Analisa Penerapan dan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Al Wasliyah Medan

(1)

S K R I P S I

ANALISA PENERAPAN DAN AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

AL WASHLIYAH MEDAN

OLEH :

YUSNENI AFRITA NASUTION 080522050

PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: ”Analisa Penerapan dan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Al Wasliyah Medan”, adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi program reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 7 Maret 2011 Yang membuat pernyataan

NIM: 080522050 Yusneni Afrita Nasution


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisa Penerapan dan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Medan”. Serta Shalawat dan salam

kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua.

Dalam berbagai bentuk, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengalaman dan terbatasnya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna mencapai kesempurnaan tulisan ini pada masa mendatang.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, dan dorongan moril baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Firman Syarif M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.Hotmal Jafar, MM, Ak. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Sucipto, MM, Ak, selaku dosen pembanding I dan Ibu Dra. Salbiah, M. Si., selaku dosen pembanding II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempunaan skripsi ini.


(4)

5. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs.H.M.Yunan Nst dan Ibunda Hj.Farida Nst, yang telah mengasuh, mendidik, dan memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Dan juga teristimewa untuk Yusrianda Nst, Yulfan Diniary Nst, SE, Rizka Khairani Hrp abang dan adik tersayang, terimakasih untuk dukungan dan doa nya.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini berguna bagi kita semua, dan kiranya Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua.

Medan, 7 Maret 2011 Penulis,

NIM 080522050 Yusneni Afrita Nst


(5)

ABSTRAK

Sebagai lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang jasa perbankan syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah harus berpedoman pada PSAK No.105 yang mengatur tentang tata cara akuntansi mudharabah. Bank syariah menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) dengan para pemegang rekening investasi (deposan/penabung) dalam penghimpunan dana dan bisa juga melaksanakan pemberian pembiayaan mudharabah, dimana dalam perlakuan akuntansinya sangat berbeda. Perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah telah diatur dalam PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah telah sesuai dengan PSAK No.105.

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan data statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mengklasifikasikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Teknik pengumpulan data menggunakan lembaran observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan.

Dari data yang diperoleh dan hasil data yang dilakukan penelitian terhadap observasi yang dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah bahwa penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah sesuai dengan PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah yang menyatakan bahwa pendapatan bagi hasil diakui pada saat pembayarn kas.


(6)

ABSTRACT

As a financial institution which is engaged in Islamic banking, Rural Banks (RB) Sharia Al Washliyah be guided by SFAS No. 105 which regulates

the accounting procedures mudaraba. Islamic banks use the principle of mudaraba (profit sharing) with the investment account holders (depositors/savers) in raising funds and can also carry out the provision of financing, which in very different accounting treatment. The accounting treatment relating to the transactions of financing has been provided for in SFAS No. 105 on accounting mudaraba. This study aims to determine whether the application of accounting and financing is in the Rural Bank (RB) Sharia in accordance with SFAS No. 105.

In this study, the authors analyzed the data with descriptive statistics are statistics used to analyze data in ways to classify or describe the data already collected as it is without any intention to make conclusions or generalizations apply to the public. Data collection technique used observation sheets, interviews, documentation, and literature.

From the data obtained and the data that an examination of the observations made at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah that the implementation of financing and accounting at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah accordance with SFAS No. 105 regarding the accounting mudharabah states that revenue sharing is recognized when cash payments.


(7)

DAFTAR TABEL

No. J u d u l Halaman Tabel 1 : Daftar Tabel Contoh Perhitungan Pendapatan Bagi Hasil ... 16 Tabel 2 : Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ... 38


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. J u d u l Halaman 2.1 Struktur Organisasi Perusahaan ... 47 2.2 Skema Mudharabah ... 54


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Lampiran 1 Laporan Laba/Rugi 2010 Lampiran 2 Neraca Tahun 2010

Lampiran 3 Surat Izin Riset di PT. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Al Wasliyah Medan


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

a. Tujuan Penelitian ... 5

b. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Teoritis ... 7

1. Pengertian, landasan hukum dan prinsip dasar perbankan syariah Pengertaian Bank Syariah ... 7


(11)

