Acetogenin
murni dari Annonacea larut dalam metanol, etanol, aseton, kloroform, dan pelarut-pelarut organik lain, tetapi tidak larut dalam air atau
heksan Gu
et al.
, 1995. Ekstrak dari srikaya
Annona squamosa
telah terbukti memiliki efektivitas terhadap serangga Khalequzzaman dan Sultana, 2006. Selain itu,
ekstrak dari srikaya
Annona squamosa
juga bermanfaat sebagai anti-konvulsan Porwal
et al
.,2011, antihelmintik, antitumor, antidiabetik, hepatoprotektor Saha, 2011 dan anti kutu rambut Intaranongpai
et al
., 2006. Berdasarkan penjabaran diatas, penelitian ini perlu dilakukan untuk
menguji efikasi ekstrak etanol daun srikaya
Annona squamosa
terhadap larva
Aedes aegypti
.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka didapatkan masalah sebagai berik
ut: “Apakah ekstrak daun srikaya
Annona squamosa
memiliki efikasi terhadap larva
Aedes aegypti
?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui efikasi ekstrak
etanol daun srikaya
Annona squamosa
terhadap larva
Aedes aegypti
. 1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui
konsentrasi paling efektif LC
50
dari ekstrak daun srikaya
Annona squamosa
sebagai larvasida terhadap larva
Aedes aegypti
.
2. Mengetahui
perbandingan efikasi ekstrak daun srikaya
Annona squamosa
dengan bubuk abate.
Universitas Sumatera Utara
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1.
Ilmu pengetahuan Memberikan
informasi pada
bidang parasitologi,
khususnya entomologi, mengenai efikasi ekstrak daun srikaya
Annona squamosa
terhadap larva
Aedes aegypti
untuk mengatasi resistensi temefos yang terjadi.
2. Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak daun srikaya
Annona squamosa
dapat digunakan sebagai larvasida yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
3. Peneliti
Menambah wawasan peneliti mengenai pemberantasan sarang nyamuk penyebar penyakit, cara mengekstraksi bahan aktif dari suatu
tumbuhan, dan sebagai tambahan informasi serta perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyamuk
Aedes aegypti
2.1.1 Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit
Nyamuk adalah serangga yang tersebar di seluruh dunia kecuali antartika. Nyamuk dapat hidup antara 5.500 meter di atas permukaan laut sampai 1.250
meter di bawah permukaan laut. Nyamuk tidak hanya menghisap darah manusia dan hewan, tetapi juga dapat menjadi vektor penyakit Agoes, 2009.
Vektor penyakit adalah suatu organisme yang mentransmisikan patogen dan parasit dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke lainnya dan
menyebabkan penyakit yang serius pada populasi manusia. Vektor-vektor tersebut umumnya adalah serangga penghisap darah yang menerima mikroorganisme
penyebab penyakit saat menghisap darah manusia atau hewan, kemudian memasukkan mikroorganisme tersebut pada manusia yang lain saat menghisap
darah lagi. Secara global, terdapat lebih dari 1 miliar kasus dan lebih dari 1 juta kematian akibat penyakit yang ditularkan oleh vektor WHO, 2014 .
Nyamuk yang paling penting pada manusia adalah
Anopheles, Culex, Aedes,
dan
Mansonia
Agoes, 2009. Peran dari nyamuk dalam bidang kedokteran adalah sebagai vektor dari penyakit Malaria, Filariasis, Demam Berdarah Dengue,
Chikungunya, dan
Japanese
B ensefalitis Ideham dan Pusarawati, 2009.
Tabel 2.1 Penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk WHO, 1997
No. Vektor
Penyakit
1. Anopheles
Malaria, Filariasis limfatik 2.
Culex Filariasis limfatik,
Japanese
ensefalitis 3.
Aedes
Yellow fever
, Demam berdarah dengue, Filariasis limfatik, Chikungunya
4. Mansonia
Filariasis limfatik
Universitas Sumatera Utara
2.1.2Taksonomi Nyamuk
Aedes aegypti
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insekta
Ordo :
Diptera
Famili :
Culicidae
Subfamili :
Culicinae
Tribus :
Culicini
Genus :
Aedes
Species :
Aedes aegypti
Natadisastra, 2009. Nyamuk termasuk ke dalam kelas Insekta. Insekta dibagi menjadi
beberapa ordo yaitu ordo Diptera, Anoplura, Sifonaptera, Hymenoptera, Orthoptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Hemiptera. Nyamuk termasuk ke dalam
ordo Diptera Ideham dan Pusarawati, 2009. Nyamuk termasuk ke dalam famili Culicidae yang kemudian terbagi lagi menjadi 3 tribus, yaitu Tribus Anophelini
Anopheles, Tribus Culicini Culex, Aedes, dan Mansonia, dan Tribus Toxorhynchitini. Nyamuk
Aedes aegypti
termasuk ke dalam tribus Culicini. Agoes, 2009.
