2.8.2. Katalis Heterogen
Katalis asam berfase padat memberikan manfaat yang lebih signifikan dibanding katalis asam homogen. Penggunaan katalis tersebut dapat
menyelesaikan permasalahan lingkungan, korosi, toksisitas, serta mudah dipisahkan dari campuran produk.
Pengembangan katalis padat memberikan peluang inovasi kimia hijau di masa depan Clark, 2002. Katalis heterogen juga terdiri atas dua jenis yaitu
katalis heterogen yang bersifat basa dan katalis heterogen yang bersifat asam. Beberapa katalis heterogen telah disintesis baik yang bersifat asam maupun basa.
Katalis heterogen basa yang paling umum digunakan adalah senyawa-senyawa oksida logam seperti oksida logam alkali dan oksida logam alkali tanah pada
reaksi transesterifikasi minyak dan lemak seperti MgO, CaO, SrO, dan BaO Endalew, 2011.
Pada tahun 1997 Corma et al mereaksikan gliserol dengan CPO untuk menghasilkan monogliserida dan digliserida dengan menggunakan katalis MgO.
Katalis MgO ini bisa memberikan konversi reaksi sampai 97 dan mudah dipisahkan dari produk hasil reaksi karena berbentuk padat.
Tetapi proses reaksi gliserolisis dengan katalis MgO ini masih dilakukan pada suhu yang tinggi 200
o
C untuk meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol. Garcia 2008 telah berhasil menggunakan zirkonium sulfat sebagai
katalis transesterifikasi minyak kacang kedelai dengan metanol dan etanol dengan yield masing-masing 98,6 dan 92 .
2.8.3. Katalis Dengan Gugus Asam Sulfonat
Penggunaan katalis padat yang memiliki gugus fungsi sulfonat telah banyak dikembangkan saat ini terutama untuk menggantikan peran asam sulfat
yang memiliki banyak kelemahan. Disamping itu, gugus fungsi asam sulfonat diketahui memiliki aktivitas katalitik yang tinggi.
Sidabutar, A 2011 telah mencoba menggunakan katalis padat polistirena sulfonat dengan derajat sulfonasi 6,24 pada reaksi transesterifikasi minyak jarak
berkadar asam lemak bebas tinggi menghasilkan metil ester sebesar 93. Namun katalis ini tidak tahan terhadap suhu tinggi dan mudah terdegradasi.
Wang 2012 telah membuat katalis polimer yaitu polietersulfon. Katalis ini dibuat melalui jalur sintesis langsung dengan polimerisasi monomer
sulfonatnya. Dengan begitu, derajat gugus sulfonat dapat dikontrol. Katalis polietersulfon diketahui memiliki aktivitas katalitik yang baik dan stabil dalam
reaksi. Disamping itu katalis ini dapat digunakan kembali lebih dari empat kali dan tidak menunjukkan penurunan aktivitas yang berarti meskipun katalis ini
memiliki konsentrasi asam yang relatif sedikit. Bangun, N dkk 2015 telah mensintesis katalis padat asam 1,2-dimetil-
1,1,2,2-tetrafenilsulfonatodisilana berbasis sulfonat dengan gugus silikon-karbon. Katalis ini digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak CPO berkadar asam
lemak bebas tinggi yaitu 8 pada suhu 160
o
C dan didapatkan yield 96. Kemudian, digunakan juga dalam reaksi esterifikasi antara asam stearat
dengan 2 –propanol menghasilkan propil stearat dan asam palmitat dengan 2- butanol menghasilkan butil palmitat pada suhu 150
o
C selama 15 jam dengan masing-masing yield yaitu 67,5 dan 48. Katalis ini mampu mengkatalisis
esterifikasi asam lemak bebas dalam satu tahapan reaksi, relatif toleran terhadap asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan baku minyak dan tahan
terhadap suhu tinggi.
2.8.4. Katalis Ramah Lingkungan dan Reusable
Secara luas telah diakui bahwa terdapat peningkatan kebutuhan akan proses-proses yang lebih ramah lingkungan dalam industri kimia. Tren ini
selanjutnya dikenal sebagai ‘Kimia Hijau’ atau ‘Teknologi Berkelanjutan’ yang mengharuskan terjadinya pergeseran pandangan dari konsep tradisional mengenai
efisiensi proses ke nilai ekonomi untuk menghilangkan limbah dan menghindari pemakaian zat-zat beracun danatau berbahaya Sheldon, dkk, 2007.
Reaksi – reaksi kimia yang melibatkan penggunaan katalis asam sangat berbahaya untuk lingkungan. Keaktifan reagen ini sangat tinggi dan dapat
digunakan untuk aplikasi yang sangat luas dan bervariasi.
Namun, produk yang dihasilkan bersifat toksik yang sangat tinggi dan limbah yang sangat korosif serta hasil samping senyawa organik yang tidak
diinginkan. Karena banyaknya jenis bahan kimia serta transformasinya, kimia hijau diusulkan sebagai solusi untuk dijadikan petunjuk bagi praktisi-praktisi
kimia dalam mengembangkan dan mengamati sejauh mana sintesis, bahan, proses serta teknologi yang dipakai mengacu pada kimia hijau Anastas and Warner,
1998.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Oleokimia