknya kecepatan angin dari kecepatan nominal maka daya yang dihasilkan turbin angin juga akan naik dan demikian pula putaran rotornya. Karena daya yang diterima oleh turbin angin telah melewati daya nominal generator, maka aperlu dilakukan pengaturan daya dan putaran sehingga tetap berada pada kondisi nominalnya.

Pengaturan daya dan putaran dari sudu rotor dengan pitch variabel sudu dapat delakukan dengan cara :

1. Mengatur posisi pitch baling – baling sudu terhadapa arah angin dengan posisi rotor tetap menghadap angin.

2. Mengubah posisi rotor terhadap arah angin, sementara baling – baling sudunya tetap.

Prinsip kerja dari pengaturan tersebut adalah mengubah – ubah besarnya daya yang diterima oleh baling – baling rotor sehingga koefisien daya (Cp) yang dihasilkan

akan berubah – ubah dan daya dan putaran yang dihasilkan oleh turbin dapat diatur.


(47)

Penyimpanan energi listrik pada SKEA biasanya digunakan baterai penyimpan (Gambar 3.13). Sistem penyimpanan baterai ini terdapat pada SKEA yang relatif sederhana dan ditempatkan secara tersendiri. Penggunaan baterai ini diperuntukkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemakaian energi karena sumber daya yang dihasilkan tidak tetap setiap saat atau tidak cukup untuk melayani permintaan beban pada saat itu. Sebagai contoh, untuk penerangan dan peralatan lainnya sering memerlukan daya pada saat angin tidak berhembus.

Pada dasarnya sistem penyimpanan baterai merupakan pembangkit pengisian baterai. Generator mengisi suatu bank baterai dengan daya DC melalui pengatur tegangan (voltage regulator). Pengatur tegangan berfungsi untuk menjaga baterai dari kelebihan pengisian (over charger) yang dapat merusak baterai. Disamping itu pengatur tegangan juga membatasi tegangan pengisian dan menurunkan arus yang melewati sel baterai saat mencapai pengisian puncak.

Jenis baterai penyimpanan biasanya menggunakan jenis baterai asam timbal (tipe industri). Ukuran baterai penyimpanan harus mampu menyimpan sejumlah energi yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Mengingat kecepatan angin berfluktuasi maka produksi energi turbin angin bisa melebihi atau kurang dari kebutuhan.

Untuk menghindari keadaan tersebut, penggunaan baterai penyimpan tambahan dapat berguna untuk menghindari kelebihan daya yang dibangkitkan oleh turbin angin. Dimana baterai akan mensupplai sistem pada saat energi angin rendah dan mengisi baterai tambahan saat energi angin melebihi kebutuhan. Jika tidak ada baterai penyimpan tambahan, kadang kala pada sistem pembangkit tenaga angin ini dilengkapi dengan dump load berupa resistansi pemanas yang berfungsi sebagai proteksi terhadap beban lebih pada saat daya yang dibangkitkan turbin melebihi permintaan beban (termasuk baterai penyimpan).


(48)

Gambar 3.13 Instalasi Turbin Angin

III. 8. Perancangan rotor untuk kecepatan generator

Untuk mendisain rotor yang dibutuhkan untuk generator diperlukan adanya tambahan data seperti Vcut-in dan Vr (kecepatan rata – rata) yang diperlukan. Kecepatan start angin

Vstart merupakan kecepatan saat rotor mulai beroperasi, contohnya pada kecepatan rotor

dapat mengatasi torsi start dari generator dan gearbox. Pada Vin, walaupun rotor sudah

menghasilkan tenaga yang cukup Pmech (nin) dan mulai memproduksi daya net. Dalam

mendisain rotor untuk generator, pemilihan rasio tip speed tidak serumit kelihatannya. Kebanyakan rotor dengan dua atau tiga baling – baling akan dipilih, jadi rasio tip speednya berkisar antara 5 dan 8. Sebagai contoh sejumlah perbandingan kecepatan ujung sudu dari 5, 6, 7, dan 8. Untuk tiap rotor, rasio transmisi yang cocok harus dipilih dan kemudian kurva P(V) dapat ditentukan dari nilai Vcut-in dan Vr

Sebagai pengganti untuk metode trial dan error, prosedur selanjutnya dapat diaplikasikan untuk generator dari kecepatan berubah – ubah yang diijinkan sejalan dengan kecepatan angin. Artinya perlu suatu penjagaan yang khusus untuk daya mekanik


(49)

yang tidak berubah agar generator dijaga pada kemampuan maksimumnya yang dikirim dari rotor. Khususnya pada saat kecepatan angin yang rendah yang mengarah pada asumsi bahwa Cp = Cpmax pada Vin

Indikasi pertama adalah rasio kecepatan konstan (λ . d in r in r V V n n = ×

) yang dapat dijaga yang dapat dijumpai pada kecepatan generator dan rotor.

