Evaluasi proses sertifikasi halal indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

(1)

EVALUASI PROSES SERTIFIKASI HALAL INDONESIA

DI LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN, DAN

KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA

(LPPOM MUI)

SKRIPSI

CHINTIA FARADINA

F24070070

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

EVALUATION OF INDONESIAN HALAL CERTIFICATION IN

THE ASSESSMENT INSTITUTE FOR FOODS, DRUGS, AND

COSMETICS INDONESIAN COUNCIL OF ULAMA

(LPPOM MUI)

Chintia Faradina1, Feri Kusnandar1, and Hendra Utama2

1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

2

The Assesment Institute for Foods, Drugs, and Cosmetics Indonesian Council of Ulama (LPPOM MUI), LPPOM MUI Centre Office, IPB Baranangsiang Campus, Pajajaran Street, 16144, Bogor,

West Java, Indonesia

Phone: +62 777 0356027, e-mail: chintiafaradina@yahoo.com

ABSTRACT

Halal certification is audit process to food producers as a basic for Indonesian Council Ulama to decide the halalness of a product. Halal certificate is a evidence the product by BPOM halalness which is used to allow producers to put halal logo on food packaging. The existence of LPPOM MUI as a credible, professional, and nationally and internationally recognized halal certification institution needs to be supported by appropriate education and evaluation tools. Main objective of this internship program was to evaluate the halal certification process in LPPOM MUI. Evaluation process was conducted by distributing questionnare to food industries in order to determine problems faced by food industries in halal certification process. The inputs were used by LPPOM MUI for improvement in halal certification process.


(3)

iv

Chintia Faradina. F24070070. Evaluasi Proses Sertifikasi Halal Indonesia Di Lembaga

Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, Dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Di

bawah bimbingan Feri Kusnandar. 2011.

RINGKASAN

Sertifikasi halal merupakan pemeriksaan yang rinci terhadap suatu produk yang selanjutnya diputuskan dalam bentuk fatwa MUI. Sertifikasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian kehalalan suatu produk berupa sertifikat halal, sehingga dapat menentramkan batin konsumen. Lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat halal di Indonesia adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Dewasa ini masih banyak produsen yang belum menyadari pentingnya sertifikat halal dikarenakan sertifikat ini masih bersifat sukarela bagi produsen yang ingin mengajukan permohonan sertifikasi halal. Berdasarkan data BPOM, jumlah produk teregistrasi sebanyak 113.515 produk, sedangkan yang telah memiliki Sertifikat Halal MUI hanya 41.695 produk. Hal ini berarti hanya 36.73% produk yang beredar di Indonesia dan teregistrasi telah memiliki Sertifikat Halal MUI. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah produk bersertifikat halal MUI. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengevaluasi proses sertifikasi halal yang selama ini telah berjalan.

Kegiatan magang ini bertujuan melakukan identifikasi permasalahan sertifikasi halal. Selain itu, kegiatan magang ini juga bertujuan membantu LPPOM MUI untuk mencari solusi terkait permasalahan proses sertifikasi halal. Kegiatan magang ini dibagi menjadi sembilan tahapan, yaitu: (1) penentuan masalah dan tujuan masalah, (2) studi pustaka, (3) analisis kondisi di LPPOM MUI, (4) diskusi dengan tim LPPOM MUI, (5) pembuatan kuesioner untuk menggali permasalahan dan kendala yang dialami industri pada saat proses sertifikasi, (6) penggalian informasi kepada industri berdasarkan pertanyaan kuesioner, (7) pengolahan hasil data kuesioner, (8) diskusi kembali dengan tim LPPOM MUI, dan (9) penyusunan solusi alternatif sertifikasi halal.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat permasalahan yang dialami perusahaan selama proses sertifikasi halal diantaranya: (1) menyusun Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) dan biaya sertifikasi halal, terutama bagi industri kecil, (2) cara memperoleh dan mengisi formulir pendaftaran, (3) melengkapi dokumen pendukung, (4) mengajukan bahan baru, serta (5) jarak dan waktu yang ditempuh untuk memperoleh sertifikat halal.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan memperoleh informasi terkait sertifikasi halal melalui seminar dan pelatihan. Hanya saja untuk industri kecil dan RPH, informasi mengenai setifikasi halal mayoritas didapatkan melalui instansi terkait, seperti Departemen Kesehatan, Departemen Agama, BPOM, ataupun LPPOM MUI.

Hasil identifikasi kebutuhan informasi menunjukkan bahwa perusahaan membutuhkan informasi selama proses sertifikasi halal seperti: (1) perincian biaya sertifikasi halal, (2) perkiraan waktu setiap tahapan proses sertifikasi halal, (3) penerbitan sertifikat halal setelah rapat komisi fatwa MUI, dan (4) progress report pascaaudit. Saran terbanyak yang diajukan perusahaan kepada pihak LPPOM MUI untuk melakukan tindakan perbaikan adalah mempercepat proses sertifikasi halal dan mempertimbangkan biaya sertifikasi halal. Percepatan proses sertifikasi halal sangat diperlukan bagi industri pengolahan berskala besar dan kecil, industri bahan tambahan pangan, RPH, restoran, dan katering. Sementara itu, pertimbangan biaya sertifikasi halal sangat diperlukan bagi industri pengolahan berskala kecil, industri bahan tambahan pangan, distributor, restoran, dan katering.

Salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan oleh LPPOM MUI adalah membuat media komunikasi secara online dan update untuk perusahaan yang dapat diakses dengan password yang berbeda pada setiap perusahaan.


(4)

v

EVALUASI PROSES SERTIFIKASI HALAL INDONESIA

DI LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN, DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA

(LPPOM MUI)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

CHINTIA FARADINA F24070070

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(5)

vi

Judul Skripsi : Evaluasi Proses Sertifikasi Halal Indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

Nama : Chintia Faradina

NIM : F24070070

Menyetujui:

Dosen Pembimbing, Pembimbing Lapang,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc) ( Ir. Hendra Utama)

NIP 19680526 199303.1.004

Mengetahui:

Plt. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP 19610802 198703.2.002


(6)

vii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Evaluasi Proses

Sertifikasi Halal Indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika

Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen

Pembimbing Akademik serta pembimbing lapang, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

Chintia Faradina F24070070


(7)

viii

BIODATA PENULIS

Chintia Faradina lahir di Sukabumi, 25 September 1989 dari pasangan ayah Deni Syamsudin dan ibu Nina Marliana, sebagai anak pertama dari tiga

bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 5, Bogor dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selain itu, memilih minor Manajemen Fungsional. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan, termasuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Evaluasi Sensori pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2008-2011, penulis tercatat sebagai Duta Pojok BNI IPB. Selain itu, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan acara-acara yang diselenggarakan di kampus IPB, diantaranya menjadi PAK Baur ITP (2010), Koordinator Konsumsi Indonesian Food Expo (2009), dan Koordinator Public Relation Site Visit Fateta (2009). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah juara III Lomba Karate Inkai 2007. Selain itu, penulis menerima Beasiswa PPA (2009-2011). Pada tahun 2011, penulis mengikuti “Pelatihan Sistem Jaminan Halal” yang diadakan oleh LPPOM MUI. Karya tulis yang pernah penulis hasilkan bersama dengan rekan-rekan sedisplin ilmu adalah “Pengembangan Pangan Fungsional Puding Tempe” dan “Aplikasi Gelatin Pada Produk Pangan”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan kegiatan magang di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Pusat Bogor selama 4 bulan (Februari-Juni 2011) untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Evaluasi Proses Sertifikasi Halal Indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)”.


(8)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Evaluasi Proses Sertifikasi Halal Indonesia di Lembaga Pengkajian, Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)” dilaksanakan di Kantor LPPOM MUI Pusat Bogor sejak bulan Februari hingga Juni 2011. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Keluarga tercinta, Papa, Mama, Adik Regita aldena, Adik Denaldi Ramadian dan Nenek atas segala doa dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Dr. Ir. Feri Kusnadar, M.Sc. selaku pembimbing akademik, atas saran, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan.

3. Ir. Hendra Utama selaku pembimbing lapang dari LPPOM MUI Pusat Bogor, atas bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan selama magang.

4. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA selaku dosen penguji sidang, atas kesediaan waktu dan saran yang telah diberikan.

5. Seluruh staf pengajar dan administrasi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, yang telah memberikan ilmu dan bantuannya selama ini.

6. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si selaku direktur LPPOM MUI yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melakukan kegiatan magang di LPPOM MUI Pusat Bogor.

7. Keluarga Besar LPPOM MUI Pusat Bogor dan Jakarta yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, Mbak Evrin, Bapak Suminar Jati, Bapak Muslich, Bapak Aji, Ibu Muti, Ibu Osmena, Ibu Yuni, Mas Firman, Mas Robi, Mbak Tina, Mbak Ayi, Mbak Desta, dan Mbak Duni.

8. Rekan magang di LPPOM, Amelia, Ajeng, dan Rossy, atas semua saran dan kebersamaannya selama magang di LPPOM MUI.

9. Seorang Pria Terspesial di hati hingga saat ini, Bripda Muhamad Andri, atas dukungannya selama ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik atas dukungannya, Nadea Endar Kesuma, Erlindawati, Rini Hapsari, Dwi A Nur’utami, Retno, dan Yudha.

11. Rekan-rekan ITP Angkatan 44 serta keluarga besar P4 atas dukungan dan bantuannya selama studi di ITP.

12. Kakak kelas tercinta ITP 43, yang telah memberikan saran dan nasihat.

13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu, namun turut memberikan dukungan doa dan bantuannya.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan.

Bogor, Juli 2011

Chintia Faradina


(9)

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. PROFIL INSTANSI ... 2

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LPPOM MUI ... 2

B. ORGANISASI LPPOM MUI ... 2

C. VISI DAN MISI LPPOM MUI ... 3

D. LOGO ORGANISASI... 3

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PANGAN HALAL ... 4

B. PANGAN HARAM ... 4

C. SISTEM JAMINAN HALAL ... 5

D. SERTIFIKASI HALAL ... 5

E. PROSEDUR SERTIFIKASI HALAL ... 6

F. INDUSTRI PANGAN DI INDONESIA ... 10

G. PERTUMBUHAN SERTIFIKASI HALAL ... 11

H. KEBIJAKAN BARU LPPOM MUI ... 12

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 12

A. METODE PENELITIAN ... 14

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 14

C. TAHAPAN PENELITIAN ... 14

D. JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA ... 16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. PROFIL RESPONDEN ... 18


(10)

xi

C. INFORMASI SERTIFIKASI HALAL ... 30

D. TINDAKAN PERBAIKAN SERTIFIKASI HALAL ... 32

E. PERBANDINGAN SISTEM SERTIFIKASI HALAL DI INDONESIA DENGAN BEBERAPA DI NEGARA LAIN ... 34

F. ALTERNATIF SOLUSI TENTANG PERMASALHAN SERTIFIKASI HALAL .. 35

VI. SIMPULAN ... 37

VII. REKOMENDASI ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(11)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.

