Analisis Penawaran Energi Listrik Di Propinsi Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENAWARAN ENERGI LISTRIK DI PROPINSI SUMATERA UTARA

Skripsi

Diajukan Oleh :

Julessio Sihombing 060523026

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

This Skripsi titled : Electrical Energy Supllies Analysis in North Sumatera. Suplly means lot of goods and services at a certain price level. Supply increase as of price increase. Vice versa.

As for data used in this research is secondary data, with the type of data time series annual of priode 1990-2004 which is obtaining from BPS (Badan Pusat Statistik). The variable are Energy Prices Index, Lost Energy and Fuel Oil Prices. The analysis model that used doubled linear regression with OLS (Ordinary Least Square) method.

This research result shows that energy prices index, lost energy and fuel oil prices significantly fluent electrical energy supplies in North Sumatera.

Keyword : electrical energy supplies, electrical energy prices index, lost energy, fuel oil prices.


(3)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul : Analisa Penawaran Energi Listrik di Propinsi Sumatera Utara. Penawaran artinya jumlah barang atau jasa yang tersedia pada suatu tingkat harga tertentu. Penawaran meningkat sejalan dengan tingkat harga. Demikian juga sebaliknya.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dengan jenis data time series tahunan priode 1990-2004 yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik). Variabel yang digunakan adalah Index Harga Energi, Energi Susut dan Harga BBM di Propinsi Sumatera Utara. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary

Least Square).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks harga energi, energi susut dan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran energi listrik di propinsi Sumatera Utara.

Kata kunci : penawaran energi listrik, indeks harga energi listrik, energi susut dan harga BBM.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah dilimpahkan-NYA kepada penulis, sehingga penulisan skripsi dapat selesai sebagai tugas akhir yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “ Analisis Penawaran Energi Listrik di

Propinsi Sumatera Utara”. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan

skripsi ini terdapat kesulitan - kesulitan yang dihadapi dan kekurangan – kekurangan, maka sumbang saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan bagi penyelesaian skripsi ini.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Tanpa jasa – jasa mereka, sulit rasanya skripsi ini bisa diselesaikan. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEC, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Penasehat Akademik.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD, selaku Seketaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Ibu Dra. Raina Linda Sari, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, pemikiran, saran dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.

5. Ibu Murni Daulay, Phd selaku dosen penguji I dan Ibu Inggrita Gusti Sari,SE ,MBA selaku dosen penguji II. Saran dan kritiknya sangat berarti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lebih baik.

6. Seluruh dosen pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Seluruh staf administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. My beloved Mom Loemian br Siahaan and Sihombing brotherhood. Terima kasih untuk kasih sayang, kesabaran, teguran ,motivasi dan doa yang telah memberi semangat dalam menyelesaikan perkuliahaan ku. 9. “Dosen Pembimbing” ku ibu Ganda dan yang senantiasa membantu

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Great thankfull to you.

10.Teman – teman seperjuangan di EP-Ektensi 2006, terkhusus Ekstensi Gelombang II (Reza, Indra, Bang Don, Sanur, Laris, Kak Ganda, Nimrot). Terima kasih buat kebersamaan yang pernah ada selama kuliah.

11.Teman-teman sepelayanan ku di PP GKPI Medan Kota dan rekan-rekan sejawat di Edition.


(6)

Dan terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan yang ada dalam skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Medan, Maret 20010 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Sumber Daya Energi ... 6

2.2. Jenis Sumber Daya Energi ... 6

2.3. Kelangkaan Sumber Daya Energi... 7

2.4. Peranan Energi dalam Pembangunan di Indonesia... 8

2.5. Listrik Sebagai Sumber Daya Energi... 12

2.6. Peranan Energi Listrik Dalam Pembangunan ... 13

2.7. Teori Penawaran ... 13

2.7.1. Hukum Penawaran ... 13

2.7.2. Skedul Penawaran (Supply Schedule) ... 16


(8)

2.7.4 Fungsi Penawaran ... 17

2.7.5. Pergeseran Kurva Penawaran ... 19

2.7.6. Elastisitas Penawaran ... 20

2.8. Jangka Waktu Analisis ... 22

2.8.1. Masa amat singkat ... 22

2.9. Indeks Harga Energi ... 24

2.10. BBM (Bahan Bakar Minyak) ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 28

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 28

3.3. Pengolahan Data ... 28

3.4. Metode Analisis Data ... 28

3.4.1. Uji Kesesuaian ... 30

3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 31

3.5. Defenisi Oprasional ... 32

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara ... 33

4.1.1. Fisiografi... 33

4.1.2. Perkembangan Penduduk ... 34

4.1.3. Tinjauan Perekonomian ... 37

4.2. Gambaran Umum PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara .. 39

4.2.1. Sejarah Berdirinya PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara ... 39


(9)

4.2.2. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero)

Regional Sumatera Utara ... 42

4.3. Perkembangan Kelistrikan di Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara ... 43

4.3.1. Perkembangan Jumlah Energi listrik yang disalurkan oleh PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara ... 43

4.3.2. Perkembangan Penjualan Energi listrik oleh PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara ... 44

4.3.3. Perkembangan Pendapatan Penjualan Energi listrik oleh PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara ... 45

4.3.4. Perkembangan Indeks Harga Energi Listrik ... 47

4.3.5. Perkembangan energi listrik hilang (losses) oleh PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara ... 48

4.3.6. Perkembangan Harga BBM di Sumatera Utara ... 49

4.4. Analisis Hasil Penelitian ... 50

4.4.1. Interprestasi OLS ... 52

4.3.2. Uji Kesesuaian ... 53

4.3.3. Uji Asumsi Klasik ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Penerimaan Negara dari Minyak dan Gas Bumi

Tahun 1997/1998-2001 9

2.2 Skedul Penawaran Barang X 16

4.1 Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara

Tahun 1990-2004 (dalam juta jiwa) 35

4.2 Jumlah Energi listrik yang disalurkan oleh PT.PLN(Persero) Regional Sumut

Tahun 1990-2004 (dalam satuan KWh) 44

4.3 Penjualan Energi Listrik oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut Tahun 1990-2004

(dalam satuan KWh) 44

4.4 Pendapatan Penjualan Energi Listrik PT.PLN (Persero) Regional Sumut Tahun 1990-2004

(dalam satuan juta Rupiah) 46

4.5 Indeks Harga Energi Listrik Sumut Tahun 1990-2004

(dalam satuan Rupiah/KWh) 47

4.10 Tingkat Energi Listrik Susut (Losses) PT.PLN (Persero) Regional Sumut

Tahun 1990-2004 (dalam satuan KWh) 48

4.11 Perkembangan Harga BBM (Bahan Bakar Minyak)

Tahun 1990-2004 (dalam satuan cent USD/liter) 49

4.12 Hasil Analisa Regresi 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

4.1 Uji t-statistik terhadap indeks harga energi listrik 56

4.2 Uji t-statistik terhadap energi yang susut 57

4.3 Uji t-statistik harga BBM 58


(12)

ABSTRACT

This Skripsi titled : Electrical Energy Supllies Analysis in North Sumatera. Suplly means lot of goods and services at a certain price level. Supply increase as of price increase. Vice versa.

As for data used in this research is secondary data, with the type of data time series annual of priode 1990-2004 which is obtaining from BPS (Badan Pusat Statistik). The variable are Energy Prices Index, Lost Energy and Fuel Oil Prices. The analysis model that used doubled linear regression with OLS (Ordinary Least Square) method.

This research result shows that energy prices index, lost energy and fuel oil prices significantly fluent electrical energy supplies in North Sumatera.

Keyword : electrical energy supplies, electrical energy prices index, lost energy, fuel oil prices.


(13)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul : Analisa Penawaran Energi Listrik di Propinsi Sumatera Utara. Penawaran artinya jumlah barang atau jasa yang tersedia pada suatu tingkat harga tertentu. Penawaran meningkat sejalan dengan tingkat harga. Demikian juga sebaliknya.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dengan jenis data time series tahunan priode 1990-2004 yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik). Variabel yang digunakan adalah Index Harga Energi, Energi Susut dan Harga BBM di Propinsi Sumatera Utara. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary

Least Square).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks harga energi, energi susut dan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran energi listrik di propinsi Sumatera Utara.

Kata kunci : penawaran energi listrik, indeks harga energi listrik, energi susut dan harga BBM.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelangkaan sumber daya energi ternyata telah menjadi isu sentral yang akan membatasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat disebabkan antara lain: terbatasnya sumber energi fisik, keseimbangan ekologi mulai terganggu, bertambahnya jumlah penduduk Indonesia memerlukan energi untuk keperluan dalam negeri yang dari tahun ke tahun meningkat dengan pesat sejalan dengan laju pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk.

Energi listrik merupakan sektor yang paling penting bagi rumah tangga dan pengusaha yang menggunakan energi listrik yang telah sebagai kebutuhan utama. PT.PLN (Persero) merupakan suatu unit yang mengusahakan energi listrik dan mempunyai misi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 dan Keputusan Presiden RI Nomor 37 tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan Energi listrik oleh Swasta, maka pada saat ini terdapat 3 bentuk badan usaha yang bergerak dalam bidang penyediaan energi listrik, yaitu: Perusahaan Listrik Negara (PLN), Swasta dan Koperasi. Dengan adanya badan-badan usaha tersebut, maka persaingan dalam bidang perlistrikan akan semakin tinggi. Walaupun demikian dengan berpedoman pada pengelolaan perusahaan yang sehat serta meningkat efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan dan memberikan pelayanan yang memuaskan pada konsumen, maka PLN sebagai badan usaha yang wajib menyediakan listrik dalam jumlah memadai dengan harga murah bagi


(15)

masyarakat diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan persaingan di masa mendatang.

PLN sebagai pelaku utama dalam hal kegiatan penyediaan energi listrik sebagai kebutuhan vital bagi masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari harus menjamin ketersediaan energi listrik apalagi masyarakat telah mengeluarkan biaya untuk memperolehnya. Sedangkan sektor swasta (selain PLN) lain yang ikut memproduksi listrik dilakukan oleh PT.Pertamina dan PT.Inalum. Dimana masing-masing perusahaan ini memiliki mesin pembangkit tersendiri untuk memproduksi listrik dan menyalurkan listrik kepada PLN. Adapun penyaluran listrik oleh sektor lain selain PLN ini dilakukan pada saat terjadinya beban puncak yaitu beban tertinggi yang harus dipanggul sistem kelistrikan pada waktu tertentu. Beban puncak juga berarti konsumsi listrik tertinggi seluruh pelanggan PLN. Beban puncak sistem kelistrikan di Sumatera Utara terjadi pada malam hari (17.00-22.00) setiap harinya.