(3.13)

Jika nr lebih kecil daripada nilai yang diberikan pada persamaan 3.13, kemudian

rasio kecepatan tidak bisa dijaga konstan maka harus dipakai metode lain. Jika nr jauh

lebih tinggi, kemudian Pr kemungkinan tidak dapat dicapai pada Vr maka salah satu dari

pilihannya salah. Disini kita asumsikan nr

Pertama daerah rotor A dapat ditentukan dengan :

memiliki nilai yang tepat.

3

max 12

)

( in tr in

mech n Cp AV

P = ×η × ρ (3.14)

Ketika area rotor ditemukan harus diperiksa walaupun daya rata – rata Pr

r r G

tr AV P Cpmax× × 3 >

2 1 ρ

η η

dapat diproduksi pada kecepatan tertentu :

(3.15)

Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka harus meningkatkan area rotor menurut atau menerima nilai yang lebih tinggi dari Vr. Kemudian, hubungan antara λd dan i dapat

ditemukan dengan asumsi bahwa Cp = Cpmax pada Vin (nin

in in d V R n i= × ×

× π

λ 2

(rps)) :

(3.15)

Pada dasarnya kombinasi mana pun dari rasio tip speed dan i dapat dipilih. Batasannya adalah jika rasio tip speed lebih besar maka makin rendah torsi start dari rotor. Kita harus menjamin bahwa rotor dapat beroperasi pada kecepatan angin Vstart yang

lebih rendah daripada Vin

2 5 , 0 d Qstart C λ =

. Torsi start didapat dengan perumusan empiris berikut:

(3.16) Maka : R A V i Q start d start 2

2 12

5 , 0 ρ λ × =


(50)

Disini kita mengabaikan torsi start pada gearbox, karena secara umum jauh lebih rendah daripada torsi start generator dan i. Dengan menyadari bahwa Vstart < Vin

( )

start in d Q R A V i 2 2 2 1 5 , 0 ρ

λ × <

, sehingga dapat disubtitusikan dengan persamaan 3.17 maka dapat ditulis :

(3.18) Kombinasikan persamaan 3.18 dengan 3.15, maka :

( )

start in in d Q n A V × ×

< π ρ

λ 2 2 1 5 , 0 3 (3.19)

III. 9. Kurva Daya

Kita sudah membahas karakteristik rotor. jika rotor digabungkan ke suatu beban, pembangkit elektrik atau pompa. Kemudian kita perlu mengetahui karakteristik beban tersebut untuk menentukan performansi dari sistem rotor - generator atau rotor - pompa.

[12]

Kurva daya P(V) memberikan keluaran daya dari generator angin sebagai fungsi kecepatan angin. hal itu dapat dinyatakan sebagai berikut :

A V C

V

P P sistem 3

2 1 )

( )

( = ×η × ρ (3.20)

dimana η adalah efisiensi beban ( transmisi dan generator). CP = CP

Tetapi pertimbangkan suatu sistem ideal, dengan rotor berputar pada nilai maksimum dari koefisien daya pada semua kecepatan angin dan beban pada efisiensi konstan tinggi, hal ini ditunjukkan Gambar 3.14.

( V) dan ( melalui rpm dan beban ) secara tidak langsung juga merupakan suatu fungsi lemah dari kecepatan angin


(51)

Vcut - in Vrated Vcut - out V

Pmax

P(V)

P(V) = Cp

max η 1/2ρV3 A

IDEAL

RIL

G ambar 3.14 Kurva daya ideal dan riil

Pada kenyataannya, pada kecepatan angin Vrated tertentu daya keluaran (cth :

kapasitas generator yang terpasang ) dijaga konstan. Hal tersebut tidaklah bermanfaat untuk memasang kapasitas generator lebih untuk periode yang sangat pendek yang kecepatan anginnya lebih tinggi yang sesuai dengan beban mekanik tinggi yang terpasang pada sistem (dan juga biaya sistem yang tinggi). Vrated normalnya dipilih mendekati

2xVaverage

Ada juga kecepatan cut – in dan biasanya kecepatan cut – out yang memberhentikan mesin (contoh : pada saat badai). Dengan batasan ini dapat disebut realistik mesin ideal.

pada lokasi tersebut.