Klasifikasi dan jumlah perusahaan yang menjadi responden ...

18

Tabel 2.

Dokumentasi Sistem Jaminan Halal ...

19

Tabel 3.

Sumber informasi tentang sertifikasi halal...

30

Tabel 4.

Daftar informasi yang dibutuhkan perusahaan ...

31


(12)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.

Logo organisasi dan logo halal ...

3

Gambar 2.

Diagram alir proses sertifikasi halal ...

9

Gambar 3.

Grafik pertumbuhan sertifikasi halal ...

11

Gambar 4.

Rancangan diagram alir penelitian ...

17

Gambar 5.

Presentase status sertifikat halal perusahaan ...

18

Gambar 6.

Jangkauan pemasaran produk perusahaan...

19

Gambar 7.

Siklus operasional Sistem Jaminan Halal...

21

Gambar 8.

Grafik penerimaan informasi pada responden selama pendaftaran

23 Gambar 9.

Sertifikat halal MUI ...

28


(13)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Susunan pengurus LPPOM MUI ...

42

Lampiran 2.

Struktur organisasi LPPOM MUI ...

43

Lampiran 3.

Contoh kuesioner evaluasi proses ...

44

Lampiran 4.

Data responden ...

48


(14)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Sertifikat halal diharapkan menjadi kebutuhan bagi produsen maupun konsumen sehingga lebih banyak produsen yang mengajukan sertifikat halal. Hal ini dikarenakan produk yang memiliki sertifikasi halal memiliki nilai jual cukup tinggi dan menjadi sebuah trend dalam dunia perdagangan. Saat ini, omset industri makanan halal mencapai 547 milyar dolar dan bisa mencapai angka satu triliun dolar di masa depan. Industri produk halal sangat menjanjikan karena pasarnya tidak lagi terbatas pada konsumen Muslim tapi juga non-Muslim. Selain itu, semakin banyak pula yang mulai tertarik dengan produk halal (GAPPMI 2010).

Dewasa ini masih banyak produsen yang belum menyadari pentingnya sertifikat halal dikarenakan sertifikat ini masih bersifat sukarela bagi produsen yang ingin mengajukan permohonan sertifikasi halal. Berdasarkan data BPOM, jumlah produk teregistrasi sebanyak 113.515 produk, sedangkan yang telah memiliki Sertifikat Halal MUI hanya 41.695 produk. Hal ini berarti hanya 36.73% produk yang beredar di Indonesia dan terigistrasi telah memiliki Sertifikat Halal MUI (Hakim 2011a).

Salah satu upaya untuk melindungi dan menetramkan masyarakat Indonesia adalah dengan meningkatkan jumlah produk bersertifikat halal MUI. Oleh karena itu, LPPOM MUI dituntut untuk terus meningkatkan pelayanan prima kepada para produsen yang menghendaki sertikasi halal. Peningkatan pelayanan dapat dilakukan salah satunya dengan cara mengevaluasi proses sertifikasi halal yang selama ini telah berjalan. Hal ini berguna untuk mengetahui berbagai kendala dan permasalahan yang sering kali dialami oleh produsen selama proses sertifikasi halal. Kemudian dapat ditentukan berbagai solusiuntuk pihak produsen dan pihak LPPOM MUI.

Masalah yang sering kali muncul adalah dalam penyusunan dan pelaksanaan Sistem Jaminan Halal (SJH) sebagai syarat pengajuan sertifikasi halal. Bagi industri besar, mungkin menyusun dan menerapkan SJH ini tidak banyak kendala. Jika memiliki komitmen yang tinggi dari pihak manajemen, maka SJH dapat diwujudkan. Namun bagi industri kecil, mungkin syarat adanya SJH tersebut menjadi kendala. Hal ini kemungkinan SDM yang dimiliki masih belum memadai. Meskipun demikian bukan berarti syarat itu boleh ditinggalkan (Wiyana 2009).

Permasalahan lain adalah kemungkinan banyak pula perusahaan yang merasa kesulitan pada saat melakukan pendaftaran, melengkapi dokumen-dokumen untuk pengajuan sertifikasi halal, menanggung biaya sertifikasi halal, dan beberapa tahapan yang harus dilalui selama proses sertifikasi halal. Hal ini mungkin dapat disebabkan informasi dan pemahaman mereka tentang sertifikasi halal masih belum jelas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penggalian informasi terkait kendala-kendala yang sering dialami oleh perusahaan. Kegiatan tersebut dapat bermanfaat bagi pihak LPPOM MUI untuk melakukan berbagai upaya dalam mengatasi permasalahan selama sertifikasi halal. Selain itu, dapat meningkatkan kualitas dan kinerja sebagai lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat halal.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan kegiatan magang ini adalah melakukan identifikasi permasalahan sertifikasi halal. Selain itu, kegiatan magang ini juga bertujuan membantu LPPOM MUI untuk mencari solusi terkait kendala-kendala perusahaan selama proses sertifikasi halal.


(15)

2

II.

PROFIL INSTANSI

A.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LPPOM MUI

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) adalah suatu lembaga non profit berwawasan keagamaan. Tugas utamanya adalah melaksanakan program MUI tentang sertifikasi halal. Lembaga ini dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 6 Januari 1989. Pembentukan lembaga ini karena berbagai alasan mendesak, diantaranya adanya kasus lemak babi pada akhir tahun 1988 yang mengganggu stabilitas perekonomian Indonesia.

Pada tahun pertama kelahirannya sesuai dengan amanah MUI, lembaga ini mencoba membenahi berbagai masalah dalam makanan terkait kehalalannya. Hal ini bermanfaat untuk menentramkan konsumen muslim khususnya dan konsumen Indonesia pada umumnya serta para produsen secara keseluruhan. Pada awal-awal tahun kelahirannya, LPPOM MUI berulang kali mengadakan seminar, diskusi-diskusi dengan para pakar, termasuk pakar ilmu syari’ah, dan kunjungan-kunjungan yang bersifat studi banding serta muzakarah. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam menentukan standar kehalalan dan prosedur pemeriksaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama.

Pada awal tahun 1994, LPPOM MUI mengeluarkan sertifikat halal pertama yang sangat didambakan oleh konsumen maupun produsen. Hingga kini, manfaat tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat (Girindra 2005). Terhitung sejak tahun 2005 hingga tahun 2010, LPPOM MUI telah mensertifikasi produk halal sebanyak 75.514 produk, baik produk nasional maupun produk impor (Hakim 2011a).

B.

ORGANISASI LPPOM MUI

Lembaga ini dalam menjalankan fungsi organisasinya, memiliki perangkat organisasi yaitu : (1) direktur, (2) bidang auditing, (3) bidang sosialisasi, (4) bidang kesekretariatan, dan (5) bidang standar dan pelatihan. Kepemimpinan LPPOM MUI saat ini berada di bawah kepengurusan Ir. Lukmanul Hakim M.Si sebagai direktur LPPOM MUI. Struktur organisasi LPPOM MUI dan susunan pengurus LPPOM MUI selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Tugas direktur merupakan penanggung jawab secara keseluruhan pelaksanaan organisasi LPPOM MUI, berkoordinasi dengan Komisi Fatwa MUI, Ketua Komisi Fatwa dan Ketua MUI untuk menandatangani sertifikat halal. Bidang Auditing bertugas melaksanakan kegiatan auditing produk halal dan melaporkannya kepada Komisi Fatwa untuk difatwakan halal. Bidang auditing bertugas memimpin tim auditor untuk membahas hasil-hasil auditing yang dilakukan para auditor. Bidang Sosialisasi bertugas melaksanakan sosialisasi halal ke masyarakat luas, baik konsumen, produsen, maupun instansi terkait lainnya. Bidang Kesekretariatan bertugas melaksanakan kegiatan kantor, mengurusi surat-menyurat, menerbitkan sertifikat halal, dan mengatur keuangan organisasi serta urusan lain berkaitan dengan sertifikasi halal. Bidang Standar dan Pelatihan bertugas melaksanakan pelatihan dan menyusun standar halal.

Saat ini, LPPOM MUI memiliki dua kantor pusat yaitu LPPOM MUI Pusat Jakarta dan LPPOM MUI Pusat Bogor Kantor LPPOM MUI Pusat Jakarta, berlokasi di Gedung Majelis Ulama Indonesia Jalan Proklamasi No. 51, Lantai III, Menteng Jakarta Pusat. Sementara itu, kantor LPPOM MUI Pusat Bogor, berlokasi di Kampus IPB Baranangsiang Jalan Raya Pajajaran


(16)

3

Bogor 16144. Selain itu, LPPOM MUI hingga saat ini telah memiliki 32 LPPOM MUI Provinsi yang tersebar di wilayah Indonesia.

Seiring dengan perkembangan kebutuhan, tugas-tugas LPPOM MUI mengalami penyempurnaan, yaitu :

1. Melaksanakan program MUI untuk memeriksa kehalalan makanan, obat-obatan, dan kosmetika yang beredar, baik produk domestik atau impor.

2. Mengajukan hasil pemeriksaan dan pengkajian secara terperinci kepada Komisi Fatwa MUI sebagai bahan pertimbangan untuk menetukan status hukum kehalalan produk. 3. Mengadakan berbagai kegiatan untuk menjalin kerjasama dengan instansi-instansi

pemerintah dan swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

4. Membentuk LPPOM MUI Daerah bersama dengan Dewan Pimpinan MUI.

C.

VISI DAN MISI LPPOM MUI

Lembaga ini memiliki visi dan misi dalam menjalankan peran dan tugasnya. Visi LPPOM MUI adalah menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketentraman bagi umat Islam serta menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi, dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional. Selain itu, misi LPPOM MUI antara lain :

1. Membuat dan mengembangkan standar pemeriksaan halal.

2. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan dikonsumsi masyarakat.

3. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengonsumsi produk halal. 4. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari

berbagai aspek.

D.

LOGO ORGANISASI

Logo LPPOM MUI yang disepakati adalah logo MUI dengan tulisan “halal” di bagian tengah (Gambar 1). Logo organisasi ini sekaligus menjadi logo halal pada setiap kemasan produk yang telah memiliki sertifikat halal.


(17)

4

III.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

PANGAN HALAL

Pangan di dalam UU RI No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman.

