Analisis Yuridis Perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing Ditinjau Dari Aspek Hukum Perikatan (Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)

(1)

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA

MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI

ASPEK HUKUM PERIKATAN

(Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)

T E S I S

Oleh

RINA ANDRIANA

087011166/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA

MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI

ASPEK HUKUM PERIKATAN

(Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

RINA ANDRIANA

087011166/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN

(Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life) Nama Mahasiswa : RINA ANDRIANA

Nomor Pokok : 087011166

Program Studi : Magister Kenotariatan Menyetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., CN, MS, Ketua

Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum. Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, CN.,M.Hum.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum


(4)

Telah diuji pada :

Tanggal : 24 Februari 2011

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN. Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum.

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

3. Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Dalam pelaksanaannya pengikatan suatu perjanjian asuransi saat ini juga dilakukan melalui telemarketing yang berpeluang untuk timbulnya perselisihan karena pengikatan melalui telemarketing hanya berupa kesepakatan pra kontrak. Praktek perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing

juga dilaksanakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life.

Penulisan bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life, keabsahan pengikatan asuransi melalui

telemarketing Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian dan perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam pengikatan asuransi.

Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing Pada Asuransi Jiwa BNI Life.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Telemarketing merupakan

penawaran/pemasaran produk asuransi jiwa media telepon yang digunakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life dalam rangka peningkatan pemasaran produk asuransi jiwa. Akan tetapi, pengikatan asuransi melalui telemarketing hanya merupakan suatu kesepakatan prakontrak yang tidak mengikat seperti halnya polis asuransi. Kesepakatan melalui telemarketing dalam pelaksanaannya tidak menjadi suatu alat bukti karena hanya merupakan kesepakatan lisan. Hal ini disebabkan karena pembuktian keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing

Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari aspek hukum perikanan belum dilakukan penandatanganan perjanjian. Perlindungan konsumen bagi tertanggung terhadap penggunaan

telemarketing dalam pengikatan asuransi terpenuhinya hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum ini dalam bentuk substansi/isi perjanjian antara konsumen dan produsen, seperti ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.

Kepada pihak perusahaan asuransi disarankan agar dalam memasarkan produk asuransi melalui telemarketing dapat memberikan informasi yang benar sehingga citra perusahaan dapat baik di mata nasabah dan tujuan pemasaran melalui telemarketing guna peningkatan jumlah nasabah dan pemasukan perusahaan melalui premi dapat diwujudkan. Kepada pihak calon nasabah agar dalam memberikan persetujuan untuk ikut dalam perjanjian asuransi jiwa agar dapat mempertimbangkan baik buruknya dan segera menghubungi pihak perusahaan asuransi guna mengajukan pengajuan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) oleh tertanggung dan penandatanganan perjanjian serta penerbitan polis asuransi atas nama calon nasabah sebagai tertanggung. Disarankan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar dapat menjadi pengawas dalam pelaksanaan pemasaran program asuransi melalui telemarketing agar tidak merugikan pihak calon nasabah atau calon tertanggung. Di samping mengupayakan memberikan perlindungan secara hukum calon nasabah atau calon tertanggung sebagai konsumen produk asuransi.

Kata Kunci


(6)

ABSTRACT

Insurance brings about economic and social mission by providing the premium which is paid to the insurance company as the guarantee of the transfer of risk, that is, the risk transferring from the insured to the guarantor. In its implementation, an insurance agreement nowadays is done through telemarketing which can cause the dispute because the agreement through telemarketing is merely the agreement before the contract. In practice, the life insurance agreement through telemarketing is also done by Life Insurance of BNI Life.

This research was aimed to explain the legal ground of the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, the validity of insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, viewed from the legal aspect of agreement and the legal protection for the insured in using telemarketing in the insurance agreement.

The research used analytic descriptive method with judicial formative approach which explained, described, and analyzed the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life.

The result of the research showed that telemarketing was to offer/to market the life insurance product through telephone which was used by Life Insurance of BNI Life in order to increase the life insurance product. However, the insurance agreement through telemarketing was only an agreement before the contract which was nonbinding, unlike the insurance policy. The agreement through telemarketing, in practice, could not be evidence because it was only an oral agreement. The validity of the insurance agreement through telemarketing of the Life Insurance of BNI Life was not legally signed by both parties. The consumers protection for the insurance in using telemarketing in the insurance agreement is the fulfillment of the consumers rights, stipulated in Article 4, Act Number 8, 1999 about Consumer Protection. This legal protection is the substance of the agreement between consumers and producers, such as the legal provisions about compensation, the terms of filing a claim, the arbitration, and so on.

It is recommended that the insurance company, in its effort to market the insurance product through telemarketing, should be able to give right information so that the company’s image is good in its clients’ eyes, increase the number of clients and the company’s income through the premium. It is also recommended that the potential clients should consider the good and the bad points before they make the agreement with the insurance company. They should also contact the insurance company immediately in order to submit the Application for Life Insurance and to the agreement to obtain the insurance policy on behalf of the potential clients as the assured.


(7)

It is also suggested that the government should act as the supervisor in the implementation of insurance marketing program through telemarketing in order that the potential clients will not be injured. Besides that, the government should give legal protection to the potential clients or the potential insured as the consumers of the life insurance.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan sampaikan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN (Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan

amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., CN., MS., Prof. Dr. Runtung, S.H., MHum., dan Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN, MHum.,

selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil


(9)

sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, CTM, Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,

yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di


(10)

6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Kelas Reguler Khusus angkatan tahun 2008 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Syah Maini yang tak pernah berhenti menyayangi penulis dan tak mengenal lelah mendukung penulis baik secara moril dan materil untuk memperoleh pendidikan yang baik sebagai bekal kehidupan menjadi anak yang berguna, dan kepada ibunda Bertah Adnanik yang tercinta, dengan uluran tangan dan doa-doanya yang telah mendidik penulis, membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, ya Allah, limpahkanlah rahmat dan hidayah-Mu kepada kedua orang tuaku, jadikanlah kedua orang tuaku orang yang Engkau ridhoi dan limpahkanlah segala kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.

9. Adik-adik yang penulis sayangi : Rima Susanti, Rinaldo, Rinaldi yang telah memberikan nasehat, dukungan dan menyayangi penulis selama ini.

10. Teristimewa buat anak-anakku tersayang : Buana Syhintia Rani, Yaasin Aliakbar semoga menjadi anak yang sholeh dan sholeha.

11. Motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan doa yang tak putus-putusnya Ayahanda dan Ibunda


(11)

serta Saudara-saudariku yang telah memberikan semangat dan doa kepada Penulis.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada anak-anakku yang selama ini telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat sehingga menjadi motivasi warna tersendiri dalam kehidupan dan juga dalam penyelesaian tesis pada di Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariaan pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Medan, Januari 2011 Penulis,


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Rina Andriana

Tempat/Tgl. Lahir : Pekan Baru, 5 Juli 1976

Alamat : Jl. Merpati I No.163 Kel.Kenangan Baru P.Mandala

II. KELUARGA

Nama Anak : Buana Syhintia Rani Yaasin Ali Akbar

ORANG TUA

Nama Ayah : Syah Maini Nama Ibu : Berta Adnanik

III. PENDIDIKAN

- Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning di Pekan Baru

- Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Medan


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT .……... ii

KATA PENGANTAR ……... iv

RIWAYAT HIDUP... viii

DAFTAR ISI ………….……… ix

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar belakang …... 1

B.Perumusan Masalah ... 11

C.Tujuan Penelitian ... 12

D.Manfaat Penelitian …... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ………... 15

G.Metode Penelitian ... 35

BAB II. DASAR HUKUM PENGIKATAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING PADA ASURANSI JIWA BNI LIFE A.Perjanjian Asuransi dan Dasar Hukum Asuransi ………….. 33

B.Asas-asas Perjanjian Asuransi ……….. 50

C.Penggunaan Telemarketing Pengikatan Asuransi Jiwa pada BNI Life dan kaitannya dengan Asas Itikad Baik ………… 57

BAB III. KEABSAHAN PENGIKATAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING ASURANSI JIWA BNI LIFE DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN A.Polis Sebagai Alat Bukti Perjanjian Asuransi ………. 69

B.Pembuktian Keabsahan Pengikatan Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing ………. 75


(14)

BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG TERHADAP PENGGUNAAN TELEMARKETING DALAM PENGIKATAN ASURANSI

A.Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Penggunaan

Telemarketing Dalam Pengikatan Asuransi Jiwa ………….. 81

B. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Asuransi Terhadap

Pengikatan Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing ………… 97

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……... 118 B. Saran ……... 119

DAFTAR PUSTAKA ……... 121


(15)

ABSTRAK

Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Dalam pelaksanaannya pengikatan suatu perjanjian asuransi saat ini juga dilakukan melalui telemarketing yang berpeluang untuk timbulnya perselisihan karena pengikatan melalui telemarketing hanya berupa kesepakatan pra kontrak. Praktek perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing

juga dilaksanakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life.

Penulisan bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life, keabsahan pengikatan asuransi melalui

telemarketing Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian dan perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam pengikatan asuransi.

Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing Pada Asuransi Jiwa BNI Life.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Telemarketing merupakan

penawaran/pemasaran produk asuransi jiwa media telepon yang digunakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life dalam rangka peningkatan pemasaran produk asuransi jiwa. Akan tetapi, pengikatan asuransi melalui telemarketing hanya merupakan suatu kesepakatan prakontrak yang tidak mengikat seperti halnya polis asuransi. Kesepakatan melalui telemarketing dalam pelaksanaannya tidak menjadi suatu alat bukti karena hanya merupakan kesepakatan lisan. Hal ini disebabkan karena pembuktian keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing

Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari aspek hukum perikanan belum dilakukan penandatanganan perjanjian. Perlindungan konsumen bagi tertanggung terhadap penggunaan

telemarketing dalam pengikatan asuransi terpenuhinya hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum ini dalam bentuk substansi/isi perjanjian antara konsumen dan produsen, seperti ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.

Kepada pihak perusahaan asuransi disarankan agar dalam memasarkan produk asuransi melalui telemarketing dapat memberikan informasi yang benar sehingga citra perusahaan dapat baik di mata nasabah dan tujuan pemasaran melalui telemarketing guna peningkatan jumlah nasabah dan pemasukan perusahaan melalui premi dapat diwujudkan. Kepada pihak calon nasabah agar dalam memberikan persetujuan untuk ikut dalam perjanjian asuransi jiwa agar dapat mempertimbangkan baik buruknya dan segera menghubungi pihak perusahaan asuransi guna mengajukan pengajuan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) oleh tertanggung dan penandatanganan perjanjian serta penerbitan polis asuransi atas nama calon nasabah sebagai tertanggung. Disarankan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar dapat menjadi pengawas dalam pelaksanaan pemasaran program asuransi melalui telemarketing agar tidak merugikan pihak calon nasabah atau calon tertanggung. Di samping mengupayakan memberikan perlindungan secara hukum calon nasabah atau calon tertanggung sebagai konsumen produk asuransi.

Kata Kunci


(16)

ABSTRACT

Insurance brings about economic and social mission by providing the premium which is paid to the insurance company as the guarantee of the transfer of risk, that is, the risk transferring from the insured to the guarantor. In its implementation, an insurance agreement nowadays is done through telemarketing which can cause the dispute because the agreement through telemarketing is merely the agreement before the contract. In practice, the life insurance agreement through telemarketing is also done by Life Insurance of BNI Life.

This research was aimed to explain the legal ground of the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, the validity of insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life, viewed from the legal aspect of agreement and the legal protection for the insured in using telemarketing in the insurance agreement.

The research used analytic descriptive method with judicial formative approach which explained, described, and analyzed the life insurance agreement through telemarketing of Life Insurance of BNI Life.

The result of the research showed that telemarketing was to offer/to market the life insurance product through telephone which was used by Life Insurance of BNI Life in order to increase the life insurance product. However, the insurance agreement through telemarketing was only an agreement before the contract which was nonbinding, unlike the insurance policy. The agreement through telemarketing, in practice, could not be evidence because it was only an oral agreement. The validity of the insurance agreement through telemarketing of the Life Insurance of BNI Life was not legally signed by both parties. The consumers protection for the insurance in using telemarketing in the insurance agreement is the fulfillment of the consumers rights, stipulated in Article 4, Act Number 8, 1999 about Consumer Protection. This legal protection is the substance of the agreement between consumers and producers, such as the legal provisions about compensation, the terms of filing a claim, the arbitration, and so on.

It is recommended that the insurance company, in its effort to market the insurance product through telemarketing, should be able to give right information so that the company’s image is good in its clients’ eyes, increase the number of clients and the company’s income through the premium. It is also recommended that the potential clients should consider the good and the bad points before they make the agreement with the insurance company. They should also contact the insurance company immediately in order to submit the Application for Life Insurance and to the agreement to obtain the insurance policy on behalf of the potential clients as the assured.


(17)

It is also suggested that the government should act as the supervisor in the implementation of insurance marketing program through telemarketing in order that the potential clients will not be injured. Besides that, the government should give legal protection to the potential clients or the potential insured as the consumers of the life insurance.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin banyak pula kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia. Perkembangan tersebut tidak jarang menimbulkan kerugian yang cukup besar, antara lain terbakarnya gedung-gedung, jatuhnya pesawat terbang, hilangnya dana deposan dan lain-lain. Risiko-risiko tersebut tidak dikehendaki dan tidak dapat diduga kapan terjadinya oleh siapapun. Oleh karena itu, manusia berusaha untuk menghindari risiko atau minimal mengurangi beban kerugian yang menimpa dirinya atau harta bendanya. Dalam menghadapi risiko yang dapat terjadi sewaktu-waktu, perlu diambil langkah-langkah pengamanan agar dapat mengurangi kerugian apabila risiko tersebut benar-benar dideritanya.

Adanya risiko-risiko kerugian tersebut, maka melalui lembaga asuransi dapat dialihkan untuk mengatasinya yaitu dengan pemberian ganti kerugian oleh lembaga asuransi apabila risiko itu benar-benar terjadi. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.