Dua sistem generator utama pada turbin angin adalah :

• Generator induksi ( dan rotor ) yang langsung dikoplingkan ke jala – jala yang beroperasi dengan kecepatan mendekati konstan r.p.m

• Generator sinkron ( dan rotor ) yang beroperasi pada kecepatan berubah – ubah yang dihubungkan ke jala – jala melalui konverter elektronik.

Sistem pertama ini sederhana dan sempurna secara teknologi namun tidak cocok untuk rotor dengan beroperasi dibawah nilai koefisien daya maksimum. Tipe kurva daya ditunjukkan pada Gambar 3.15


(52)

Sistem kedua ini merupakan teknologi yang lebih maju dimana sistem menjaga kecepatan rotor sebanding dengan kecepatan angin dan operasinya mesin pada saat perbandinagn kecepatan ujung sudu optimal λ = λopt , yang sering dipakai dilapangan

(Gambar 3.15 ).

Gambar 3.15 kurva efisiensi daya untuk turbin dengan generator yang berbeda

III. 10. Produksi Energi Tahunan SKEA

Potensi energi tahunan dari sebuah turbin angin didasarkan pada besarnya energi angin, bentuk karakteristik turbin dan waktu untuk perbaikan dari turbin angin. Produksi energi tahunan dari sebuah turbin angin ditentukan dengan persamaan dibawah yaitu :

= co

ci V

V

f PV F V V A

AEP 8760σ ( ) ( ) (3.21)

Dimana :

AEP = Produksi energi tahunan SKEA (KWH)


(53)

F(V) = Distribusi frekuensi kecepatan angin (pu) Vci

V

= Kecepatan angin minimum (m/s) co

σ = Perbandingan kerapatan udara

= Kecepatan angin maksimum (m/s)

Af

Variasi harga kelayakan dari A

= Faktor ketersediaan suku cadang pada waktu perbaikan.

f

Perbandingan kerapatan udara adalah :

berkisar antara 0,85 – 0,95 untuk turbin angin komersial. t p t p pt o o o 336 , 17 = = = ρρ

σ (3.22)

Dimana :

σ = Perbandingan kerapatan udara ρ = Massa jenis udara (kg/m3

ρ

)

o = Massa jenis udara standar pada 70 oF(15,6 oC) yaitu 12 N/m p = tekanan udara sekitar (N/m

3

2

p

) o

= tekanan udara standar (101300 N/m2 t = temperatur udara dalam derajat rankine

)

Jika data tersebut ditabulasikan dengan dasar kenaikan distribusi frekuensi kecepatan angin, ΔVi

= ∆ = n i i i i

f PV F V V A AEP 1 ) ( ) ( 8760σ

persamaan 3.22, menjadi :

(3.23)

Dimana : Vi = median kecepatan angin dengan pertambahan i (m/s) P(Vi) = daya keluaran pada kecepatan Vi (watt)

F(Vi) = persentasi kejadian angin dengan pertambahan kenaikan i (pu) n = jumlah kenaikan kecepatan angin

Jika kita mengetahui kurva daya dari turbin angin dan distribusi dari kecepatan angin pada lokasi tertentu dimana akan dipasang turbin angin, sangatlah mudah untuk menghitung produksi energi tahunan. Ide dasarnya ditunjukkan pada Gambar 3.16.

Jika kita mengetahui daya keluaran turbin angin pada interval kecepatan angin dan jumlah jam dalam setahun maka kecepatan angin terdapat pada interval tersebut, kemudian energi yang diproduksi pada interval tersebut merupakan hasil dari keduanya


(54)

dengan menambah produksi energi di semua interval. Tambahkan produksi energi itu kedalam semua interval yang akan memberikan total produksi energi tahunan Ea

400

300

200

100

0 5 10 15 20

200 400 600 800 1000

5 10 15 20

50 100 150 200

5 10 15 20 0

0

Distribusi Kecepatan Angin

dikalikan secara vertikal dihasilkan

Produksi Energi dalam interval kecepatan Angin

P(V)

V

.

Gambar 3.16 Produksi energi tahunan[12]

Dapat diekspresikan di kurva daya P(V) dan frekuensi fungsi probabilitas untuk kecepatan angin f(V)

(Wh/tahun) V

f(V) P(V) T

Ea =

× ∂ (3.24)

Dimana T adalah jumlah jam selama setahun (8760).