Saat ini daya mampu di sistem Sumatera bagian Utara hanya 925 MW sementara beban puncaknya bisa mencapai 1.070 MW. Sehingga mengalami defisit sebesar 145MW.Akan tetapi belakangan ini jaminan ketersediaan energi listrik oleh PLN sering terganggu. PLN mengalami defisit energi listrik untuk disalurkan kepada masyarakat. Dalam hal ini, PLN mengambil kebijakan pemadaman listrik secara bergilir. Hal ini dilakukan untuk menghemat energi listrik yang dibutuhkan masyarakat. Disamping itu PLN juga melakukan himbauan yang bersifat ajakan untuk melakukan kegiatan hemat energi.

Untuk melaksanakan visi dan misi perusahaan serta peningkatan mutu pelayanan maka di Sumatera Utara terdapat 8 cabang perusahaan, 4 sektor pembangkit yang


(16)

pelanggan di Sumatera Utara dimana 427.702 adalah pelanggan di propinsi Sumatera Utara. Cabang perusahaan tersebut,sebagai Badan Usaha Milik Negara yang menangani maslah ketenagalistrikan sangat memberikan sumbangan yang berarti di dalam mendukung aktivitas kehidupan masyarakat setempat. Hal ini erat kaitannya dengan banyaknya orang yang merasakan kebutuhan akan energi listrik seperti kebutuhan primer, baik sektor rumah tangga, industri, badan sosial, pendidikan, penerangan jalan umum.

Indeks Harga Energi Listrik merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya penawaran listrik di Sumatera Utara. Untuk menyediakan energi listrik, peran BBM sangat besar dan dapat disebut sebagai barang komplementer. Karena sebagian besar mesin-mesin pembangkit PLN menggunakan BBM sebagai sumber energi. Disamping itu peran teknologi juga mempengaruhi penyediaan energi listrik. Selanjutnya dalam penyaluran energi listrik yang diproduksi, tentunya ada energi yang susut dengan sendirinya baik itu penyusutan transmisi dan penyusutan jaringan. Penyusutan energi ini bervariasi dari tahun ke tahun akibat dari bertambahnya mesin-mesin pembangkit dan keadaan mesin-mesin pembangkit yang sudah ada sebelumnya serta maraknya terjadi kasus pencurian arus listrik.

Pembahasan skripsi ini hanya akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran listrik di propinsi Sumatera Utara dengan parameter indeks harga energi listrik jumlah energi listrik yang susut pada saat penyaluran oleh PLN dan harga BBM.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik membuat penelitian dengan mengangkat judul “ ANALISIS PENAWARAN ENERGI LISTRIK DI PROPINSI SUMATERA


(17)

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kenaikan Indeks Harga Energi Listrik berpengaruh terhadap penawaran energi listrik di propinsi Sumatera Utara.

2. Apakah kenaikan energi listrik yang susut (losses) berpengaruh terhadap penawaran energi listrik di propinsi Sumatera Utara.

3. Apakah tingkat harga BBM berpengaruh terhadap penawaran energi listrik di propinsi Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah Indeks Harga Energi berpengaruh terhadap penawaran. 2. Untuk mengetahui apakah tingkat energi listrik hilang (losses) berpengaruh

terhadap penawaran.

3. Untuk mengetahui apakah harga BBM berpengaruh terhadap penawaran.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa FE USU, terutama bagi mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah dan non ilmiah penulis dalam ilmu yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual.


(18)

3. Menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada khususnya mengenai penawaran.

4. Hasil penelitian ini meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumber Daya Energi

Sumber Daya adalah segala sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. Sumber Daya Alam dan Energi bisa meliputi semua yang terdapat di bumi baik yang hidup maupun benda mati, berguna bagi manusia, terbatas jumlahnya dan pengusahaannya memenuhi kriteria-kriteria teknologi, ekonomi, sosial dan lingkungan.

Sumber Daya Energi terdiri dari sumber daya alam non-hayati mineral patra, yaitu minyak bumi dan gas bumi, mineral lain seperti batubara dan uranium, sumber daya alam energi di luar ait dan minyak/gas bumi, seperti panas bumi, surya, angin, arus laut, pasang surut, panas laut serta sumber daya alam hayati seperti kayu bakar. Energi itu sendiri dapat berupa energi kimiawi, listrik, gelombang, nuklir, mekanis dan panas.

2.2. Jenis Sumber Daya Energi

Jenis-jenis Sumber Daya Energi dapat dibedakan atas dua yaitu: 1. Sumber Daya Energi Terbarukan

Sumber Daya Energi Terbarukan adalah sumber daya energi yang dapat diperbaharui atau dapat diisi kembali atau tidak terhabiskan (renewable/ replenishable/ non-exhaustible) adalah sumber daya energi yang bisa dihasilkan sumber daya energi yang berkelanjutan. Tenaga surya, angin dan


(20)

sistem pasang surut merupakan sumber daya energi yang tidak dapat diperbaharui.

2. Sumber Daya Energi Tidak Terbarukan

Sumber Daya Energi yang tidak dapat diperbaharui atau diisi kembali atau terhabiskan (non-renewable/ non- replenishable/ exhaustible) adalah sumber daya energi yang habis sekali pakai. Misalnya: minyak bumi, gas bumi dan batubara.

2.3. Kelangkaan Sumber Daya Energi

Makin menipisnya sumber daya energi menimbulkan kekhawatiran mandeknya perekonomian. Dengan menganalogikan industri sebagai penduduk dan batubara sebagai makanan, kenaikan harga batubara akan menghilangkan daya saing di pasar barang-barang manufaktur. Begitu juga isu-isu untuk jenis-jenis sumber daya energi lain, meskipun kecenderungan sumber daya energi tersebut ada yang segera dapat diatasi pada periode berikutnya sejalan dengan berkembangnya teknologi.

Usaha manusia untuk menghindari semakin langkanya sumber daya energi telah banyak dilakukan. Usaha tersebut diwujudkan antara lain dalam bentuk subtitusi dalam proses produksi, subtitusi dalam konsumsi dan inovasi teknologi hemat sumber daya energi. Subtitusi dalam produksi dapat dilakukan dengan mengubah kombinasi masukan maupun penggantian masukan dengan subtitusinya. Subtitusi dalam konsumsi antara lain dengan mengganti barang-barang konsumsi tanpa mengubah kualitas/kegunaan konsumsi. Inovasi teknologi untuk memperoleh pemamfaatan sumber daya energi terbesar nampaknya terus mengalami kemajuan. Akan tetapi meskipun usaha-usaha


(21)

mengatasi kelangkaan sumber daya energi terus diupayakan namun kelangkaan ternyata masih menjadi momok bagi sebagian masyarakat.

Perbedaan kondisi tersedianya sumber daya energi akan membatasi pertumbuhan potensial suatu perekonomian sebab kelangkaan sumber daya energi dalam segala bentuknya akan sangat mempengaruhi ruang gerak dalam berproduksi.

Pembangunan ekonomi mencakup pengertian yang sangat luas dan tidak hanya sekedar menaikkan pendapatan per kapita per tahun saja, bahkan indikator PNB sebagai, sebagai indikator utama, tidak selalu dapat menggambarkan suksesnya suatu pembangunan. Indikator-indikator yang lain seperti pendidikan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk miskin juga menunjukkan keberhassilan pembangunan. Menurut Sukirno, tujuan dari pembangunan ekonomi adalah mencapai kesejahteraan masyarakat yang ditujukan oleh kecenderungan kenaikan pendapatan per kapita dalam jangka panjang.

Tujuan pembangunan tidak saja berorientasi pada kemakmuran ekonomi atau peningkatan pendapatan masyarakat, tetapi juga harus menyentuh aspek-aspek non ekonomi.

2.4. Peranan Energi dalam Pembangunan di Indonesia

Energi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi tercapainya sasaran pembangunan. Peranan energi untuk pembangunandi Indonesia mencakup dua hal yaitu sebagai sumber dana pembangunan (penerimaan pemerintah) yang berasal dari devisa (ekspor) dan yang utama untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang dibutuhkan dalam pembangunan.


(22)

a. Peranan energi sebagai sumber penerimaan negara

Penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi (penerimaan migas) memberikan sumbangan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia.Walaupun peranan migas dalam hal penerimaan negara relative semakin menurun, namun dalam jangka waktu lima tahun terakhir, rata-rata penerimaan migas masih mencakup yaitu sekitar 30% dari total penerimaan negara. Dimana sektor non-migas lebih mendominasi terutama di sektor pajak. Besarnya penerimaan dari sektor migas dipengaruhi antara lain oleh besarnya tingkat produksi minyak mentah dan kondesat, volume ekspor LNG dan LPG, harga minyak mentah dan biaya produksi. Unsur lain yang juga penting dan mempengaruhi besarnya penerimaan minyak dan gas adalah nilai tukar mata uang (kurs).

Rincian penerimaan negara dari sektor migas tahun anggaran 1997/98-2001 dapat dilihat dalam table dibawah ini.

Tabel 2.1

Penerimaan Negara dari Minyak dan Gas Bumi Tahun 1997/1998-2001

Tahun

Penerimaan Dalam Negeri

Penerimaan Minyak dan Gas Kontribusi Pendapatan

Migas Minyak

Bumi

Gas

Alam Jumlah

1997/98 112.126,1 22.244,0 8.315,0 30.559,0 27.25% 1998/99 158.042,4 25.957,4 15.410,9 41.368,3 26,10% 1999/2000a) 201.942,3 38.023,7 20.457,8 58.481,5 29,00% 2000b) 204.942,3 58.542,9 26.769,6 85.312,5 41,63% 2001 286.844,6 67.855,1 67.855,1 104.192,6 36,32%


(23)

Catatan:

ii. APBN-P

iii. Tahun 2000=April-Desember

b. Peranan energi untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri

Konsumsi energi Indonesia pada era permulaan industrialisasi tahun 1984 terbesar sebagai berikut: sektor industri 36,4%, sector transportasi 32,51% dan sektor rumah tangga 31,09% dari total energi sebesar 958,26 PJ. Perubahan distribusi konsumsi pada tahun 1997/1998, dimana sektor transportasi menjadi pemakai energi terbesar, dengan pangsa 39,95%. Sektor industri 36,9% dan sektor rumah tangga 23,16% dari total konsumsi 2.369,17 PJ. Salah satu faktor yang menyebabkan perubahan tersebut adalah krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan sebagian besar negara-negara di Asia saat itu.