Perusahaan asuransi dengan mengadakan perjanjian-perjanjian asuransi dan nanti pada suatu saat perusahaan asuransi melaksanakan kewajibannya sesuai


(19)

dengan perjanjian. Dalam hal ini perusahaan berfungsi sebagai lembaga penerima dan pengambil risiko pihak lain. Pembayaran sejumlah uang yang disebut premi merupakan penerimaan dan pengambilalihan risiko oleh perusahaan asuransi. Kumpulan dana yang relatif menjadi sangat besar dari pembayaran premi yang diterima perusahaan dapat dimanfaatkan untuk operasional perusahaan.1

Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya

transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Asuransi sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the uncertainty of loss).2

Berdasarkan hal tersebut konsep asuransi memang memainkankan peranan penting dalam kehidupan sosial-ekonomi manusia, sehingga jika konsep asuransi dinilai sebagai konsep yang “digemari”. Mulai dari peranan dasarnya sebagai sarana untuk mereproduksi rasa aman bagi para tertanggung, sampai pada peranan jangka panjangnya sebagai salah satu sarana penunjang perekonomian negara. Pada hakikatnya, konsep Asuransi adalah konsep klasik yang telah lama dipakai dalam sejarah tatanan sosial. Konsep ini muncul bersamaan dengan munculnya konsep tolong-menolong antar individu.

1

Annonimous, Perjanjian-Asuransi , http://jurnal.kesimpulan.com/html, Diakses September 2010

2


(20)

Jadi konsep asuransi juga merupakan faktor penunjang pelaksanaan pembangunan nasional yang tentunya membutuhkan dana yang memadai. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan terutama dalam penghimpunan dana. Masyarakat juga harus semakin sadar bahwa pembangunan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah akan tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.

Peran serta masyarakat untuk menghimpun dana pembangunan dapat melalui tabungan masyarakat, baik melalui lembaga perbankan maupun non-bank. Lembaga non-bank tersebut salah satunya melalui lembaga asuransi. Lembaga ini dapat disebut sebagai lembaga keuangan sebab melalui asuransi dapat dihimpun dana dengan jumlah besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembagunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpasrtisipasi dalam bisnis asuransi, karena sesungguhnya “ bertujuan untuk memberikan suatu perlindungan

(proteksi) atas kerugian keuangan (financial loss) yang timbul karena adanya peristiwa tidak diduga sebelumnya (fortuitous event) “.3

Sedangkan lembaga perbankan hanya menghimpun dana melalui tabungan masyarakat (deposito, tabungan, giro) dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit untuk membiayai pembangunan. Hal ini pula yang menjadi pertimbangan ditetapkan Undang–Undang Nomor 2 Tahun

3

Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, PT. Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 1995 hal. 40.


(21)

1992 tentang Usaha Perasuransian (selanjutnya disebut “Undang-undang Usaha Perasuransian”), yang menyebutkan “Guna menanggulangi resiko yang dihadapi anggota masyarakat, diperlukan usaha perasuransian yang sehat “.

Selanjutnya di dalam penjelasannya menyatakan bahwa :

Pembangunan ekonomi memerlukan dukungan investasi dalam jumlah yang memadai yang pelaksanaannya harus berdasarkan kemampuan sendiri dan oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengerahkan dana investasi, khususnya yang bersumber dari tabungan masyarakat. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.4

Mengenai pengertian asuransi di Indonesia saat ini diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Usaha Perasuransian sebagai berikut :

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tida pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.5

Selanjutnya menurut Undang-undang Usaha Perasuransian, ditentukan bahwa usaha asuransi dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu :

1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan

4

Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

5


(22)

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.

3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan asuransi jiwa.6

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa dalam pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari risiko-risiko yang dapat mengganggu hasil pembangunan yang telah dicapai. Oleh karena itu, diperlukan usaha perasuransian yang dapat menampung dan mengambil alih kerugian yang timbul dari berbagai risiko tersebut. Manusia dalam melaksanakan aktifitas kegiatan sehari-hari sering berhadapan dengan risiko yang dapat menimbulkan dampak kerugian akibat peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Peristiwa ini dapat menimpa baik harta maupun jiwa yang dapat mengakibatkan cacat badan bahkan kematian bagi manusia itu sendiri. Untuk mengurangi risiko ini manusia mencari jalan keluar agar ia tidak terlalu berat dalam menanggung risiko yang dideritanya. Oleh karena itu, manusia mengalihkan resiko kepada pihak yang mau menerima peralihan resiko, yang disebut penangung, yaitu perusahan asuransi. Untuk memperoleh perlindungan atas jiwa yang menjadi objeknya maka tertanggung harus membayar uang dalam bentuk premi kepada penanggung dengan syarat-syarat yang telah

6

Lihat Pasal 3 huruf (a) Undang–Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.


(23)

disepakati oleh kedua belah pihak. Salah satu usaha tersebut diantaranya adalah bidang asuransi jiwa yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi jiwa.

Di dalam Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, definisi perusahaan asuransi jiwa, yaitu “perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”. Perkembangan asuransi jiwa di Indonesia pada saat ini mempunyai prospek yang cerah. Hal ini karena didukung oleh faktor-faktor, antara lain :

Pertama, jumlah penduduk Indonesia cukup besar yang diperkirakan lebih dari 220 juta jiwa.

Kedua, semakin meningkatnya kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang berarti semakin sadar juga masyarakat akan mengikuti program asuransi jiwa.

Ketiga, dengan semakin ketatnya pengawasan pemerintah terhadap tingkat kesehatan perusahan, berarti hak-hak pemegang polis akan dapat dilasanakan tepat pada waktunya, dan

Keempat, yaitu dengan terus menerus diadakan peningkatan sistem kerja, kualitas sumber daya manusia dan dukungan teknologi informasi.7

Oleh karena itu, dewasa ini tumbuh dan berkembang puluhan bahkan ratusan perusahan asuransi di Indonesia menawarkan jasanya. Mereka menawarkan jasanya agar seseorang anggota masyarakat bersedia menjadi angota atau nasabah suatu perusahaan asuransi. Pada kenyatannya kinerja perusahaan asuransi di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan umumnya belum menggembirakan begitu menggembirakan, yang mana dari pihak pengelola usaha asuransi belum

7

Info Bank, “136 Tahun PT. (Persero) Asuransi Jiwasraya Terpecaya dan Tegar dalam Tempaan Zaman”. Majalah, Nomor 194 (Edisi Februari, 1996), Vol. XIX, hal 35.