(55)

Faktor energi dan kapasitas yang spesifik. Kiranya kita mempunyai mesin, adalah hal yang mungkin untuk mengekstrak daya pada nilai konstan dari koefisien daya CP dan

efisiensi η pada semua kecepatan angin, sebagai contoh pada nilai maksimum (cP .η)max

Kemudian, . ) ( × ×

= V A Watt

2 1 ) C (

P(V) P η max ρ 3 (3.25)

Dengan persamaan 3.25 dapat kita temukan :

× ∂ × = ) ( ) ) 2 1 ( ) C ( T

Ea P η max A ρV3 f V V (3.26)

Atau menggunakan persamaan 3.27

) 2 1 ( k A ) (C T

Ea = P×η max× × E ρVav3 (3.27)

Sekarang nilai tipe untuk iklim kE di eropa barat adalah 1,9. Sebagai shape faktor k

adalah 2. Nilai yang bagus untuk CP

(

)

(Wh/tahun) 2 1 A T 77 , 0

Ea = × × ρVav3

adalah 0.45 ; dan η = 0.9,

(3.28)

Dengan kerapatan air ρ=1.2

) / ( 46 , 0

Ea = ×Vav3 ×A×T Wh tahun (3.29)

Atau dengan,

hun) (kWh/m2/ta C

Ea = E×Vav3 (3.30)

maka kita temukan “nilai teoritis”,

hun) (kWh/m2/ta )

4,0(

Ea = Vav3 (3.31)

Dengan mengindikasikan bahwa produksi rotor tahunan per m2 (sapuan) pertahun tentunya hal itu merupakan nilai yang sensitif untuk nilai rata – rata kecepatan angin. CE

disebut “faktor energi spesifik” dan merupakan ukuran dari efektivitas pengekstrakan energi oleh turbin angin pada semua cakupan kecepatan angin. Tentunya mesin ril menjaga keluaran daya konstan diatas kecepatan angin rata – rata Vrated (rugi – rugi 5 –


(56)

sekarang nilai 3,5 dari spesifikasi faktor energi yang merupakan nilai umum untuk disain turbin angin yang sangat bagus.

) / / ( ) ( 5 , 3

EaVav3 kWh m2 tahun (3.32)

Faktanya nilai dari CP dan η berturut – turut adalah 0,5 dan 0,95. artinya pada suatu

lokasi daratan yang baik dengan rata kecepatan angin pada tinggi poros 7 m/s, dengan hasil energi adalah 1.200 kWh/m2 tahun. Jelas bahwa generator angin hanya

memproduksi daya rata – ratanya selama sebagian kecil waktu. Hal ini dapat dirumuskan oleh CF

Umumnya nilai tersebut berkisar antara 2.000 dan 2.500 jam pertahun dimana suatu mesin komersil dalam beberapa hal dipasang pada suatu lokasi dengan kecepatan angin yang tinggi, faktor kapasitasnya hampir mendekati 0,5 tetapi hal ini seperti dikatakan terkecuali. Kadang – kadang kita menemukan rata – rata daya keluaran yang spesifik yang digunakan sebagai pengganti persamaan 3.32. Hal ini ditemukan dengan membagi hasilnya dengan 8760 dan mengkonversikannya dari kW ke watt. Maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

, “faktor kapasitas", yang digambarkan sebagai persentase dari waktu generator yang beroperasi pada daya rata – rata untuk memproduksi jumlah energi yang sama yang diproduksinya selama periode tersebut. Nilai dari faktor kapasitas berkisar antara 0,2 – 0,3, setara dengan beroperasinya selama 1.750 – 2.600 jam per tahun pada daya rata – rata. ) / ( ) ( 4 ,

0 3 2

, V Watt m

Pavetahunanav (3.33a) Catatan, untuk generator angin dengan elektrik yang kecil, suatu nilai yang rendah dicapai ) / ( ) ( ) 3 , 0 2 , 0

( 3 2

, V Watt m

Pavetahunan ≈ − av (3.33b) Dan untuk pompa angin

) / ( ) ( ) 15 , 0 05 , 0

( 3 2

, V Watt m

Pavetahunan ≈ − av (3.33c)


(57)

Sekarang dapat kita mengerti karakteristik dari rotor riil ( Gambar 3.16). sebelah kiri kita menggunakan rotor slow running dengan banyak sudu. Pada sebelah kanan kita melihat rotor fast running dengan beberapa sudu.

