Karakteristik Penduduk Lanjut Usia di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990

KARAKTERISTIK PENDUDUK LANJUT USIA
DI PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 1990
Ir. ERNA MUTIARA
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan di Indonesia adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
untuk mencapai ke mampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, dalam mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
tujuan nasional. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa tiap warga
negara berhak memeperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja
serta hidup layak sesuai dengan martabat manusia, tidak terkecuali warga negara
yang telah berusia lanjut.
Masalah penduduk lanjut usia masih sedikit sekali mendapat perhatian dari
pemerintah di negara- negara yang sedang berkembang. Hal ini disebabkan karena
proporsi penduduk lanjut usia umumnya sangat kecil dan ada hal- hal yang lebih
penting untuk diperhatikan yang berkaitan dengan penduduk usia muda.
Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya ilmu pengetahuan,
terutama karena kemajuan ilmu kedokteran, mampu meningkatkan huruf harapan
hidup (life expectancy). Akibatnya jumlah orang yang lanjut usia akan bertambah

dan ada kecenderungan akan meningkat lebih cepat. Lanjut usia akan segera
menjadi masalah pembangunan di Indonesia. Masalah itu menyangkut berbagai
aspek mulai dari sosial ekonomi, sosial kemasyarakatan, sampai pada kesehatan.
Indonesia pertama kali dalam perjalanan sejarahnya mengalami suatu realitas baru
yaitu masalh lanjut usia. Ini berarti indonesia belum memiliki pengalaman
penaganan masalah tersebut. Oleh karena itu diperlukan visi baru terhadap realitas
itu atau paradigma baru menghadapi masalah itu. Diperlukan prakondisi atau
penyiapan masyarakat untuk menerima realitas baru tersebut.
Salah satu kondisi yang perlu segera disiapkan adalah pengupayaan intervensi dan
mencegah terjadinya situasi seperti yang sering dicitrakan ke lanjut usia. Selain itu
secara bertahap sudah perlu dimulai memikirkan kemudahan apa yang perlu
dipersiapkan, dilayankan atau perhatian khusus apa yang harus diadakan terhadap
lanjut usia. Hal ini hanya dapat dapat dilakukan kalau semua komponen dalam
masyarakat ikut serta, baik yang bergerak secara langsung menangani lanjut usia
maupun yang tidak langsung.
Dinegara - negara maju terdapat perlakuan khusus terhadap “senior citizen”, misalnya
potongan harga biaya transport, hiburan, rumah sakit dan pelayanan umum lainnya.
Masyarakat negara maju telah melembaga memberikan perhatian yang istimewa
terhap penduduk lanjut usia. Menciptakan kondisi seperti ini memerlukan langkahlangakah sistematik dan terencana dalam kurun waktu tertentu.
Peningkatan jumlah lanjut usia tersebut menimbulkan konsekuensi- konsekuensi,

antara lain :

©2003 Digitized by USU digital library

1

a. Bertambah besarnya sumber- sumber pemerintah dan masyarakat yang harus
dikeluarkan untuk mengakomodasikan permasalahan yang diakibatkannya (untuk
perawatan, penanggulangan permasalahan, penyediaan fasilitas, perluasan
lapangan kerja dan pelatihan).
b. Perlu lebih ditingkatkan penyuluhan sosial kepada masyarakat tentang
karakteristik kehidupan lanjut usia.
c . Penyediaan
dan
perluasan
lapangan
kerja
serta
kegiatan- kegiatan
kemasyarakatan yang layak bagi lanjut usia.

d. Penyediaan dan perluasan pelayanan sosial dan pelayanan lainnya yang secara
kuantitatif dan kualitatif memadai.
BATASAN-BATASAN LANJUT USIA
Defenisi penduduk lanjut usia berbeda dari satu negara dengan negara lain. Dan
defenisi ini juga masih bisa berubah dan dipengaruhi oleh bentuk kegiatan ekonomi
dan perbedaan jenis kelamin disuatu masyarakat tertentu.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), usia lanjut meliputi :
a. Usia Pertengahan (Middle Age) = antara 45 – 59 tahun.
b. Usia lanjut (Elderly) = antara 60 – 70 tahun.
c . Usia lanjut tua (Old) = antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) = di atas 90 tahun.
Sumiati Ahmad Mohamad, membagi periodisasi biologis perkembangan manusia
sebagai berikut :
0 - 1 tahun
= masa bayi
1 - 6 tahun
= masa pra sekolah
6 - 10 tahun
= masa sekolah
10 - 20 tahun