Dari kondisi diatas terlihat bahwa hubungan perekonomian dengan energi sedemikian kuat, peningkatan kegiatan ekonomi biasanya diikuti dengan meningkatnya konsumsi energi. Di Indonesia tercermin dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi sebesar 7% per tahun mengakibatkan pertumbuhan konsumsi energi meningkat sebesar 10%. Hubungan tersebut dikenal dengan “elastisitas energi” terhadap kegiatan energi, atau dapat didefenisikan sebagai perubahan pertumbuhan energi sebagai akibat perubahan kegiatan ekonomi.

• Konsumsi energi sektor industri

Perkembangan teknologi turut mempengaruhi pangsa penggunaan sumber energi di sektor industri, dari total 48 PJ yang digunakan tahun 1969, BBM mendominasi pangsa tersebut sebesar 86,76%, disusul gas bumi 5,74%,


(24)

listrik 4,81% dan batubara 2,68%. Besarnya konsumsi energi di sektor industri selain disebabkan oleh bermunculnya jenis industri baru, juga disebabkan oleh penggunaan peralatan di sektor industri yang sangat padat energi atau dikenal energi intensive.

• Konsumsi energi sektor transportasi

Pertumbuhan konsumsi energi di sektor transportasi sangat dramatis. Jika di tahun 1969 sebesar 71,02 PJ hampir seluruhnya berasal dari BBM yakni sebesar 97,87% dan sisanya batubara sebesar 2,31%, maka konsumsi energi sektor ini meningkat hampir 13 kali di tahun 1999 menjadi 903,1 PJ. Dari konsumsi energi sebesar itu, BBM mendominasi pasokannya yakni sebesar 99,88%. Sisanya gas bumi yakni sebesar 0,12%. Dapat dilihat bahwa penyediaan bahan bakar sektor transportasi hanya terbatas pada media cair dan gas, terlihat bahwa ketergantungan sektor transportasi sangat tinggi terhadap BBM dan gas.

• Konsumsi energi sektor rumah tangga

Distribusi pemakaian energi di sektor rumah tangga sangat tergantung pada kegiatan rumah tangga. Berdasarkan data Ditjen Migas (DMB), pada tahun 1999 total konsumsi energi sektor rumah tangga sebesar 610,245 PJ, kegiatan memasak mengkonsumsi 64 persennya, penerangan 23%, hiburan 8%, komersil 1% dan lain-lain sebesar 4%. Selain itu berdasarkan jenis energi yang digunakan, minyak tanah merupakan energi yang paling dominan dengan pangsa pasar 70,83%, listrik 23,78% dan LPG 5,31%.


(25)

2.5. Listrik Sebagai Sumber Daya Energi

Energi listrik merupakan sarana produksi maupun sarana kehidupan sehari-hari yang memegang peranan penting dalam upaya mencapai sasaran pembangunan. Sebagai sarana produksi, tersedianya energi listrik dalam jumlah dan mutu pelayanan yang baik serta yang terjangkau merupakan penggerak utama dan sangat mendorong laju pembangunan di berbagai sektor lain. Pembangunan di berbagai sektor ini penting bagi tercapainya tujuan pembangunan seperti meningkatkan pendapatan nasional, mengubah struktur ekonomi, menciptakan tenaga kerja yang pada gilirannya akan menuntut akan tersedianya energi listrik. Disamping itu, tersedianya energi listrik yang merata.

Minyak bumi, gas dan batubara dan panas bumi merupakan sumberdaya energi yang dimanfaatkan untuk memproduksi listrik. Pemanfaatannya sebagai pemasok untuk memproduksi listrik di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Keterbatasan cadangan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri menyebabkan pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk melakukan diversifikasi energi. Untuk sektor Pembangkit Listrik Negara (PLN) bentuk diversifikasi ini telah dapat dirasakan dengan berdirinya pusat-pusat pembangkit listrik tenaga air, gas, maupun panas bumi.

Salah satu bentuk energi yang sudah siap untuk digunakan oleh konsumen (energi final), energi listrik merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional, sehingga perlu diusahakan serasi, selaras dan serempak dengan tahapan pembangunan nasional. Hal ini berarti bahwa sasaran pembangunan ketenagalistrikan harus selalu menunjang setiap tahapan pembangunan nasional baik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun dalam mendorong peningkatan ekonomi.


(26)

2.6. Peranan Energi Listrik Dalam Pembangunan

Listrik membawa peranan penting dalam pembangunan, bahkan tingkat pemakaian listrik telah menjadi salah satu ukuran bagi perkembangan dan kemajuan suatu negara. Aspek-aspek kehidupan manusia dalam masyarakat telah banyak dikuasai oleh listrik; mulai dari kegiatan yang paling kecil sampai kepada yang besar sekalipun.

Bagaimana pentingnya peranan listrik dapat ditinjau dari penggunaan nya untuk beberapa bidang antara lain: bidang produksi seperti industri dan pabrik, bidang penelitian dan riset, bidang pertahanan dan keamanan, bidang komunikasi dan media massa, bidang rumah tangga dan lain sebagainya.

Hal tersebut menunjukkan pentingnya peranan listrik dalam pembangunan. Demikian juga halnya untuk perbaikan kesehatan, pendidikan dan sebagainya, peranan listrik ini sangat menentukan. Ini mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan program pembangunan, penyediaan energi listrik harus diutamakan, sehingga dengan demikian dapat membantu bidang-bidang lainnnya.

2.7. Teori Penawaran 2.7.1. Hukum Penawaran

Dalam teori ekonomi, penawaran (supply) didefenisikan sebagai hubungan statis yang menunjukkan berapa banyak suatu komoditas yang ditawarkan (untuk dijual) pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga, faktor lain tidak berubah.

Keinginan para penjual dalam menawarkan barang ada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu:


(27)

1. Harga barang itu sendiri 2. Harga-harga barang lain 3. Biaya produksi

4. Organisasi pasar

5. Tingkat teknologi yang digunakan

Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut ditawarkan pada penjual. Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya semakin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.

1. Harga barang itu sendiri

Harga yang lebih tinggi meningkatkan hampir semua tingkat produksi yang menguntungkan dan menaikkan jumlah penawaran. Jumlah barang yang ditawarkan akan lebih tinggi ketika harga barang tersebut meningkat di pasar. 2. Harga-harga barang lain

Barang subtitusi maupun komplementer akan mempengaruhi suatu barang yang dibutuhkan masyarakat. Jika harga barang impor naik masyarakat cenderung untuk membeli barang buatan dalam negeri. Sehingga mendorong produsen dalam negeri untuk menambah produksinya, maka penawaran harga tersebut meningkat.


(28)

3. Biaya produksi

Jika biaya untuk memperoleh faktor produksi tinggi, maka perusahaan akan rugi, bahkan akan menutup perusahaannya, sehingga barang yang diproduksinya akan menurun.

4. Organisasi pasar

Turunnya tarif dan kuota barang luar negeri akan membuka pasar bagi produsen asing dan cenderung meningkatkan penawaran. Jika pasar di monopoli, harga setiap output akan naik. Secara umum pasar persaingan sempurna akan menghasilkan kemungkinan tingkat output paling tinggi pada setiap tingkat harga.

5. Tingkat teknologi yang digunakan

Dengan teknologi dapat mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas, meningkatkan mutu produk, dan menciptakan produk baru.

Dalam analisa ekonomi, penawaran terhadap suatu barang dan jasa terutama dipengaruhi oleh harga barang atau jasa itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam teori penawaran yang akan dianalisa adalah hubungan antara penawaran suatu barang dengan harga barang lain dan faktor teknologi yang diterapkan. Sedangkan faktor-faktor lainnya dianggap tetap (ceteris paribus).

Sifat perkaitan antara penawaran terhadap suatu barang dengan harganya tersebut dijelaskan dalam hukum penawaran. Hukum penawaran tersebut pada hakekatnya merupakan suatu hipotesa yang berbunyi: “Jika harga suatu barang naik, maka penawaran terhadap barang tersebut akan bertambah, sebaliknya jika harga barang tersebut turun,


(29)

maka penawaran terhadap barang tersebut akan berkurang” (asumsi ceteris paribus/hal-hal lain dianggap tetap)

2.7.2. Skedul Penawaran (Supply Schedule)

Cara untuk menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan pada suatu tingkat harga dapat dilakukan dengan membuat skedul penawaran. Skedul penawaran merupakan tabulasi angka-angka yang menunjukkan jumlah barang atau jasa yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga. Contoh skedul penawaran dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2

Skedul Penawaran Barang X

Harga Barang X Jumlah yang ditawarkan

A Rp.4,- 1

B Rp.5,- 2

C Rp.6,- 3

D Rp.7,- 4

E Rp.8,- 5

F Rp.9,- 6

Dari skedul penawaran barang X tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin naik harga barang X, maka jumlah barang X yang ditawarkan akan semakin bertambah banyak. Jadi, sifat hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta adalah searah.

2.7.3. Kurva Penawaran

Cara lain untuk menggambarkan hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta adalah dengan menggunakan kurva penawaran.


(30)

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa slope atau kemiringan kurva penawaran adalah positif, artinya bahwa hubungan antara harga barang X dan jumlah barang X yang ditawarkan adalah searah. Jadi, jika harga barang barang naik maka jumlah barang x yang ditawarkan akan bertambah, dan sebaliknya jika harga barang X turun, maka jumlah barang X yang ditawarkan akan berkurang.