Pangan yang halal adalah pangan yang diizinkan untuk dikonsumsi atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Atau diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi (Girindra 2005). Dalam hal ini, pangan yang baik dapat diartikan sebagai pangan yang memiliki cita rasa baik, sanitasi higine baik dan kandungan gizinya yang baik. Konsumsi makanan halal merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Ketentuan halal dan haramnya suatu bahan pangan berasal dari Allah SWT. Ketentuan ini tercantum di dalam Al-Quran dan Hadis. Menurut Apriyantono (2001), kriteria makanan atau minuman halal diantaranya :

1. Tidak boleh mengandung sesuatu yang dianggap haram menurut hukum Islam.

2. Pada tahap persiapan, proses, transportasi, dan penyimpanan menggunakan peralatan yang bebas dari sesuatu yang dianggap haram menurut hukum Islam.

3. Pada tahap persiapan, proses, transportasi, dan penyimpanan tidak terjadi kontak langsung dengan makanan yang haram menurut hukum Islam.

B.

PANGAN HARAM

Halal berati boleh, sedangkan haram berarti tidak boleh (Qardhawi 2000). Sebagai umat muslim, peraturan halal juga telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 3, Allah SWT berfirman bahwa “Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas, kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala”.

Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 173, Girindra (2005) menyatakan bahwa makanan yang diharamkan meliputi :

1. Bangkai, yang termasuk ke dalam kategori ini adalah hewan yang mati dengan tidak disembelih, termasuk hewan yang mati tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, dan diterkam oleh hewan buas, kecuali yang sempat kita menyembelihnya.

2. Darah, sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir.

3. Daging babi, mayoritas ulama menyatakan bahwa seluruh bagian babi haram untuk dikonsumsi, baik daging, lemak, tulang, termasuk produk-produk yang mengandung bahan tersebut, maupun semua bahan yang dibuat dengan menggunakan bahan-bahan tersebut sebagai salah satu bahan bakunya.

4. Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah, ini berarti juga binatang yang disembelih untuk yang selain Allah.

Dari semua minuman yang tersedia, hanya satu kelompok saja yang diharamkan yaitu khamar. Khamar ialah minuman yang memabukkan sesuai dengan penjelasan Rasullah saw. Berdasarkan Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Daud dari Abdullah bin Umar : Setiap


(18)

5

yang memabukkan adalah khamar (termasuk khamar) dan setiap khamar adalah diharamkan (Departemen Agama RI 2003).

C.

SISTEM JAMINAN HALAL

Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah suatu perangkat kerja yang tersusun dari komitmen manajemen, sumber daya, dan prosedur yang saling berhubungan untuk menjamin kehalalan produk sesuai dengan persyaratan sehingga status kehalalannya konsisten dan berkelanjutan (LPPOM MUI 2010a). Sistem Jaminan Halal dapat mengadopsi prinsip-prinsip sistem manajemen yang telah dikembangkan sebelumnya seperti Total Quality Management (TQM), ISO 9000, dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) (Apriyantono et al. 2007).

Pengembangan sistem jaminan halal didasarkan pada konsep total quality management yang terdiri atas empat unsur utama yaitu komitmen, kebutuhan konsumen, peningkatan tanpa penambahan biaya, dan menghasilkan barang setiap waktu tanpa rework, tanpa reject, tetap inspection. Karena itu dalam prakteknya, penerapan sistem jaminan halal dapat dirumuskan untuk menghasilkan suatu sistem yang ideal, yaitu zero limit, zero defect, dan zero risk (three zero consept). Artinya material haram tidak boleh ada pada level apapun (zero limit), tidak memproduksi produk haram (zero defect), dan tidak ada resiko merugikan yang diambil bila mengimplementasikan sistem ini (zero risk).

Total Quality Management didefinisikan sebagai sebuah sistem yang mengharuskan setiap orang di dalam setiap posisi dalam organisasi mempraktekan dan berpartisipasi dalam manajemen halal dan aktivitas peningkatan produktivitas. Manajemen halal bermula dan berakhir dengan pendidikan yang kontinyu (Apriyantono 2001).

Sistem jaminan halal merupakan kerangka kerja yang dipantau terus menerus dan dikaji secara periodik untuk memberikan arahan yang efektif bagi pelaksanaan kegiatan proses produksi halal. Sistem Jaminan Halal harus diuraikan scara tertulis dalam bentuk Manual Halal yang secara garis besar terdiri dari :

1. Pernyataan kebijakan perusahaan tentang halal (halal policy) 2. Panduan halal (halal guidelines)

3. Sistem Manajemen Halal (halal management system)

4. Uraian titik kritis keharaman produk (haram critical control point) 5. Sistem Audit Halal Internal (internal halal audit system)

D.

SERTIFIKASI HALAL

Sertifikasi halal merupakan pemeriksaan yang rinci terhadap suatu produk yang selanjutnya diputuskan dalam bentuk fatwa MUI. Sertifikasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian kehalalan suatu produk berupa sertifikat halal, sehingga dapat menentramkan batin yang mengonsumsinya. Selain itu bagi produsen, sertifikasi halal dapat mencegah kesimpangsiuran status kehalalan produk yang dihasilkan. Sertifikat halal adalah bukti sah tertulis yang menyatakan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan olah MUI atas dasar fatwa yang ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI (Girindra 2008).

Lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi halal di Indonesia yaitu LPPOM MUI. Sertifikasi dan pencantuman tanda halal bersifat sukarela (tidak ada keharusan). Namun, hal ini perlu dilakukan mengingat kehalalan suatu produk untuk dikonsumsi oleh umat Islam hukumnya wajib. Sementara itu, kehalalan suatu produk dapat menjamin bahwa produk tesebut diolah dengan baik dan aman dikonsumsi bagi siapa pun. Bagi produsen sendiri, produk bersertifikat halal dapat membuka peluang ekspor yang luas karena produknya memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan industri pangan lainnya.


(19)

6

Sebelum produsen mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya, maka terlebih dahulu disyaratkan yang bersangkutan menyiapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Produsen menyiapkan suatu Sistem Jaminan Halal (Halal Assurance System).

2. Sistem Jaminan Halal tersebut harus didokumentasikan secara jelas dan rinci serta merupakan bagian dari kebijakan manajemen perusahaan.

3. Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam bentuk panduan halal (Halal Manual). Tujuan membuat panduan halal adalah untuk memberikan uraian sistem manajemen halal yang dijalankan produsen. Selain itu, panduan halal ini dapat berfungsi sebagai rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan produk tersebut.

4. Produsen menyiapkan prosedur baku pelaksanaan (Standard Operating Prosedure) untuk mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produknya dapat terjamin. 5. Baik panduan halal maupun prosedur baku pelaksanaan yang disiapkan harus

disosialisasikan dan diuji coba di lingkungan produsen, sehingga seluruh jajaran dari mulai direksi sampai karyawan memahami tata cara memproduksi produk halal dan baik.

6. Produsen melakukan pemeriksaan intern (audit internal) serta mengevaluasi keseuaian Sistem Jaminan Halal yang dilakukan untuk menjamin kehalalan produk.

7. Perusahaan harus mengangkat minimum seorang Auditor Halal Internal yang beragama Islam dan berasal dari bagian yang terkait dengan produksi halal.

E.

PROSEDUR SERTIFIKASI HALAL

Prosedur sertifikasi halal merupakan kriteria dan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal (LPPOM MUI 2010b). Prosedur sertifikasi halal saat ini, sedikit berbeda dari sebelumnya karena adanya beberapa kebijakan baru yang diterapkan oleh LPPOM MUI. Prosedur sertifikasi halal saat ini mencakup :

1.

Kriteria Pendaftaran

a. Industri Pengolahan

1) Produsen harus mendaftarkan seluruh produk yang diproduksi di lokasi yang sama dan/atau yang memiliki merek/brand yang sama.

2) Produsen harus mendaftarkan seluruh lokasi produksi termasuk maklon dan pabrik pengemasan.

3) Ketentuan untuk tempat maklon harus dilakukan di perusahaan yang sudah mempunyai produk bersertifikat halal atau yang bersedia disertifikasi halal.

b. Restoran dan Katering

1) Restoran dan katering harus mendaftarkan seluruh menu yang dijual termasuk produk-produk titipan, kue ulang tahun serta menu musiman.

2) Restoran dan katering harus mendaftarkan seluruh gerai, dapur serta gudang.

c. Rumah Potong Hewan

1) Produsen harus mendaftarkan seluruh tempat penyembelihan yang berada dalam satu perusahaan yang sama.

2) Harus mempekerjakan jagal yang beragama Islam dan terlatih dalam proses penyembelihan sesuai dengan syariat Islam (memiliki sertifikat penyembelih). 3) Lokasi penyembelihan jauh dari tempat peternakan dan pemotongan babi. 4) Menerapkan standar pelaksanaan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam.


(20)

7

2.

Persyaratan Dasar

a. Persyaratan Dokumen Bahan (Daftar Bahan beserta lampiran Sertifikat Halal, Alur Proses, Spesifikasi Teknis, pernyataan pork free facilities untuk bahan impor kritis, matriks bahan).

b. Persyaratan Dokumen Proses berupa diagram alir proses produk yang didaftarkan. c. Persyaratan Dokumen Fasilitas/Sarana dan Prasana Produksi (pernyataan pork free

facilities untuk produk yang akan disertifikasi).

d. Persyaratan Dokumen Produk (Nama produk tidak berasosiasi dengan produk haram).

e. Persyaratan Manual Sistem Jaminan Halal dan bukti implementasi Sistem Jaminan Halal.

f. Perusahaan memiliki Auditor Halal Internal (AHI) dalam organisasi manajemen halal.

3.

Kriteria Audit

a. Telah melengkapi semua dokumen halal untuk seluruh bahan yang digunakan. b. Telah memiliki Manual Sistem Jaminan Halal Perusahaan.

c. Telah menerapkan Sistem Jaminan Halal dengan status implementasi minimal “B”.

d. Telah menandatangani “Akad Sertifikasi” dan melunasi biaya yang telah disepakati.

4.