= masa pubertas
20 - 40 tahun
= masa dewasa
40 - 65 tahun
= masa setengah umur (Prasenium)
60 tahun ke atas = masa lanjut usia (Senium)
Jos Masdani mengatakan usia lanjut merupakan kelanjutan dari usia dewasa.
Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian :
1. Fase iuventus
= 25 – 40 tahun.
2. Fase verilitas
= 40 – 50 tahun.
3. Fase prasenium = 55 – 65 tahun.
4. Fase senium
= 65 tahun hingga tutup usia.
Koesoemato Setyonegoro mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut :
- Usia dewasa muda (Elderly Adulhood) = 18/20 – 25 tahun.
- Usia dewasa penuh (Middle Years)
= 25 – 60/65 tahun.
- Usia lanjut (Geriatric Age)

= > 65/70 tahun ; terbagi :
untuk umur 70 – 75 tahun (Young Old)
untuk umur 75 – 80 tahun (Old)
untuk umur > 80 tahun (Very Old)
Kalau dilihat pembagian umur dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang disebut usia lanjut adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.
Departemen Kesehatan RI membuat pengelompokan usia lanjut sebagai berikut :

©2003 Digitized by USU digital library

2

Kelompok Pertengahan Umur, ialah kelompo k usia dalam masa virilitas,
yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik dan
kematangan jiwa (45 – 54 tahun).
Kelompok Usia Lanjut Dini, ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu
kelompok yang mulai memasuki Usia Lanjut (55 – 64 tahun).
Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi, ialah kelompok yang
berusia lebih dari 70 tahun, atau kelompok Usia Lanjut yang hidup sendiri,
terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat.

Dalam tulisan ini diganakan batasan umur 55 tahun ke atas sesuai dengan batasan
umur pensiun bagi pegawai negeri dan sesuai dengan Undang- Undang Nomor 4
tahun 1965 yang menyatakan : “Seseorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo
atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya
sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.

KARAKTERISTIK PENDUDUK LANJUT USIA DI SUMATERA UTARA
Sejalan dengan jumlah penduduk yang selalu bertambah, jumlah lanjut usia juga
bertambah. Menurut hasil Sensus Penduduk 1990, di Sumatera Utara dari jumlah
10,2 juta sebanyak 759.824 atau 7,41 % diantaranya adalah penduduk lanjut usia.
Karakteristik penduduk lanjut usia dalam tulisan ini hanya dibatasi pada karakteristik
yang meliputi jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anak yang dimiliki dan
pendidikan.

JENIS KELAMIN PENDUDUK LANJUT USIA
Proporsi penduduk lanjut usia perempuan lebih besar dari laki- laki pada golongan
umur 55 – 59 tahun (30,42 % dan 29,14 %). Tapi proporsal penduduk lanjut usia
baik laki- laki maupun perempuan per golongan umur tidak menunjukkan perbedaan
yang menyolok antara kota dan desa. Pada golongan umur 65 tahun ke atas,

proporsi penduduk lanjut usia lebih besar dijumpai di daerah pedesaan. Ha l ini
disebabkan penduduk lanjut usia pada golongan umur 65 tahun ke atas lebih suka
untuk menghabiskan masa tuanya didaerah pedesaan. Penduduk lanjut usia di
Sumatera Utara menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

©2003 Digitized by USU digital library

3

Status
Perkawinan
Laki- laki
55 – 59
60 – 64
65 – 69
70 – 74
75+
Perempuan
55 – 59
60 – 64