2.7.4. Fungsi Penawaran

Selain skedul penawaran dan kurva penawaran, hubungan antara harga dan jumlah barang dapat diterangkan melalui sebuah fungsi penawaran. Fungsi penawaran pada dasarnya menunjukkan hubungan secara matematis antara harga dan jumlah barang yang diminta. Jika dalam kurva penawaran diatas kita hanya dapat menggambarkan hubungan antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan (dalam satu kurva), maka dalam fungsi penawaran kita dapat menggambarkan hubungan antara beberapa variabel yang dapat mempengaruhi jumlah barang yang ditawarkan seperti harga barang lain (barang komplementer), biaya produksi, organisasi pasar, tingkat teknologi dan sebagainya. Bentuk fungsi penawaran yang sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:

0 1 2 3 4 5 6 7

4 5 6 7 8 9

Jumlah barang X yang ditawarkan

H a rg a B a ra n g Sx


(31)

Qsx = ƒ (Px) Dimana:

Qsx = jumlah barang X yang ditawarkan Px = harga barang X

Fungsi diatas dapat dijelaskan bahwa besar kecilnya jumlah barang X yang ditawarkan akan tergantung dari harga barang itu sendiri (asumsi ceteris paribus). Contoh fungsi penawaran: Qsx = 3 + Px. Menurut fungsi penawaran ini, jika harga X = Rp.1,- maka jumlah barang X yang ditawarkan = 4, jika harga barang X naik menjadi Rp.2,- maka penawarannya akan naik menjadi 5 dan seterusnya seperti yang diperlihatkan dalam skedul dan kurva penawaran diatas.

Dalam prakteknya, hal-hal yang dianggap tetap atau ceteris paribus justru mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap jumlah barang yang ditawarkan. Oleh karena itu dapat kita tuliskan perluasan fungsi penawaran tersebut menjadi:

Qsx = ƒ (Px,Py,B,O,T,F)

Dimana:

Qsx = jumlah barang x yang ditawarkan Px = harga barang X

Py = harga barang lain (barang subtitusi,barang komplementer) B = biaya operasional

O = organisasi pasar T = teknologi


(32)

2.7.5. Pergeseran Kurva Penawaran

Pergeseran kurva penawaran menunjukan adanya perubahan penawaran terhadap suatu barang yang disebabkan oleh perubahan faktor – faktor diluar harga barang itu sendiri. Faktor – faktor tersebut misalnya; harga barang itu sendiri, harga barang lain, biaya produksi, organisasi pasar dan tingkat teknologi yang digunakan. Pergeseran perubahan yang menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan, sebaliknya setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang bersedia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri.

Pada gambar diatas ditunjukkan terjadinya pergeseran kurva penawaran ke kanan,yaitu dari S1 bergeser Sx1, yang berarti adanya pertambahan dalam penawaran barang x. Terjadinya pertambahan penawaran barang x tersebut belum tentu disebabkan oleh turunnya harga barang x itu sendiri, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh adanya perubahan faktor – faktor diluar harga barang itu sendiri. Seperti pergeseran titik A pada


(33)

walaupun harga tidak berubah. Jadi penawaran dapat bertambah atau berkurang walaupun harga barang itu sendiri tetap.

2.7.6. Elastisitas Penawaran

a. Pengertian Elastisitas Penawaran

Secara teori, hukum penawaran menyatakan bahwa kenaikan harga suatu barang akan menaikan kuantitas yang ditawarkan. Elastisitas harga dari penawaran (price

elasticity of supply) mengukur seberapa banyak kuantitas yang ditawarkaan ata suatu

barang mengikuti perubahan harga barang tersebut. Penawaran atas suatu barang dikatakan elastis jika perubahan harga menyebabkan perubahan yang cukup besar pada kuantitas yang ditawarkan. Sebaliknya, penawaran dikatakan tidak elastis atau inelastis apabila kuantitas yang ditawarkan itu sedikit saja berubah ketika harganya berubah.

Elastisitas penawaran terhadap harga ditentukan oleh fleksibilitas penjual dalam mengubah kuantitas barang yang mereka produksi. Sebagai contoh, penawaran sebidang tanah di tepi pantai bersifat inelastis, karena tanah ditepi pantai tidak bisa dibuat semau penjual. Sedangkan barang – barang manufaktur seperti mobil, buku, atau televisi memiliki penawaran yang elastis karena pemilik pabrik bisa menambah jam kerja atau pegawai untuk memacu produksinya jika harga naik.

Di sebagian besar pasar, determinan kunci elastisitas harga dari penawaran adalah rentang waktu yang ada. Penawaran dalam jangka panjang cenderung lebih elastis atau mudah berubah ketimbang penawaran dalam jangka pendek. Ini mudah dipahami karena dalam jangka pendek para produsen akan kesulitan menambah atau mengurangi kuantitas produksinya. Dengan demikian, kuantitas yang ditawarkan dalam jangka pendek tidaklah


(34)

terlalu peka terhadap perubahan harga. Seandainya rentang waktunya panjang, para pengusaha akan dapat membangun pabrik baru atau menutup pabrik. Selain itu, perusahaan baru dapat memasuki pasar ataau perusahaan lama juga mungkin ditutup. Itu berarti dalam jangka panjang, kuantitas yang ditawarkan bersifat peka/elastis terhadap perubahan harga.

b. Menghitung Elastisitas Harga Dari Penawaran

Para Ekonom menghitung elastisitas harga dari penawaraaan sebagai persentase perubahan kuantitas yang ditawarkan dibagi persentase perubahan harga.

persentase perubahan jumlah barang yang ditawarkan Es=

persentase perubahan harga

Elastisitas ini dapat diukur dengan cara sebagai berikut :

1. Jika elastisitas > 1, maka dengan turunnya harga , jumlah pengeluaran uang untuk barang tersebut akan naik, atau dilihat dari sudut penjual, penerimaan hasil penjualan naik.

2. Jika elastisitas < 1, maka dengan turunnya harga, jumlah pengeluaran untuk barang tersebut akan turun.

3. Jika elastisitas = 1, maka dengan turunnya harga, jumlah pengeluaran untuk barang tersebut akan tetap.

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi elastisitas Penawaran

Dua faktor dapat dianggap sebagai faktor yang sangat penting di dalam menentukan elastisitas penawaran, yaaitu sifat dari perubahan ongkos produksi, dan jangka waktu dimana penawaran tersebut dianalisis.


(35)

d. Sifat Perubahan Ongkos Produksi

Bagaimana ongkos produksi akan berubah sekiranya harus dilakukan pertambahan produksi, sangat besar pengaruhnya kepada elastisitas penawaran. Penawaran tidak elastis apabila kenaikan penawaran hanya dapat dilakukan dengan mengeluaarkan biaya yang sangat tinggi. Tetapi kalau penawaran dapat ditambah dengan mengeluarkan biaya tambahan yang tidak terlalu besar, penawaran akan bersifat elastis.

Apakah ongkos produksi akan meningkat dengan cepat sekali atau akan mengalami pertambahan yang sedikit saja, apabila produksi ditambah, tergantung kepada banyak faktor. Salah satu faktor yang penting adalah sampai dimana tingkat penggunaan kapasitas perusahaan. Apabila kapasitasnya telah mencapai tingakt yang tinggi, investasi baru haruslah dilakukan untuk menambah produksi. Dalam keadaan ini kurva penawaran akan menjadi tidak elastis. Penawaran juga bersifat tidak elastis apabila faktor – faktor produksi yang diperlukan untuk menaikkan produksi sangat sukar utuk diperoleh.

2.8. Jangka Waktu Analisis

Di dalam menganalisis pengaruh waktu kepada elastisitas penawaraan, biasanya dibedakan tiga jenis waktu,yaitu : masa amat singkat, jangka pendek daan jangka panjang.

2.8.1. Masa amat singkat

Yang dimaksudkan dengan masa amat singkat adalah jangka waktu dimana para penjual tidak dapat menambah penawarannya. Dengan demikian penawarannya bersifat tidak elastis sempurna. Keadaan ini ditunjukan dalam gambar. Misalkan pada mulanya


(36)

jumlah barang yang diperjualbelikan adalah Q.Seterusnya misalkan oleh karena sesuatu sebab kenaikan permintaan berlaku, yaitu dari DD menjai D1D1.Dalam masa yang sangat singkat jumlah barang tidak dapat ditambah, maka harga mengalami kenaikan yang sangat tinggi, yaitu dari P menjadi P1.

1. Jangka Pendek

Di dalam jangka pendek kapasitas alat – alat produksi yang ada tidak dapat ditambah. Tetapi setiap perusahaan masih dapat menaikkan produksi dengan kapasitas yang tersedia itu dengan cara menggunakan faktor – faktor produksi, termasuk barang modal secara lebih intensif. Antara lain caranya ialah memperpanjang jam kerja, memperbaiki manajemen memproduksi, menggunakan tenaga kerja dengan lebih efektif dan sebagainya. Usaha ini akan dapat menambah produksi dari barang yang ditawarkan, keadaan ini ditunjukkan dalam gambar. Karena produksi dapat ditambah dari Q menjadi Q1 maka kenaikan permintaan dari DD menjadi D1D1 tidak banyak menaikkan harga.

2. Jangka Panjang

Produksi dan jumlah barang yang ditawarkan dapat dengan mudah ditambah dalam jangka panjang. Oleh karenanya penawaran bersifat elastis, yaitu seperti yang ditunjukkan dalam gambar. Dapat dilihat bahwa barang yang diperjualbelikan bertambah sebesar QQ1 karena permintaan bertambah dari DD menjadi D1D1. Pertambahan ini adalah jauh lebih besar dari pertambahan dalam jangka pendek. Oleh karena pertambahan penawaran yang cukup besar tersebut, kenaikan harga dari P menjai P1 adalah lebih kecil daripada dalam keadaan jangka waktu amat singkat dan jangka pendek.


(37)

2.9. Indeks Harga Energi

Angka indeks dirancang untuk mengukur besarnya perubahan ekonomi dari waktu ke waktu. Indeks harga adalah sebuah dinormalkan dar statistik yang dirancang untuk membantu untuk membandingkan bagaimana harga ini, diambil secara keseluruhan, berbeda antara periode waktu atau lokasi geografis.