Tahapan Proses Sertifikasi Halal

Secara umumproses sertifikasi halal dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) persiapan pengajuan sertifikasi halal, (2) pendaftaran sertifikasi halal, (3) audit Sistem Jaminan Halal, (3) audit di lokasi pabrik, (4) evaluasi rapat auditor, dan (5) penentuan kehalalan oleh Sidang Fatwa MUI. Garis besar tahapan proses sertifikasi halal dapat dilihat pada Gambar 2 yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pendaftaran sertifikasi halal dapat dilakukan di tiga tempat, yaitu (1) BPOM, (2) LPPOM MUI Pusat, dan (3) LPPOM MUI Provinsi. Pendaftaran melalui BPOM dilakukan untuk produk yang membutuhkan pencantuman label halal pada kemasannya dan dijual secara langsung untuk konsumsi masyarakat (industri pengolahan yang menghasilkan produk retail). Pendaftraran melalui LPPOM MUI Pusat dilakukan untuk industri pengolahan dan restoran yang memiliki jangkauan pemasaran atau outlet lebih dari satu provinsi. Sementara itu, pendaftaran melalui LPPOM MUI Daerah dilakukan untuk industri pengolahan yang termasuk dalam kelompok Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), bleaching earth, dan karbon aktif. Serta, restoran atau katering atau Rumah Potong Hewan (RPH) yang memiliki jangkauan pemasaran atau outlet hanya pada provinsi tersebut (pemasaran bersifat lokal) di daerahnya.

b. Setiap produsen yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal bagi produknya, harus mengisi borang yang telah disediakan. Borang tersebut berisi informasi tentang data perusahaan, jenis dan nama produk serta bahan-bahan yang digunakan.

c. Borang yang sudah diisi beserta dokumen pendukungnya dikembalikan ke sekretariat LPPOM MUI untuk diperiksa kelengkapannya, dan bila belum memadai perusahaan harus melengkapi sesuai dengan ketentuan.

d. LPPOM MUI akan memberitahukan perusahaan mengenai jadwal audit. Tim Auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan atau audit ke lokasi produsen.


(21)

8

Pada saat audit, perusahaan harus dalam keadaan memproduksi produk yang disertifikasi.

e. Hasil pemeriksaan atau audit dan hasil laboratorium (bila diperlukan) dievaluasi dalam Rapat Auditor LPPOM MUI. Hasil audit yang belum memenuhi persyaratan diberitahukan kepada perusahaan melalui audit memorandum. Jika telah memenuhi persyaratan, auditor akan membuat laporan hasil audit guna diajukan pada Sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya. f. Laporan hasil audit disampaikan oleh Pengurus LPPOM MUI dalam Sidang

Komisi Fatwa MUI pada waktu yang telah ditentukan.

g. Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit jika dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan, dan hasilnya akan disampaikan kepada produsen pemohon sertifikasi halal.

h. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkan status kehalalannya dan status implementasi SJH oleh Komisi Fatwa MUI.

i. Sertifikat Halal dan Status Implementasi SJH berlaku selama dua tahun sejak tanggal penetapan fatwa.

j. Tiga bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir, produsen harus mengajukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan LPPOM MUI.

Apabila produsen telah mendapatkan sertifikat halal, maka perlu diperhatikan juga untuk masa berlaku, sistem pengawasan, dan prosedur perpanjangan sertifikat halal tersebut. Hal-hal yang perlu diketahui untuk masa berlaku sertifikat halal, diantaranya :

1. Sertifikat Halal hanya berlaku selama dua tahun dan Surat Keterangan Halal diberikan untuk setiap pengapalan untuk daging yang diekspor.

2. Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, LPPOM MUI akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan.

3. Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus mendaftar kembali untuk Sertifikat Halal yang baru.

4. Produsen yang tidak memperbaharui Sertifikat Halal, maka tidak diizinkan lagi menggunakan Sertifikat Halal tersebut dan dihapus dari daftar yang terdapat dalam majalah resmi LPPOM MUI, Jurnal Halal.

5. Jika Sertifikat Halal hilang, pemegang harus segera melaporkannya ke LPPOM MUI.

6. Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh MUI adalah milik MUI. Oleh sebab itu, jika karena sesuatu hal diminta kembali oleh MUI, maka pemegang sertifikat wajib menyerahkannya.


(22)

9

Revisi

Produsen

LPPOM MUI

Tidak Lengkap

Revisi

Revisi

Gambar 2. Diagram alir proses sertifikasi halal Pengajuan Sertifikasi Halal

Penyusunan Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya

Sosialisasi dan Uji Coba Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya

Audit Internal dan Evaluasi Rencana Sistem Jaminan

Halal

Cek Sistem Jaminan Halal

Evaluasi

Fatwa MUI Audit di Lokasi


(23)

10

Perusahaan berkewajiban melakukan beberapa hal selama berada dalam sistem pengawasan LPPOM MUI, yaitu:

1. Mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal sepanjang berlakunya Sertifikat Halal 2. Menyerahkan laporan audit internal setiap enam bulan sekali setelah terbitnya

Sertifikat Halal,

3. Melaporkan dan mendapat izin dari LPPOM MUI apabila melakukan perubahan bahan, proses produksi, dan lainnya

4. Menandatangani perjanjian untuk menerima Tim Sidak LPPOM MUI.

Apabila masa berlaku sertifikat halal akan segera berakhir, maka perusahaan wajib melakukan perpanjangan sertifikat halal. Prosedur perpanjangan sertifikat halal diantaranya :

1. Produsen harus mendaftar kembali dan mengisi borang yang disediakan. 2. Pengisian formulir disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk.

3. Produsen berkewajiban melengkapi kembali daftar bahan baku, matriks produk versus bahan serta spesifikasi, sertifikat halal, dan bagan alir proses terbaru.

4. Prosedur pemeriksaan dilakukan seperti pada pendaftaran produk baru.

F. INDUSTRI PANGAN DI INDONESIA

Perkembangan industri pangan di Indonesia cukup pesat. Industri pangan merupakan suatu kegiatan yang sangat luas. Di dalam kegiatan industri pangan, tidak hanya produksi, pengolahan dan distribusi yang terlibat di dalamnya, tetapi juga banyak melibatkan kegiatan lain di luar teknologi hasil pertanian, antara lain industri pengepakan, industri zat-zat kimia yang membuat zat pengawet, zat pewarna, dan lain-lain. Industri pangan menghasilkan berbagai produk pangan olahan dalam bentuk makanan tradisional maupun modern. Produksi pangan olahan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Berdasarkan skala dan pola pertumbuhannya, industri pangan dikelompokkan menjadi: (1) industri pangan besar, (2) menengah dan kecil, (3) industri katering, (4) restoran dan hotel, serta (4) industri makanan jajanan atau rumah tangga (Wirakartakusumah 1994). Selanjutnya Wirakartakusumah mengemukakan bahwa konsumen di masa mendatang akan semakin menuntut mutu dan kesegaran pangan. Konsumen akan semakin khawatir mengenai kesehatan dan gizi, keamanan pangan dan berbagai cemaran mikroba dan kimiawi yang mengganggu kesehatan atau menyebabkan penyakit, perhitungan harga serta kemudahan untuk menyiapkan atau menghidangkannya. Dorongan ini akan membantu berkembangnya inovasi teknologi pangan yang menghasilkan beragam jenis dan bentuk pangan olahan untuk memenuhi keinginan konsumen.

Pertumbuhan industri pangan olahan tahun 2010 untuk skala besar dan menengah rata-rata akan mencapai 10 hingga 15 persen. Sementara itu, untuk UKM (Usaha Kecil Menengah) sekitar tiga hingga lima persen. Pertumbuhan industri makanan dan minuman akan lebih banyak menyebar di luar Pulau Jawa. Bentuk konsumsi masyarakat akan mengalami perubahan dari yang sebelumnya lebih banyak produk primer akan mulai bergeser ke produk olahan. Data GAPMMI menyebutkan ada 1.159.983 industri pangan di Indonesia dengan total tenaga kerja mencapai 3.4 juta orang. Berdasarkan jumlah total industri tersebut tercatat jumlah industri skala rumah tangga mencapai 1.087.489, industri kecil sebesar 66.178, dan industri besar menengah sebesar 6.316 (GAPMMI 2010).


(24)

11

G. PERTUMBUHAN SERTIFIKASI HALAL

Berdasarkan data LPPOM MUI Pusat, pertumbuhan sertifikasi halal selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terbukti dari data tahun 2008 hingga tahun 2011 jumlah produk yang telah mendapatkan sertifikat halal selalu meningkat. Pada tahun 2008, jumlah produk yang mendapatkan sertifikat halal sebanyak 10242 produk. Kemudian pada tahun 2009, jumlah produk yang mendapatkan sertifikat halal meningkat menjadi 10550 produk. Pada tahun 2010, jumlah produk yang mendapatkan sertifikat halal meningkat lebih dari 100% menjadi 27121 produk. Grafik pertumbuhan sertifikasi halal dapat dilihat pada Gambar 3.

Data-data produk bersertifikat halal tersebut kemungkinan masih rendah, apabila dibandingkan dengan jumlah produk yang saat ini tersebar di pasar dan belum terigistrasi oleh BPOM. Oleh karena itu, kemungkinan jumlah produk yang belum bersertifikat halal masih banyak beredar di pasaran.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan sertifikasi halal (LPPOM MUI 2010)

H. KEBIJAKAN BARU LPPOM MUI

Salah satu upaya dalam meningkatkan kredibilitas, pihak LPPOM MUI menerapkan beberapa kebijakan baru dalam proses sertifikasi. Kebijakan tersebut disosialisasikan mulai tanggal 6 Januari 2011. Beberapa kebijakan baru LPPOM MUI dalam proses sertifikasi diantaranya :

1. Mempertegas kebijakan Sistem Jaminan Halal (SJH) sebagai prasyarat sertifikasi halal untuk semua kategori perusahaan dan pendaftaran.

Pada awalnya, bukti implementasi Sistem Jaminan Halal di perusahaan, diserahkan kepada LPPOM MUI paling lambat enam bulan setelah terbitnya sertifikat halal. Selain itu pada saat pendaftaran, perusahaan hanya menyerahkan Manual Sistem Jaminan Halal Minimum yang berisi klausul kebijakan halal, struktur manajemen halal, dan ruang lingkup penerapan SJH. Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh pihak LPPOM MUI, tak sedikit dari perusahaan yang lupa ataupun tidak menyerahkan Sistem Jaminan Halal (SJH).

Sistem Jaminan Halal sangat berperan penting untuk menjamin kontinuitas kehalalan suatu produk setelah mendapatkan sertifikat halal. Selain itu, Sistem Jaminan Halal menjadi pertanggungjawaban perusahaan dalam memproduksi produk dengan halal. Oleh karena itu, pihak LPPOM MUI mensyaratkan kepada perusahaan yang akan mengajukan sertifikasi halal untuk menyusun manual Sistem Jaminan Halal berdasarkan kategori perusahaan beserta bukti implementasinya. Selain itu, perusahaan akan mendapatkan sertifikat halal, jika status

0 10000 20000 30000

2008

2009

2010

10242 10550

27121

Ju

m

lah

Tahun

Pertumbuhan Sertifikat Halal


(25)

12

implementasi Sistem Jaminan Halal bernilai minimum “B” (LPPOM MUI 2010b). Audit sertifikasi halal sudah mencakup audit implentasi Sistem Jaminan Halal.