Rotor slow running memiliki TORSI TINGGI, RPM RENDAH Rotor Fast running memiliki TORSI RENDAH, RPM TINGGI

Rotor slow running digunakan untuk pompa piston, yang membutuhkan torsi yang besar dan relatif bekerja pada kecepatan rendah.

Rotor Fast running digunakan untuk pembangkit elektrik. Generator bekerja pada kecepatan tinggi dan torsi rendah. Pada umumnya kecepatan rotor masih terlalu rendah dan (kecuali untuk mesin sangat kecil) makanya selalu ada gearbox antara rotor dan generator.

V R R

V M C

A V P

CP = M = λ=Ω

π ρ

ρ 3 2 3

2 1 2

1 (3.34)

III. 13. Penyimpangan Karakteristik Kekuatan dari Rotor

Sampai saat ini kita membicarakan karakteristik dari rotor jika arah angin tegak lurus ke badan rotor. Pada prakteknya arah angin selalu berfluktuasi, jadi rotor tidak akan pernah diarahkan persis ke arah angin (Gambar 3.17).

[11]

Untuk WECS kecil, khususnya pompa angin, Rotor akan berangsur - angsur berhenti pada kecepatan angin yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk alasan kontrol dan keamanan, seperti :

a) untuk membatasi kecepatan putaran dari rotor, pompa dll. b) untuk membatasi kekuatan dari rotor dan menara.

Untuk mematikan rotor disebut dengan istilah YAWING. jika sistem menyimpangkan rotor maka rotor akan beroperasi secara langsung dengan kekuatan aerodinamik angin pada rotor dan sudu tambahan dan lebih lanjut dengan kekuatan dari gravitasi atau pegas, seperti sistem yang disebut sistem kontrol pasif yaw.


(58)

Keselamatan dan kontrol dilakukan dengan teliti dan dipisahkan menjadi 2 modul yang terpisah.

Pada bagian ini akan didiskusikan tentang beberapa karakteristik gaya yang berlaku pada rotor. Dengan mempertimbangkan rotor dalam penyimpangan pada sudut δ ke arah angin. Jika rotor menyimpang, kemudian semua gaya berperan pada semua elemen dari sudu rotor dapat dikombinasikan menjadi dua gaya di pusat rotor dan momen (Gambar 3.18).

Gambar 3.17 Karakteristik Rotor


(59)

Kedua gaya ini adalah gaya aksial Fax (sepanjang sumbu rotor ) dan gaya sisi Fs (pada

badan rotor tegak lurus Fax ). Momen Mso

Dapat kita jelaskan koefisien tidak berdimensi untuk gaya ini, sama seperti definisi sebelumnya.

, yang mana cenderung mendorong rotor kearah angin lagi , kadang disebut momen orientasi sendiri. Momen ini dihasilkan oleh distribusi non simetris dari gaya pada sudu rotor.

2 2 2 1 ) ( ) , ( R V F C ax Fax π ρ δ δ

λ = (3.35)

18 koefisien daya aksial pada penyimpangan.

2 2 2 1 ) ( ) , ( R V F C s Fs π ρ δ δ

λ = (3.36)

3 2 2 1 ) ( ) , ( R V M CMso so

π ρ

δ δ

λ = (3.37)

Dan tambahan koefisien tenaga,

2 3 2 1 ) ( ) , ( R V P Cp π ρ δ δ

λ = (3.38)

Jadi semua koefisien bukan merupakan fungsi dari λ tetapi juga sudut penyimpangan

δ. Kurva tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.19 kurva Cp(λ,0) contohnya Cp sebagai


(60)

Indeks δ

75 60 45 30 15 0

o o o o

o o

0 0,10 0,20 0,30

0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

CP

λ

Gambar 3.19 Kurva Cp

dari CWD 2000

-λ untuk sudut penyimpangan yang berbeda δ

Gambar dibawah ini merupakan pengukuran dari gaya angin pada rotor turbin angin, khususnya rotor slow running.

Kurva tersebut jelas menunjukkan tenaga yang dikurangi akibat penyimpangan dan juga kecepatan rotor maksimum yang dikurangi.

C Catatan 1:

Fax untuk δ = 0, mendekati 1 dekat titik rancang (λ = 1.6, lihat Gambar 3.20). Nilai

untuk rotor fast running dengan dua sudu hampir sama. Seperti nilai yang dibandingkan dengan koefisien drag dari plat bulat yang solid pada ukurannya yang sama dengan rotor. Hal ini jelas menunjukkan perlunya sistem keamanan pada kecepatan angin yang tinggi. Jadi penyimpangan mengurangi gaya aksial rotor.