Indeks harga memiliki beberapa potensi penggunaan. Secara umum indeks dapat dikatakan untuk mengukur perekonomia yang lebih sempit dapat membantu produsen dengan rencana bisnis dan investasi. Karena


(38)

mereka bekerja dengan cara yang sama untuk persentase mereka membuat perubahan tersebut lebih mudah untuk membandingkan. Indeks harga adalah ukuran memperkirakan harga rata-rat harga mengukur perubahan harga konstan barang dan jasa dari satu periode ke depan dalam wilayah yang sama (kota, daerah, atau bangsa). Ditentukan dengan mengukur harga grup standar barang yang dimaksudkan untuk mewakili pasar konsumen perkotaan.

Indeks tersebut biasanya dihitung tahunan, atau kuartalan di beberapa negara, sebagai rata-rata tertimbang sub-indeks untuk berbagai komponen pengeluaran konsumen, seperti makanan, perumahan, sandang, masing-masing yang pada gilirannya rata-rata tertimbang sub-sub - indeks. Indeks akan menunjukkan bagaimana pengeluaran konsumen harus bergerak untuk mengimbangi perubahan harga sehingga memungkinkan konsumen untuk mempertahankan standar hidup yang konstan.

Perhitungan indeks harga berdasarkan harga barang dapat dibagi menjadi dua jenis indeks, yaitu:

1. Indeks Harga Laspeyre 2. Indeks Harga Paasche

Kedua perhitungan indeks harga ini mempunyai perbedaan pada harga periode komoditinya. Indeks Harga Laspeyre menggunakan harga periode dasar sedangkan Indeks Harga Paasche menggunakan harga periode akhir.

Perhitungan indeks harga energi dilakukan oleh lembaga statistik nasional, dalam hal ini adalah BPS (Badan Pusat Statistik).


(39)

2.10. BBM (Bahan Bakar Minyak)

Bahan Bakar Minyak adalah salah satu jenis bahan bakar. Merupakan kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian bahan bakar minyak sebagai komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Kewajiban tersebut diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945. Ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mengatur bahwa harga BBM dan Gas Bumi diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha, telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.002/PUU-I/2003 karena bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat (2) dan ayat (3). Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi merupakan kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi untuk kemakmuran rakyat secara langsung diimplementasikan dengan penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) murah dengan adanya subsidi BBM yang merupakan Pengeluaran Rutin Negara. Seiring kewajiban Pemerintah untuk menjamin ketersediaan BBM, maka bagi BPK melakukan pemeriksaan atas subsidi BBM merupakan tugas yang harus dilaksanakan sesuai amanat Pasal 23 E ayat (1) UUD 1945 yaitu untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab atas keuangan negara, dimana subsidi BBM sebagai pengeluaran negara menjadi salah satu bagian daripadanya.

Ada beberapa jenis BBM yang dikenal di


(40)

• Solar Industri

• Avtur


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh Indeks Harga Energi, jumlah energi susut (losses) dan harga BBM terhadap penawaran energi listrik di propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1990-2004 (15 tahun).

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berbentuk angka kuantitatif tahunan dari tahun 1990 hingga tahun 2004. Data diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, perpustakaan dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.3. Pengolahan Data

Pengolahan data yang digunakan adalah program Eviews 5

3.4.Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen adalah dengan menggunakan model regresi


(42)

berganda (Multiple Regression). Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Dengan model persamaan sebagai berikut:

µ β

β β

α + + + +

= 1X1 2X2 3X3

Y

Y = Jumlah penawaran energi listrik (KWh) X1 = Indeks Harga Energi Listrik (Rupiah/KWh) X2 = Energi Hilang/Losses (KWh)

X3 = Harga BBM (cent USD/liter)

α = Konstanta

β = Koefisien Regresi

µ = Term of Error

Bentuk hipotesis diatas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

> ∂∂X1

Y

0, artinya jika terjadi kenaikan X1(Indeks Harga Energi Listrik), maka Y

(jumlah penawaran energi listrik) akan naik, ceteris paribus.

2 X

Y

∂∂ < 0, artinya jika terjadi kenaikan X2(energi hilang/losses), maka Y (jumlah penawaran energi listrik) akan turun, ceteris paribus.

3 X

Y

∂∂ < 0, artinya jika terjadi kenaikan X3 (harga BBM), maka Y (jumlah


(43)

3.4.1. Uji Kesesuaian

1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi yang dinotasikan (R2), merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi. Nilai koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel dependen yang dapat dijelaskan variabel independennya secara bersamaan.

2. Uji F-Statistik

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

F hitung (F*) =

(

)

(

)

k n R

k R

− 2 −

2

1

1

R2 = Koefisien Determinan k = Jumlah Variabel Dependen n = Jumlah Sampel

H0 : βi = 0

H1 : βi ≠0

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan F-tabel,dengan kriteria sebagai berikut

H0 diterima jika Fhitung < Ftabel

Artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen. H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel


(44)

3. Uji t-Statistik

Uji t merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lain konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

t hitung =

(

)

i i

sb b b

H0 : βi = 0

H1 : βi ≠0

kriteria sebagai berikut H0 diterima jika t hitung < t tabel

Artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen. H0 ditolak jika t hitung > t tabel

Artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

3.4.2. Uji Asumsi Klasik Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah uji untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linier) diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolieritas dapat dilihat dari R2 dan F-statistik, t-statistik serta standart error. Kemungkinan adanya multikolenieritas jika R2 dan F-statistik tinggi sedangkan t-statistik banyak yang tidak signifikan (uji tanda perubahan tidak sesuai dengan yang diharapkan).


(45)

3.5 Defenisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup variabel yang ada, maka akan dapat dijelaskan defenisi operasional variabel dependen dan variabel independen sebagai berikut:

1. Penawaran energi listrik adalah banyaknya jumlah energi listrik yang disalurkan PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara per tahun diukur dengan satuan KWh. 2. Indeks Harga Energi Listrik adalah indeks harga energi listrik diukur dengan satuan

Rupiah/KWh..

3. Energi listrik yang hilang (losses) adalah selisih energi listrik yang disalurkan dan energi yang dijual per tahun diukur denga satuan KWh.

4. Harga BBM adalah rata-rata harga minyak solar dan minyak diesel per tahun diukur dengan satuan cent USD/liter.


(46)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Geografis Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara 4.1.1. Fisiografi

Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah tingkat II (Dati II) yang terdapat di propinsi Sumatera Utara dan sekaligus menjadi ibukota propinsi tersebut.

Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara terletak pada 2˚29’- 2˚47’ Lintang Utara dan 98˚35’- 98˚44’ Bujur timur. Di sebelah utara berbatasan dengan selat Sumatera, sebelah barat dengan kecamatan Sunggal (kabupaten Deli Sedang) dan di sebelah timur dengan kecamatan Percut Sei Tuan (kabupaten Deli Serdang).

Luas wilayah Pemerintahan Sumatera Utara adalah 71.680 km2. Secara administratif Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 7 pemerintahan kota dan16 kabupaten, 328 kecamatan, 382 kelurahan dan 5.086 desa. Potensi lahan yang dimiliki propinsi Sumatera Utara sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan dan industri. Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian propinsi. Perkebunan tersebut

dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet,

coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan

tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan


(47)

Pemerintah Propinsi (Pemprop) Sumatera Utara juga sudah membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar kabupaten di

Sumatera Utara maupun antara Sumatera Utara dengan propinsi lainnya. Sektor swasta

juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel

dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri,

pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga

ikut dikembangkan. Untuk memudahkan koordinasi pembangunan, maka Sumatera Utara

dibagi kedalam empat wilayah Pembangunan.

4.1.2. Perkembangan Penduduk

Di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar baru menjadi modal dasar yang efektif bagi Pembangunan Nasional hanya bila penduduk besar tersebut berkualitas baik, namun dengan pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti bahwa penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai.

Program kependudukan di Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi: pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang harus terus ditingkatkan.

Jumlah penduduk propinsi Sumatera Utara mempunyai beragam suku bangsa yang terdiri dari antara lain suku Melayu, Batak, Minangkabau, Aceh, Jawa dan


(48)

sebagainya. Jumlah penduduk yang besar dan laju urbanisasi yang tinggi sebagai akibat fungsi propinsi Sumatera Utara sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, perindustrian dan pendidikan di Sumatera Utara menjadikan propinsi Sumatera Utara menjadi tumpuan harapan bagi pencari kerja.

Pada umumnya keberadaan penduduk dalam jumlah dengan pertumbuhan yang tinggi dianggap sebagai penghambat dalam pembangunan, karena jumlah penduduk yang besar memperkecil pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah ketenagakerjaan, tetapi sebenarnya hal itu juga bergantung kepada kapasitas penduduk tersebut.

Sumatera Utara merupakan propinsi yang keempat terbesar jumlah penduduknya

di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara pada tanggal

31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2002, jumlah

penduduk Sumatera Utara diperkirakan sebesar 11,85 juta jiwa. Kepadatan penduduk

Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km 2 dan tahun 2002 meningkat menjadi

165 jiwa per km 2, sedangkan laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun

waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun.

Tabel di bawah akan memperlihatkan perkembangan jumlah penduduk propinsi Sumatera Utara dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2004, sebagai berikut:

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2004 (dalam juta jiwa)

Tahun Male

(Laki-laki)

Female (Perempuan)

Jumlah Penduduk

1990 5.167,3 5.162,4 10.330,7

1991 5.122,9 5.133,1 10.256,0

1992 5.235,3 5.219,3 10.454,6


(49)

1994 5.395,4 5.418,0 10.813,4

1995 5.477,6 5.503,5 10.981,1

1996 5.558,0 5.587,3 11.145,3

1997 5.636,8 5.669,5 11.306,3

1998 5.713,5 5.749,9 11.463,4

1999 5.850,2 5.903,9 11.754,1

2000 5.949,3 6.006,1 11.955,4

2001 5.713,5 5.762,7 11.476,2

2002 5.859,2 5.863,2 11.722,5

2003 5.926,0 5.926,0 11.847,0

2004 5.947,7 5.947,7 11.890,3

Sumber:Sumatera Utara dalam Angka

Dengan melihat tabel di atas, sejak tahun 1990 hingga tahun 2000 jumlah penduduk propinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan. Dimana kenaikan penduduk di propinsi Sumatera Utara tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990, jumlah penduduk di propinsi Sumatera Utara sebesar 10.330,7 juta jiwa, dan pada tahun 2000 menjadi 11.955,4 juta jiwa. Peningkatan sebesar 1.624,7 juta jiwa pada satu dasawarsa tahun kelahiran, juga dipengaruhi oleh faktor perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hal ini menyebabkan timbulnya peningkatan penduduk di propinsi Sumatera Utara, walaupun jumlahnya tidak terlalu besar. Menurut sensus penduduk tahun 1990 diperoleh hasil laju pertumbuhan penduduk propinsi Sumatera Utara dari tahun 1990-2000 sebesar 1,20% per tahun.