2. Pembayaran biaya sertifikasi halal dilakukan pada saat pendaftaran. Biaya sertifikasi ini belum termasuk biaya transportasi dan akomodasi untuk para auditor.

Sebelumnya, biaya sertifikasi halal dibebankan pada perusahaan apabila perusahaan telah menerima sertifikat halal. Berdasarkan hal itu pula, tak sedikit perusahaan yang lupa atau tidak memenuhi kewajiban tersebut padahal proses sertifikasi telah berjalan dan sertifikat halal telah diterima. Selain itu, ada beberapa perusahaan yang tidak mengambil sertifikat halal yang telah diterbitkan LPPOM MUI, sementara itu pembiayaan selama proses sertifikasi halal telah dilakukan oleh LPPOM MUI.

Kebijakan baru ini dibuat tidak semata-mata untuk mencari keuntungan, akan tetapi lebih kepada kesungguhan pihak perusahaan dalam menjalani setiap tahapan selama proses sertifikasi halal. Hal ini diharapkan pihak perusahaan dapat bekerja sama dengan baik dengan LPPOM MUI pada saat proses sertifikasi halal. Jika perusahaan belum melunasi biaya yang telah disepakati, maka audit sertifikasi tidak dapat dijadwalkan.

3. Menetapkan masa berlaku status Sistem Jaminan Halal sama dengan Sertifikat Halal yaitu dua tahun. Selain itu, menetapkan masa berlaku Sertifikat Sistem Jaminan Halal selama empat tahun.

Sebelumnya, masa berlaku status Sistem Jaminan Halal adalah 1 tahun. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan masa berlaku status Sistem Jaminan Halal dengan Sertifikat Halal. Pada saat perpanjangan Sertifikat Halal, perusahaan masih memiliki status Sistem Jaminan Halal yang masih berlaku. Penyesuaian ini dilakukan dengan cara mempercepat audit Sistem Jaminan Halal bersamaan dengan audit perpanjangan Sertifikat Halal, sehingga perusahaan akan memperoleh status baru dengan masa berlaku yang sama dengan Sertifikat Halal.

4. Kegiatan audit akan lebih melibatkan auditor nasional yang ada di LPPOM Provinsi. Hal ini bertujuan untuk meingkatkan pelayanan prima kepada produsen yang menghendaki sertifikasi halal. Saat ini, LPPOM MUI terus berusaha meninggkatkan jumlah dan kompetensi auditor. Jumlah auditor saat ini terdiri atas 415 orang tenaga ahli dari berbagai ilmu, termasuk ahli pangan, ahli kimia, dan ahli syari’ah dan tersebar di LPPOM Pusat dan Daerah (Hakim 2011).

Selain itu, terdapat beberapa kebijakan terbaru LPPOM MUI di bidang (1) Organisasi dan Kelembagaan LPPOM, (2) Standar dan Pelatihan, dan (3) Penelitian dan Kajian Ilmiah. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain :

1. Membina hubungan dan komunikasi strategis dengan seluruh pemangku kepentingan LPPOM MUI, baik dengan pemerintah, asosiasi industri, perusahaan, maupun masyarakat. 2. Setiap produk yang dinyatakan halal dan beredar di Indonesia harus mengikuti Standar Halal

dari Majelis Ulama Indonesia.

3. Rujukan Standar Halal adalah hasil-hasil fatwa dari komisi fatwa MUI, hasil telaah ilmiah (scientific judgment), dan kultur budaya Indonesia.

4. Standar Halal MUI yang telah disusun oleh LPPOM MUI diharapkan segera disahkan oleh Pemerintah sebagai Standar Halal Indonesia.

5. Standar Halal Indonesia menjadi rujukan setiap Stakeholder Kehalalan di Indonesia bahkan di dunia Internasional.

6. Penyelenggaraan jasa pelatihan dan konsultasi dalam rangka membantu perusahaan mendapatkan Sertifikat Halal dari MUI.


(26)

13

7. Perusahaan Baru wajib mengikuti penjelasan semua persyaratan yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakan audit lapangan.

8. Kewajiban perusahaan setelah menerima Sertifikat Halal MUI adalah :

a. Mengikuti pelatihan tentang Sistem Jaminan Halal setidaknya minimal sekali dalam dua tahun bagi organisasi Manajemen Halal Perusahaan.

b. Menandatangani Surat Perjanjian untuk tetap konsisten menggunakan bahan yang ada dalam Matrik Bahan.

c. Matrik Bahan didokumentasikan sebagai lampiran dalam surat perjanjian antara perusahaan kepada LPPOM MUI.

d. Apabila perusahaan berencana melakukan perubahan baik mengganti atau menambah bahan, maka setiap perubahan bahan wajib dilaporkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses produksi ataupun trial produksi.

9. Melakukan pengujian produk/material paling lama tiga hari setelah penerimaan sample. 10. Mengeluarkan surat persetujuan penggunaan bahan paling lama tiga hari setelah surat

persetujuan bahan dan data pendukung diterima dari perusahaan. Bentuk baku agar sasaran mutu tercapai adalah sebagai berikut :

a. Perusahaan mengisi borang persetujuan bahan dengan format yang telah disiapkan oleh LPPOM MUI.

b. Ketentuan pengisian :

1) Dibuat dalam format excel

2) Pengiriman surat dapat dilakukan melalui fax apabila kurang dari lima lembar atau melalui kurir atau pos bila surat lebih dari lima lembar

3) Khusus untuk surat pengantar permohonan izin penggunaan bahan baku tersebut dikirim melalui email pengkajianlppom@halalmui.org dan hanya melampirkan tabel nama bahan yang diajukan.


(27)

14

IV.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sedang berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Consuelo 1993). Menurut Sevilla et al. (1993), metode deskriptif merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.

Dengan demikian, penelitian tersebut merupakan penelitian noneksperimental karena data yang akan diteliti, baik data saat ini maupun data di masa lalu, sudah ada dan tidak mungkin dimanipulasi. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis. Hal utama yang diteliti selama kegiatan magang ini adalah kendala-kendala yang sering kali dialami oleh industri-industri pangan selama proses sertifikasi halal. Acuan yang digunakan adalah tahapan-tahapan proses sertifikasi halal di LPPOM MUI.

B.

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini berupa kegiatan magang yang dilaksanakan di Kantor Pusat Lembaga Pengkajian, Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), berlokasi di Kampus IPB Baranangsiang Jalan Raya Pajajaran Bogor 16144. Kegiatan magang ini dilakukan selama empat bulan, Februari sampai dengan Juni 2011.

C.

TAHAPAN PENELITIAN

Kegiatan penelitian ini dibagi menjadi sembilan tahap, yaitu: (1) penentuan masalah dan tujuan masalah, (2) studi pustaka, (3) analisis kondisi di LPPOM MUI, (4) diskusi dengan tim LPPOM MUI, (5) pembuatan kuesioner untuk menggali permasalahan dan kendala yang dialami industri pada saat proses sertifikasi, (6) penggalian informasi kepada industri berdasarkan pertanyaan kuesioner, (7) pengolahan hasil data kuesioner, (8) diskusi kembali dengan tim LPPOM MUI, dan (9) penyusunan solusi alternatif sertifikasi halal. Garis besar penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4 yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.

Penentuan Masalah dan Tujuan Penelitian

Penentuan masalah dan tujuan penelitian dilakukan untuk menentukan langkah-langkah penelitian dan pemecahan masalah yang ingin dicapai sehingga penelitian menjadi terarah. Penentuan masalah dan tujuan dalam penelitian ini adalah menentukan masalah serta berbagai kendala selama proses sertifikasi halal.

2.

Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi mengenai topik yang dikaji. Hal ini berkaitan dengan metode penelitian, sertifikasi halal, permasalahan pokok, dan pengembangan kerangka sertifikasi halal. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku terbitan LPPOM MUI, Buku Pedoman Sertifikasi Halal, Standard Operational Procedure (SOP) sertifikasi halal, skripsi, tesis, jurnal, internet, maupun laporan-laporan yang berhubungan dengan topik penelitian.


(28)

15

3.

Analisis Kondisi di LPPOM MUI

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis informasi-informasi di LPPOM MUI. Analisis dilakukan dengan cara mempelajari tahapan-tahapan proses sertifikasi dan membandingkan proses sertifikasi sesungguhnya di LPPOM MUI tersebut dengan pedoman sertifikasi halal.

4.

Diskusi dengan Tim LPPOM MUI

Tujuan berdiskusi dengan pakar-pakar LPPOM MUI adalah untuk mendapatkan gambaran tentang proses sertifikasi halal secara menyeluruh dan permasalahan yang dialami perusahaan selama sertifikasi halal. Selain itu, kegiatan ini mendiskusikan hal-hal yang perlu dikaji dalam pembuatan kuesioner.

5.

Pembuatan Kuesioner

Pembuatan kuesioner ini bertujuan untuk menggali informasi terkait permasalahan dan kendala-kendala yang kerap kali dialami oleh perusahaan selama proses sertifikasi halal. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun berdasarkan poin-poin penting yang terdapat pada proses sertifikasi halal yang telah dibuat oleh LPPOM MUI. Contoh format kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 3.

6.

Penggalian Informasi

Kegiatan utama dari penelitian ini adalah penggalian informasi kepada industri pangan yang telah mendapatkan sertifikat halal. Penggalian informasi berupa penyebaran kuesioner kepada perusahaan-perusahaan yang telah memiliki sertifikat halal. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan berbagai cara yaitu: (1) saat penyerahan sertifikat halal, (2) saat pelatihan SJH, (3) email, dan (4) diberikan langsung kepada tim manajemen halal perusahaan. Penggalian informasi ini dilakukan selama dua bulan, yaitu Mei-Juni 2011. Target jumlah responden adalah 30 orang.

Kegiatan ini akan menghasilkan informasi-informasi yang dibutuhkan selama proses sertifikasi. Informasi tersebut berguna untuk menentukan dan mengetahui permasalahan selama proses sertifikasi. Permasalahan terkait kendala pada saat melakukan pendaftaran, penyusunan SJH, kesanggupan biaya sertifikasi dan lain-lain.

7.

Pengolahan Data Kuesioner

Pengolahan data dilakukan dengan metode grouping yaitu melakukan pengelompokan permasalahan dan kendala selama proses sertifikasi berdasarkan tahapan-tahapan proses sertifikasi dan skala perusahaan. Tahapan-tahapan-tahapan sertifikasi mengacu pada standar yang telah ada sebelumnya. Pengelompokan responden dibagi menjadi enam klasifikasi, yaitu: (1) industri besar atau menengah, (2) industri kecil atau mikro, (3) distributor, (4) restoran dan katering, (5) Rumah Potong Hewan (RPH), dan (6) industri bahan tambahan pangan.