(61)

Indeks δ

0,20 0,40 0,60 0,80

0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

75 60 45 30 15 0

o o

o o

o o

λ

0

CM

Gambar 3.20 Gaya aksial (CFax

yang berbeda untuk CWD 2000

(λ,δ)) untuk penyimpangan sudut

Gaya sisi sekitar 30o sampai 45o menjadi sangat penting dan cenderung mendorong rotor keluar dari angin.


(62)

PRODUKSI ENERGI APLIKASI PANTAI CERMIN

IV. 1. Umum

Untuk turbin angin yang telah terpasang dan yang telah beroperasi di Pantai Cermin harus dilakukan mode pengoperasian reguler. Dimana harus dievaluasi baik pada potensi, performansi, keandalan dan harga perawatannya. Pada evaluasi performansi dan perlunya prosedur standar untuk pemrosesan data yang diambil dari pengetesan pabrik, perawatan rutin dan kalibrasi pengukuran peralatan dan pengecekan silang frekuensi pada data performansi yang akan dirawat.

IV. 1. 1. Potensi Pemanfaatan Tenaga Angin Di Pantai Cermin

Potensi kecepatan angin didaerah Sumatera Utara khususnya Pantai Cermin relatif rendah. Dari hasil pengukuran rata – rata kecepatan angin bulanan selama tahun 2008 di daerah Pantai Cermin berkisar 2,49 m/s dan kecepatan ini tergolong kelas 1 (Tabel 4.1). Sesuai dengan Tabel 4.1. mengindikasikan bahwa tingkat energi angin di Pantai Cermin adalah buruk.

Tabel 4.1. Indikasi tingkat energi angin di Indonesia Kelas Kecepatan Angin rata – rata tahunan

Pada ketinggian 33 ft (10 m)

Indikasi tingkat sumber energi angin 1 Dibawah 10 mil/jam (< 4,5 m/s) Buruk

2 10 mil/jam – 12 mil/jam (4,5 m/s – 5,4 m/s) sedang

3 12 mil/jam – 15 mil/jam (5,4 m/s – 6,7 m/s) Bagus hingga sangat bagus

4 Diatas 15 mil/jam Luar biasa

Namun demikian di daerah tersebut dapat didirikan sistem pembangkit listrik tenaga angin dengan dilakukannya survei dan studi lapangan lebih lanjut mengenai pemanfaatan daerah tersebut. Maka perlu dicari kerapatan daya dan kerapatan energi angin di Pantai Cermin (persamaan 4.1 dan 4.2). Berdasarkan Tabel dibawah, perhitungan diambil pada bulan desember yang merupakan bulan yang paling besar kecepatan anginnya. Kerapatan daya anginnya adalah :

3

2 1

i V A


(63)

Tabel 4.2. Kecepatan angin bulan Desember 2008

Tanggal Kec. Angin Rata – Rata (m/s) Arah Terbanyak

01 3.899 E

02 2.165 E

03 2.471 N

04 2.318 VRB

05 2.573 W

06 2.369 N

07 2.471 NW

08 3.134 VRB

09 2.777 N

10 1.706 N

11 2.522 N

12 1.961 N

13 2.573 N

14 2.624 VRB

15 1.961 N

16 2.012 VRB

17 2.216 N

18 2.267 NW

19 2.42 NW

20 1.961 N

21 3.899 NW

22 2.165 VRB

23 2.471 S

24 2.318 N

25 2.573 N

26 2.369 N

27 2.471 N


(1)

5. Mengevaluasikan pendanaan termasuk pajak negara, penurunan, peminjaman dana, dan efeknya terhadap daerah atau wilayah tempat didirikan turbin angin tersebut.

Penerapan prinsip dasar dari performansi ekonomi teknik dari penanaman modal Pengukuran standar dari performansi perekonomian termasuk biaya efektif dari daya dan jangka panjang pengembalian. Sebagai contoh perhitungan yang diasumsikan pendanaan pembangunan Altenator sebesar $1000 selama pengoperasian 11 tahun, dengan bunga 15 % maka :

$1000(P / F 0,15 ; 11) = $1000[1 / (1 + i)n] = $1000[1 / (1,15)11 = $1000(0,2149)

] = $214,94

Jika Alternator tersebut dibangun untuk jangka waktu 25 tahun, maka : P(A / P 0,15 ; 25) = $214,94 [i (1 + i)n / ((1 + i)n

= $214,94 [0,15 (1,15)