(24)

memberikan pelayanan yang baik, bahkan sering kali melakukan penipuan terhadap konsumen atau muncul kesan dipersulit ketika akan menggugat hak, baik dalam asuransi jiwa maupun dalam asuransi kerugian. Sedangkan dari pihak masyararat industri asuransi kurang diminati, disamping minimnya pengetahuan masyarakat terhadap asuransi, juga disebabkan masih rendahnya income per kapita masyarakat.8

Usaha perasuransian di Indonesia berbeda dengan usaha perasuransian yang ada di negara-negara yang lain. Usaha perasuransian di negara-negara lain yang aktif adalah pihak tertanggung, mereka yang berinisiatif untuk mendatangi perusahan asuransi guna memenuhi kewajibannya yaitu membayar premi. Sedangkan di Indonesia yang aktif adalah pihak penanggung yaitu pihak asuransi, dalam hal ini pihak asuransi selaku penanggung memungut premi kepada pihak tertanggung. Oleh karenanya, hal-hal seperti inilah yang menjadi salah satu penghambat kelancaran usaha perasuransian di Indonesia dan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya pemutusan hubungan asuransi. Suatu pemutusan hubungan asuransi dapat terjadi karena pihak tetanggung tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar premi sampai jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

Asuransi yang juga merupakan sebagai suatu perjanjian, dalam memenuhi prestasinya maka masing-masing pihak harus mempunyai iktikad baik. Adapun ukuran iktikad baik adalah kepatutan dan keadilan. “Kepatutan di dalam perjanjian

8


(25)

dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak, jadi harus ada keseimbanganantara berbagai kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan”.9 Sedangkan “Keadilan adalah kepastian untuk mendapatkan apa yang sudah dijanjikan, namun pemenuhan janji itu harus memperhatikan norma-norma yang berlaku“.10

Pada penawaran asuransi ada beberapa cara ataupun penjualan produk, antara lain : Pertama dilakukan melalui tatap muka ataupun berhadap secara langsung dengan nasabah sendiri, penawar seperti ini sering kali dijumpai dan temui dalam kesehari-harian, Kedua nasabah yang datang dengan sendirinya menemui pihak ansuransi, namun hal ini jarang terjadi, Ketiga yang saat ini berpeluang menimbulkan terjadinya permasalahan hukum dikemudian hari yaitu penawaran melalui telepon atau sering disebut di dunia bisnis adalah

Telemarketing (penawaran/pemasaran produk lewat telepon).

Praktek Telemarketing ini apabila ditinjau melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), selanjutnya

disebut UUITE, dapat digolongkan sebagai bentuk transaksi elektronik karena dilakukan melalui sarana telekomunikasi telepon. Hal ini sesuai dengan

ketentuan Pasal 1 angka 10 UU ITE disebutkan bahwa “Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,

9

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cet. Pertama, PT. Intermasa, Jakarta 1983, hal 87.

10


(26)

jaringan komputer, atau media elektronik lainnya”. Transaksi secara elektronik,

pada dasarnya adalah perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan dari sistem elektronik berbasiskan komputer dengan sistem komunikasi, yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global atau Internet termasuk melalui sarana telepon.11

Transaksi elektronik dipandang sebagai bagian dari perikatan para pihak

(Pasal 1233 KUH Perdata yaitu Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang).12 Transaksi tersebut akan merujuk kepada semua

jenis dan mekanisme dalam melakukan hubungan hukum secara elektronik itu sendiri yang akan mencakup jual beli, lisensi, asuransi, lelang, dan perikatan-perikatan lain yang lahir sesuai dengan perkembangan mekanisme perdagangan di masyarakat.

Adapun market penjualan jarak jauh ini tidak mengacaukan dengan pengertian manajemen jarak jauh (telemanagement) meskipun kedua disiplin itu erat kaitanya. Pemasaran jarak jauh sering digunakan sebagai pendukung saluran penjualan dan adakalanya untuk menangani tugas yang tidak dapat ditangani melalui saluran utama dengan biaya yang efektif.13

11

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

12

Lihat Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

13

Rukiyah, Pemasaran Melalui Web Dan Telemarketing Berbasis SIMRS, Senior Business Consultant, PT. Dinamika Cipta Widya, Jakarta, hal. 1.


(27)

Telemarketing ini merupakan konsep penjualan dengan memakai sarana telepon dan dilakukan dalam volume tinggi tetapi tetap mengunakan arahan dan prosedur penjualan dengan aturan managemen pelanggan sehingga pelanggan akan merasa diperhatikan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka yang terpenuhi.14

Telemarketing adalah metode pemasaran yang langsung dilakukan oleh

telemarker dengan calon nasabah (tertangung), telemarketing menggunakan telepon dengan tidak bertemu muka dengan agen asuransi dengan calon tertangung merupakan hal yang di luar kebiasaan permasalahan asuransi jiwa pada umumnya. Hal ini kemudian membawa permasalahan mengenai dimana dasar hukum perikatannya dan resiko-resiko sengketa yang mungkin terjadi dengan diterapkannya konsep atau metode telemarketing dalam pengikatan asuransi jiwa antara pihak penanggung dengan nasabah atau tertanggung.

Salah satu perusahaan Asuransi yang juga telah menerapkan metode

telemarketing ini adalah BNI Life yang merupakan anak perusahaan yang dari PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. BNI Life didirikan dengan nama

PT. Asuransi Jiwa BNI Jiwasraya – BNI Life Insurance, merupakan perpaduan antara dua nama besar dan profesional dari Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk dan PT. Asuransi Jiwasraya.15

14

Ibid.

15

PT.BNI Life Insurance, BNI Life Bekerjasama dengan 3 Provider Asuransi, BNI Luncurkan Telemarketing Bancasurance, http://www.sunlife.co.id/slfglobal/ Diakses Agustus 2010.


(28)

Untuk meningkatkan layanan kepada nasabah dengan penyediaan keragaman produk, BNI luncurkan Telemarketing Bancassurance, yaitu channeling

pemasaran Bancassurance dalam memasarkan portofolio asuransi kepada nasabah BNI. Layanan ini merupakan komitmen BNI untuk mempermudah nasabah mendapatkan perlindungan asuransi dengan mudah, harga premi terjangkau dan dapat memanfaatkan layanan BNI dalam berasuransi, seperti pembayaran melalui

electronic banking. Untuk layanan telemarketing bancassurance ini, BNI menjalin kerjasama dengan 3 perusahaan asuransi, yaitu PT Asuransi CIGNA, PT Sun Life Financial Indonesia, dan PT AIG LIFE.

Melalui pemasaran produk asuransi jiwa melalui telemarketing ini akan

mendapat hasil yang baik mengingat BNI memiliki customer based sebanyak 9 juta nasabah. Ditambah dengan proses aplikasi dan persyaratannya yang cukup

ringan. Selain itu, BNI Life, selama ini juga telah memiliki produk-produk

bancassurance, yang merupakan bagian dari layanan wealth management BNI. Hasil penelaahan dan pengamatan penulis pada pelaksanaan telemarketing

sering timbul permasalahan antara penanggung dan tertanggung. Adapun permasalahan yang terjadi akibat pemasaran telemarketing ini ditinjau dari syarat-syarat dan perikatannya. Hal ini disebabkan karena, pemasaran melalui telemarketing ini pada dasarnya hanya merupakan suatu perjanjian prakontrak yang dilakukan melalui sarana telekomunikasi, sedangkan kepastian terikatnya


(29)

perjanjian antara nasabah atau tertanggung dengan perusahaan asuransi tetap dilakukan melalui penandatanganan polis.

Berdasarkan uraian hal tersebut di atas, penulis mencoba menganalisis penerapan telemarketing ditinjau dari hukum perikatan dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

PERIKATAN (Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah :

1. Bagaimana dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life ?

2. Bagaimana keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian ?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan

telemarketing dalam pengikatan asuransi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang akan dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah :


(30)

1. Untuk mengetahui dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life.

2. Untuk mengetahui keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing

Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perikatan.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan

telemarketing dalam pengikatan asuransi.

D.Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam hukum asuransi dan perikatan di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan mengenai hukum perikatan, khususnya mengenai penjualan produk asuransi jiwa melalui telemarketing ditinjau dari sudut perjanjian. Selain itu, diharapkan para nasabah untuk lebih teliti dan memperhatikan lagi tentang keabsahan penandatangan polis dalam suatu perjanjian asuransi setelah adanya kesepakatan yang dibuat melalui telemarketing.

Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada masyarakat dan pihak asuransi yaitu pihak yang berkaitan langsung maupun yang tidak langsung terhadap kegiatan yang terjadi pada perjanjian asuransi jiwa agar lebih mengetahui dan memahami tentang penjualan produk asuransi jiwa itu malalui telemarketing


(31)

E.Keaslian Penulisan

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi data yang ada dan penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan khususnya kepustakaan Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas

Sumatera Utara, Medan diketahui bahwa belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERIKATAN (Studi Pada Asuransi Jiwa BNI Life). Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori ini adalah merupakan kerangka berpikir lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang diteliti. Sebelum mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka perlu diketahui lebih dahulu mengenai arti teori. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjojo, "teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan kasual yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang


(32)

tersebut“.16 "Teori adalah suatu hal yang digunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses terjadi“.17

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan hal yang diamati, karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.

Apabila dikaitkan dengan objek penelitian dalam hal ini perjanjian asuransi yang merupakan salah satu jenis penyebab timbulnya suatu perikatan, maka dalam hal ini dapat dilihat pendapat Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa “perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.18 Volmar menyebutkan bahwa ditinjau dari isinya ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim.19 Dalam hal ini teori tersebut dapat dijadikan alat analisis untuk melihat keabsahan praktek telemarketing dalam perjanjian asuransi jiwa ditinjau dari aspek hukum perikatan.

16

Bintoro Tjokroamidjojo, Mustofa Adidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,

CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal 12.

17

J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, , 1996, hal. 203.

18

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum BIsnis, Alumni, Bandung, 1994, hal 3.

19

Mariam Darus Badrulzaman, Dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 1.


(33)

"Istilah asuransi atau pertanggungan berasal dari bahasa Belanda:

Verzekarim dan Assurantie".20 Dalam bahasa Inggris dipakai istilah Insurance. Istilah Assurantie dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi asuransi atau pertanggungan. Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, "perjanjian yang timbul antara orang yang khawatir akan menderita kerugian dengan orang yang akan menanggung kerugian disebut dengan perjanjian pertanggungan “.21

Sedangkan definisi dari pertanggungan atau asuransi antara lain terdapat pada Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yang menyebutkan sebagai berikut :

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.

Dari pengertian Pasal 246 KUHD tersebut dapat diketahui bahwa ada beberapa unsur yang terlibat dalam asuransi, yaitu: pihak-pihak, status pihak- pihak, objek asuransi, peristiwa asuransi dan hubungan asuransi.22

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Usaha Perasuransian), mendefenisikan asuransi atau pertanggungan sebagai berikut:

20

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa), Cet. keempat, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1982, hal 6.

21 Ibid

hal 5.

22

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 1999, hal. 8-9.


(34)

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dengan demikian asuransi mempunyai tujuan untuk mengalihkan segala risiko yang timbul oleh peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya kepada orang lain yang bersedia mengambil risiko untuk mengganti kerugian. Atas tindakan yang dilakukan tersebut pihak yang bersedia mengambil risiko (penanggung) akan menerima premi dari pihak tertanggung.

Ditinjau dari segi asuransi," risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan dialami diakibatkan oleh bahaya yang mungkin akan terjadi tetapi tidak diketahui terlebih dahulu apakah akan terjadi dan kapan akan

terjadi“.23"Peristiwa yang kemungkinan menimbulkan risiko antara lain meninggal dunia, kecelakaan yang dapat menimbulkan cacat tetap, menurunnya kesehatan dan lanjut usia“.24

Menurut teori pengalihan risiko (Risk Transfer Theory), tujuan diadakannya perjanjian asuransi adalah karena tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan yang miliknya. Jika bahaya tersebut menimpa

23 Ibid

, hal. 29.

24


(35)

harta kekayaan dia akan menderita kerugian, secara ekonomis, kerugian material akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang dan juga ahli warisnya.

Pada dasarnya manusia tidak dapat menghindari risiko yang akan terjadi seperti misalnya risiko kematian, manusia tidak dapat menghindari kematian yang pasti akan terjadi walaupun kapan terjadinya tidak dapat dipastikan oleh manusia itu sendiri. Demikian pula cacat tetap akibat kecelakaan yang belum pasti terjadi namun kemungkinan dapat terjadi. Menurunnya tingkat kesehatan seseorang juga dapat mempengaruhi nilai ekonomi manusia yang diukur berdasarkan kemampuannya memperoleh penghasilan setiap berkala. Penghasilan yang diperoleh seseorang kadangkala tidak hanya dinikmati oleh dirinya sendiri tetapi juga oleh orang lain terutama orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak dan orang tua mereka yang sudah tidak memperoleh penghasilan.

Asuransi atau pertanggungan mempunyai tujuan untuk mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya kepada pihak lain yang mengambil risiko itu untuk mengganti kerugian. Sebaliknya orang-orang atau pihak yang menerima risiko itu, yang disebut "penanggung bukan semata-mata melakukan itu demi peri kemanusiaan saja dan bukan pula bahwa dengan tindakan itu kepentingan-kepentingan mereka menjadi korban untuk membayar sejumlah uang yang besar mengganti kerugian-kerugian


(36)

yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa itu“.25 Dengan kata lain, penanggung melakukan hal tersebut untuk kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial.

Mengenai asas-asas yang mendasari tindakan-tindakan di bidang asuransi adalah:

1. Asas Kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest); 2. Asas Indemnitas;

3. Asas Iktikad baik (principle of utmost good faith); 4. Asas Subrogasi

5. Asas Kontribusi

Asas-asas tersebut memegang peranan penting dalam praktek perjanjian asuransi pada umumnya. Untuk asuransi jiwa ada beberapa asas yang tidak berlaku maupun mengalami penyesuaian-penyesuaian. Radiks purba mengatakan bahwa, "dalam asuransi jiwa ada dua asas hukum yang harus diperhatikan yaitu asas kepentingan yang diasuransikan (insurable interest) dan asas iktikad baik (principle of utmost good faith) ".26 Asas iktikad baik ini dalam asas asuransi pada umumnya sering disebut asas kejujuran yang sempurna. "Asas iktikad baik

25

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa), (Yogyakarta: Ctk. keempat, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1982) hal 5.

26


(37)

menjadi salah satu instrumen hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian"".27

Pada umumnya, secara yuridis asuransi dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1. Asuransi kerugian (schadeverzekering);

2. Asuransi jumlah (sommenverzekering).

Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian asuransi yang berisikan ketentuan bahwa penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi berupa memberikan ganti kerugian kepada tertanggung seimbang dengan kerugian yang diderita oleh pihak yang disebut terakhir. Termasuk dalam asuransi kerugian adalah semua jenis asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang, misalnya :

1. Asuransi pencurian (theft insurance);

2. Asuransi pembongkaran (burglary insurance); 3. Asuransi perampokan (robbery insurance); 4. Asuransi kebakaran (fire insurance);

5. Asuransi terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian (crop insurance).

Asuransi jumlah adalah suatu perjanjian asuransi yang berisi ketentuan bahwa penanggung terikat untuk melakukan prestasi berupa pembayaran sejumlah

27

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Cet. Pertama, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 33.