Pengelempokan ini akan mempermudah untuk membandingkan setiap permasalahan pada masing-masing jenis industri. Setelah itu, dapat mencari solusi yang terbaik dan sesuai bagi setiap perusahaan. Selain itu, mencari alternatif kebijakan proses sertifikasi halal secara keseluruhan.

8.

Diskusi dengan Tim LPPOM MUI

Diskusi dilakukan kembali setelah dihasilkan berbagai macam kendala proses sertifikasi halal hasil analisis. Diskusi ini dilakukan untuk membahas permasalahan-permasalahan berdasarkan data kuesioner. Selain itu, menentukan bentuk-bentuk upaya yang dapat dilakukan oleh LPPOM MUI. Hal tersebut sangat berguna untuk mengatasi berbagai masalah yang dialami perusahaan selama proses sertifikasi halal.


(29)

16

9.

Penyusunan solusi alternatif sertifikasi halal

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyusunan berbagai alternatif solusi untuk permasalahan sertifikasi halal. Penyusunan solusi ini diharapkan dapat memperbaiki kebijakan yang telah ada dan mempermudah proses sertifikasi. Penyusunan solusi alternatif ini dilakukan berdasarkan hasil pengamatan selama magang, hasil data kuesioner, dan diskusi dengan tim LPPOM MUI.

D.

JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA

Pada penelitian ini data terbagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa data tentang kondisi sesungguhnya di LPPOM MUI dan permasalahan selama proses sertifikasi halal. Data sekunder berupa data yang telah ada sebelumnya. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dan diskusi dengan pakar LPPOM MUI, observasi langsung di LPPOM MUI, dan hasil kuesioner. Data sekunder diperoleh dari LPPOM MUI, yaitu berupa perkembangan produk bersertifikasi halal dari tahun ke tahun.


(30)

17

Gambar 4. Rancangan diagram alir penelitian Penentuan masalah dan tujuan penelitian

Analisis kondisi di LPPOM MUI

Diskusi dengan tim LPPOM MUI

Informasi permasalahan proses sertifikasi halal Pengolahan data kuesioner

Studi pustaka

Penggalian informasi kepada industri pangan berdasarkan pertanyaan kuesioner

Diskusi dengan tim LPPOM MUI Kuesioner untuk

industri pangan

Solusi untuk perbaikan proses


(31)

18

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PROFIL RESPONDEN

Identifikasi permasalahan proses sertifikasi halal diperoleh berdasarkan hasil diskusi bersama pakar LPPOM MUI, pengamatan langsung selama kegiatan magang, dan berdasarkan data kuesioner. Penggalian informasi berupa kuesioner, diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah memiliki sertifikat halal. Hasil data kuesioner ini dikelompokan berdasarkan klasifikasi perusahaan dan tahapan-tahapan proses sertifikasi. Klasifikasi dan jumlah perusahaan yang menjadi responden dapat dilihat pada Tabel 1. Sementara itu, data responden dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 1. Klasifikasi dan jumlah perusahaan yang menjadi responden

No. Klasifikasi Perusahaan Jumlah

1. Industri Pengolahan (skala menengah dan besar) 8

2. Industri Pengolahan (skala kecil) 6

3. Industri bahan tambahan pangan 6

4. Distributor 3

5. Restoran dan katering 4

6. Rumah Potong Hewan (RPH) 3

Total 30

Berdasarkan informasi di atas, dapat diketahui pula status sertifikat halal yang mereka ajukan. Hasil data kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar status pengajuan sertifikasi halal dari perusahaan mereka adalah baru pertama kali mengajukan sertifikasi halal. Presentase status sertifikasi halal dari 30 perusahaan responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Kategori jangkauan pemasaran produk pun berbeda-beda pada setiap jenis perusahaan. Bagi industri pengolahan berskala besar, distributor, dan industri bahan tambahan pangan memiliki jangkauan pemasaran produk lebih dari satu provinsi dan hingga ke luar negeri. Bagi industri pengolahan berskala kecil, restoran/katering, dan RPH memiliki jangkauan pemasaran produk yang sama yaitu di dalam dan di luar provinsi tempat pengolahan produk tersebut. Klasifikasi industri berdasarkan jangkauan pemasaran dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Presentase status sertifikat halal 37%

34% 13%

3% 3% 10%

Presentase Status Sertifikat Halal Perusahaan

baru

perpanjangan

pengembangan

baru & perpanjangan


(32)

19

Gambar 6. Jangkauan pemasaran produk perusahaan

B.

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN SERTIFIKASI HALAL

Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang sering kali dialami oleh perusahaan selama proses sertifikasi halal. Penjabaran permasalahan terkait sertifikasi halal berdasarkan tahapan-tahapan sertifikasi halal adalah sebagai berikut :

1.

Persiapan Pengajuan Sertifikat Halal

Tahapan persiapan merupakan langkah-langkah yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang akan mengajukan sertifikasi halal. Pada tahap ini, perusahaan harus memenuhi prasyarat pengajuan sertifikasi halal, berupa penyusunan manual Sistem Jaminan Halal berdasarkan kategori perusahaan beserta bukti implementasinya.

Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses sertifikasi halal. Sistem Jaminan Halal merupakan suatu perangkat kerja yang tersusun dari komitmen manajemen, sumber daya, dan prosedur yang saling berhubungan untuk menjamin kehalalan produk sesuai dengan persyaratan sehingga status kehalalannya konsisten dan berkelanjutan. Sistem Jaminan Halal harus ditulis dalam bentuk Manual SJH. Manual SJH merupakan dokumentasi SJH perusahaan yang telah melengkapi seluruh persyaratan SJH dan telah disesuaikan dengan lingkup bisnis proses perusahaan.

Dokumentasi SJH meliputi Manual SJH dan arsip pelaksanaan SJH (instruksi kerja, form, dan lain-lain). Manual SJH harus ditulis terpisah, sedangkan arsip pelaksanaan dapat diintregasikan dengan arsip dari sistem lain (HACCP, ISO, dan sebagainya). Dokumen SJH dalam bentuk Manual SJH memiliki komponen-komponen seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dokumentasi Sistem Jaminan Halal

No. Komponen Bagian Keterangan

1. Kendali dokumen

1.1 Daftar isi -

1.2 Lembar pengesahan -

1.3 Daftar distribusi manual

-

1.4 Daftar revisi dokumen -

0 1 2 3 4

1 Provinsi > 1 Provinsi Luar Negeri > 1 Provinsi & Luar negeri Ju m lah p e r u sah aan Jangkauan pemasaran

Jangkauan Pemasaran Produk Perusahaan

Industri pengolahan (skala menengah/besar) Industri pengolahan (skala kecil) Industri bahan tambahan pangan Distributor

Restoran dan katering

Rumah Potong Hewan (RPH)


(33)

20

Tabel 2. Dokumentasi Sistem Jaminan Halal

No. Komponen Bagian Keterangan

2. Pendahuluan 2.1 Profil Perusahaan Identitas perusahaan

2.2 Tujuan penerapan Menjamin kehalalan

produk secara konsisten sesuai dengan syariat Islam

2.3 Ruang lingkup penerapan

Menjelaskan jangkauan penerapan SJH di lingkungan perusahaan 3. Sistem

Jaminan Halal

3.1 Kebijakan Halal Komitmen perusahaan untuk memproduksi produk halal 3.2 Panduan Halal (Hasil

Penetapan Titik Kritis)

Pedoman dan acuan perusahaan dalam

memproduksi produk halal 3.3 Organisasi Manajemen

Halal

3.4 Standard Operating Procedure

3.5 Acuan Teknis Masing-masing

departemen 3.6 Sistem Administrasi

3.7 Sistem Dokumentasi 3.8 Sosialisasi

3.9 Pelatihan

3.10 Komunikasi Internal dan Eksternal

3.11 Audit Internal Pemantauan dan evaluasi

SJH 3.12 Tindakan Perbaikan

3.13 Kaji Ulang Manajemen 4. Lampiran 4.1 Panduan Halal

4.2 Diagram alir penetapan titik kritis

Identifikasi titik kritis bahan,produksi, dan distibusi

4.3 SOP tiap bagian

4.4 Daftar Bahan Disertai titik kritis dan pencegahannya 4.5 Daftar proses produksi Disertai titik kritis dan

pencegahannya

. 4.6 Matriks Bahan Semua bahan yang

digunakan untuk produk 4.7 Formulir audit halal

internal

4.8 Format laporan berkala 4.9 Format laporan ketidaksesuaian 4.10 Daftar Lembaga Sertifikasi Halal

Diakui oleh LPPOM MUI 4.11 Notulen Pertemuan

4.12 Tindakan Manajemen 4.13 Surat keputusan pengangkatan Auditor Halal Internal

4.14 Formulir Administrasi Di setiap bidang di perusahaan


(34)

21

Manual SJH yang telah disusun harus disosialisasikan kepada seluruh stakeholder perusahaan. Selain itu, harus dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan. Kemudian melakukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi SJH, pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk audit internal. Apabila terdapat ketidaksesuaian atau penyimpangan, perusahaan perlu melakukan tindakan perbaikan. Kerangka SJH dapat ditampilkan dalam bentuk siklus operasional seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Siklus operasional Sistem Jaminan Halal

Ruang lingkup audit internal meliputi pemeriksaaan dokumentasi SJH dan pelaksanaan SJH. Audit halal internal dilaksanakan sekurang-kurangnya setiap enam bulan sekali. Audit halal internal dilakukan oleh Tim Auditor Halal Internal (AHI) dari perusahaan yang bersangkutan. Pelaksana audit internal dilakukan oleh AHI dari departemen yang berbeda (cross audit). Audit Internal dilakukan dengan mengisi form daftar pertanyaan audit internal setiap departemen. Ringkasan hasil audit internal dilaporkan kepada LPPOM MUI sekurang-kurangnya setiap enam bulan sekali. Contoh formulir laporan berkala dapat dilihat pada lampiran 5.

Prasyarat adanya Sistem Jaminan Halal tidak dipungkiri bahwa baik dalam penyusunan, maupun penerapannya terdapat beberapa kendala yang dialami oleh perusahaan. Berdasarkan hasil data kuesioner, secara umum diperoleh hasil bahwa terdapat kesulitan dalam melengkapi dokumen-dokumen penyusun Manual SJH. Hal ini, hampir dialami oleh semua jenis perusahaan. Tak sedikit dari mereka yang merasa bingung antara penyusunan dengan sistem implementasinya. Selain itu, panduan yang terdapat pada Buku Panduan Umum Sistem Jaminan Halal tidak spesifik untuk jenis industri.