2.1.3 Morfologi Nyamuk
Aedes aegypti
Nyamuk
Aedes aegypti
berukuran 4-13 mm. Nyamuk
Aedes aegypti
terdiri dari kepala, toraks, dan abdomen.
A. Kepala
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata, sepasang antena, proboscis, dan palpus. Antena terdiri dari 15 ruas dan terdapat rambut. Rambut antena pada
nyamuk jantan lebih lebat dan disebut plumosa, sedangkan rambut antenna betina pendek dan jarang, disebut pilosa. Proboscis halus dan panjangnya
melebihi panjang kepala, fungsinya adalah untuk menusuk dan menghisap darah. Pada nyamuk jantan, proboscis digunakan untuk menghisap bahan-
bahan cair, sedangkan proboscis pada nyamuk betina digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
menghisap darah. Palpus terdiri dari 5 ruas dan berambut. Palpus merupakan petunjuk untuk membedakan tiap spesies Agoes, 2009.
Gambar 2.1 Bagian kepala Culicinae
Aedes
WHO, 1995 B.
Toraks Pada mesonotum punggung, terdapat gambaran menyerupai bentuk lira
lyre-form
yang berwarna putih. Toraks terdiri dari bagian mesonotum dan postnotum. Bagian lateralnya terdiri dari lobus protoraks, propelura,
pronotum posterior, mesopleura, sternopleura, skutelum, mesepimeron, sklerit metasternal lateral, serta sklerit spirakular. Pada mesonotum terdapat
gambaran menyerupai bentuk lira
lyre-form
yang berwarna putih. Skutelum terletak pada posterior dari mesonotum dan bentuknya membentuk
tiga lengkungan trilobus. Pada toraks, terdapat sepasang sayap transparan, panjang, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi oleh sisik-sisik
sayap
wing scales
. Pada pinggir sayap terdapat sederetan rambut yang disebut
fringe
. Pada bagian toraks, juga terdapat sepasang halter, dan tiga pasang kaki bersegmen yaitu femur, tibia, dan 5 buah tarsus. Pada tarsus ke-5
terdapat kuku Agoes, 2009. C.
Abdomen Abdomen berbentuk silinder dan terdiri dari 10 segmen. Segmen terakhir
merupakan alat kelamin luar. Pada nyamuk betina disebut cerci, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
pada nyamuk jantan disebut hipopigium. Pada nyamuk betina, di bagian akhir abdomen, terdapat reseptakel sebanyak 3 buah. Agoes, 2009
Hoedojo dan Sungkar, 2008 Gambar2.2 Morfologi Nyamuk Dewasa
2.1.4 Siklus hidup
Aedes aegypti
Siklus hidup serangga terbagi menjadi 3 jenis yaitu: a.
Ametamorfosis Serangga pada jenis siklus hidup ini tidak mengalami metamorphosis,
sehingga siklus hidupnya adalah telur yang kemudian menjadi nimfa hanya satu stadium dan menjadi dewasa.
b. Simple metamorphosis
metamorfosis sederhana Metamorfosis jenis ini berbeda dengan ametamorfosis karena adanya
perbedaan pada fase nimfa. Pada metamorphosis sederhana, fase nimfa terdiri dari beberapa stadium.
c.
Complete metamorphosis
metamorfosis lengkap Pada metamorfosis ini, telur menetas menjadi larva, kemudian menjadi
pupa, dan menjadi dewasa Ideham dan Pusarawati, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Nyamuk
Aedes aegypti
merupakan salah satu serangga yang bermetamorfosis lengkap, sehingga pada siklus hidupnya terdapat fase telur, fase
larva, fase pupa, dan fase dewasa Hoedojo dan Sungkar, 2009. Nyamuk betina
Aedes aegypti
meletakkan telurnya pada dinding tempat perindukan 1-2 cm di atas permukaan air. Seekor nyamuk betina
Aedes aegypti
dapat meletakkan rata-rata 100 butir per kali bertelur. Kemudian, setelah 2 hari, telur menetas menjadi larva, lalu melepaskan kulitnya sebanyak 4 kali, tumbuh
menjadi pupa, dan kemudian menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari Djakaria dan Sungkar, 2008.
