Sertifikasi Halal Sebagai Bentuk Perlindungan Umat Islam

29 tidaknya suatu produk pangan, obat-obatan maupun kosmetika. Karena untuk mengetahui hal tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup memadai tentang pedoman atau kaidah-kaidah syariah Islam, itulah kiranya apa yang jauh-jauh hari telah disinyalir oleh Nabi SAW, dalam sebuah hadist popular : ݈يب مارحلا و ݈يب ܿاحلا Artinya: “Halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas. Hadis ini menunjukan bahwa segala sesuatu itu ada yang sudah jelas kehalalannya dan ada pula yang sudah jelas keharamkannya. Disamping itu, dalam hadis tersebut disebutkan juga cukup banyak hal yang samar-samar syubhat status hukumnya, apakah ia halal ataukah haram, tidak diketahui oleh banyak orang. Bagi umat Islam, hal tersebut yakni hal atau pangan kategori syubhat, tidak dipandang sebagai persoalan yang mendapat perhatian besar dan serius. Oleh karena tidak setiap orang dapat dengan mudah mengetahui kehalalan atau keharaman suatu pangan sebagiamana dikemukakan diatas, maka peranan ulama sebagai kelompok orang yang dipandang memiliki pengetahuan memadai tentang hal tersebut sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan fatwa kepada masyarakat luas mengenai status hukum pangan tersebut. Fatwa produk halal adalah fatwa yang ditetapkan oleh komisi fatwa MUI mengenai produk pangan, minuman, obat-obatan dan kosmetika. Fatwa tersebut ditetapkan setelah dilakukan serangkaian pembahasan dalam rapat komisi fatwa yang didahului dengan laporan hasil auditing oleh LPPOM. jika rapat memandang bahwa produk dimaksud tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, baik dari 30 aspek bahan maupun dalam proses produksinya. Setelah akan ditetapkan kehalalannya, serta dibuat satu keputusan fatwa untuk produk-produk yang diputuskan dalam rapat secara tertulis. Selanjutya, untuk setiap produk dari suatu produsen dibuatlah satu sertifikat yang disebut dengan sertifikat halal. Sertifikat halal ini berlaku untuk jangka waktu dua tahun dengan syarat produk tersebut tetap memenuhi standar atau kriteria sebagaimana dilaporkan pada saat rapat komisi fatwa. Setelah dua tahun, atau jika ada perubahan bahan, produk bersangkutan harus diproses kembali untuk memperoleh setifikat baru. Hal ini demi terciptanya kenyamanan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk makanan minuman dan obat obatan. Semua peraturan yang ada untuk kenyamanan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Sebagaimana dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada Bab III pasal 4 ayat a. bahwa pengkonsumsi makanan, minuman dan obat-obatan mempunyai hak dilindungi, memiliki hak kenyamanan dalam mengkonsumsi suatu produk, khususnya masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam. Oleh sebab itu, bagaimana sinergisitas antara pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia MUI dapat berjalan beriringan untuk mengontrol pelaku usaha yang ada di Indonesia. Telaah atas perlindungan konsumen muslim atas produk barang dan jasa menjadi sangat penting setidaknya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Pertama, bahwa konsumen Indonesia mayoritas merupakan konsumen beragama Islam yang sudah selayaknya mendapatkan perlindungan atas segala jenis produk barang dan dan jasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah dalam hukum Islam. 31 Berdasarkan hal tersebut, maka konsumen muslim harus mendapatkan perlindungan atas kualitas mutu barang dan jasa serta tingkat kehalalan suatu barang dan jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Kedua, bahwa Pemerintah Indonesia sudah harus melakukan upaya aktif untuk melindungi konsumen- konsumen yang mayoritas beragama Islam. Perlindungan konsumen merupakan hak warga negara yang pada sisi lain merupakan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya khususnya atas produk yang halal dan baik. Perintah Allah untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik telah terdapat dalam Al-Qur ’an Surah Al-Baqarah 2 ayat 168: ني ِبُمٌّبدَعممبكَلمبهڰّ إم ناَطيڰّلام تاَوبطبخماوبع ِڰَّتماَّماِ يَطمااَحم ضرأامي فماڰّ ُماوبلبكمبساڰّلاماَهڱيَأماَي م ٨٦١ مم: ٢: بةَرَقَِلامبةَروبس Artinya: “Wahai manusia makanlah dari makanan yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Sungguh setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” QS Al- Baqarah : 2 : 168 Berdasarkan ayat tersebut di atas, maka terdapat garis hukum, yaitu: Pertama, bahwa perintah ditujukan bagi manusia, tidak saja kaum muslim. Kedua, bahwa manusia diwajibkan memakan makanan yang halal dan baik. Ketiga, bahwa mengikuti langkah-langkah setan yang merupakan musuh utama manusia. Konsep makanan berdasarkan ayat itu tidak sekedar halal, baik dari cara memperolehnya, mengolahnya, hingga menyajikannya. Tetapi makanan juga harus baik, baik secara fisik yang diharapkan tidak mengganggu kesehatan yang mengkonsumsinya. Hal menarik adalah bahwa konsep makanan juga terkait dengan nilai ketuhanan, bahwa ketika kita menolak memakan-makanan yang halal dan baik, maka Allah menganggap telah mengikuti jejak langkah setan, padahal 32 setan adalah musuh nyata manusia. Allah menyatakan tentang kehalalan pangan tertuang dalam Al-Qura ’n Surah Al Maidah 5 ayat: 3.                                                                    : اْ݆لا ۵دئ : ٥ : ٣ Artinya : “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah[394], daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala. dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah[396], mengundi nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.Q.S Al-Maidah :5 : 3 Berdasarkan ayat tersebut maka dapat kita klasifikasikan atas segi fisik hewan, meliputi: bangkai, darah, dan daging babi. Serta klasifikasi atas cara atau proses, meliputi: hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, hewan yang tercekik, hewan dipukul, hewan yang jatuh, hewan yang ditanduk dan hewan yang diterkam binatang buas. Tujuan pelaksanaan konsumsi yang harus diperhatikan, yaitu dilarangnya mengkonsumsi pangan yang ditujukan untuk berhala. Secara 33 fisik hewan: bangkai, darah, dan daging babi merupakan zat yang secara tegas diharamkan. Zat pangan yang halal akan menjadi haram jika proses serta tujuan konsumsi tidak sesuai dengan norma hukum yang tertuang dalam Surah Al- Maidah ayat 3 tersebut. Menarik untuk dikaji secara mendalam adalah berkaitan pula dengan peranan negara untuk melindungi masyarakat muslim dalam kaitan dengan hak- hak konsumen. Undang-undang Perlindungan Konsumen di Indonesia masih belum menyentuh permasalahan ini, mengingat fokus masih terbatas pada sisi fisik barang serta jasa dan masih belum menyentuh pada kehalalan. Tingkat kehalalan rupanya diatur oleh lembaga tersendiri yaitu LPPOM MUI padahal sesungguhnya ini merupakan hal yang harus terintegrasi. Konsumen Muslim yang sangat besar di Indonesia seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah membentuk sebuah lembaga perlindungan konsumen muslim. 21