65 – 69
70 – 74
75+

Tabel 1
Penduduk Lanjut Usia di Sumatera Utara
Menurut Jenis Kelamin
Kota
Desa

31,31
28,78
16,56
11,73
11,62
N = 128.558
31,45
26,42
16,55
12,07

13,50
N = 128.558

28,14
28,42
17,06
13,38
13,00
N = 264.381
29,92
26,74
16,94
12,31
14,09
N = 264.381

Total

29,14
28,53

16,91
12,86
12,56
N = 366.885
30,42
26,63
16,82
12,24
13,90
N = 392.939

Sumber : BPS, 1992
STATUS PERKAWINAN PENDUDUK LANJUT USIA
Seperti di banyak negara maju, status cerai mati biasanya lebih banyak dialami
penduduk lanjut usia perempuan daripada laki- laki. Tabel 2 menunjukkan presentase
laki- laki lanjut usia yang berstatus kawin (83,44 %) lebih besar dari perempuan
lanjut usia (48,37 %). Presentase perempuan lanjut usia yang berstatus cerai mati
lebih besar 4 kali daripada laki- laki lanjut usia yang berstatus sama (47’62 %
dibandingkan dengan 11,36 %). Hal ini disebabkan karena laki-laki cenderung untuk
mengharapkan bantuan dari istri sementara perempuan biasanya lebih bisa

mengabaikan kerjasama dengan suaminya. Beberapa penjelasan dapat dapat
dikemukakan sebagai berikut : pertama, perempuan hidup lebih lama daripada lakilaki; kedua, laki-laki biasanya menikahi perempuan yang lebih muda dari umurnya
yang lebih tua umurnya.
Dari sudut pandang sosio- biologi, dapat dijelaskan bahwa laki- laki mencapai
kematangan seksual lebih lambat daripada perempuan. Lagipula, laki- laki lebih
menyukai istri yang lebih muda. Pernikahan juga ditentukan oleh usia reproduksi
perempuan. Sehingga, laki- laki tidak mau menikahi wanita pasca usia reproduksi.
Alasan utama mengapa proposi perempuan berstatus cerai mati lebih besar adalah
bahwa laki-laki cenderung untuk menikah kembali setelah bercerai atau istrinya
meninggal. Hal ini disebabkan karena baynak laki- laki tidak dapat mengurus rumah
tangga yang biasanya ditangani oleh istri mereka. Kematian dari pasangannya
membuktikan kesulitan bagi seorang suami, karena mereka kurang berpengalaman
dalam urusan rumah tangga.
Penduduk lanjut usia di Sumatera Utara menurut status perkawinan dapat dilihat
pada tabel 2 berikut :

©2003 Digitized by USU digital library

4

Status
Perkawinan
Laki- laki
Belum kawin
Kawin
Cerai hidup
Cerai mati
Perempuan
Belum kawin
Kawin
Cerai hidup
Cerai mati

Tabel 2
Penduduk Lanjut Usia di Sumatera Utara
Menurut Status Perkawinan
Kota
Desa