Charlesworth, 2008 Gambar 2.3 Siklus Hidup Nyamuk
Universitas Sumatera Utara
A. Telur
Aedes aegypti
Telur
Aedes aegypti
berukuran 0,8 mm Kemkes, 2011, berbentuk lonjong, dan dindingnya berbentuk anyaman seperti kain kasa Ideham dan
Pusarawati, 2009. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi akan berubah menjadi hitam setelah 1-2 jam Hoedojo dan Sungkar, 2009.
Telur
Aedes aegypti
mampu bertahan pada di tempat kering selama 6 bulan Kemkes, 2011.
Ideham dan Pusarawati, 2009 Gambar 2.4 Telur
Aedes aegypti
B. Larva
Aedes aegypti
Larva
Aedes aegypti
terdiri dari bagian kepala, toraks, dan abdomen. a.
Kepala Pada bagian kepala, terdapat sepasang antena dengan rambut antena,
sepasang mata, rambut-rambut mulut
mouth brush
, dan rambut- rambut kepala Agoes, 2009.
b. Toraks
Bagian toraks terdiri dari segmen-segmen dengan rambut-rambut atau bulu-bulu rusuk Agoes, 2009.
c. Abdomen
Bagian abdomen terdiri dari 8 segmen. Sebenarnya terdapat 10 segemen, tetapi segmen ke-8 sampai ke-10 bersatu membentuk alat-
alat abdominal seperti sifon pipa udara, pekten, dan
anal gill
. Pada segmen ke-8 terdapat
comb scale
yang hanya terdapat satu baris Agies, 2009. Sifonnya gemuk dan pendek, dan bulu-bulu sifon atau
hairtuft
hanya satu pasang Ideham dan Pusarawati, 2009
Universitas Sumatera Utara
Hoedojo dan Sungkar, 2008 Gambar 2.5 Morfologi Larva
Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti mengalami 4 kali proses pelepasan dan penggantian kulit luar, proses ini disebut proses ekdisis moulting. Proses tersebut dibagi
menjadi 4 instar stadium-stadium pertumbuhan Natadisastra, 2009. Larva instar I berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm. Larva instar II berukuran 2,5-3,8
mm. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II dan anatominya struktur tubuhnya sudah mulai jelas terlihat. Larva instar IV
berukuran paling besar yaitu 5 mm Kemkes, 2011. Pada waktu istirahat, larva
Aedes aegypti
membentuk sudut terhadap permukaan air, berbeda dengan nyamuk
Anopheles
yang sejajar dengan permukaan air WHO, 1997.
Cornstock, 2012 Gambar 2.6 Larva
Anopheles
dan
Culicine Aedes
di permukaan air
Universitas Sumatera Utara
C. Pupa
Aedes aegypti
Pupa berbentuk seperti koma Kemkes, 2011. Struktur tubuh pupa terdiri dari kepala dan abdomen dimana segmen-segmen terlihat jelas pada
abdomen. a.
Kepala Pada bagian kepala, terdapat
breathing tube
, bakal kepala, bakal antenna, bakal mata, dan bakal kaki. Bagian kepala ini disebut
sefalotoraks. b.
Abdomen Terdiri dari segmen-segmen dan segmen terakhir terdapat
paddle
, pada abdomen segmen terakhir terdapat rambut yang halus. Fungsinya
adalah sebagai alat gerak sehingga dapat bernafas Agoes, 2009.
2.1.5 Habitat
Aedes aegypti
Tempat perindukan utama
Aedes aegypti
adalah tempat-tempat berisi air bersih yang letaknya berdekatan dengan rumah penduduk Djakaria dan Sungkar,
2008. Tempat perindukan nyamuk
Aedes aegypti
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat Penampungan Air TPA untuk keperluan sehari-hari, seperti
drum, tangka, bak mandi, ember, dan tempayan. b.
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum hewan peliharaan, vas bunga, perangkap semut, tempat
pembuangan air kulkas atau dispenser, barang-barang bekas ban, kaleng, botol, plastik.
c. Tempat penampungan air alamiah, seperti lubang batu, lubang pohon,
tempurung kelapa, dan potongan bamboo Kemkes, 2011.
