Dimensi Fiqh Halal Dan Haram Dalam Islam
26
tahakkum dan perbuatan dusta atas nama Allah yang sangat dilarang Agama.
Perhatikan firman Allah berikut:
فارْعٔاا
:
٧
:
٣٣
Artinya:“Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar mengharamkan, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak
menurunkan hujjah untuk itu dan mengharamkan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.
” Q.S al a’raf: 7 :33 Imam ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin mas’ud bahwa rasulullah saw
,bersabda
َّحادحا ال و ً݈طب ا݅و اݎ݊݅ رݎًظ ا݅ شحاوفلا مَرح كل ݂ف ها ݈݅ ريغًا دحا ال ْ݄݂س݅و ْياخ۴ْل او ها ݈݅ ܃د݆لا يلا
Artinya : “Tiada Yang lebih cemburu dari pada allah .oleh karena itu ,dia mengharamkan perbuatan yang keji baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
dan tiada yang lebih menyukai pujian selain allah .” HR Bukhari dan Muslim
Hadits ini dikemukakan dalam shahihain. Pembicaraan ihwal perkara yang berkaitan dengan aneka perbuatan keji , baik yang tampak maupun yang
tersembunyi telah dikemukakan dalam surat a l an’am ayat 151. Firman Allah
T a’ala “perbuatan dosa dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar .”Al-
itsm berarti aneka kesalahan yang berkaitan dengan si pelaku itu sendiri. Al-
Baghyu berarti menzalimi manusia tanpa alasan yang benar.
Firman Alla h Ta’ala “Mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan hujjah untuk itu ” yakni kamu menetapkan sekutu baginya
27
dalam menyembahnya” dan mengada adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui” berupa perbuatan mengada ada dan dusta seperti menetapkan anak
kepada Nya dan hal lain yang tidak kamu ketahui. Ayat ini seperti ”maka jauhilah berhala berhala yang najis itu.”
19
Dalam Firman-Nya yang lain secara tegas melarang tahakkum penetapan hukum tanpa didasari argument, dalil ini dapat dipahami dari ayat berikut:
ْ݀حَ݊لا
:
٦١
:
٦٦١
Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut
oleh lidahmu secara Dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang- orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah
beruntung.Q.S an nahl: 16 :116
Allah ta’ala memerintahkan kepada hamba hamba nya agar memakan rezekinya yang halal lagi baik dan mensyukurinya. Selanjutnya Allah T
a’ala menerangkan makanan yang diharamkan kepada mereka karena membahayakan
mereka, baik bahaya yang menyangkut agama maupun dunia. Makanan yang
diharamkan itu diantara nya bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembeih
dengan menyebut nama selain Allah. Kemudian Allah melarang hambanya untuk menghalalkan dan
mengharamkan makanan hanya berdasarkan penjelasan mereka semata dan mengharamkan nama nama yang mereka istilahkan sendiri, seperti bahirah,
19
Muhammad Nasib ar-Ri fa’I “Taisir Al-Aliyyul Qadir Li Ikhishari Tafsir Ibnu Katsir,jilid
2”Gema Insani Press, 1999h.356-357
28
sa’ibah, washilah dan haam yang mereka ciptakan pada masa jahiliah. Maka Allah
berfirman “ dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut sebut oleh lidahmu secara dusta „ini halal ini haram’ , untuk mengada adakan
kebohongan terhadap A llah .” termasuk dalam kategori ini maka apa yang mereka
cipt akan sebagai bid’ah dengan Menghalalkan yang haram dan Mengharamkan
yang halal
20
. Atas dasar itu penentuan halal haram hanyalah hak Prerogatif Allah. Dengan
kata lain, penentuan kehalalan atau keharaman sesuatu termasuk bidang pangan, harus didasarkan pada Al-
Qur’an, sunnah dan kaidah-kaidah hukum.Dari sini timbul pertanyaan, dapatkah setiap orang mengetahui mana pangan yang halal dan
mana pangan yang haram dengan hanya mencukupkan diri merujuk pada Al- Qur’an dan Sunnah?. Jika pada saat ini kehalalan pangan merupakan suatu
persoalan yang rumit, karena jenis dan bahan pangan yang halal dan mudah dikenali, serta cara pemerosesannya pun bermacam-macam.
Produk-produk pangan olahan, dengan menggunakan bahan dan peralatan yang canggih, kiranya dapat dikategorikan kedalam kelompok pangan yang tidak
mudah diyakini kehalalannya. Apalagi jika produk tersebut berasal dari negeri yang penduduknya mayoritas non-muslim, sekalipun bahan bakunya berupa bahan
suci atau tercampur, menggunakan atau bersentuhan dengan bahan-bahan yang tidak suci atau tercampur dengan bahan haram.
Dari paparan diatas kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa tidak setiap orang muslim akan dengan mudah dapat mengetahuinya secara pasti halal
20
Muhammad Nasib ar- Rifa’I “Taisir Al-Aliyyul Qadir Li Ikhishari Tafsir Ibnu Katsir”,
jilid 2”Gema Insani Press, 1999h.1073-1074