C. Penentuan Kehalalan Dalam Hukum Islam

Islam menetapkan bahwa asal segala sesuatu dan kemanfaatan yang diciptakan Allah adalah halal, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang telah disebutkan oleh nash yang shahih dan tegas dari pembuat syari’at yang mengharamkannya. Apabila tidak terdapat penunjukan-Nya kepada yang haram maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah ۶ح اباا يف ݀صاا 22 Di dalam menetapkan prinsip bahwa pada asalnya segala sesuatu yang bermanfaat itu mubah. Allah sama sekali tidak menciptakan segala sesuatu ini dan 21 http:uai.ac.id20110413opini-ilmiah-hukum , jum’at ,6 maret 2015 jam . 11.58 22 يواضرقلا فوسوي ماساا يف مارحلاواحلا : 02 34 menundukkannya untuk kepentingan manusia dan memberikannya sebagai nikmat bagi mereka, kemudian mengharamkan semuanya buat mereka. Bagaimana mungkin Dia menciptakannya untuk mereka, menundukannya buat mereka, dan memberi mereka nikmat dengannya, lantas semuanya diharamkan-Nya?, Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan beberapa bagian saja karena suatu sebab dan hikmah tertentu sebagaimana yang termaktub dalam al qur’an dan sunnah . Dengan demikian wilayah haram dalam Syari’at Islam sangat sempit, sedang wilayah halal sangat luas. Hal itu disebabkan nash-nash yang secara shahih dan tegas mengharamkan itu jumlahnya amat sedikit, sedangkan mengenai sesuatu yang tidak terdapat nash yang menghalalkan atau mengharamkannya berarti tetap pada hukum asalnya yaitu mubah, dan termasuk dalam wilayah yang dimaafkan Allah. Diriwatkan pula oleh Salman Al-Farisi: Rasulullah SAW ditanya tentang mentega, keju, dan keledai liar, lalu beliau menjawab: فلا ݇ ا݆݂س ݈عو ݂ع ها ݒ݂ص ها ܿوس܏ ݀ۮس :سر ݄݂سو ݌ݑ ݈۴܂لا و ݈݆سلا ݈ع : اتك يف ها ݀حا ا݅ ܿاحلاو : ܿاقف ءارفلاو ݌݊ع ݈ܾس ا݅و ݌ب ݄ܾل افع ا݆݅وݎف 23 “Yang halal ialah apa yang dihalalkan oleh Allah didalam kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan Allah di dalam kitab-Nya, sedang apa yang didiamkan oleh- Nya berarti di maafkan untukmu.” Rasulullah memberi jawaban secara parsial terhadap para penanya ini, melainkan dijawab dengan kaidah yang dapat mereka jadikan rujukan untuk mengetahui halal dan haram. Keharaman dpat diketahui dengan nash, Al- Qur’an dan Hadits. 23 : يواضرقلا فوسوي ماساا يف مارحلاواحلا 02 - 02 35

BAB III PROFILE LEMBAGA

A. Sejarah LPPOM MUI

1. Sejarah MUI

MUIadalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri, pada Tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokohcendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. 1 Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI”, yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I. 1 http:mui.or.idmuitentang-muiprofil-muiprofil-mui.html , Rabu, 11 maret 2015, 21.50 36 Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas-tugas para Nabi, maka mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penjajahan dan perjuangan kemerdekaan. Disisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok ananiyah hizbiyah yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam. 2 2 http:mui.or.idmuitentang-muiprofil-muiprofil-mui.html , Rabu, 11 maret 2015, 21.50 37 Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun MUlI sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah swt memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi penghubung antara ulama, pemerintah dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional; meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik. Dalam khittah pengabdian MUI telah dirumuskan lima fungsi dan peran utamanya yaitu: 1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi Warasatul Anbiya 2. Sebagai pemberi fatwa mufti 3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat Riwayat wa khadim al ummah 4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid 5. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar MUI bertujuan untuk terwujudnya masyarakat yang berkualitas khaira ummah, dan negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diridhai Allah Swt baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Untuk