(38)

uang yang besarnya sudah ditentukan sebelumnya. Beberapa ciri asuransi jumlah antara lain kepentingannya tidak bisa dinilai dengan uang, sejumlah uang yang akan dibayarkan oleh penanggung telah ditentukan sebelumnya.28

Perbedaan pokok antara kedua asuransi tersebut bahwa dalam asuransi kerugian, pihak penjamin (penanggung) berjanji akan mengganti kerugian tertentu yang diderita pihak terjamin (tertanggung). Artinya jumlah uang yang dibayarkan pihak penjamin (penanggung) tidak melebihi kerugian yang diderita pihak terjamin (tertanggung). Sedangkan dalam asuransi jumlah si penjamin (penanggung) berjanji akan membayar uang yang jumlahnya sudah ditentukan sebelumnya tanpa disandarkan pada suatu kerugian tertentu.29

Kedua asuransi tersebut mempunyai beberapa persamaan yang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Tujuan ialah mengalihkan risiko dari pihak tertanggung kepada pihak penanggung.

2. Peralihan risiko itu harus dilaksanakan atas dasar kata sepakat dalam bentuk perjanjian yang disebut polis.

3. Perjanjian itu harus benar-benar ditutup oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan dengan objek perjanjian.

4. Perjanjian itu harus ditutup dengan iktikad baik dan dipertegas.30 Radiks Purba juga mengatakan bahwa :

Asuransi jiwa termasuk asuransi sejumlah uang hal ini dikarenakan pihak penanggung akan membayar uang pertanggungan kepada pihak tertanggung

28

Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Cet. Pertama, PT. Alumni, Bandung, 1997, hal 83.

29

Wiryono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Cet. Kedelapan, PT. Intermasa, Jakarta,1987 hal 4.

30

Sri Redjeki Hartono, Asuransi dan Hukum Asuransi, IKIP Semarang Press, Semarang, 1985, hal 64.


(39)

jika peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan menimbulkan risiko. Pembayaran ini tidak didasarkan atas hilangnya jiwa seseorang, namun didasarkan pada kerugian keuangan sebagai akibat dari hilangnya jiwa seseorang".31

Untuk mendapatkan penanggungan dari perusahaan asuransi selaku pihak penanggung, seorang calon tertanggung harus membuat "suatu perjanjian dimana satu pihak mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang secara sekaligus atau periodik, sedangkan pihak lain mengikatkan diri untuk membayar premi dan pembayaran itu tergantung pada mati hidupnya seorang tertentu atau lebih, perjanjian itu disebut dengan polis".32

Dalam Pasal 302 KUHD menyebutkan tentang pengertian asuransi sebagai berikut, bahwa jika seseorang dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang berkepentingan itu, baik untuk selama hidupnya maupun waktu yang ditentukan dalam perjanjian.

Perjanjian asuransi jiwa merupakan perjanjian antara dua pihak, yaitu antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung atau pemegang polis. Masing-masing pihak mempunyai kewajiban dan hak yang diatur dalam syarat-syarat umum asuransi jiwa atau syarat-syarat-syarat-syarat umum polis. Disebut syarat-syarat-syarat-syarat umum hal ini dikarenakan syarat-syarat itu berlaku secara umum dalam perasuransian jiwa.

31

Radiks Purba, Op.Cit., hal-272.

32


(40)

Syarat sahnya untuk mengadakan perjanjian asuransi sama seperti syarat-syarat untuk mengadakan perjanjian pada umumnya. Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu

1. Sepakat diantara mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal".33

Dua syarat pertama disebut dengan syarat subjektif karena mengenai orang-orang yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir dinamakan dengan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh objek dari perbuatan hukum yang dilakukan".34

Syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata tersebut bersifat kumulatif, artinya keempat syarat tersebut harus dipenuhi semuanya. Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi maka harus dibedakan antara syarat yang bersifat

subjektif dengan syarat yang bersifat objektif, karena akan menimbulkan akibat hukum yang berbeda. "Untuk syarat yang bersifat subjektif, jika tidak

terpenuhi maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian dibatalkan".35 "Putusan pengadilan adalah perlu untuk menyatakan pembatalan. Pihak-pihak yang berkepentingan harus mengajukan permohonan kepada pengadilan agar persetujuan yang dibuatnya dibatalkan. Andaikata

33

Lihat Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

34

R. Soebekti, Op.Cit., hal. 17.

35


(41)

pengadilan mengabulkan permohonan tersebut, maka persetujuan yang dibatalkan itu batal dari semula".36 Perjanjian yang dibuat tetap mengikat sepanjang tidak dibatalkan oleh hakim atas permohonan pihak yang berhak memohonkan pembatalan tersebut. Sedangkan untuk "syarat objektif apabila tidak dipenuhi maka perjanjian dianggap batal demi hukum. Artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada".37

Untuk memberikan kepastian hukum dari pelaksanaan suatu perjanjian, sehingga tidak terjadi pembatalan perjanjian secara tiba-tiba oleh salah satu pihak pada saat perjanjian sedang dilaksanakan, maka undang-undang memberikan perlindungan dengan memberikan batas waktu bagi para pihak untuk mengajukan pembatalan. Menurut Pasal 1454 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa dalam semua hal, dimana suatu tuntutan untuk pernyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi dengan suatu ketentuan Undang-undang khusus hingga suatu waktu yang lebih pendek, waktu itu adalah 5 (lima) tahun.

Walaupun syarat perjanjian asuransi tidak berbeda dengan perjanjian lainnya namun perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri khusus apabila dibandingkan dengan jenis perjanjian yang lain. Sifat khusus yang terdapat pada perjanjian asuransi adalah :

1. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat aleatair (aleatary), maksudnya ialah bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian yang prestasi penanggung masih hams digantungkan pada satu peristiwa yang belum

36

R.M. Suryodiningrat, Azas-azas Hukum Perikatan, Cet. Kedua, Tarsito, Bandung, 1985, hal-140.

37


(42)

pasti, sedangkan prestasi tertanggung sudah pasti. Dan meskipun tertanggung sudah memenuhi prestasinya dengan sempurna, pihak penanggung belum pasti berprestasi dengan nyata.

2. Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Pihak tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak dapat memaksa penanggung melaksanakan, kecuali dipenuhinya syarat-syarat.

3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat sepihak (unilateral), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti suatu kerugian, apabila pihak tertanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu apapun.

4. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi (personal), maksudnya ialah bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian masyarakat luas. Kerugian yang bersifat pribadi itulah yang nantinya akan diganti oleh penanggung.

5. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung atau perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau menawar. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh penanggung

6. Sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung. Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan syarat iktikad baik yang sempurna, maksudnya ialah bahwa perjanjian asuransi merupakan perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat tercapai atau negosiasi dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat tersembunyi.38

38

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Cet. Keempat, Sinar Grafika, 2001, Jakarta, hal. 92-94.


