34
Ilmu Pengetahuan Sosial SD dan MI Kelas V
e. Kesultanan Gowa Tallo
Sampai akhir abad ke-15, di Semenanjung Selatan Sulawesi telah berdiri beberapa kerajaan kecil, yaitu Gowa dan Tallo di sebelah barat.
Pada abad ke 17, agama Islam baru masuk ke Gowa Tallo setelah seorang melayu yang bernama Dato’ri Bandang datang ke Gowa Tallo. Raja Tallo
yang pertama masuk Islam adalah Karaeng Matoaya raja ke-6. Kemudian beliau bergelar Sultan Abdullah Awalul Islam. Sementara Raja Gowa yang
masuk Islam adalah Daeng Manrabia raja ke-14 yang bergelar Sultan Alaudin 1591-1638.
Pada saat itu, Raja Tallo Karaeng Matoaya merangkap sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa. Oleh karena itu, Kerajaan Gowa dan
Kerajaan Tallo dijadikan satu kerajaan yang bernama Kesultanan Gowa Tallo dan akhirnya terkenal dengan nama Kesultanan Makassar
Mangkassar.
Sultan yang berhasil mema- jukan Kesultanan Makassar maju
dengan pesat adalah Sultan Hasanuddin 1653-1669. Dia meng-
gantikan ayahnya yang bernama Sultan Muhammad Said. Sultan
Hasanuddin terkenal berani dan bersikap tegas. Beliau tidak senang
melihat VOC bertindak sewenang- wenang. Beliau juga tidak mau
tunduk terhadap peraturan Belanda, sehingga mendapat
sebutan Ayam Jantan dari Timur.
f. Kesultanan Ternate dan Tidore
Kesultanan Ternate terdiri kira-kira abad ke-13 dengan ibu kota di Sampalu. Sejak abad ke-13, Kepulauan Maluku sudah dikunjungi para
pedagang yang beragama Islam. Maluku sebagai penghasil cengkeh dan pala, menarik perhatian pedagang dari berbagai negara. Perdagangan
rempah-rempah ini sangat menguntungkan bagi rakyat Maluku.
Pada saat itu, Kesultanan Ternate dan Tidore merupakan kerajaan besar di Maluku. Ternate dipimpin Persekutuan Lima Negara Uli-Lima,
yaitu Ternate, Bacan, Obi, Ambon dan Seram. Sementara Tidore memimpin Persekutuan Sembilan Negara Uli-Siwa, yaitu kerajaan yang berada
antara Pulau Halmahera sampai Pulau Irian, Jailolo, dan Makinan.
Gambar 1.34 Sultan Hasanuddin
Sumber: Album Pahlawan Bangsa
35
Peninggalan dan Tokoh Sejarah Nasional pada Masa Hindu-Budha dan Islam, Keragaman Kenampakan Alam dan Suku Bangsa, serta Kegiatan Ekonomi di Indonesia
Pada akhir abad ke-15 awal abad ke-16, agama Islam menyebar di Maluku melalui jalur perdagangan. Daerah Islam pertama ialah Hitu Am-
bon yang kemudian menjadi pusat penyiaran agama Islam. Sunan Giri dari Gresik melalui utusannya berhasil menyiarkan agama
Islam di Maluku. Nama dan pengaruh Sunan Giri sangat terkenal di kalangan rakyat biasa hingga ke lingkungan Istana. Hubungan dagang
antara Maluku dan Jawa Timur pun bertambah ramai. Itu pula sebabnya Sultan Zainal Abidin dari Ternate belajar agama Islam di pesantren Sunan
Giri di Gresik. Ketika sedang berguru di pesantren itu, namanya terkenal dengan Raja Bulawa, artinya raja cengkeh. Beliau berguru ditemani oleh
Perdana Menteri Jamilu dari Hitu.
Banyak kekayaan alam terutama rempah-rempah di Maluku membuat banyak orang asing ingin menguasai daerah itu. Terbukti
dengan datangnya bangsa Portugis. Kedatangan bangsa Portugis itu tidak disenangi oleh rakyat Maluku karena menganggap Maluku seolah-olah
daerah kekuasaannya.
Sultan Hairun yang berkuasa di Ternate pada tahun 1535-1570, menentang keras dan menolak aturan dagang monopoli Portugis. Terlebih
setelah Portugis beriskap licik pada Ternate. Pada tanggal 28 Februari 1570, Sultan Hairun dibunuh pihak Portugis. Putra Sultan Hairun yang
bernama Sultan Baabullah 1570-1583 menggantikan ayahnya memimpin penyerangan. Selama 5 tahun benteng Portugis dikepung oleh tentara
Ternate. Akhirnya, Portugis menyerah. Sultan Baabullah terus melakukan pengejaran untuk mengenyahkan Portugis di bumi Maluku. Tujuh puluh
dua pulau di Maluku berhasil dikuasainya. Oleh karena itu, beliau menyebut dirinya “Yang Dipertuan di 72 Pulau”. Beliau pun berhasil
memperluas daerah kekuasannya sampai ke Filipina. Kekuasaan Portugis berakhir pada tahun 1575.
Setelah mengalami pasang surut, akhirnya Kesultanan Tidore bangkit kembali dengan ibu kotanya di Soa-Siu. Pada tahun 1757, Sultan Jamaluddin
naik tahta. Waktu itu, VOC sudah lama berkuasa di Maluku. VOC menuntut agar Sultan Jamaluddin menyerahkan Seram Timur yang
banyak menghasilkan rempah-rempah kepada Belanda. Tuntutan Belanda tentu saja ditolak oleh Tidore. Akibatnya pada tahun 1779 sultan dan
putranya Budiusaman ditangkap dan dibuang ke Batavia Betawi.
Untuk menggantikan sultan, Belanda mengangkat Sultan Patra Alam. Patra Alam kemudian memerintahkan penangkapan terhadap Nuku dan
Kamaludin kedua putra Sultan Jamaludin. Kamaludin dapat ditangkap, tetapi Nuku berhasil meloloskan diri.