2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105

Akuntansi Mudharabah ... 13

3. Pengertian dan Prinsip Bagi Hasil ... 14

A. Pengertian Bagi Hasil ... 14

B. Prinsip Bagi Hasil ... 15

4. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil ... 16

5. Penerapan Akuntansi Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah ... 18

6. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah ... 24

6.1. Perlakuan Akuntansi untuk Pembiayaan Mudhrabah ... 24

6.2. Pengakuan Pembiayan Mudharabah ... 25

6.3. Pengukuran Pembiayaan Mudharabah ... 27

6.4. Pengakuan Kerugian Mudharabah ... 29

6.5. Penyajian dan Pengungkapan Mudharabah ... 32

6.6. Mudharabah dalam aplikasi perbankan islam ... 33

6.7. Perbedaan sistem Mudharabah dengan Riba ... 38

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 39

BAB III : METODE PENELITIAN ... 41

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 41

B. Jenis dan Sumber Data ... 41

C. Teknik Pengumpulan Data ... 42

D. Pengolahan Data ... 42


(12)

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. HASIL PENELITIAN ... 44

1. Sejarah Perusahaan ... 44

2. Struktur Organisasi ... 46

3. Pendapatan (Bagi Hasil) Pembiayaan Mudharabah ... 52

4. Perhitungan Pendapatan (Bagi Hasil) Pembiayaan – Mudharabah dan Pencatatannya ... 56

B. PEMBAHASAN ... 65

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

ABSTRAK

Sebagai lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang jasa perbankan syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah harus berpedoman pada PSAK No.105 yang mengatur tentang tata cara akuntansi mudharabah. Bank syariah menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) dengan para pemegang rekening investasi (deposan/penabung) dalam penghimpunan dana dan bisa juga melaksanakan pemberian pembiayaan mudharabah, dimana dalam perlakuan akuntansinya sangat berbeda. Perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah telah diatur dalam PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah telah sesuai dengan PSAK No.105.

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan data statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mengklasifikasikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Teknik pengumpulan data menggunakan lembaran observasi, wawancara, dokumentasi, dan kepustakaan.

Dari data yang diperoleh dan hasil data yang dilakukan penelitian terhadap observasi yang dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah bahwa penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah sesuai dengan PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah yang menyatakan bahwa pendapatan bagi hasil diakui pada saat pembayarn kas.


(14)

ABSTRACT

As a financial institution which is engaged in Islamic banking, Rural Banks (RB) Sharia Al Washliyah be guided by SFAS No. 105 which regulates

the accounting procedures mudaraba. Islamic banks use the principle of mudaraba (profit sharing) with the investment account holders (depositors/savers) in raising funds and can also carry out the provision of financing, which in very different accounting treatment. The accounting treatment relating to the transactions of financing has been provided for in SFAS No. 105 on accounting mudaraba. This study aims to determine whether the application of accounting and financing is in the Rural Bank (RB) Sharia in accordance with SFAS No. 105.

In this study, the authors analyzed the data with descriptive statistics are statistics used to analyze data in ways to classify or describe the data already collected as it is without any intention to make conclusions or generalizations apply to the public. Data collection technique used observation sheets, interviews, documentation, and literature.

From the data obtained and the data that an examination of the observations made at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah that the implementation of financing and accounting at the Rural Bank (RB) Sharia Al Washliyah accordance with SFAS No. 105 regarding the accounting mudharabah states that revenue sharing is recognized when cash payments.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank syari’ah atau biasa disebut Islamic Banking, berbeda dengan bank konvensional. Perbedaan utamanya terletak pada landasan operasi yang digunakan. Bank Konvensional beroperasi berlandaskan bunga, bank syari’ah beroperasi berlandaskan bagi hasil, ditambah jual beli dan sewa. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa bunga mengadung unsur riba yang dilarang oleh agama islam. Menurut pandangan islam, didalam sistem bunga terdapat unsur ketidakadilan karena pemilik dana mewajibkan peminjam untuk membayar lebih daripada yang dipinjam tanpa memperhatikan apakah peminjam dan yang meminjamkan berbagi dalam risiko dan keuntungan dengan pembagian sesuai kesepakatan. Dalam hal ini tidak ada pihak yang dirugikan oleh pihak lain.

Bank syari’ah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah.

Secara perlahan bank syariah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang mengkehendaki layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip Syariah Islam yang dianutnya, khususnya yang berkaitan dengan


(16)

pelarangan praktik riba, ketidakjelasan, dan pelanggaran prinsip keadilan dalam bertransaksi, serta keharusan penyaluran pembiayaan dan investasi pada kegiatan usaha yang etis dan halal secara syariah.

Hadirnya bank syariah sebagai organisasi yang relatif baru menimbulkan tantangan besar para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank konvensional seperti telah dikenal selama ini. Standar Akuntansi tersebut menjadi kunci sukses bank syariah dalam melayani masyarakat disekitarnya sehingga seperti lazimnya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup dapat dipercaya dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam.

