Gambar 3.13 Instalasi Turbin Angin
III. 8. Perancangan rotor untuk kecepatan generator
Untuk mendisain rotor yang dibutuhkan untuk generator diperlukan adanya tambahan data seperti V
cut-in
dan V
r
kecepatan rata – rata yang diperlukan. Kecepatan start angin V
start
merupakan kecepatan saat rotor mulai beroperasi, contohnya pada kecepatan rotor dapat mengatasi torsi start dari generator dan gearbox. Pada V
in
, walaupun rotor sudah menghasilkan tenaga yang cukup P
mech
n
in
dan mulai memproduksi daya net. Dalam mendisain rotor untuk generator, pemilihan rasio tip speed tidak serumit kelihatannya.
Kebanyakan rotor dengan dua atau tiga baling – baling akan dipilih, jadi rasio tip speednya berkisar antara 5 dan 8. Sebagai contoh sejumlah perbandingan kecepatan
ujung sudu dari 5, 6, 7, dan 8. Untuk tiap rotor, rasio transmisi yang cocok harus dipilih dan kemudian kurva PV dapat ditentukan dari nilai V
cut-in
dan V
r
Sebagai pengganti untuk metode trial dan error, prosedur selanjutnya dapat diaplikasikan untuk generator dari kecepatan berubah – ubah yang diijinkan sejalan
dengan kecepatan angin. Artinya perlu suatu penjagaan yang khusus untuk daya mekanik .
Universitas Sumatera Utara
yang tidak berubah agar generator dijaga pada kemampuan maksimumnya yang dikirim dari rotor. Khususnya pada saat kecepatan angin yang rendah yang mengarah pada
asumsi bahwa C
p
= C
pmax
pada V
in
Indikasi pertama adalah rasio kecepat an konstan λ
.
d
in r
in r
V V
n n
× =
yang dapat dijaga yang dapat dijumpai pada kecepatan generator dan rotor.
3.13 Jika n
r
lebih kecil daripada nilai yang diberikan pada persamaan 3.13, kemudian rasio kecepatan tidak bisa dijaga konstan maka harus dipakai metode lain. Jika n
r
jauh lebih tinggi, kemudian P
r
kemungkinan tidak dapat dicapai pada V
r
maka salah satu dari pilihannya salah. Disini kita asumsikan n
r
Pertama daerah rotor A dapat ditentukan dengan : memiliki nilai yang tepat.
3 max
2 1
in tr
in mech
V A
Cp n
P ρ
η × ×
= 3.14
Ketika area rotor ditemukan harus diperiksa walaupun daya rata – rata P
r
r r
G tr
P V
A Cp
× ×
3 max
2 1
ρ η
η dapat
diproduksi pada kecepatan tertentu : 3.15
Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka harus meningkatkan area rotor menurut atau menerima nilai yang lebih tinggi dari V
r
. Kemudian, hubungan antara λ
d
dan i dapat ditemukan dengan asumsi bahwa C
p
= C
pmax
pada V
in
n
in
in in
d
V R
n i
× ×
= ×
π λ
2 rps :
3.15 Pada dasarnya kombinasi mana pun dari rasio tip speed dan i dapat dipilih.
Batasannya adalah jika rasio tip speed lebih besar maka makin rendah torsi start dari rotor. Kita harus menjamin bahwa rotor dapat beroperasi pada kecepatan angin V
start
yang lebih rendah daripada V
in 2
5 ,
d Q
start
C λ
= . Torsi start didapat dengan perumusan empiris berikut:
3.16 Maka :
R A
V i
Q
start d
start 2
2
2 1
5 ,
ρ λ
× =
× 3.17
Universitas Sumatera Utara
Disini kita mengabaikan torsi start pada gearbox, karena secara umum jauh lebih rendah daripada torsi start generator dan i. Dengan menyadari bahwa V
start
V
in
start in
d
Q R
A V
i
2 2
2 1
5 ,
ρ λ
× ,
sehingga dapat disubtitusikan dengan persamaan 3.17 maka dapat ditulis : 3.18
Kombinasikan persamaan 3.18 dengan 3.15, maka :
start in
in d
Q n
A V
× ×
π ρ
λ 2
2 1
5 ,
3
3.19
III. 9. Kurva Daya