Persebaran penduduk berhubungan dengan pola pemikiran suatu daerah. Beberapa faktor yang mempengaruhi peresbaran penduduk antara lain: iklim, letak, bentuk dataran atau tanah, kesuburan tanah, sumber alam, sosial budaya dan teknologi. Apabila persebaran penduduk di setiap wilayah tidak merata, akibat langsung yang terlihat adalah kepadatan penduduk yang tidak merata. Kepadatan ini dinyatakan dengan banyaknya penduduk per km2. Akibat dari persebaran penduduk yang tidak merata di setiap wilayah


(50)

kecamatan cukup bervariasi. Pada umumnya pengembangan di propinsi Sumatera Utara mempunyai kepadatan penduduk yang cukup tinggi.

Salah satu faktor yang menyebabkan penyebaran penduduk tidak merata adalah pembangunan sarana serta prasarana, disamping itu juga karena merupakan kawasan yang ekonominya berkembang pesat. Biasanya penduduk akan berpindah dari daerah asal untuk mencari penghidupan yang lebih baik di kota. Wilayah-wilayah yang menjadi pusat pengembangan pembangunan menjadi tumpuan harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan hidup dan pendapatan perkapita.

4.1.3. Tinjauan Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan, khususnya di bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan gambaran tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Untuk melihat perkembangan ekonomi tersebut secara rinci dari tahun ke tahun, disajikan melalui PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha secara berkala pertumbuhannya. Jika terjadi pertumbuhan positif, hal ini menunjukkan adanya peningkatan perekonomian dibandingkan dengan tahun yang lalu. Sebaliknya apabila menunjukkan terjadinya penurunan perekonomian dibandingkan tahun yang lalu.

Propinsi ini merupakan kampung halaman suku Batak, terutama tinggal didataran tinggi. Sementara di daerah pesisir terdapat suku bangsa Melayu di pesisir timur, dan suku bangsa Nias di pesisir barat. Selain itu, di propinsi ini juga hidup beberapa suku bangsa lain seperti Jawa, Aceh, Minangkabau, dan Tionghoa.


(51)

Sektor pertanian berperan paling signifikan dalam struktur ekonomi Propinsi Sumatera Utara (24,33% PDRB). Dari sektor ini, yang paling layak dijadikan andalan adalah perkebunan terutama kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, dan coklat. Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia.

Pengembangan perkebunan yang terbaik adalah dengan dilakukan dengan membentuk klaster pada daerah-daerah penghasil utama. Klaster kelapa sawit dapat mencakup Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Langkat, Simalungun, Asahan, Deli Serdang, Mandailing Natal, dan Serdang Bedagai. Sementara klaster karet sebaiknya dilakukan di Labuhan Batu, Mandailing Natal, Langkat, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Nias, dan Simalungun.

Sedangkan pengembangan klaster kelapa sebaiknya dikonsentrasikan di Asahan, Nias, dan Nias Selatan. Klaster coklat sebaiknya dikonsentrasikan di Asahan, Simalungun, Deli Serdang, dan Nias. Sementara klaster kopi sebaiknya dikembangkan di Dairi, Simalungun, Samosir, Tapanuli Selatan, dan Mandailing Natal.

Sedangkan untuk tanaman bahan makanan, Sumatera Utara menghasilkan padi sawah sebesar 2.870.944,00 ton. Produksi padi secara signifikan dihasilkan oleh Kabupaten Simalungun, Serdang Bedagai, Deli Serdang, Langkat, dan Tapanuli Selatan. Tanaman bahan makanan andalan lainnya adalah jagung dan ubi kayu. Produksi signifikan jagung dihasilkan oleh Kabupaten Simalungun, Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Sementara produksi ubi kayu dihasilkan secara signifikan oleh Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai.

Peternakan di Sumatera Utara diwarnai tingginya populasi ternak. Populasi ternak besar antara lain Kerbau sebanyak 261.794 ekor dan Sapi 251.488 ekor, dan Kambing


(52)

643.860 ekor. Ternak unggas antara lain Ayam Ras Pedaging 42.763.530 ekor, Ayam Kampung 20.175.268,00 ekor, dan Ayam Ras Petelur 8.080.511 ton.

Sumatera Utara juga merupakan penghasil produk kehutanan antara lain Log Pinus (1.172.316,74 M3), Pulp (147.281,50 ton), Kayu Gergajian (112.939,08 M3), dan Moulding (105.355,53 M3). Selain itu, daerah ini juga potensial mengembangkan perikanan, terutama ikan laut. Konsentrasi produksi Ikan Laut ada di Propinsi Sumatera Utara, Asahan, Sibolga, Tanjung Balai, dan Tapanuli Tengah.

Di sektor industri pengolahan yang menempati tempat kedua dalam PDRB (24,08%), kegiatan industri besar dan sedang menghasilkan nilai output Rp 60.374,25 milyar. Nilai output terbesar dihasilkan oleh Asahan (Rp 17.042,25 milyar), Propinsi Sumatera Utara (Rp 13.601,05 milyar), dan Deli Serdang (Rp 9.075,19 milyar). ketiga daerah ini cocok untuk dijadikan klaster industri.

4.2. Gambaran Umum PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara 4.2.1. Sejarah Berdirinya PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Perusahaan listrik pertama kali berdiri di Indonesia pada tahun 1893, di wilayah Batavia (sekarang Jakarta). Kemudian disusul berturut-turut di Surabaya, medan, Palembang, Makasar (Ujung Pandang) dan Ambon. Pembangunan fasilitas kelistrikan di Sumatera Utara pertama kali disediakan pada tahun 1923 di Medan oleh perusahaan swasta Belanda NV.NIGEM/NV.OGEM menjadi NV.OGEM menjadi DENKO KYOKU, yang kemudian sebagai pelaksanaan dari Konferensi Meja Bundar, tahun 1949 dikembalikan kepada swasta Belanda.


(53)

Selanjutnya pada tanggal 3 Oktober 1953 sesuai dengan Kepres No.163, NV.OGEM dinasionalisasikan dan dirubah menjadi Perusahaan Listrik Negara Distribusi Sumatera Timur, dengan area pengusahaan mencakup Sumatera Timur, Tapanuli dan Aceh. Kemudian dengan SK Menteri PUT No.16/I/120 tanggal 20 Mei 1961 PLN Distribusi Sumatera Timur PUTL No.01/PRT/73 PLN Exploitasi I berubah menjadi PLN Exploitasi II. Kemudian berdasarkan SK Menteri PUTL Nomor 013/PRT/75 berubah menjadi PLN Regional Sumut Sumut Sumatera Utara.

Dengan keluarnya peraturan Pemerintah No.23/1994 tanggal 16 Juli 1994 maka ditetapkan status PLN sebagai Persero. Adapun yang melatarbelakangi perubahan status tersebut adalah untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang terus meningkat dewasa ini.

PLN Regional Sumut Sumatera Utara sesungguhnya merupakan representasi

(gabungan) dari semua unit PLN yang beroperasi secara bersama di wilayah kerja

Propinsi Sumatera Utara. Di dalamnya terdapat 5 unit PLN yang masing-masing

memiliki fungsi spesifik yang saling melengkapi dalam satu sistem operasi

ketenagalistrikan, yaitu :

a. PT PLN (Persero) Pikitring Sumut & Aceh, yang tugas utamanya melakukan

pembangunan Pusat Pembangkit, Jaringan Transmisi serta Gardu Induk.

b. PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, bertanggung jawab atas

pengoperasian serta pemeliharaan pembangkit untuk memproduksi energi listrik

dalam jumlah besar yang bersumber dari pemanfaatan berbagai energi primer.

c. PT PLN (Persero) P3B Sumatera - Unit Pengatur Beban Sumatera Bagian Utara,


(54)

listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi, dan

pengoperasian sistem energi listrik.

d. PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, berfungsi mendistribusikan energi

listrik dari Gardu Induk sampai ke tangan konsumen melalui Jaringan Tegangan

Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah (JTR), Gardu Distribusi dan

Sambungan Rumah (SR).

e. PT PLN (Persero) Udiklat Tuntungan, menyediakan jasa pendidikan dan pelatihan

bagi pegawai PLN maupun instansi lain diluar PLN yang membutuhkan.

Secara Umum PLN Regional Sumut ini melayani daerah yang meliputi 20

Kabupaten, dan 7 Kotamadya se-Propinsi Sumatera Utara. Dalam memberikan

layanannya PLN didukung oleh 8 unit Kantor Cabang, 11 Rayon, 50 Ranting, 4 Sub

Ranting dan 114 Kantor Jaga dengan jaringan tegangan menengah sepanjang 20.064

Kms, 21.242 Kms jaringan tegangan rendah serta 14.703 buah gardu dibawah naungan

PLN Wilayah Sumatera Utara yang melayani 2.104.916 pelanggan (data s/d

September2005).

Kebutuhan listrik daerah Sumut sendiri dipasok dari 8 Unit Pembangkit yang

dioperasikan PLN Pembangkitan Sumbagut. Suplai energi listrik terbesarnya berasal dari

PLTGU Belawan yang terletak di Pulau Naga Putri Sicanang dengan daya tepasang

sebesar 1077,9 MW. Dan untuk menyalurkan listrik agar sampai ke pelanggan, PLN juga

mengoperasikan 3.295,4 Kms jaringan transmisi tegangan tinggi dan gardu induk

berkapasitas 2.175 Mva kelolaan PLN P3B Sumatera - Unit Pengatur Beban Sumbagut.


(55)

4.2.2. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Organisasi kelistrikan yang secara tegas mencakup Sumatera Utara baru ada setelah 3 Oktober 1953 sesuai dengan Kepres no.163 yang menasionalisasikan NV.OGEM, kemudian diubah menjadi PLN Distribusi Cabang Sumatera Utara mencakup Sumatera Timur, Tapanuli dan Aceh. Setelah berkali-kali mengalami perubahan daerah exploitasi, dengan Surat Keputusan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 ditetapkan menjadi PLN Regional Sumut sekarang membawahkan unit pelaksana:

- PLN Sektor Glugur dan Sektor Belawan, memproduksi energi listrik.