Penyajian informasi semacam itu penting bagi proses pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan bank syariah. Lebih dari itu akan memiliki dampak positif terhadap distribusi sumber-sumber ekonomi untuk kepentingan masyarakat. Hal ini karena prinsip-prinsip syariah Islam memberikan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Dengan demikian akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan bersangkutan. Di antara sumber-sumber informasi yang penting adalah laporan keuangan dari bank syariah yang disiapkan sesuai dengan standar yang dapat diterapkan pada bank syariah.

Bank Syariah penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan tidak membedakan nama produk tetapi melihat pada prinsip yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Apapun nama produk yang diperhatikan adalah


(17)

prinsip yang dipergunakan atas produk tersebut, hal ini sangat terkait dengan porsi pembagian hasil usaha yang akan dilakukan antara pemilik dana atau deposan (shahiibul masal) dengan Bank Syariah sebagai mudharib.

Salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Prinsip syariah dalam bank perkreditan rakyat syariah diberlakukan untuk pendanaan maupun pembiayaan. Salah satu pembiayaan yang memakai sistem bagi hasil di BPR syariah Al Washliyah adalah pembiayaan mudharabah. Mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal dengan pengelola dana (mudharib) dengan nisbah bagi hasil disepakati diawal sedangkan kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan oleh pengelola dana karena melakukan kecurangan, penyelewengan dan penyalahgunaan dana, maka pengelola dana tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Perusahaan yang ingin mendapatkan pembiayaan bagi hasil haruslah memiliki pembukuan yang baik dan dapat di pertanggung jawabkan. Selain itu, bank dan konsumen juga perlu membuat kesepakatan dalam penyusunan laporan keuangan. Kesepakatan tersebut meliputi hal-hal apa saja yang dapat diakui sebagai pemasukan dan pengeluaran perusahaan yang nantinya dibagi hasilkan dengan bank. Dalam hal ini berperan sebagai pemodal yang memberikan dana untuk membeli bahan baku dan biaya operasional lainnya.


(18)

Bank-bank islam menggunakan prinsip mudharabah dengan para pemegang rekening investasi (penabung) dalam penghimpunan dana dan bisa juga melaksanakan pemberian pembiayaan mudharabah, dimana dalam perlakuan akuntansinya sangat berbeda. Perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah telah diatur dalam PSAK Nomor 105 tentang akuntansi mudharabah.

Adapun perlakuan akuntansi pendapatan (bagi hasil) di dalam islam antara lain berhubungan dengan pengakuan, pengukur an, penyajian, pencatatan dan pengungkapan transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah, yang sesuai dengan prinsip syariah yang berdasarkan pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islam.

Semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia dirasakan semakin perlu sosialisasi atas apa dan bagaimana operasional bank syariah, karena operasional perbankan syariah sangat berbeda dengan perbankan konvensional. Hal yang sangat mendasar pada bank syariah adalah penerapan konsep bagi hasil, tata cara perhitungan bagi hasil, bagaimana penerpan pembiayaan, serta pengaruhnya terhadap laporan keuangan.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah menerapkan sitem bagi hasil dalam memperoleh pendapatan dan pendapatan bagi hasil ini merupakan salah satu sumber utama pendapatan bank dalam pembiayaan mudharabah. Adapaun permasalahan yang timbul mengenai perlakuan akuntansi pendapatan bagi hasil pembiayaan mudharabah dihubungkan


(19)

dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.105 yang mengatur tentang Standar Akuntansi Mudharabah.

Berdasarkan latar belakang inilah, maka penulis tertarik untuk melakukan penilitian dengan mengambil judul : “Analisa Penerapan dan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Syariah Al Washliyah Medan”.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan akuntansi pembiayaan mudharabah pada PT.BPR Syariah Alwasliyah Medan sesuai dengan PSAK No. 105 ?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah PSAK No.105 diterapkan dalam melaksanakan kegiatan operasional di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah Medan.

2. Untuk mengetahui apakah bagi hasil atas pembiayan mudharabah dapat meningkatkan laba/keuntungan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah Medan


(20)

b. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, sebagai penambah wawasan pengetahuan terutama pengetahuan dalam bidang perbankan (khususnya perbankan syariah) dan pengalaman penulis dalam hal mendalami tentang pendapatan (bagi hasil) pembiayaan mudharabah pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah 2. Bagi Perusahaan, sebagai masukan ataupun acuan untuk lebih

menyempurnakan pencatatan pendapatan bank agar dapat diketahui prestasi kerja manajer untuk perkembangan bank.

3. Bagi Pihak Lain, sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengenalan dan pengembangan wacana awal mengenai akuntansi pendapatan bagi hasil dan pembiayaan mudharabah.