2.1.6 Perilaku
Aedes aegypti
Aedes aegypti
jantan menghisap cairan tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya, sedangkan
Aedes aegypti
menghisap darah. Darah diperlukan untuk pematangan sel telur agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan siklus gonotropik adalah 3-4 hari.
Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, sehingga
nyamuk dapat menularkan penyakit Kemkes, 2011.
Aedes aegypti
betina menghisap darah manusia di siang hari
day-
biters di luar eksofilik maupun dalam rumah endofilik. Penghisapan dilakukan dengan
dua puncak waktu yaitu pukul 08.00 sampai 10.00 dan 15.00 sampai 17.00 Djakaria dan Sungkar, 2008.
Setelah menghisap darah, nyamuk mencari tempat untuk istirahat untuk menunggu proses perkembangan telur maupun istirahat sementara Agoes, 2009.
Setelah proses pematangan telur selesai,
Aedes aegypti
betina akan meletakkan telurnya di permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-
dinding habitat perkembangbiakannya. Setiap kali bertelur,
Aedes aegypti
betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 telur Kemkes, 2011.
2.1.7 Membedakan
Aedes aegypti
dengan spesies lainnya
Aedes aegypti
dapat dibedakan dari nyamuk bergenus lain dari bentuk telur, posisi larva di permukaan air, dan bentuk dewasa. Telur
Aedes aegypti
terpisah-pisah dan melekat ke dinding-dinding wadah air, telur
Anopheles sp.
juga terpisah-pisah tetapi berada di permukaan air, berbeda dengan telur
Culex sp.
yang menyatu berbentuk seperti rakit
raft
. Larva
Aedes aegypti
membentuk sudut di permukaan air, sama halnya dengan
Culex sp.
, tetapi sifon
Aedes aegypti
lebih pendek dari
Culex sp
. Larva Anopheles sejajar dengan permukaan air. Pupa
Aedes aegypti
umumnya lebih kecil dari pupa nyamuk lain.
Aedes aegypti
memiliki palpi yang lebih pendek dari proboscisnya sedangkan nyamuk dewasa
Anophelessp.
memiliki palpi yang sama panjang dengan proboscis. Nyamuk
Aedes aegypti
dan
Culex sp.
membentuk sudut antara proboscis dan tubuhnya saat menghisap darah, sedangkan proboscis sejajar dengan tubuh
Anopheles spp
saat menghisap darah WHO, 1997.
Universitas Sumatera Utara
WHO, 1997 Gambar 2.7 Perbedaan
Aedes aegypti
dengan spesies nyamuk lainnya
2.1.8 Epidemiologi
Aedes aegypti
Aedes aegypti
tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua provinsi yang ada. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang pdat
penduduknya, namun spesies ini masih dapat ditemukan disekitar kota pelabuhan. Penyebaran
Aedes aegypti
dari pelabuhan ke desa disebabkan oleh karena larva
Universitas Sumatera Utara
Aedes aegypti
yang terbawa melalui transportasi yang mengangkut benda-benda berisi air hujan pengandung larva tersebut Agoes, 2009.
2.1.9 Pengendalian
Aedes aegypti
Pengendalian
Aedes aegypti
dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: A.
Perlindungan perseorangan untuk mencegah gigitan nyamuk Dilakukan dengan cara memasang kawat kasa di lubang-lubang angin di atas
jendela atau pintu, tidur dengan kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan insektisida malathion dan penggunaan repellent pada kulit Agoes,
2009. B.
Melakukan tindakan PSN Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN dapat dilakukan dengan cara:
a. Kimia
Pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yang dikenal sebagai istilah abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Dosis
yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram 1 sendok makan untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan temefos mempunyai efek residu selama 3
bulan Djakaria dan Sungkar, 2008. b.
Biologi Memelihara ikan pemakan jentik ikan kepala timah dan ikan guppy
Djakaria dan Sungkar, 2008. c.
Fisik Cara ini dikenal sebagai kegiatan 3M Menguras, Menutup, Mengubur
yaitu menguras bak mandi, menutup TPA Tempat Penampungan Air di rumah tangga tempayan dan drum, dan mengubur atau memusnahkan
barang bekas kaleng bekas dan ban bekas. Pengurasan TPA sekurang- kurangnya 1 minggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di
tempat tersebut Djakaria dan Sungkar, 2008
Universitas Sumatera Utara
2.2 Larvasida Nyamuk