– 1)] 25

/ ((1,15)25 = $214,94 (0,1547) = $33,25

– 1)]

Harga tersebut harus dibayar tiap tahunnya untuk membayar penempatan altenator tersebut. Jika dibandingkan dengan pemasangan Turbin Angin dengan perhitungan seperti dibawah ini :

Untuk selesai pemasangan Turbin angin dari menara, pengkabelan dan kendali menghabiskan biaya sekitar $5000. Perawatan dan jaminan diperkirakan $200 per tahun, dengan bunga 10 %, dan pemakaian selama 20 tahun. Dengan nilai sisa diperkirakan sebesar $500 pada 20 tahun. Mesin tersebut diperkirakan akan menghasilkan 3000 kWh. Maka harga yang harus dibayar untuk daya yang dihasilkannya per kWh adalah :

Pengembalian Modal (CP) adalah : CR(i) = (P – F)(A / P i,n) + Fi

Dimana P mewakili pengeluaran sekarang ; F, sisa modal ; i, rata – rata bunga (dalam hal ini, i = 0,10) ; dan n merupakan angka dari lamanya mesin beroperasi.

Faktor bunga :

A / P i,n = i (1 + i)n / [(1 + i)n

Rumusan diatas disebut faktor Pengendalian Modal. – 1]


(2)

Subtitusikan nilai tersebut, maka akan kita dapatkan : CR(0,10) = (5000 – 500)(A / P 0,10 ; 20) + 500i

= 4500(0,1175) + 50 = $578,75

Ditambah dengan biaya perawatan dan asuransi maka total ekivalensi tahunan sekitar $778,75. Dengan harga 3000 kWh, maka harga per kWhnya adalah $778,75 / 3000, atau 25,96 sen per kWh.

Jika terdapat $2000 sebagai pajak kredit, maka hal tersebut harus juga dimasukkan maka perhitungannya menjadi, dengan bunga 10 % per tahun maka : 0,10 ($2000) = $ 1818,18 ; maka P menjadi $3181,82. Maka CR yang baru adalah :

CR(0,1) = (3181,82 – 500)(0,1175) + 500(0,1) = $365,11

Maka harga per kWhnya adalah $365,11 / 3000, atau 18,84 sen per kWh. Jika ada 25 % pajak negara, maka perhitungannya menjadi $1250 / (1 + 0,1), atau $1136,36, maka harga CR menjadi :

CR(0,1) = (3181,82 – 1136,36 – 500)(0,1175) + 500(0,1) = $231,59

Maka harga per kWhnya menjadi $231,59 / 3000, atau 14,39 sen per kWh. Dengan ramalan produksi pada kecepatan rata – rata angin dari 2.11 m/s, maka biayanya per kWh akan mencapai 14,39 sen per kWh. Hal tersebut diindikasikan bahwa biayanya mendekati pembangkit konvensional, khususnya jika pembangkit tersebut dibuat untuk mengatasi polusi CO2 dan emisi lainnya (Tabel 4.4).

Di Laut

Investasi sedikitnya 2 kali lebih besar dari pada di darat. Tetapi kecepatan angin juga lebih besar daripada di darat. Biaya operasional dan perawatan pantas dipertimbangkan khususnya jika terjadi kesalahan. Dan pemasangan turbin angin di laut merupakan titik awal, akan ada banyak pengalaman yang diperoleh.

Tabel 4.4 Total Harga (Power Projects)

Teknologi

[7]

Total Biaya ($/kW)

Rata - Rata Minimun Maksimum

Fuel Cell 12.100 9.100 15.600


(3)

IV. 2. Pengaruhnya Terhadap Lingkungan

Keuntungan utama dari penggunaan pembangkit listrik tenaga angin secara prinsipnya adalah disebabkan karena sifatnya yang terbarukan. Hal ini berarti eksploitasi sumber energi ini tidak akan membuat sumber daya angin yang berkurang seperti halnya penggunaan bahan bakar fosil. Oleh karenanya tenaga angin dapat berkontribusi dalam ketahanan energi dunia di masa depan. Tenaga angin juga merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, dimana penggunaannya tidak mengakibatkan emisi gas buang atau polusi yang berarti ke lingkungan.