(21)

BAB II

TI NJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian, landasan hukum dan prinsip dasar perbankan syariah Pengertian Bank Syariah

Ketentuan tentang kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah dalam Undang-undang N0.7 tahun 1992 sangat terbatas, yakni menyangkut kegiatan pembiayaan dan tidak diatur tentang penghimpunan dana, maka diatur kembali dalam Undang-undang yang baru secara lebih jelas dan lengkap baik yang menyangkut penghimpunan dana maupun penyediaan pembiayaan.

Dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 tahun 1992 terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah. Adapun perubahan yang dimaksud adalah dapat melakukan kegiatan usaha secara konvensional diantaranya kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah, pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah serta pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.


(22)

Edy Wibowo (2005 : 33) menyatakan bahwa

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata caranya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.

Muhammad Syafi’i Antonio (2001 : 26) menyatakan bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan :

1. Memenuhi kebutuhan jasa perbnakan yang tidak dapat menerima konsep bunga. Dengan diterapkan konsep perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, maka mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas. Terutama dari segmen masyarakat yang selama ini tidak mau menggunakan sistem perbankan konvensional.

2. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini konsep yang diterapkan adalah hubungan antara investor yang harmonis, adapun dalam sistem konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan antara kreditur dan debitur yang antagonis.

3. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa bank unggulan. Sistem perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang berkesinambungan, membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral.

Dari beberapa defenisi mengenai Bank Syariah di atas dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan perbankan yang dalam menjalankan usaha yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam. Dalam cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba


(23)

untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

Landasan Hukum Bank Syariah

Bank Umum Syariah didirikan pertama di Indonesia tahun 1992 berdasarkan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No.72 tahun 1991, tentang bank beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil sedangkan sebagai landasan hukum BPRS adalah UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan dan PP no.73 tentang BPR beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil.

Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan dengan Undang-undang No.10 tahun 1998. Dalam Undang-Undang-undang No.10 tahun 1998 tersebut telah tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.10 tahun 1998, maka Peraturan Pemerintah NO.72 tahun 1992 dan dicabut dengan Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1998 sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No.10 tahun 1998 tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah tersebut,yaitu:

1. Bank Umum Syariah

Peraturan Bank Indonesia nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan


(24)

prinsip syariah. Kegiatan ini merupakan penyempurnaan ketentuan lama yang telah dicabut yaitu :

a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32/2/UPPB tertanggal 12 Mei 1999 tetang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah.

b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/34/KEP/DIR tertanggal 12 Mei 1999 tentag Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.

2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dicabut yaitu:

a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32/4/UPPB tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip syariah

b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/36/KEP/DIR tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

3. Bank Konvensional yang membuka Usaha Syariah (Cabang Syariah) a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/36/KEP/DIR

tertanggal 12 Mei tentang Bank Umum.

b. Peraturan Bank Indonesia nomor 4/1/PBI/2002 tanggal 17 Maret tentang perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional


(25)

menjadi Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional, yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Bank Indonesia nomor 2/27/PBI/2010 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum Konvensional yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah

Muhammad (2002:100) menyatakan bahwa Prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut :

a. Larangan merupakan bunga pada semua bentuk dan jenis jual beli transaksi

b. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajiban dan keuntungan halal.

c. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya. d. Larangan menjalankan monopoli

e. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh islam.

Menurut UU No.12 pasal 1 ayat 13 tahun 1998 :

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah),


(26)

Pembiayaan berdasarkan prinsip penyerahan modal (Musyarakah), Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak atau pihak lain (Ijarah Wa iqtina)

Sofyan safri harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf (2004 : 3)

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah) atau pembiayaan barang berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Istighna)

Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 85) adalah sebagai berikut :

Dalam perbankan syariah prinsip prinsip dasar yang dipergunakan adalah prinsip titipan atau simpanan (Al – Wadiah), bagi hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee – bassed service).

Dari beberapa definisi yang dinyatakan di atas maka dapat disimpulkan prinsip-prinsip dari usaha perbankan syariah adalah berdasarkan prinsip wadiah, mudharabah dan prinsip-prinsip lain yang berdasarkan syariah Islam.


(27)

2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105 Akuntansi Mudharabah

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.105 tentang Akuntansi Mudharabah ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah.

Yang menjadi ruang lingkup dalam PSAK No.105 Akuntansi Mudharabah meliputi :

- Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib)

- Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.

Berikut pengertin beberapa istilah yang digunakan dalam PSAK No.105 : - Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana

pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara merek sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

- Mudharabah muthalaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.

- Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan /atau objek investasi.

- Muharabah musyarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.