- PLN Unit Pengatur Beban Sistem Sumatera Utara, mengatur beban pembangkitan/penyaluran energi listrik.]

- PLN Cabang Medan, Binjai, Pematang Siantar, Sibolga, Padang Sidimpuan, Rantau Prapat dan Lubuk Pakam dan Nias melaksanakan pendistribusian energi listrik.

PLN cabang membawahkan PLN Ranting, Sub Ranting dan Kantor Jaga, meliputi 65 Ranting, 44 Sub ranting dan 51 Kantor jaga, tersebar di seluruh Sumatera Utara.Dalam struktur Organisasi Kantor Wilayah, Pemimpin membawahi Deputi bidang: Perencanaan Konstruksi, Pengusahaan, Keuangan dan Bidang Kepegawaian dan Administrasi. Deputi membawahkan para Kepala Bagian dan Kepala Bagian membawahkan Kepala Seksi. Pengawasan dilakukan oleh Kepala Kontrol Intern yang membawahkan Kepala Seksi. Pengawasan dilakukan oleh Kepala Kontrol Intern yang membawahkan Kepala Inspeksi Teknik dan Kepala Inspeksi Keuangan dan administrasi setingkat dengan Kepala bagian.

Selain PLN Regional Sumut dengan tugas pokok perencanaan jangka panjang, operasi pemeliharaan dan pemeliharaan jaringan distribusi, di Sumatera Utara masih ada dua unit kerja PLN yang menyelenggarakan kelistrikan:


(56)

- PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera utara, tugas pokok membangun proyek-proyek berskala besar yaitu Pusat Listrik, gardu Induk dan Jaringan Transmisi 150 KV.

- PLN UDIKLAT Tuntungan, tugas pokok mengelola pelatihan dan pendidikan tenaga kerja PLN dan non PLN seperti tenaga instalisir anggota AKLI atau KUD.

4.3. Perkembangan Kelistrikan di Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara 4.3.1.Perkembangan Jumlah Energi listrik yang disalurkan oleh PT. PLN (Persero)

Regional Sumatera Utara

Jumlah penawaran energi listrik dapat dilihat dari jumlah tenaga yang disalurkan oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumatera Utara yang senantiasa mengalami kenaikan. Hal ini mengingat energi listrik merupakan barang kebutuhan primer bagi masyarakat baik di sektor rumah tangga, bisnis, industri, komersil dan umum.

Dari tabel dibawah ini dapat kita lihat bahwa sejak tahun 1990 hingga tahun 1999, jumlah energi listrik yang disalurkan mengalami kenaikan hampir di setiap tahunnya. Pada tahun 1990 besarnya energi listrik yang disalurkan adalah 1.076.931.777 KWh terus berlangsung hingga tahun 2000 menjadi 2.190.902.211 KWh atau meningkat sebesar 1.113.970.434 KWh (103,43 persen). Dan di tahun 2001 sebesar 2.400.537.453 KWh mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2002 menjadi 2.489.987.989 KWh atau meningkat sebesar 89.450.536 KWh (3,7 persen).


(57)

Tabel 4.2

Jumlah Energi listrik yang disalurkan oleh PT.PLN(Persero) Regional Sumut Tahun 1990-2004 (dalam satuan KWh)

Tahun Jumlah Energi listrik yang disalurkan

1990 1.076.931.777

1991 1.277.855.311

1992 1.322.874.203

1993 1.417.603.792

1994 1.500.148.580

1995 1.570.314.060

1996 1.788.079.661

1997 1.919.389.000

1998 2.102.967.648

1999 2.044.708.990

2000 2.190.902.211

2001 2.400.537.453

2002 2.582.003.882

2003 2.770.736.907

2004 2.489.987.989

Sumber: Statistik PT.PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

4.3.2. Perkembangan Penjualan Energi listrik oleh PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Penjualan listrik dari PLN Regional Sumut cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena segala kegiatan usaha telah menggunakan energi listrik baik oleh pelanggan sektor rumah tangga, bisnis, industri dan umum. Besarnya penjualan energi listrik di propinsi Sumatera Utara dapat dilihat dari besarnya jumlah energi listrik yang dijual oleh PLN Regional Sumut setiap tahunnya pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3

Penjualan Energi Listrik oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut Tahun 1990-2004 (dalam satuan KWh)

Tahun Jumlah Energi Listrik yang Dijual

1990 826.207.630

1991 1.032.864.024


(58)

1993 1.222.699.217

1994 1.296.146.941

1995 1.344.456.511

1996 1.551.585.653

1997 1.671.851.245

1998 1.860.590.673

1999 1.771.130.515

2000 1.608.932.548

2001 2.117.172.556

2002 2.265.794.263

2003 2.427.813.402

2004 2.109.967.696

Sumber: Statistik PT.PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Pada tahun 1990, penjualan energi listrik sebesar 826.207.630 KWh, terus mengalamai kenaikan sampai dengan tahun 1998 yaitu sebesar 1.860.590.673 KWh atau sebesar 1.034.383.043 (125,19 persen). Mengalami penurunan pada tahun 1999-2000 menjadi 1.608.932.548 KWh atau sebesar 251.658.125 (13,52 persen) dari tahun sebelumnya. Kemudian mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sampai dengan tahun 2003 menjadi 2.427.813.402 KWh atau meningkat sebesar 501.035.421 (31,14 persen).

4.3.3. Perkembangan Pendapatan Penjualan Energi listrik oleh PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Nilai penjualan energi listrik yang terus mengalami peningkatan tentunya berakibat kepada meningkatnya pendapatan penjualan energi listrik yang diperoleh oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut. Besarnya pendapatan penjualan energi listrik yang diterima oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut selama 15 tahun senantiasa mengalami kenaikan.

Pada tahun 1990, pendapatan penjualan energi listrik yang diterima oleh PLN Regional Sumut sebesar 90.276,4 juta rupiah. Mengalami kenaikan secara terus-menerus


(59)

sampai dengan tahun 2000 sebesar 443.264,5 juta rupiah. Dalam masa sepuluh tahun, penjualan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut meningkat sebesar 352.988,1 juta rupiah meningkat secara signifikan.

Tabel 4.4

Pendapatan Penjualan Energi Listrik PT.PLN (Persero) Regional Sumut Tahun 1990-2004 (dalam satuan juta Rupiah)

Tahun Pendapatan Penjualan Energi listrik

1990 90.276,4

1991 111.166,4

1992 131.074,7

1993 169.131,9

1994 190.039,3

1995 206.139,9

1996 254.990,7

1997 281.956,2

1998 320.597,1

1999 392.358,5

2000 443.264,5

2001 631.205,3

2002 801.548,7

2003 1.116.503,7

2004 1.086.555,8

Sumber: Statistik PT.PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Nilai pendapatan penjualan energi listrik yang diperoleh oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut senantiasa mengalami peningkatan dalam kurun waktu 15 tahun (tahun 1990 s/d tahun 2004). Pada tahun 1990, pendapatan penjualan energi listrik yang diterima oleh PLN Regional Sumut sebesar 90.276,4 juta rupiah. Mengalami kenaikan secara terus-menerus sampai dengan tahun 2000 sebesar 443.264,5 juta rupiah. Dalam masa sepuluh tahun, penjualan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut meningkat sebesar 352.988,1 juta rupiah meningkat secara signifikan. Kemudian meningkat lagi secara signifikan sampai dengan tahun 2004 menjadi 1.086.555,8 juta


(60)

rupiah dari periode sebelumnya sebesar 443.264,5 juta rupiah atau sebesar 643.291,3 juta rupiah (145,12 persen).

4.3.4.Indeks Harga Energi Listrik

Besarnya tarif (tenaga) listrik ataupun harga (jual energi) listrik bagi energi listrik yang dihasilkan oleh Pemegang Usaha Kelistrikan (dalam hal ini adalah PLN) dan Pemegang Izin Usaha Kelistrikan untuk Kepentingan Umum, yang dijual untuk kepentingan umum, ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini mengingat bahwa energi listrik merupakan salah satu faktor yang penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, sehingga tarif (energi) listrik harus diupayakan agar terjangkau oleh masyarakat luas. Di samping itu, tarif listrik juga harus dapat membantu meningkatkan daya saing hasil-hasil produk dalam negeri.

Tabel 4.5

Indeks Harga Energi Listrik Sumut Tahun 1990-2004 (dalam satuan Rupiah/KWh) Tahun Indeks Harga Energi Listrik

1990 100.00

1991 112.83

1992 116.16

1993 113.16

1994 132.06

1995 138.80

1996 140.20

1997 142.93

1998 173.70

1999 180.30

2000 229.33

2001 275.26

2002 365.83

2003 444.23

2004 467.80


(61)

Besarnya tarif listrik dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifikan. Kenaikan ini disebabkan semakin meningkatnya biaya produksi dalam meningkatkan energi listrik. Sejauh ini pembangkit energi listrik PLN Regional Sumut Sumut Sumatera Utara pada umumnya menggunakan BBM. Kebutuhan BBM untuk operasional pembangkit PLN meningkat sehingga biaya produksi per KWh meningkat.