(43)

Selain mempunyai sifat yang khusus, pada perjanjian asuransi juga terdapat perbedaan pokok yang membedakan dengan perjanjian lainnya. Perbedaan pokok antara perjanjian asuransi dengan perjanjian yang lain ialah pada pemenuhan prestasi. Pada perjanjian umumnya para pihak dapat memenuhi prestasinya setelah dicapainya kesepakatan, sehingga dapat segera diketahui siapa yang sudah memenuhi prestasi dan yang belum. Sedangkan perjanjian asuransi yang bertujuan memberikan perlindungan dan ganti kerugian pada hakikatnya terdapat kesenjangan waktu antara prestasi pihak pertama atau penanggung dengan prestasi pihak kedua atau tertanggung.39

Kesenjangan waktu tersebut terjadi karena walaupun pihak tertanggung telah memenuhi prestasi dengan membayar premi namun pihak penanggung tidak secara langsung melaksanakan prestasinya.

Pelaksanaan prestasi penanggung digantungkan pada suatu keadaan tertentu yang belum pasti. Terjadinya keadaan tertentu yang telah diperjanjikan tersebut menimbulkan kerugian ekonomi pada pihak tertanggung, sehingga walaupun keadaan tertentu itu terjadi tetapi tidak menimbulkan kerugian ekonomi tertanggung maka pihak penanggung tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian.

39


(44)

2. Konsepsi (Definisi Operasional)

Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsep merupakan defenisi dari suatu penelitian yang akan diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang lain untuk menentukan adanya hubungan empiris".40 Untuk menjawab permasalahan pelakssanaan praktek telemarketing dalam perjanjian asuransi jiwa pada Asuransi Jiwa BNI Life, berikut didefenisikan beberapa konsep dasar guna menyamakan persepsi, yaitu:

1. Analisis Yuridis adalah suatu analisis yang dilakukan dengan mengacu pada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.

2. Telemarketing adalah suatu metode pemasaran yang langsung dilakukan oleh

telemarker dengan calon nasabah (tertangung), telemarketing menggunakan telepon dengan tidak bertemu muka dengan agen asuransi dengan calon tertangung merupakan hal yang di luar kebiasaan permasalahan asuransi jiwa selama ini.

3. Tele marker adalah pihak wiraniaga atau pemasaran suransi yang bertugas melakukan transaksi dengan calon nasabah asuransi.

4. Perjanjian asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,

40

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ,1997, hal. 21.


(45)

kerusakan atau kehilangan deritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.

5. Asuransi Jiwa adalah suatu jenis perjanjian asuransi yang mempertanggung jiwa tertanggung sebagai dasar pelaksanaan asuransi, dimana terjadinya

evenement dikaitkan dengan jiwa tertanggung. Dengan kata lain, jiwa tertanggung yang dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi.

6. Perikatan adalah hubungan hukum antara para pihak baik yang terjadi atas dasar perjanjian maupun disebabkan karena ketentuan

perundang-undangan.

7. Asuransi Jiwa BNI Life adalah salah satu perusahaan asuransi jiwa yang melaksanakan metode pemasaran produk asuransi melalui telemarketing. 8. Penanggung adalah suatu pihak yang mengikatkan diri kepada tertanggung

dengan menerima premi asuransi dan dalam hal ini menerima peralihan risiko dari pihak tertanggung.

9. Tertanggung adalah orang yang jiwanya dipertanggungkan, mungkin si penutup sendiri atau mungkin juga orang lain yang ditunjuk oleh si penutup asuransi.

10.Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa dalam jangka waktu tertentu yang dapat menimbulkan perbedaan antara rencana dengan hasil yang diperoleh.

11.Polis adalah surat perjanjian yang memuat perjanjian asuransi jiwa antara pemegang polis dengan badan.


(46)

12.Pemegang Polis adalah pihak yang mengadakan perjanjian asuransi atau penggantinya menurut hukum dengan perusahaan

13.Akibat hukum adalah sanksi yang akan dikenakan bila tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

G.Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan".41 Dalam hal ini penggunaan telemarketing pada pelaksanaan pengikatan asuransi jiwa melalui pada Asuransi BNI Life.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan "yuridis normatif dan yuridis

empiris”. Pendekatan "yuridis normatif merupakan pendekatan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang

lain".42 Dengan kata lain penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif. Sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah dengan

41

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1986, hal. 63

42


(47)

melakukan studi lapangan yang dalam penelitian ini hanya sebagai pendukung penelitian ini.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada PT. BNI LIFE khususnya BNI Life cabang Pekanbaru Provinsi Riau, dengan memperhatikan kondisi tersebut, diharapkan hasil penelitian yang dilaksanakan akan dapat mewakili kondisi dan permasalahan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.

Selanjutnya juga dilakukan penelitian lapangan (field research) guna memperoleh data data penunjang dalam penelitian ini guna akurasi terhadap hasil penelitian yang dipaparkan melalui wawancara dengan narasumber dalam hal ini adalah pejabat pada BNI Life Pekanbaru Riau.

4. Sumber data

Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari : (1) Bahan hukum primer, yang terdiri dari ;

a. Norma dasar yaitu Pancasila b. Undang-undang Dasar 1945


(48)

c. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan alternatif usaha perasuransian asuransi dan telemarketing.

d. Kontrak atau Perjanjian Asuransi (Polis) Pada Asuransi BNI Life . (2) Bahan hukum sekunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan,

artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

(3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum. yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini.

5. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian adalah :

a. Studi dokumen, yaitu suatu alat pengumpulan data penelitian dengan melakukan analisa terhadap bahan kepustakaan yang berkaitan dengan asuransi dan telemarketing.

b. Pedoman wawancara adalah susunan daftar pertanyaan yang dijadikan pedoman dalam mewawancarai narasumber dalam hal ini pihak Asuransi BNI Life.


(49)

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemulan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data..

Setelah data primer diperoleh, selanjutnya data tersebut diidentifikasi dan diklasifikasi serta dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban dari narasumber, membandingkan dengan data sekunder dengan mengunakan metode berpikir secara induktif dan deduktif. Pada proses induktif proses berasal dari proposisi (sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada kesimpulan pengetahuan baru) berupa azas umum. Sedangkan pada prosedur deduktif, bertolak dari satu proposisi umum yang kebenaranya telah diketahui dan berakhir pada satu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. Dengan demikian data yang dikumpulkan kemudian diedit dengan cara mengkelompokan, menganalisis dengan metode kualitatif kemudian ditarik kesimpulan dengan cara berpfikir yang mengunakan metode deduktif atau induktif.


(50)

BAB II

DASAR HUKUM PENGIKATAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING PADA ASURANSI JIWA BNI LIFE

A.Perjanjian Asuransi dan Dasar Hukum Asuransi

1. Perjanjian Pada Umumnya

Perjanjian diatur dalam titel II Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata), sedangkan mengenai perjanjian secara khusus diatur dalam titel V sampai dengan titel VIII. Secara umum perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian didefinisikan “sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata. Dari definisi tersebut dijelaskan pula bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain yang berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang/pihak kepada satu orang/ pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu terdapat dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib melakukan prestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).43

43

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, Rajawali Press, Jakarta 2008, hal 7.


(51)

Dari definisi Pasal 1313 KUH Perdata tersebut dikatakan bahwa perjanjian merupakan perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri kepada satu orang atau lebih lainnya, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan sumber lahirnya sebuah perikatan. Seperti kita ketahui bahwa perjanjian dan perikatan merujuk kepada dua hal yang berbeda.44

Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak yang menunjuk pada hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih orang atau pihak, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut. Sedangkan perjanjian merupakan suatu perbuatan kongkrit yang didalamnya terkandung hubungan hukum yang abstrak yaitu perikatan.