(28)

3. Pengertian dan Prinsip Bagi Hasil A. Pengertian bagi hasil

Menurut UU No.2 tahun 1960 dalam pasal 1 ditentukan bahwa :

Perjanjian bagi hasil adalah Perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau badan hukum pada pihak lain – yang dalam UU ini disebut penggarap berlandaskan perjanjian dimana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak.

Kemudian Abdullah dalam terjemahan Muhammad (2002 : 104) menyatakan :

“Bank islam dalam melaksanakan kontrak mudharabah membuat kesepakatan dengan nasabah (Mudharib) mengenai tingkat perbandingan keuntungan (profit – ratio) yang ditentukan dalam kontrak. Perbandingan keuntungan tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : kesepakatan dari nasabah (Mudharib), prediksi keuntungan yang akan diperoleh, respon dasar, kemampuan memasarkan barang dan juga masa berlakunya kontrak”.

Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 137) memberikan penjelasan tentang bagi hasil dalam pembiayaan Mudharabah

Prinsip bagi hasil (Profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank islam secara keseluruhan. Secara syariah, prinsip berdasarkan kaidah Al – Mudharabah. Berdasarkan prinsip ini bank islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung bank akan bertindak sebagai mudharib, sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal. Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing – masing pihak. Disisi lain dengan pengusaha / peminjam dana, bank islam akan bertindak


(29)

sebagai shahibul maal, sementara itu pengusaha berfungsi sebagai mudharib, karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank.

Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah kesepakatan yang dibuat antara dua belah pihak. Dalam hal ini nasabah sebagai pengelola dan bank sebagai pemilik dana mengenal tata cara pembagian hasil usaha.

B. Prinsip Bagi Hasil

Muhammad (2002:63) menyatakan bahwa produk pembiayaan Bank Syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil terdiri dari Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah.

1.Al-Musyarakah

Musyarakah adalah kerja sama antara kedua belah pihak tau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

2.Al-Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.


(30)

Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Menurut PSAK No.105 (2009) prinsip pembagian hasil usaha pada pembiayaan mudhrabah adalah :

Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba (profit sharing). Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omzet). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yng berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.

Tabel I

Perhitungan Pendapatan Bagi Hasil Uraian Jumalah Metode bagi Hasil

Penjualan 100

Harga Pokok penjualan 65

Laba Bruto 35 Laba bruto (gross profit sharing)

Beban 25

Laba (rugi) neto 10 Bagi Laba (profit sharing)

4. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil 1. Faktor Langsung

Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi bagi hasil Investment Rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (Profit Sharing Ratio).


(31)

a. Invesment rate merupakan persentase actual dana yang diinvestasikan dari total dana Jika bank menentukan inevesment rate 80%, hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dihitung dengan pengguna salah satu metode ini, rata-rata saldo minimum bulanan, atau rata-rata saldo harian. Invesment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.

c. Nisbah ( Profit Sharing Ratio)

1. Salah satu cirri Al-Mudharabah adalah Nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian. 2. Nisbah antara satu bank dan bank yang lainnya dapat

berbeda.

3. Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam atu bank. Misalnya : Deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

4. Nisbah juga dapat berbeda antara 1 account dan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.


(32)

2. Faktor tidak langsung

a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.

1. Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (Profit and sharing) pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya rata-rata.

2. Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut pengakuan pendapatan dan biaya.

b. Kebijakan Akunting ( Prinsip dan metode Akunting )

Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktifitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

Dari pendapatan yang digunakan di atas, diketahui bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bagi hasil, yaitu faktor-faktor langsung yang terdiri dari Invesment rate, jumlah tersedia untuk diinvestasikan, nisbah yang disepakati. Sedangkan faktor tidak langsung yang tiak mempengaruhi dalam bagi hasil adalah pendapatan dan biaya mudhrabah dan kebijakan akunting yang menyangkut pengakuan dan pengukuran mudharabah.

5. Penerapan Akuntansi Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah


(33)

Penerimaan pendapatan bagi hasil yang berasal dari pihak nasabah, Bank Syariah tidak melakukan perhitungan yang rumit. Perhitungan tentang jumlah yang disetorkan kepada bank dilakukan sepenuhnya oleh nasabah. Bank Syariah hanya menerima pendapatan sejumlah yang disetorkan oleh nasabah ke bank.

Menurut Muhammad (2001:92) metode penerimaan pendapatan bagi hasil adalah :

Bagi hasil dibayarkan terpisah dengan angsuran pokok pinjaman. Pada cara ini pendapatan bagi hasil yang diterima oleh Bank Syariah merupakan pembayaran terpisah dari pembayaran angsuran pokok pembiayaan.

