Kesultanan Gowa Tallo Masa Pengaruh Agama Islam

35 Peninggalan dan Tokoh Sejarah Nasional pada Masa Hindu-Budha dan Islam, Keragaman Kenampakan Alam dan Suku Bangsa, serta Kegiatan Ekonomi di Indonesia Pada akhir abad ke-15 awal abad ke-16, agama Islam menyebar di Maluku melalui jalur perdagangan. Daerah Islam pertama ialah Hitu Am- bon yang kemudian menjadi pusat penyiaran agama Islam. Sunan Giri dari Gresik melalui utusannya berhasil menyiarkan agama Islam di Maluku. Nama dan pengaruh Sunan Giri sangat terkenal di kalangan rakyat biasa hingga ke lingkungan Istana. Hubungan dagang antara Maluku dan Jawa Timur pun bertambah ramai. Itu pula sebabnya Sultan Zainal Abidin dari Ternate belajar agama Islam di pesantren Sunan Giri di Gresik. Ketika sedang berguru di pesantren itu, namanya terkenal dengan Raja Bulawa, artinya raja cengkeh. Beliau berguru ditemani oleh Perdana Menteri Jamilu dari Hitu. Banyak kekayaan alam terutama rempah-rempah di Maluku membuat banyak orang asing ingin menguasai daerah itu. Terbukti dengan datangnya bangsa Portugis. Kedatangan bangsa Portugis itu tidak disenangi oleh rakyat Maluku karena menganggap Maluku seolah-olah daerah kekuasaannya. Sultan Hairun yang berkuasa di Ternate pada tahun 1535-1570, menentang keras dan menolak aturan dagang monopoli Portugis. Terlebih setelah Portugis beriskap licik pada Ternate. Pada tanggal 28 Februari 1570, Sultan Hairun dibunuh pihak Portugis. Putra Sultan Hairun yang bernama Sultan Baabullah 1570-1583 menggantikan ayahnya memimpin penyerangan. Selama 5 tahun benteng Portugis dikepung oleh tentara Ternate. Akhirnya, Portugis menyerah. Sultan Baabullah terus melakukan pengejaran untuk mengenyahkan Portugis di bumi Maluku. Tujuh puluh dua pulau di Maluku berhasil dikuasainya. Oleh karena itu, beliau menyebut dirinya “Yang Dipertuan di 72 Pulau”. Beliau pun berhasil memperluas daerah kekuasannya sampai ke Filipina. Kekuasaan Portugis berakhir pada tahun 1575. Setelah mengalami pasang surut, akhirnya Kesultanan Tidore bangkit kembali dengan ibu kotanya di Soa-Siu. Pada tahun 1757, Sultan Jamaluddin naik tahta. Waktu itu, VOC sudah lama berkuasa di Maluku. VOC menuntut agar Sultan Jamaluddin menyerahkan Seram Timur yang banyak menghasilkan rempah-rempah kepada Belanda. Tuntutan Belanda tentu saja ditolak oleh Tidore. Akibatnya pada tahun 1779 sultan dan putranya Budiusaman ditangkap dan dibuang ke Batavia Betawi. Untuk menggantikan sultan, Belanda mengangkat Sultan Patra Alam. Patra Alam kemudian memerintahkan penangkapan terhadap Nuku dan Kamaludin kedua putra Sultan Jamaludin. Kamaludin dapat ditangkap, tetapi Nuku berhasil meloloskan diri.