Menurut Subekti, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.45 Perjanjian sebagai salah satu sumber dari perikatan dapat ditemui landasan hukumnya pada ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang.”46

Rumusan tersebut menyatakan bahwa di luar perjanjian dan karena hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang tidak ada perikatan. Perikatan melahirkan

44

Lihat Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

45

Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2004, hal 2.

46


(52)

hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan, dengan demikian berarti perjanjian juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan mengadakan perjanjian maka pihak-pihak yang berada di dalamnya secara “sukarela” mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah mengikatkan diri.

Pernyataan sukarela menunjukkan bahwa perikatan yang bersumber dari perjanjian tidak mungkin dapat terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Ini hal yang menjadi ciri khas yang membedakan dengan perikatan yang bersumber dari undang-undang. Pada perikatan yang bersumber dari undang-undang, kewajiban yang timbul bagi salah satu pihak dalam perikatan tersebut bukanlah suatu kewajiban yang dikehendaki, dengan kata lain tidak ada unsure sukarela di dalamnya.47

Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata di atas dapat pula dipahami, pengertian perjanjian hanya mengenai perjanjian sepihak termasuk juga pada perbuatan dan tindakan, seperti zaakwarneming, onregmatige daad. Abdulkadir Muhammad mengatakan Pasal 1313 KUH Perdata kurang memuaskan karena ada kelemahannya, yaitu :

47


(53)

1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dari rumusan ini diketahui satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih. Kata kerja “mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu saling “mengikat diri” terlihat dari adanya consensus dari kedua belah pihak.

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus maksudnya dalam pengertian “perbuatan” termasuk tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming) dan tindakan melawan hukum yang tidak mengandung adanya kesepakatan (consensus). Seharusnya dipakai kata “persetujuan” saja.

3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Dikatakan terlalu luas karena terdapat juga dalam lapangan hukum keluarga yang terdapat dalam buku I seperti janji kawin, pelangsungan perkawinan. Sedangkan perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan bersifat personal.

4. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak mengikat dirinya tidak untuk apa.48

Atas dasar alasan yang dikemukakan di atas menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian adalah “Suatu persetujuan dengan mana satu oarng atau lebih mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.49 Wirjono Prodjodikoro juga memberikan pengertian perjanjian, yaitu “Persetujuan sebagai suatu pernghubung hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggapberjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut”.50

48

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1992, hal. 78.

49

Ibid, hal. 78

50

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, , Sumur Bandung, 1985, hal. 7.


(1)

menjadi perjanjian asuransi yang utuh melalui penandatangan perjanjian dan penerbitan polis asuransi.

3. Perlindungan Hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam pengikatan asuransi terpenuhinya hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hukum. Hal ini dapat dilihat dan diwujudkan dalam 2 (dua) bentuk pengaturan, yaitu (1) perlindungan hukum melalui suatu bentuk perundang-undangan tertentu (undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya) yang sifatnya umum untuk setiap orang yang melakukan transaksi dan (2) perlindungan hukum berdasarkan perjanjian yang khusus dibuat oleh para pihak, dimana dalam perjanjian asuransi dimuat dalam Polis atau syarat umum asuransi. Perlindungan hukum ini dalam bentuk substansi/isi perjanjian antara konsumen dan produsen, seperti ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.

B. Saran

1. Kepada pihak perusahaan asuransi disarankan agar dalam memasarkan produk asuransi melalui telemarketing dapat memberikan informasi yang benar sehingga citra perusahaan dapat baik di mata nasabah dan tujuan pemasaran melalui telemarketing guna peningkatan jumlah nasabah dan pemasukan perusahaan melalui premi dapat diwujudkan.


(2)

2. Disarankan kepada pihak calon nasabah dalam memberikan persetujuan untuk ikut dalam perjanjian asuransi jiwa agar dapat mempertimbangkan baik buruknya dan segera menghubungi pihak perusahaan asuransi guna mengajukan pengajuan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) oleh tertanggung dan penandatanganan perjanjian serta penerbitan polis asuransi atas nama calon nasabah sebagai tertanggung.

3. Disarankan kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar dapat menjadi pengawas dalam pelaksanaan pemasaran program asuransi melalui telemarketing agar tidak merugikan pihak calon nasabah atau calon tertanggung. Di samping mengupayakan memberikan perlindungan secara hukum calon nasabah atau calon tertanggung sebagai konsumen produk asuransi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Teks

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Baku (standar) Perkembangannya di Indonesia, Alumni Bandung, 1990.

---, Aneka Hukum BIsnis, Alumni, Bandung, 1994.

---, Dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Bintang, Sanusi dan Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti Bandung, 2000

Dewi, Gemala, Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2004.

Hartono, Sri Redjeki, Asuransi dan Hukum Asuransi, IKIP Semarang Press, Semarang, 1985.

Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Cet. Keempat, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.

Ichsan, Ahmad, Hukum Perdata IB, Pembimbing Masa, Jakarta, 1999

Info Bank, “136 Tahun PT. (Persero) Asuransi Jiwasraya Terpecaya dan Tegar dalam Tempaan Zaman”. Majalah, Nomor 194 (Edisi Februari, 1996), Vol. XIX.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Khairandy, Ridwan, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Cet. Pertama, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003.

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ,1997.


(4)

Mashudi dan Ali, Moch. Chidir (Alm). Hukum Asuransi, Ctk. Pertama, Mandar Maju, Bandung, 1995.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 1999.

Muhammad, Abdul Kadir, Pokok-pokok Hukum Pertanggungan, Alumni, Bandung, 1990.

---, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1992 ---, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1990.

Mulyadi, Kartini dan Gunawan Wijaya, Perikatan pada Umumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Nasution, AZ, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995 Poedjosoebroto, Santoso, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan

Jiwa di Indonesia, Bharata, Jakarta, 1969.

Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cet. Pertama, PT. Intermasa, Jakarta 1983.

---, Hukum Asuransi di Indonesia, Cet. Kedelapan, PT. Intermasa, Jakarta,1987.

---, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, 1995.

Purba, Radiks, Memahami Asuransi di Indonesia, PT. Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 1995.


(5)

Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1993.

Salim HS, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Sastrawidjaja, Man Suparman, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Cet. Pertama, PT. Alumni, Bandung, 1997.

Satrio, J., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung 1992.

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan, (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa), Cet. keempat, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1982.

---, Hukum Pertanggungan, Cet. V, Edisi Kedua, Seksi H.Dagang UGM, Yogyakarta, 1983.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1986 ---, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2005.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Yayasan Gajah Mada, Yogjakarta, 1992.

Subekti, R, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1987 ---, Aneka Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1996. ---, Hukum Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1999.

Suryodiningrat, R.M., Azas-azas Hukum Perikatan, Cet. Kedua, Tarsito, Bandung, 1985.

Tjokroamidjojo, Bintoro, Mustofa Adidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1998.

Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Balai Bulan, Jakarta, 1995. Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.


(6)

Wuisman, J.J.J.M., Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan asas-asas, R. Soebakti,, Hukum Perjanjian, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996.

B. Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).