Muhammad Syafi’i Antonio (2001:173) memberikan contoh perhitungan bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah :

Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana bank bertindak sebagai shahibul maal dan nasbah sebagai mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan. Misalnya dari modal Rp.30.000.000 diperoleh pendapatan Rp. 5.000.000 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp.2.000.000 selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan dimuka, misalnya untuk nasabah 60% an untuk bank 40%.


(34)

Wiroso, Sofyan Syafri, M. Yusuf (2005:289) memberikan contoh perhitungan dalam pembiayaan mudharabah.

Pada tanggal 10 januari 2001 Bank Syariah memberikan modal pembiayaan mudharabah kepada tuan A sebesar Rp.1.000.000 dengan nisbah yang disepakati 60 utnuk bank dan 40 untuk mudharib.

Pada tanggal 15 januari 2001 dilakukan pembayaran tunai modal mudharabah tahap pertama sebesar Rp.600.000 dan pada tanggal 20 januari 2001 dilakukan pembayaran modal mudharabah tahap kedua sebesar Rp.400.000.

Pada saat pembiayaan mudharabah disetujui, dicatat sebagai komitmen bank syariah sebesar pembiayaan yang disetujui dengan jurnal :

D : Kontra komitmen pembiayaan mudharabah Rp. 1.000.000 K : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp. 1.000.000 Dengan adanya persetujuan pembiayaan mudharabah tersebut buku besar komitmen (rekening administrasi) bank syariah menunjukkan sebagai berikut :

BUKU BESAR

Komitmen Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,-


(35)

Pada tanggal 15 Januari 2001 dilakukan jurnal pembayaran tahap pertama adalah:

D : Pembiayaan Mudharabah Rp.600.000,-

K : Rekening Mudharib Rp.600.000,-

D : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp.600.000,-

K : Kontrak komitmen pembiayaan mudharabah Rp.600.000,- Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca sebagai berikut :

BUKU BESAR

Komitmen Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah

15/01 Penyerahan Rp.600.000,- 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,-

BUKU BESAR Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah

15/01 Tuan A Rp.600.000,-

NERACA Per 15 Januari 2001

Aktiva Pasiva

Uraian Jumlah Uraian Jumlah


(36)

Pada taggal 20 Januari 2001 dilakukan jurnal pembayaran tahap kedua sebesar Rp.400.000,- maka oleh bank syariah dilakukan jurnal sebagai berikut :

D : Pembiayaan mudharabah Rp.400.000,-

K : Rekening mudharabah Rp.400.000,-

D : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp.400.000,-

K : Kontrak komitmen pembiayaan mudharabah Rp.400.000,- Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca sebagai berikut :

BUKU BESAR

Komitmen Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah

15/ 01

Penyerahan modal Rp.600.000,- 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,-

20/ 01

Penyerahan modal Rp.400.000,-

BUKU BESAR Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah

15/01 Tuan A Rp.600.000,-

20/01 Tuan A Rp.400.000,-

NERACA Per 15 Januari 2001

Aktiva Pasiva

Uraian Jumlah Uraian Jumlah


(37)

Dari uraian di atas jelas bahwa bagi hasil dalam pembiayaan (mudharabah) sebenarnya tidak hanya menggunakan 1(satu) metode saja yaitu profit and loss sharing, tetapi juga menggunakan metode revenue sharing yang kesemuanya mutlak dan dapat diterapkan pada bank – bank yang menjalankan aktivitas pelayanan jasanya sesuai dengan prinsip syariah.

Contoh perhitungan :

1. Al-Murabahah

Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang kebank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut Rp. 4.000.000,- dan bank ingin mendapat untung Rp. 800.000,- selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp. 4.800.00,00 . Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp. 200.000,00 per bulan.

2. Al- Mudharabah

Seorang pedagang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana bank bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan nasabah selaku mudharib (pengelola dana). Caranya dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan.


(38)

Misalnya dari modal Rp. 30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp. 5.000.000,00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu

untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp. 2.000.000,00 selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan dimuka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank.

Sumber : Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 171)

Kedua contoh di atas disajikan untuk memberikan contoh yang lebih jelas perbedaan antara sistem Mudharabah dengan sistem Murabahah.

6. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah

6.1. Perlakuan Akuntansi untuk Pembiayaan Mudhrabah

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib)

dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian

ditanggung oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.

Dalam pelaksanaannya mudharabah dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

- Mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) adalah

mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal/pihak bank) memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.


(39)

- Mudharabah muqayyadah (investasi terikat) adalah mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal/pihak bank) memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat,cara dan objek investasi.