4.3.5.Perkembangan energi listrik hilang (losses) oleh PT. PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Dalam hal penyaluran energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero) Regional Sumut terjadi penyusutan yang pada akhirnya mengurangi jumlah penawaran energi listrik di Sumatera Utara. Adapun penyusutan energi listrik (losses) terjadi pada jaringan transmisi dan distribusi energi listrik itu sendiri. Dari sisi penyusutan pada transmisi, fluktuasi energi listrik yang susut tersebut diakibatkan oleh seringnya terjadi kerusakan mesin-mesin pembangkit yang umumnya sudah berumur relatif tua dan minimnya perawatan terhadap mesin-mesin pembangkit tersebut. Dan dari sisi distribusi, penyusutan energi listrik lebih disebabkan oleh maraknya terjadi pencurian energi listrik yang dilakukan oleh pelanggan dari sektor rumah tangga. Fluktuasi angka penyusutan energi listrik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.10

Tingkat Energi Listrik Hilang (Losses) PT.PLN (Persero) Regional Sumut Tahun 1990-2004 (dalam satuan KWh)

Tahun Energi Listrik Hilang (Losses)

1990 250.724.147

1991 244.991.287

1992 221.742.963


(62)

1995 225.857.549

1996 236.494.008

1997 247.537.755

1998 242.376.975

1999 273.578.475

2000 581.969.663

2001 283.364.897

2002 316.209.619

2003 342.923.505

2004 380.020.020

Sumber: Statistik PT.PLN (Persero) Regional Sumatera Utara

Penyusutan yang terjadi dari tahun 1990-1993 mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dimana pada tahun 1990 jumlah penyusutan tercatat sebesar 250.724.147 KWh, turun menjadi 194.904.575 KWh pada tahun 1993 atau berkurang sebesar 55.819.572 KWh (22,26 persen). Mengalami kenaikan sampai dengan tahun 1997 menjadi 247.537.755 KWh dan sedikit berfluktuasi dalam kurun waktu dua tahun berikutnya. Terjadi kenaikan yang cukup signifikan di tahu 2000 menjadi 581.969.663 KWh dari tahun sebelumnya yaitu 273.578.475 KWh atau meningkat sebesar 308.391.188 (112,7 persen). Hal ini diakibatkan oleh faktor resesi ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1999. Di tahun 2001 penyusutan dapat ditekan menjadi seminim mungkin walaupun di tahun berikutnya terjadi kenaikan sampai dengan tahun 2004.

4.3.6. Perkembangan Harga BBM di Sumatera Utara Tabel 4.11

Perkembangan Harga BBM (Bahan Bakar Minyak) Tahun 1990-2004 (dalam satuan cent USD/liter) Tahun Minyak Solar Minyak Diesel Rata-rata

1990 12,86 12,33 12,59

1991 15,02 14,27 14,64

1992 14,98 14,23 14,60

1993 18,00 17,06 17,53


(63)

1995 16,46 15,59 16,02

1996 15,94 15,10 15,52

1997 8,17 7,74 7,95

1998 6,85 6,23 6,54

1999 7,74 7,04 7,39

2000 6,25 5,73 5,99

2001 9,18 8,84 9,01

2002 17,33 16,89 17,11

2003 19,49 19,49 19,49

2004 17,76 17,76 17,76

Sumber : Statistik Ekonomi Energi ESDM 2006

Perkembangan harga BBM dari tahun 1990-1996 yang mencakup minyak diesel dan minyak solar secara rata-rata berfluktuatif dan tidak mengarah kepada kenaikan atau penurunan yang signifikan. Akan tetapi pada tahun 1997 mengalami penurunan yang cukup tajam menjadi 7,95 cent USD/liter dari 15,51 cent USD/liter (48,77 persen) pada tahun sebelumnya. Kemudian tetap berfluktuatif namun stabil sampai di tahun 2001 yaitu 9,01 cent USD/liter . Kemudian pada tahun 2002 kembali meningkat tajam menjadi 17,11 cent USD/liter (89,90 persen) dan stabil sampai dengan tahun 2004.

4.4. Analisis Hasil Penelitian

Dengan melihat hubungan antara variabel independen (independen variabel) yaitu : Indeks Harga Energi Listrik, tingkat energi listrik yang hilang dan harga BBM terhadap variabel dependen (dependen variabel) yaitu jumlah penawaran listrik di Pemerintahan Sumatera Utara, maka akan digunakan regresi linier berganda (multiple

regression linier).

Analisa pembahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara kedua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang dibuat, penulis menyajikan dalam bentuk analisa matematik


(1)

Kamaluddin, Rustian, 1994, Pengantar Ekonomi Pembangunan, Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI.

Sukirno, Sadono, 2001, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Reksohadiprojo, Sukanto, 1994, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi, Yogyakarta : BPFE UGM.

Purnomo, Bambang, 1994, Tenaga Listrik : Profil dan Anatomi Hasil Pembangunan Dua Puluh Lima Tahun, Medan : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kuncoro, Mudrajat, 2003 Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta : Penerbit Erlangga. Schaum’s, 2004 Statistik, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nachrowi Djalal & Hardius Usman, 2006, Pendekatan Populer dan Praktis

Ekonometrika dan Keuangan, Jakarta, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia.

Wahyu Ario Pratomo & Paidi Hidayat, 2007, Pedoman Praktis Penggunaan Eviews

dalam ekonometrika, Medan, Penerbit USU Press.

____________, Statistik Kelistrikan tahun 1990-2004, PT PLN (Persero) Regional

Sumatera Utara.

____________, Sumut Dalam Angka tahun 1990-2004, Badan Pusat Statistik Sumatera

Utara.

____________, website Departemen ESDM,

Departemen ESDM Republik Indonesia.

____________, website Pemprovsu, www.pemprovsu.go.id/ profil, Pemerintahan

Propinsi Sumatera Utara.

____________,

Indeks Harga Energi,

http://www.netcomuk.co.uk/-jenolive/sindexes.html.


(2)

Data Jumlah Penawaran Energi Listrik di propinsi Sumatera Utara Berdasarkan

Indeks Harga Energi Listrik, Energi Susut dan Harga BBM Tahun 1990-2004

Tahun

Jumlah Penawaran Energi

Listrik

Index Harga Energi

Listrik Jumlah Energi Susut

Harga BBM

1990

826.207.630

100.00

250.724.147

12,59

1991

1.032.864.024

112.83

244.991.287

14,64

1992

1.111.131.240

116.16

221.742.963

14,60

1993

1.222.699.217

113.16

194.904.575

17,53

1994

1.296.146.941

132.06

204.001.639

16,75

1995

1.344.456.511

138.80

225.857.549

16,02

1996

1.551.585.653

140.20

236.494.008

15,52

1997

1.671.851.245

142.93

247.537.755

7,95

1998

1.860.590.673

173.70

242.376.975

6,54

1999

1.771.130.515

180.30

273.578.475

7,39

2000

1.608.932.548

229.33

581.969.663

5,99

2001

2.117.172.556

275.26

283.364.897

9,01

2002

2.265.794.263

365.83

316.209.619

17,11

2003

2.427.813.402

444.23

342.923.505

19,49


(3)

Hasil Pengolahan data Lampiran 1 yang dilogaritmakan sebelum diregresikan

melalui perhitungan komputer dengan menggunakan program Eviews 5

Tahun

Jumlah Penawaran Energi

Listrik

Index Harga Energi

Listrik Jumlah Energi Susut

Harga BBM

1990

9,03

2,00

8,39

1,10

1991

9,10

2,05

8,38

1,16

1992

9,12

2,06

8,34

1,16

1993

9,15

2,11

8,28

1,24

1994

9,17

2,12

8,30

1,22

1995

9,19

2,14

8,35

1,20

1996

9,25

2,14

8,37

1,19

1997

9,28

2,15

8,39

0,90

1998

0,32

2,23

8,38

0,81

1999

9,31

2,25

8,43

0,86

2000

9,34

2,36

8,76

0,77

2001

9,38

2,43

8,45

0,95

2002

9,41

2,56

8,49

1,23

2003

9,44

2,64

8,53

1,28

2004

9,39

2,67

8,57

1,24


(4)

Hasil regresi data Lampiran 2 melalui perhitungan komputer dengan menggunakan

program Eviews 5

Dependen Variable: Y

Method: Least Squares Date: 03/23/10 Time: 04:17 Sample: 1989 2003

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.37153 1.105508 9.381682 0.0000

X1 0.640051 0.073398 8.720242 0.0000

X2 -0.267773 0.140112 -1.911135 0.0824

X3 -0.278840 0.071832 -3.881853 0.0026

R-squared 0.922977 Mean dependen var 9.258667

Adjusted R-squared 0.901970 S.D. dependen var 0.126031

S.E. of regression 0.039460 Akaike info criterion -3.403882

Sum squared resid 0.017128 Schwarz criterion -3.215069

Log likelihood 29.52912 F-statistic 43.93785


(5)

Hasil Uji Multikolinieritas dengan Menggunakan Korelasi Parsial

Dependen Variable: X1

Method: Least Squares Date: 03/24/10 Time: 12:01 Sample: 1989 2003

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -15.82262 2.511345 -6.300455 0.0001

Y 1.803602 0.324490 5.558259 0.0002

X2 0.099150 0.301816 0.328512 0.7487

X3 0.468014 0.162717 2.876253 0.0151

R-squared 0.833434 Mean dependen var 2.260667

Adjusted R-squared 0.788007 S.D. dependen var 0.219918

S.E. of regression 0.101256 Akaike info criterion -1.519152

Sum squared resid 0.112780 Schwarz criterion -1.330338

Log likelihood 15.39364 F-statistic 18.34668

Durbin-Watson stat 0.878432 Prob(F-statistic) 0.000137

Dependen Variable: X2 Method: Least Squares Date: 03/24/10 Time: 12:03 Sample: 1989 2003

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.858753 5.231852 0.737550 0.4762

Y 0.486545 0.612210 0.794736 0.4436

X1 0.097989 0.298280 0.328512 0.7487

X3 -0.153036 0.209085 -0.731932 0.4795

R-squared 0.460751 Mean dependen var 8.429333

Adjusted R-squared 0.313683 S.D. dependen var 0.121506

S.E. of regression 0.100661 Akaike info criterion -1.530936

Sum squared resid 0.111459 Schwarz criterion -1.342123

Log likelihood 15.48202 F-statistic 3.132908

Durbin-Watson stat 2.466728 Prob(F-statistic) 0.069539


(6)

Hasil Uji Multikolinieritas dengan Menggunakan Korelasi Parsial (lanjutan)

Dependen Variable: X3 Method: Least Squares Date: 03/24/10 Time: 12:04 Sample: 1989 2003

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 17.90176 5.275193 3.393575 0.0060

Y -1.759558 0.710226 -2.477463 0.0307

X1 0.917169 0.318876 2.876253 0.0151

X2 -0.303461 0.414602 -0.731932 0.4795

R-squared 0.496424 Mean dependen var 1.087333

Adjusted R-squared 0.359085 S.D. dependen var 0.177058

S.E. of regression 0.141748 Akaike info criterion -0.846359

Sum squared resid 0.221016 Schwarz criterion -0.657545

Log likelihood 10.34769 F-statistic 3.614586