Kesulitan-kesulitan tersebut umumnya dapat diatasi apabila perusahaan telah mengikuti pelatihan Sistem Jaminan Halal yang rutin diadakan oleh LPPOM MUI setiap satu bulan sekali. Pelatihan SJH akan memberikan informasi terperinci terkait tata cara penyusunan Manual SJH dan prosedur sertifikasi halal. Selain itu, perusahaan dapat berkonsultasi langsung dengan pakar LPPOM MUI.

Permasalahan tersebut tentunya harus dapat segera diatasi, mengingat bahwa Sistem Jaminan Halal merupakan kunci awal dalam melakukan pengajuan sertifikasi halal. Hal ini tentunya tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, karena akan menghambat perusahaan untuk mempercepat proses sertifikasi halal. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.


(35)

22

2.

Pendaftaran Sertifikasi Halal

Perusahaan yang ingin mengajukan pendaftaran sertifikasi halal dapat dilakukan di tiga tempat, yaitu 1) BPOM, 2) LPPOM MUI Pusat, dan 3) LPPOM MUI Provinsi. Perbedaan lokasi pendaftaran ini disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan jangkauan pemasarannya. Pendaftaran yang dilakukan di BPOM ditujukan untuk produk yang membutuhkan pencantuman label halal pada kemasannya. Selain itu, produk dijual secara langsung untuk konsumsi masyarakat (industri pengolahan yang menghasilkan produk retail).

Pendaftaran yang dilakukan di LPPOM MUI Pusat ditujukan untuk industri pengolahan dan restoran yang memiliki jangkauan pemasaran atau outlet lebih dari satu provinsi. Sedangkan, pendaftaran melalui LPPOM MUI Provinsi ditujukan untuk industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), bleaching earth, dan karbon aktif. Selain itu, bagi restoran atau katering yang pemasarannya bersifat lokal dan Rumah Potong Hewan (RPH) di daerahnya.

Pendaftaran dapat dilakukan setiap hari kerja, sesuai dengan jam jam kerja yang berlaku. Saat ini, biaya pendaftaran sertifikasi halal sebesar Rp. 100,000. Dokumen yang akan didapatkan setiap perusahaan mendaftar sertifikasi halal, yaitu :

a) Formulir pendaftaran sesuai dengan jenis perusahaannya. b) Buku Panduan Sertifikasi Halal.

c) Buku Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal (hanya untuk perusahaan yang belum terdaftar sebagi pemegang Sertifikat Halal MUI).

d) Lembar Panduan Pengisian Formulir Pendaftaran.

Setelah melakukan pendaftaran, perusahaan dapat menyerahkan berkas pendaftaran sesuai dengan tempat pendaftarannya. Penyerahan berkas dapat dilakukan secara langsung, via email, maupun pos. Berkas pendaftaran yang diserahkan terdiri dari :

a) Formulir pendaftaran b) Alur proses produksi c) Daftar produk

d) Daftar bahan baku/tambahan/penolong e) Matriks produk vs bahan baku

f) Dokumen pendukung; sertifikat halal/spesifikasi/bagan alir/asal usul/COA (Certificate Of Analysis/ informasi produk)

g) Dokumen Manual Sistem Jaminan Halal h) Dokumen Implementasi Sistem Jaminan Halal

i) Daftar alamat pabrik, baik pabrik milik perusahaan maupun maklon (untuk industri pengolahan)

j) Daftar alamat outlet restoran (untuk jenis perusahaan restoran).

Berkas pendaftaran yang telah diserahkan oleh perusahaan akan diperiksa kelengkapannya oleh LPPOM MUI Pusat/Daerah/BPOM sesuai dengan tempat pendaftarannya. Jika berkas pendaftaran dinyatakan belum lengkap, maka perusahaan akan diberitahukan oleh LPPOM MUI Pusat/Daerah. Setelah dinyatakan lengkap, maka pihak LPPOM MUI Pusat akan menentukan biaya sertifikasi halal dalam bentuk dokumen akad sertifikasi halal. Perusahaan harus menandatangani Akad Sertifikasi dan melunasi biaya yang telah disepakati. Kemudian, pihak LPPOM MUI akan menjadwalkan waktu untuk audit.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden merasa pihak LPPOM MUI telah memberikan penjelasan secara informatif kepada perusahaan saat melakukan pendaftaran. Selain itu, Buku Panduan Sertifikasi Halal dan


(36)

23

Buku Pedoman Sistem Jaminan Halal yang mereka terima pada saat pendaftaran, dinilai informatif oleh pihak responden, seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik penerimaan informasi pada responden selama pendaftaran

Namun tidak dapat dipungkiri, ditemukan beberapa kendala dalam melakukan pendaftaran sertifikasi halal. Secara umum, kendala-kendala tersebut dialami perusahaan pada saat melakukan pengisian pendaftaran, menyusun matriks produk vs bahan baku, dan melengkapi dokumen pendukung. Selain itu, terdapat permasalahan terkait biaya sertifikasi halal dan waktu untuk proses pendaftaran. Permasalahan dalam melakukan pendaftaran dijabarkan sesuai dengan klasifikasi perusahaan, seperti di bawah ini:

a. Industri Pengolahan (Skala Menengah dan Besar)

Bagi perusahaan berskala menengah atau besar, permasalahan pada saat melakukan mengisi formulir pendaftaran adalah sikronisasi pencantuman lokasi pada formulir pendaftaran dan akad sertifikasi. Saat pendaftaran dicantumkan dua lokasi pabrik pada formulir pendaftaran, namun pada akad sertifikasi hanya dicantumkan satu lokasi pabrik. Hal ini tentunya memerlukan penjelasan lebih lanjut dari LPPOM MUI. Bagi perusahaan yang letaknya jauh dari LPPOM MUI Pusat, pembelian formulir pendaftaran pun dilakukan di Jakarta. Sehingga, untuk melakukan pendaftaran saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal tersebut tentunya menghambat proses sertifikasi menjadi semakin lama. Selain itu, pengiriman formulir melalui pos pun memakan waktu yang lama dan menjadi tidak kooperatif. Contoh formulir pendaftaran dapat dilihat pada Lampiran 5.

Permasalahan dalam hal penyusunan matrik produk vs bahan baku adalah klasifikasi bahan penolong yang masih kurang jelas. Hal ini membutuhkan data-data bahan secara terperinci. Dokumen matriks produk vs bahan baku merupakan daftar terperinci keseluruhan bahan yang digunakan untuk memproduksi suatu produk.

Permasalahan lain terjadi ketika perusahaan melengkapi beberapa dokumen pendukung, diantaranya: sertifikat halal bahan, spesifikasi, bagan alir, asal usul, dan,

0 2 4 6 8 10 12 14

Penjelasan dari pihak LPPOM MUI

Buku Pedoman Sertifikasi Halal & Sistem Jaminan

Halal Ju m lah r e sp o n

Tingkat Penerimaan Informasi Pada Responden

Selama Pendaftaran


(37)

24

COA (Certificate Of Analysis/ informasi produk). Perusahaan harus melengkapi beberapa dokumen tersebut dan harus dikonfirmasikan dengan LPPOM MUI. Masalah yang timbul adalah tanggapan persetujuan beberapa kelengkapan dokumen tersebut terkadang cepat bahkan terkadang lama. Hal ini tentunya membuat perusahaan harus menunggu mendapat persetujuan.

Bagi industri menengah dan besar, tampaknya tidak ditemukan kendala dalam hal biaya sertifikasi halal. Mereka menganggap biaya yang dibebankan kepada perusahaan sudah proporsional. Selain itu, biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah produk yang disertifikasi. Namun, untuk pembayaran biaya di awal proses rupanya sedikit menyulitkan perusahaan. Hal ini dikarenakan proses pencairan biaya memerlukan waktu dua hingga tiga minggu setelah penetapan biaya diperoleh.

b. Industri Pengolahan (Skala Kecil)

Sebagian besar responden dari industri kecil, tidak memiliki kendala pada saat mengisi formulir pendaftaran dan menyusun matriks produk vs bahan baku. Hal ini mungkin dikarenakan sebelumnya mereka telah berkonsultasi dengan pihak LPPOM MUI. Selain itu, jumlah produk serta bahan-bahan yang digunakan pun tidak banyak seperti pada industri besar. Sehingga, tidak terlalu menyulitkan untuk proses pendaftaran.

Permasalahan terjadi ketika perusahaan harus melengkapi beberapa dokumen pendukung seperti sertifikat halal bahan yang digunakan. Ada beberapa sebagian kecil produsen atau suplier yang tidak memberikan copy sertifikat halal bahan. Sehingga perusahaan, harus menghubungi produsen atau suplier untuk mendapatkan copy sertifikat halal bahan.

Sebagian besar dari mereka merasa biaya sertifikasi halal yang dibebankan oleh LPPOM MUI, cukup memberatkan untuk perusahaan berskala kecil. Hal ini dikarenakan omset yang mereka dapatkan tidak sebesar dibandingkan dengan industri besar. Selain itu, pengeluaran yang besar bagi industri kecil akan menyebabkan mereka merugi, mengingat modal yang digunakan pun tidak besar. Hal ini tentunya harus menjadi pertimbangan bagi pihak LPPOM MUI dalam menentukan biaya bagi industri kecil.

c. Distributor

Perusahaan yang bergerak sebagai distributor merupakan perusahaan yang menyalurkan bahan setengah jadi atau pun barang jadi kepada perusahaan lain atau pun langsung kepada konsumen. Pengajuan sertifikasi halal dapat dilakukan oleh distributor, akan tetapi prioritas kesempatan diberikan kepada produsen. Saat ini, banyak distributor yang mengajukan sertifikasi halal.

Bagi distributor, permasalahan yang terjadi pada saat melakukan pendaftaran adalah ketika melengkapi dokumen pendukung. Kelengkapan dokumen tersebut harus diperoleh dan dikirim langsung dari pabrik atau produsen yang bersangkutan. Hal ini tentunya membuat distributor harus menunggu beberapa kelengkapan dokumen pendukung.

Selain itu, beberapa dokumen pendukung seperti sertifikat halal bahan atau produk berasal dari badan sertifikasi halal yang tidak diakui oleh LPPOM MUI. Hal ini menyebabkan pihak distributor harus dapat meyakinkan produsen di luar negeri untuk mengikuti ketentuan MUI perihal badan sertifikasi halal yang diakui oleh LPPOM MUI.