Dalam operasional mudharabah, bank dapat bertindak sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana, maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima : a. Dalam mudharabah muqayyadah disajikan dalam

laporan perubahan investasi terikat dari nasabah; atau b. Dalam mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca

sebagai investasi terikat. Mengenai pengembalian pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya mudharabah.

Pada prinsip nya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.


(40)

6.2. Pengakuan Pembiayan Mudharabah

Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi Mudharabah yang mengatur pengakuan pembiayaan mudharabah pada saat akad adalah sebagai berikut :

A. Akuntansi untuk pemilik dana

1. Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada pengelola dana.

2. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana

3. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang

B. Akuntansi untuk penghasilan usaha

1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. 2. Pengakuan pengahasilan usaha mudharabah dalam

praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pengahsilan usaha dari pengelola dana.


(41)

Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyek hasil usaha.

3. Bagi hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.

C. Akuntansi untuk pengelola dana

1. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya

2. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola ana mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada akuntansi pemilik dana.

3. Pengelola dana mengakui pendapatan atas pengaluran dana syirkah temporer secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.

4. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.


(42)

D. Mudharabah musyarakah

Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudhrabah musyarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi mudhrabah.

6.3. Pengukuran Pembiayaan Mudharabah

Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi mudharabah yang mengatur pengukuran pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut :

1. Akuntansi untuk Pemilik Dana

a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.

b. Investasi mudhrabah dalam bentuk asset non-kas diukur sebesar nilai wajar asset non-kas pada saat penyerahan:

i. Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatat diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah.

ii. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.


(43)

2. Akuntansi untuk Pengelola Dana

a. Bagi Hasil Mudharabah dapat dilakukan dengn menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti pada prinsip pembagian hasil usaha.

3. Mudharabah Musyarakah

a. Dalam musharabah musyarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudhrabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musyarik) memperolah bagian hasil usaha sesuai porsi yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudhrabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.

b. Pembagian hasil investasi mudrahabah musyarakah dapat dilakukan sebagai berikut :

a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil inevstasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musyarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; atau


(44)

b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musyarik) dan pemilik dana sesuai dengan prosi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musyarik) tersebut diabagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

6.4. Pengakuan Kerugian Mudharabah

Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi Mudharabah yang mengatur pengakuan keuntungan atau kerugian mudharabah adalah sebagai berikut :

1. Akuntansi untuk Pemilik Dana

a. Jika investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo inevstasi mudharabah.

b. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.


(45)

c. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana.

d. Dalam inevstasi mudharabah yang diberikan dalam asset non-kas dan asset non-kas tersebut mengalami peurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudhrabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.

e. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh :

a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;

b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau

c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang 2. Penghasilan Usaha

a. Kerugian yang terjadi dalam satu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:


(46)

- Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan

- Pengembalian investasi mudharabah; Diakui sebagai keuntungan atau kerugian.

b. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.

3. Akutansi untuk Pengelola Dana

Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelakaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.

4. Mudharabah Musyarakah

Jika terjadi kerugisn atas investasi, maka krugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik.

6.5. Penyajian dan Pengungkapan Mudharabah Penyajian Mudharabah

a. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam pelaporan keuangan sebesar nilai tercatat.

b. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:

a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah; b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah


(47)

dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.

Pengungkapan Mudharabah

a. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada:

- Isi kesepakatan utama usaha mudhrabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudhrabah, dan lain-lain;

- Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;

- Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan

- Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang penyajian Laporan Keuangan Syariah

b. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharbah tetapi tidak terbatas, pada:

- Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;

- Rincian dana syrikah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;

1. Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah; dan


(48)

2. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

6.6. Mudharabah dalam aplikasi perbankan islam

Muhammad Syafi’I Antonio (2001:97) memberikan uraian tentang mudharabah dalam aplikasi perbankan islam sebagai berikut :

Al- Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada penghimpunan dana, Al-Mudharabah diterapkan pada :

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,seperti tabungan haji , dan sebagainya

b. Deposito biasa ;

c. Deposito special, dimana dana dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau modal kerja perdagangan dan jasa.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :

a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.


(49)

b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyada. Dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

Adi Warman (2002 : 211) menyatakan bahwa :

Bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana – dana ini dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu yang bervariasi. Selanjutnya dana – dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank dalam bentuk pembiayaan – pembiayaan yang menghasilkan (earning assets). Nah, keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik dana ketiga. Edy Wibowo (2005 : 41) menerangkan bahwa :

Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah, prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan tabungan dan deposito. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Bank wajib membaritahu kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberian keuntungan dan atau perhitungan pembiayaan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad. Sedangkan dalam prinsip mudharabah muqayadah merupakan simpanan khusus dimana nasabah penyimpan dana menetapkan syarat – syarat penyaluran dana yang harus diikuti oleh bank.

