Film Sebagai Kritik Sosial
Menurut Suparlan dalam Hartomo dan Arnicun, 2004: 315 kemiskinan disebut sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah; yaitu adanya suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri dari
mereka yang tergolong miskin. Sedangkan Soekanto 2002: 365 mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Dengan munculnya berbagai paradigma di atas, maka secara garis besar
kemiskinan merupakan suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1 kemiskinan proper, 2 ketidakberdayaan powerless, 3 kerentanan
menghadapi situasi darurat state of emergency, 4 ketergantungan dependence, dan 5 keterasingan isolation baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup
dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan,
pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan
ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.
4
4
M. Amin Abdullah. Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau Dari Agama. http:aminabd.wordpress.com20100604usaha-memahami-kemiskinan-secara-
multidimensional-ditinjau-dari-agama akses 14 Oktober 2011
Kemiskinan bersifat multidimensional, dalam arti berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek lainnya. Sedangkan Kartasasmita dalam
Bahri, 2005: 13 mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang
kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan
ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Hal tersebut senada dengan yang dikatakan Friedmann
dalam Bahri, 2005: 13 yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial.
Namun menurut Brendley kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk
mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh Salim yang
mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok. Sedangkan Lavitan
mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
5