(38)

25

Pihak distributor merasa biaya sertifikasi halal yang dibebankan kepada mereka sudah proporsional. Hanya saja, biaya total sertifikasi halal tidak diketahui sejak awal. Hal ini membuat pihak distibutor tidak dapat memperkirakan anggaran dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

d. Restoran dan Katering

Restoran dan katering merupakan suatu tempat yang diorganisasi secara komersial yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua konsumen baik berupa makan atau pun minum (Marsum 2004).

Berdasarkan hasil penilitian, terdapat beberapa permasalahan yang dialami oleh pihak restoran dan katering selama proses pendaftaran. Pertama, pada saat menyusun dokumen matriks produk vs bahan baku. Pihak restoran ataupun katering memerlukan bimbingan lebih lanjut dari pihak LPPOM MUI. Hal ini dikarenakan banyak sekali menu dan bahan baku yang digunakan oleh restoran dan katring. Mereka kesulitan untuk menyusun semua itu dalam bentuk suatu dokumen.

Kedua, pada saat melengkapi beberapa dokumen pendukung. Perusahaan sering merasa kesulitan karena beberapa bahan baku tidak memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu, perusahaan harus mengganti dengan produk atau bahan baku yang bersertifikat halal. Selain itu, perusahaan harus menunggu dokumen dari suplier, terutama yang berasal dari luar negeri.

Ketiga, permasalahan dalam pembebanan biaya sertifikasi halal. Perusahaan berasumsi bahwa biaya yang dibebankan masih terlalu berat. Selain itu, biaya sertifikasi halal tidak dirinci secara detail, terutama untuk pengembangan produk baru.

Saat ini, jumlah restoran atau pun katering bersertifikat halal MUI di Indonesia masih tergolong cukup rendah. Menurut Hakim (2011b) hanya 10% dari total restoran atau tempat makan yang ada di Indonesia memiliki sertifikat halal. Rendahnya jumlah restoran yang tidak memiliki sertifikat halal MUI dapat disebabkan pemahaman dan edukasi tentang pangan halal yang masih kurang baik. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi dan kemudahan bagi mereka untuk memperoleh sertifikat halal.

e. Industri Bahan Tambahan Pangan

Penggolongan industri bahan tambahan pangan pada penelitian ini berdasarkan pada jenis produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Produk yang dihasilkan antara lain seasoning, flavor, pewarna makanan, dan bahan kimia yang digunakan untuk proses produksi. Produk-produk tersebut memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi untuk proses sertifikasi halal.

Beberapa perusahaan mengalami kesulitan selama proses pendaftararan. Hal ini dikarenakan pendaftaran sertifikasi halal masih bersifat manual. Oleh karena itu, perusahaan harus mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan dengan cara manual. Hal ini tentunya menyulitkan bagi perusahaan yang letaknya jauh dari LPPOM MUI. Selain itu, format penyusunan matriks produk vs bahan baku sangat menyulitkan karena bahan baku yang digunakan sangat banyak. Dokumen matriks prosuk vs bahan baku yang telah disusun ini terkadang memiliki versi yang berbeda pada setiap auditor.

Permasalahan lainnya adalah perincian biaya sertifikasi masih belum jelas. Selain itu, apabila perusahaan ingin menambahkan produk yang akan disertifikasi, sedangkan akad sertifikasi telah disusun oleh LPPOM MUI, maka akan memperlama pembayaran biayanya. Pembebanan biaya untuk pengembangan produk pun sebaiknya perlu dipertimbangkan oleh LPPOM MUI.


(1)

54

Matrik Rekapitulasi Bahan vs Produk

Nama Perusahaan : _________________________________________ Nama Industri Pengolahan : _________________________________________

Nama Bahan

Nama Produk

1 2 3 4 5 6 7 dst

Keterangan : 1. Angka 1, 2, 3 dan seterusnya merupakan nama produk yang disertifikasi dan dapat dituliskan pada lembaran terpisah.

2. Beri tanda() pada kolom yang disediakan jika bahan digunakan pada produk yang bersangkutan

3. Bila nama produk yang disertifikasi lebih dari 10 nama produk atau yang mempunyai kode-kode khusus harus menyerahkan daftar nama produk dalam bentuk soft copy Dibuat oleh, Disahkan, Diketahui,

Auditor Halal Internal Pimpinan Perusahaan Direktur LPPOM MUI

( ) ( ) ( )

Penjelasan pengisian Format matrik :


(2)

55

1. Nama/Merk/Kode Bahan : cantumkan seluruh bahan (termasuk bahan-bahan alternatif)

dalam bentuk nama,merk atau kode bahan (misalnya tepung terigu cap xxx; flavor lychee xxxx, dll).

2. Nama dan Lokasi Produsen : cantumkan nama pabrik, termasuk kode pabrik (jika ada) dan lokasi tempat memproduksi bahan (misalnya PT. Sukawarna-Cilacap Indonesia, Shugoi Co Ltd, Tokyo Jepang, dll).

3. Pemasok : cantumkan seluruh supplier yang memasok bahan

4. Lembaga Penerbit Sertifikat Halal : cantumkan MUI atau lembaga lain yang diakui MUI.

5. Nomor SH : cantumkan nomor sertifikat halal.

6. Masa berlaku SH : cantumkan waktu berlakunya sertifikat halal.

7. Dokumen Lain (Spesifikasi/Diagram Alir) : isikan jenis dokumen yang dilampirkan. 8. Keterangan : cantumkan nomor surat persetujuan penggunaan bahan dari LPPOM


(3)

56

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MEMATUHI PERATURAN LPPOM MUI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : __________________________________________________ Jabatan : __________________________________________________ Alamat : __________________________________________________ No. KTP/SIM : __________________________________________________ Telepon : __________________________________________________ Faksimili : __________________________________________________

adalah penanggung jawab perusahaan tersebut di atas, dengan ini atas nama perusahaan menyatakan bersedia mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh LPPOM MUI sebagai berikut :

1. Prosedur Sertifikasi LPPOM MUI.

2. Menyusun dan mengimplementasikan SJH termasuk membentuk Manajemen Halal Internal (MHI) yang bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan produksi halal di perusahaan dan membuat laporan berkala (setiap 6 bulan) pelaksanaan SJH di perusahaan.

3. Bersedia menerima pemeriksaan/kunjungan LPPOM MUI sewaktu- waktu walaupun tanpa pemberitahuan sebelumnya.

4. Memberikan ijin kepada Auditor LPPOM MUI untuk mengambil contoh produk, bahan baku dan bahan tambahan yang dibutuhkan untuk dianalisis. Biaya pemeriksaan laboratorium menjadi beban perusahaan.

5. Memberikan informasi tentang seluruh bahan serta menjelaskan semua proses produksi tanpa produktupinya.


(4)

57

6. Penggunaan Sertifikat Halal berlaku selama dua tahun; dan setelah itu untuk memperpanjang sertifikat halal, perusahaan harus mengajukan permohonan kembali dan menyerahkan sertifikat halal yang dipegangnya kepada LPPOM MUI pada hari masa berlakunya habis.

7. Bila Sertifikat Halal habis masa berlakunya dan perusahaan tidak melakukan perpanjangan Sertifikat Halal LPPOM MUI berhak mengumumkan kepada masyarakat luas.

8. Bersedia mencantumkan logo halal MUI pada gerai restoran/kemasan produk yang sudah bersertifikat halal MUI.

9. Selambat-lambatnya sebelum Sertifikat Halal dibagikan perusahaan telah menyerahkan Daftar Bahan Baku, Tambahan, dan Penolong serta Matrik Rekapitulasi Bahan vs Produk yang sudah ditandatangani.

10. Bila kemudian terjadi perubahaan atau penambahan dari isi pernyataan ini maka perubahan tersebut akan dituangkan dalam adendum yang isinya merupakan bagian dari seluruh Borang dan dibuat dalam rangkap dua.

11. Jika terjadi pelanggaran, perusahaan bersedia untuk dicabut sertifikat halalnya oleh LPPOM MUI dan diumumkan kepada masyarakat luas.

..., ...

Materai

(Nama, Tanda Tangan dan Cap Perusahaan)


(5)

58

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini, kami :

Nama : ... Jabatan : ... Perusahaan : ... Alamat : ... Menyatakan hal-hal berikut sebagai persyaratan minimum manual SJH :

Kebijakan Halal

Organisasi Manajemen Halal Internal

A. Ketua Manajemen Halal Internal (Top Manajemen) :

Nama : ……….… Jabatan :………. B. Koordinator Auditor Halal Internal

Nama : ……….… Jabatan : ……….

C. Anggota Tim Auditor Halal Internal :

Nama Jabatan

1. ………..…… ……..………

2. ………..…… ……..………

3. ………..…… ……..………

4. ………..…… ……..………

5. ………..…… ……..………

Ruang Lingkup Penerapan Sistem Jaminan Halal

Sistem Jaminan Halal diterapkan di seluruh dapur dan gerai yang memproduksi produk yang disertifikasi halal.

..., ... Materai

(Nama, Tanda Tangan dan Cap Perusahaan)


(6)

59

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini, kami :

Nama : ... Jabatan : ... Perusahaan : ... Alamat : ...

Menyatakan bersedia untuk menyusun Manual Sistem Jaminan Halal (sesuai dengan Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI) paling lambat 6 (enam) bulan setelah mendapatkan Sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia.

Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya.

..., ...

Materai

(Nama, Tanda Tangan dan Cap Perusahaan)


Dokumen yang terkait

Kewenangan LPPOM MUI dalam penentuan sertifikasi halal pasca berlakunya uu no.33 tahun 2014

4 90 0

SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK PANGAN STUDI PADA LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA LAMPUNG

0 3 14

Praktik Kerja Magang di Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan Topik Khusus : Kajian Ilmiah Istiĥālah (Transformasi ) Babi

4 31 126

Analisis Proses Sertifikasi Halal dan Kajian Ilmiah Alkohol sebagai Substansi dalam Khamr di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

2 13 328

SERTIFIKASI HALAL PRODUK LOKAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LP POM) MUI SUMATERA BARAT.

0 1 11

Eksistensi Dan Tanggungjawab Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Penerapan Sertifikasi Serta Labelisasi Halal Produk Pangan Di Indonesia ( Existence And Responsibility Of Majelis Ulama Indonesia (MUI) In Application And Certification Labeling Halal Food P

0 0 17

SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (STUDY FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA (LPPOM)) PROVINSI LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR PENGAJUAN SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK MAKANAN OLAHAN KERIPIK PISANG (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika) Majelis Ulama Indonesia ( LPPOM MUI) Provinsi Lampung - Raden Intan Repository

0 6 150

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL SUATU PRODUK DI INDONESIA (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan)

0 0 88

URGENSI PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TERHADAP PRODUK UMKM (STUDI DI KOTA MATARAM) JURNAL ILMIAH

0 2 18