Penetapan sumber daya angin dan persetujuan untuk pengadaan ladang angin merupakan proses yang paling lama untuk pengembangan proyek energi angin. Hal ini dapat memakan waktu hingga 4 tahun dalam kasus Windfarm yang besar yang membutuhkan studi dampak lingkungan yang luas. Dibawah ini merupakan dampak yang terjadi jika didirikannya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), sebagai berikut :

1. Noise: dapat menyebabkan masalah yang serius jika tidak ditangani dengan baik pada waktu perencanaan.

2. Burung: telah menjadi banyak studi di eropa dimana kematian dan kecelakaan lebih banyak dibandingkan dengan disebabkan oleh kendaraan atau pun jaringan tegangan tinggi.

Gas Turbine – combined cycle 1.200 700 1.700

Geothermal Power 3.600 1.300 5.300

Hydro Turbine 2.200 400 4.700

Ocean current Power - - -

Photovoltaic 9.100 7.600 22.900

Reciprocating Engine 1.400 700 2.100

Solar Thermal Power 6.900 4.700 8.800

Steam Turbine 1.100 500 1.700

Tidal Power 4.100 3.500 4.600

Wave Power - - -


(4)

3. Bayangan dan refleksi cahaya: dapat menjadi masalah yang serius jika generator angin berlokasi disekitar perumahan. Layak mendapatkan perhatian. 4. Pemandangan : merupakan isu yang penting bahwa bagi daerah – daerah yang

memiliki luas daerah yang kecil akan sangat menggangu struktur pemandangan.

5. Masalah dengan transmisi TV : adanya proteksi petir di sudu rotor. 6. Pengurangan emisi CO2

7. Penerimaan dan komitmen dari masyarakat merupakan hal yang terpenting agar berhasilnya proyek ini. Karena saran, komentar dan kritikan dari masyarakat yang diperlukan sehingga masyarakat pun dapat menjadi bagian dari proyek ini.

: hal ini sangat dipertimbangkan khususnya sebagai timbal balik dari pemakaian energi dari pembangunan dan pemasangan turbin yang kurang dari setengah tahun, sementara masa pemakaiannya kurang lebih 20 tahun.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN IV. 1. Kesimpulan


(5)

1. Daerah Pantai Cermin dan sekitarnya mempunyai kecepatan angin rata – rata tahunan 2,11 m/s maka diperoleh kerapatan daya sebesar 67,46 Wh/m2 dan kerapatan energi tahunan 49,38 kWh/m2

2. Daya rata – rata yang dihasilkan turbin angin di daerah Pantai cermin dan sekitarnya untuk daerah sapuan dengan luas diameter turbin 10 m adalah 23.440 Watt.

.

3. Untuk turbin angin untuk pemakaian selama waktu 25 tahun dengan bunga 15 % maka untuk pengembalian modalnya, setiap tahunnya yang harus di dapat sekitar Rp 332.500,-.

4. Dengan ramalan produksi rata – rata kecepatan angin 2,5 m/s maka harga per kWhnya turbin angin tersebut sebesar Rp 1.439,- ($14,39 sen).

IV. 2. Saran

1. Untuk memilih tipe turbin angin di Panati Cermin lebih bagus digunakan turbin angin berporos vertikal dikarenakan rata – rata kecepatan angin yang rendah. 2. Perlu dilakukan penelitian di daerah – daerah sekitar Pantai Cermin untuk

memperoleh potensi angin yang ada sehingga teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) ini dapat disosialisasikan.


(6)

1. College lecture book “Renewable Energy Sources”, (Course Code : 4P510), TU / Eindhoven, 2005.

2. Dikutip dari

3. Diambil dari Badan Meteorologi Dan Geofisika Balai Besar Wilayah I Medan, Website :

4. Dikutip dari Energy Research Centre Of The Netherlands (ECN).

5. Dikutip dari

6. Dikutip dari

7. Dikutip dari :

8. Dikutip dari :

20Files\RETScreen4\Program\RETScreen4.ch

9. Eggleston, D. M., Stoddard F. S., “Wind Turbine Engineering Design”, VNR, New York, 1987.

=materi3.html

10.Lecture Notes on “Distribution Generation – Wind Energy”, (Course Code : 5N510), TU / Eindhoven, 2005.

11.Lecture Notes on “Wind Energy”, (Course Code : 4P720), TU / Eindhoven, 2005. 12.Lysen, E.H., “Introduction To Wind Energy”, 2nd

13.Smulder, Paul, “Aerodynamic Theory, Rotor Design, Analysis Wind Regimes, Output Prediction”, a Handbook World Bank, 1982.

edition, CWD, 1983.

14.Smulders, P. T., “Rotors for Wind Power”, 1st edition, Wind Energy Group, ARRAKIS, Oktober 1991.