Total

4,33
83,20
1,46
11,02
N = 115.467

3,42
83,55
1,51
11,52
N = 251.418

3,71
83,44
1,50
11,36
N = 366.885

2,19
45,28
2,91
49,63
N = 128.558

1,41
49,87
2,07
46,65
N = 264.381

1,67
48,37
2,35
27,62
N = 392.939

Sumber : BPS, 1992
Yang menarik untuk dilihat adalah bahwa presentase perempuan lanjut usia yang
berstatus cerai mati lebih banyak dijumpai di daerah kota daripada di daerah
pedesaan (49,63 % dibandingkan dengan 46,65 %). Ini menunjukkan bahwa
perempuan lanjut usia yang berstatus cerai mati pindah ke daerah kota untuk lebih
dekat dengan sanak famili setelah kematian suami. Pada saat kematian sang suami
banyak perempuan lanjut usia menghadapi perubahan besar dalam kehidupannya.
Mereka hidup dalam kemiskinan karena tidak ada lagi dana pensiun khusus bagi
mereka.
Perempuan yang berstatus cerai mati biasanya lebih pada kondisi yang tidak
menyenangkan. Hal ini disebabkan karena laki- laki mempunyai kesempatan yang
lebih luas untuk melanjutkan studi, sehingga lebih memungkinkan untuk mempunyai
satus pekerjaan yang tinggi yang menyediakan pensiun. Alasan lain adalah
kemungkinan perempuan lanjut usia untuk menikah lagi biasanya kecil. Sebaliknya,
laki- laki usia lebih mungkin untuk menikah lagi, dan hidup dengan pasangannya.
Menarik juga untuk dikaji presentase perempuan lanjut usia yang berstatus cerai
hidup (2,35 %) lebih tinggi dari laki- laki lanjut usia yang berstatus sama (1,50 %).
Perempuan lanjut usia ini mungkin tidak mempunyai anak, dan mereka bisa saja
dicerai oleh suaminya. Memang status perempuan yang tidak subur sangat
menyedihkan. Nilai anak masih dianggap sangat penting.
Kadang- kadang perempuan lanjut usia mendapat kecaman yang sangat buruk jika
mereka tidak memiliki anak. Hal ini sering menyebabkan perceraian. Karena alasan
ini pula, tidak mengherankan bila perempuan lanjut usia lebih suka untuk
bergantung kepada anak-anak mereka untuk keamanan di masa tua dibandingkan
dengan laki-laki lanjut usia.
JUMLAH ANAK YANG DIMILIKI PENDUDUK LANJUT USIA
Dengan menegetahui jumalah anak yang dimiliki penduduk lanjut usia diharapkan
dapat diketahui peran anak sebagai pengayom bagi orang tua mereka. Orang tua
yang memiliki anak baik yang tinggal di rumah ma upun di temapt lain mungkin saja
membantu orang tua mereka. Bentuk bantuan bisa berupa membantu mengurus

©2003 Digitized by USU digital library

5

rumah tangga sehari- hari bagi anak yang tinggal bersama orang tua. Sementara
bagi anak yang tinggal di tempat lain mungkin membantu orang tuanya
dalambentuk uang yang dikirim secara teratur. Anak bungsu biasanya tetap tinggal
bersama orang tua dan keluarganya, karena ia punya kewajiban untuk mengurus
orang tuanya.
Di Indonesia struktur keluarga dengan lebih dari dua generasi tinggal satu atap lebih
bany ak dijumpai dibandingkan dengan negara- negara barat.
Penduduk lanjut usia di Sumatera Utara menurut jumlah anak masih hidup yang
dimiliki dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 3
Penduduk lanjut usia di Sumatera Utara
Menururt jumalah Anak Masih Hidup Yang Dimiliki
Jumlah Anak Masih
Kota
Desa
Hidup Yang Dimiliki
0
5,62
5,62
1 –2
17,34
15,76
3+
77,04
78,63
N = 125.742
N = 260.649
Sumber : BPS, 1992
PENDIDIKAN PENDUDUK LANJUT USIA
Banyak penduduk lanjut usia memiliki tingkat pendidikan yang rendah (tidak sekolah
dan SD). Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan kesulitan- kesulitan dan
sikap konservatif yang dapat menyebabkan kesulitan lebih lanjut dalam memahami
untuk merawat mereka dan bagi perencana pelayanan sosial.
Tabel 4 menunjukkan presentase penduduk lanjut usia di daerah kota/ belum pernah
sekolah lebih rendah dari yang tinggal di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan
karena lebih banyak fasilitas pendidikan di daerah kota dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Disamping itu, menyekolahkan anak- anak di tahun 1920 an merupakan
suatu hal yang mewah. Hanya para orang kaya, priyayi, bangsawan, yang memiliki
posisi yang tinggi di pemerintahan, yang dapat memanfaatkan fasilitas- fasilitas
pendidikan tersebut. Begitupun, penduduk lanjut usia di daerah pedesaan dapat juga
melanjutkan pendidikan sampai tingkat SD. Kemungkinan hambatan yang lain untuk
sekolah lebih tinggi adalah berkaitan dengan kemampuan untuk mahir berbahasa
Belanda sebagai bahasa pengantar di sekolah hingga tahun 1945.
Perempuan lanjut usia lebih mengalami diskriminasi untuk sekolah dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini tercermin dari tingginya presentase perempuan usia lanjut
usia yang tidak/ belum pernah sekolah (49,38 %) dibandingkan dengan laki- laki
lanjut usia (19,47 %). Pola ini dapat juga dilihat pada tingkat pendidikan yang lebih
tinggi, dimana presentase laki-laki lanjut usia yang berpendidikan SD ke atas lebih
tinggi dibandingkan perempuan lanjut usia.
Ada perbedaan yang besar antara laki-laki lanjut usia dan perempuan lanjut usia
yang berpendidikan SD (66,86 % dibandingkan dengan 46,60 %). Ini menunjukkan
banyaknya perempuan lanjut usia yang drop out dibandingkan dengan laki- laki
lanjut usia. Hal ini disebabkan karena selama tahun 1920 an, anak perempuan
diharapkan untuk membantu orang tua mereka di bidang produksi hasil pertanian,

