Sejarah Perkembangan Bahasa Masalah Penelitian

Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia. Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap lahir atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya. Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.

3.6 Sejarah Perkembangan Bahasa

Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari- hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya. Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar. Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia. 3.6.1 Melayu Kuno Penyebutan pertama istilah Bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya. Berbagai batu bertulis prasasti yang ditemukan itu seperti: Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Prasasti Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 Talang Tuo di Palembang, tahun 684 Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688 Yang kesemuanya beraksara Pallawa dan bahasanya bahasa Melayu Kuno memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat di: Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli, tahun 832, dan Prasasti Manjucrigrha Bogor, Praasasti Bogor, tahun 942 Kedua-dua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada ketika itu bukan saja dipakai di pulau Sumatra, melainkan juga dipakai di pulau Jawa. Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan. Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 3.6.2 Melayu Klasik Karena terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuna. Catatan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal dari Prasasti Terengganu berangka tahun 1303. Seiring dengan berkembangnya agama Islam dimulai dari Aceh pada abad ke- 14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap di mana ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk agama Islam. 3.6.3 Bahasa Indonesia Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca bahasa pergaulan, namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360. Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu, namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau. Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Penyempurnaan ejaan : Ejaan-ejaan untuk bahasa melayuIndonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut: 1.Ejaan van Ophuijsen Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu: Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb. 2.Ejaan Soewandi Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik. Ciri-ciri ejaan ini yaitu: Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke- barat2-an. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya. 3.Ejaan Melindo Melayu Indonesia Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini. 4.Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan EYD Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EyD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan. Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Perubahan: Indonesia pra-1972 Malaysia pra-1972 Sejak 1972 tj ch c dj j j ch kh kh nj ny ny sj sh sy j y y oe u u Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Penggolongan Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra Distribusi geografis Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan seperti di Ibukota Jakarta yang digunakan bahasa Indonesia dengan dialek Betawi serta logat Betawi. Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek-dialek dan logat-logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia. Kedudukan resmi Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam: Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai: Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Bahasa negara bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bunyi Berikut adalah fonem dari bahasa indonesia mutakhir Vokal Depan Madya Belakang Tertutup i u Tengah e 殴 o Hampir Terbuka Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Terbuka a Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong ai, au, dan oi. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong konsonan Bibir Gigi Langit 2 keras Langit 2 lunak Celah suara Sengau m n Letup p b t d c k g Desis f s z ç x h GetarSisi l r Hampiran w j Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan. k, p, dan t tidak diaspirasikan t dan d adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam bahasa Inggris. k pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata terakhir. Tata bahasa Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak banyak menggunakan kata bertata bahasa dengan jenis kelamin. Sebagai contoh kata ganti seperti dia tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti adik dan pacar sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, adik laki-laki sebagai contohnya. Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya putri dan putra. Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno. Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi perulangan kata, tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh seribu orang dipakai, bukan seribu orang-orang. Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda. Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu kami dan kita. Kami adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan kita adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya. Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek SPO, walaupun susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala tense. Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu seperti, kemarin atau esok, atau petunjuk lain seperti sudah atau belum. Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia. Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 Awalan, Akhiran, Sisipan Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.. Dialek dan ragam bahasa Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa. Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut: 1.Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta Betawi, atau bahasa Melayu dialek Medan. 2.Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja. 3.Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah. Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 4.Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata. Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara. Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi: 1. ragam undang-undang 2. ragam jurnalistik 3. ragam ilmiah 4. ragam sastra Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas: 1. ragam percakapan 2. ragam pidato 3. ragam kuliah 4. ragam panggung Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 BAB IV PENGARUH PERKEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP KEBUDAYAAN DAN BAHASA 4.1Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Kebudayaan 4.1.1 Dampak Positif Dampak positif pariwisata terhadap kebudayaan sejalan dengan pemikiran Sihite 2000: 76 yang menyebutkan secara garis besar dampak positif pariwisata terhadap kebudayaan dapat dilihat pada hal-hal berikut: 1.Merupakan perangsang dalam usaha pemeliharaan monumen-monumen budaya yang dapat dinikmati oleh penduduk setempat dan wisatawan. 2.Merupakan dorongan dalam usaha melestarikan dan menghidupkan kembali beberapa pola budaya tradisional seperti kesenian, kerajinan tangan, tarian, musik, upacara-upacara adat, dan pakaian. 3.Memberingan dorongan untuk memperbaiki lingkungan hidup yang bersih dan menarik. 4.Terjadinya tukar-menukar kebudayaan antara wisatawan dan masyarakat lokal. Misalnya, wisatawan dapat lebih banyak mengenal kebudayaan serta lingkungan Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 yang lain dan penduduk lokal juga mengetahui tempat-tempat lain dari cerita wisatawan. 5.Mendorong pendidikan di bidang kepariwisataan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia di bidang kepariwisataan yang handal. 6. memperluas lapangan kerja; 7. bertambahnya kesempatan berusaha; 8. meningkatkan pendapatan; 9. terpeliharanya kebudayaan setempat; 10.dikenalnya kebudayaan setempat oleh wisatawan. 4.1.2 Dampak Negatif 1. terjadinya tekanan tambahan penduduk akibat pendatang baru dari luar daerah; 2. timbulnya komersialisasi; 3. berkembangnya pola hidup konsumtif; 4. terganggunya lingkungan; 5. semakin terbatasnya lahan pertanian; Jeni Khairiah : Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadap Kebudayaan Dan Bahasa, 2009. USU Repository © 2009 6 .pencernaan budaya; dan 7. terdesaknya masyarakat setempat Spillane, 1989:47.

4.2 Pengaruh Perkembangan PariwisataTerhadap Bahasa