©2003 Digitized by USU digital library

6

peternakan dan tugas- tugas rumah tangga sehari- hari. Juga banyak dari mereka
yang keluar dari dari sekolah bahkan sebelum mereka menyelesaikan pendidikan
dasar tiga tahun, untuk dinikahkan. Oleh sebab itu, pernikahan dini lebih merupakan
penghambat mereka untuk mencapai pendidikan tertinggi.
Tabel 4
Penduduk Lanjut Usia di Sumatera Utara
Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Pendidikan Tertinggi
Kota
Desa
Total
Yang Ditamatkan
Laki- laki
- Tidak/ Belum Pernah
10,55
23,56
19,47
Sekolah
- SD
63,10
68,58
66,86
- SMTP
12,98
4,39
7,10
- SMTA
10,90
3,10
5,56
- Diploma+Akad+Univ
2,46
0,37
1,02
N = 115.467
N = 251.418
N = 366.885
Perempuan
- Tidak/ Belum Pernah
Sekolah
- SD
- SMTP
- SMTA
- Diploma+Akad+Univ

35,96

55,91

54,69
42,67
5,84
0,95
3,13
0,46
0,38
0,02
N = 128.558
N = 264.381
Catatan : SD
= Tida/ Belum Tamat SD
SMTP
= SMTP Umu m dan SMTP Kejuruan
SMTA
= SMTA Umum dan SMTA Kejuruan
DIPLOMA = Diploma I/ II
AKADEMI = Akademi/ Diploma III
Sumber : BPS, 1992

49,38
46,60
2,55
1,33
0,14
N = 392.939

PENUTUP
Ada beberapa sumber penting yang dimiliki penduduk a
l njut usia untuk mengurus
hidup mereka antara lain keluarga dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Sumber keluarga meliputi status perkawinan mereka dan jumlah anak yang dimiliki.
Dengan dicapainya pendidikan tertinggi, mereka mempunyai posisi yang baik dalam
pekerjaanya, sehingga dapat diharapkan dana pensiun untuk menunjang kehidupan
di hari tuanya.
Laki- laki lanjut usia lebih cenderung untuk memiliki beberapa keuntungan, seperti
lebih cepat untuk memperoleh pasangan, atau cenderung untuk menjadi kepala
rumah tangga. Sebaliknya perempuan usia lanjut, cenderung untuk berada pada
kondisi yang tidak menyenangkan, seperti mereka bergantung kepada anak atau
sanak famili mereka, dan mereka kebanyakan berstatus cerai mati.

©2003 Digitized by USU digital library

7

DAFTAR PUSTAKA
Astawan Made and Mita Wahyuni, Gizi dan Kesehatan Manula, Medyatama Sarana
Prakasa, Jakarta 1988
Biro Pusat Statistik, Sensus Penduduk Sumatera Utara 1990, BPS, Jakarta 1992
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Pedoman
Manajemen Upaya Kesehatan Usia Lanjut Di Puskesmas, Jakarta 1992
Nugroho Wahyudi, Perawatan Lanjut Usia, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1992
Shinta Arundati, Population Ageing in Yogyakarta 1980, School of Social Sciences,
The Flinders University of South Australia, 1990
Universitas Sumatera Utara, Keadaan Sosial Ekonomi Dan Demografi Manusia Usia
Lanjut, Studi Kasus : Beberapa Suku Bangsa di daerah Perkotaan dan
Pedesaan Propinsi Sumatera Utara, Lembaga Penelitian USU, Medan 1993

©2003 Digitized by USU digital library

8