Abdullah Saeed (2004 : 99) menerangkan bahwa :

Kontrak mudharabah umumnya telah dioperasionalkan dalam sistem perbankan Islam di Timur Tengah dewasa ini. Kontrak ini dalam bank islam kebanyakan dipergunakan untuk tujuan perdagangan jangka pendek (short-term


(50)

commercial) dan jenis usaha tertentu (specific venture). Kontrak tersebut memberikan wewenang terhadap segala macam yang menyangkut pembelian (buying) dan penjualan (selling) barang. Yang indikasinya untuk merealisasikan tujuan utama dari perdagangan yang didasarkan pada kontrak. Dalam hal ini, posisi mudharib bertindak sebagai nasabah bank islam untuk meminta pembiayaan usaha berdasarkan kontrak mudharabah.

Dari beberapa hal yang disampaikan di atas mengenai mudharabah dalam aplikasi perbankan syariah dapat disimpulkan bahwa mudharabah dapat dipandang dari dua sisi yaitu pendanaan dan pembiayaan. Disisi pendanaan pihak bank menjadi mudharib yang akan menjadi shahibul maal dari usaha/proyek dengan sistem bagi hasil.

Manfaat dan resiko Al- Mudharabah

Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001, hal 97) memberikan penjelasan tentang manfaat dari al-mudharabah, yaitu :

a. Manfaat Mudharabah

1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.

2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tepat, tetapi disesuaikan


(51)

dengan pendapatan / hasil usaha bank sihingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

4. Bank akan lebih selektif dan hati – hati (prudent) mencari usaha yang benar – benar halal, aman dan menguntungkan, karena keuntungan yang kongkret dan benar – benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

5. Prinsip bagi hasil dalm Al- Mudharabah /Al- Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menarik penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

b. Resiko Al- Mudharabah

Resiko yang terdapat pada Al- Mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, diantaranya :


(52)

1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.

2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah yang tidak jujur.

Selain manfaat diatas, mudharabah juga bermanfaat bagi pihak mudharib yaitu :

1. Untuk membantu penambahan modal dana untuk membantu menambah keuntungan mudharib.

2. Untuk membantu mudharib mengembangkan sayap usahanya misalnya dengan membuka kantor cabang.

3. Memudahkan mudharib untuk melunasi pinjaman karena tidak memakai prinsip bungan seperti bank konvensional.

4. Membantu mudharib untuk menambah asset usahanya apabila mudharabah diberikan dalam bentuk barang.


(53)

6.7. Perbedaan sistem Mudharabah dengan Riba

Muhammad Syakir Sula (2002:340) memberikan penjelasan tentang perbedaan sistem mudharabh dengan riba dalam tabel berikut :

Tabel II

Tabel perbedaan bunga dan bagi hasil

BUNGA BAGI HASIL

1. Penentuan bunga dibuat

padawaktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

1. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan pedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya presentase berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Pembayaran bunga tetap seperti

yang dijanjikan tanpa

pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek usaha yang dijalankan, bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming.

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan hasil.

Beberapa perbedaan lainnya antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat sebagai berikut :

a) Prinsip bermitra (bagi hasil) tidak ada di bank konvensional.


(54)

b) Bank konvensional, menyalurkan beberapa kredit (kredit mobil, kredit rumah, kredit modal kerja, kredit usaha kecil) yang seluruhnya berbasis bunga.

c) Bank konvensional menetapkan return tetap, misalnya 18% pertahun dari plafon kredit, sedangkan return nasabah bisa diatas atau dibawah 18.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Monika Andrasari (2010) dalam penelitiannya berjudul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Simpanan Mudharabah Di Bank BNI Syariah Cabang Medan”, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga, tingkat bagi hasil dan tingkat pendapatan terhadap simpanan mudharabah di BNI syariah cabang Medan.

Hasil penelitian menunjukka n bahwa Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari hasil regresi bahwa secara keseluruhan variabel independen (tingkat suku bunga BI, tingkat bagi hasil dan pendapatan perkapita) dapat menjelaskan variabel dependen (Volume simpanan mudharabah BNI syariah cabang Medan). Melalui uji F diketahui bahwa seluruh variabel independen (tingkat suku bunga BI, tingkat bagii hasil dan pendapatan perkapita) secara serentak mempengaruhi variabel dependen(volume simpanan mudharabah


(55)

BNI syariah cabang Medan). Melalui uji parsial (t-statistik) diketahui bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan, tingkat bagi hasil tidak berpengaruh dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap volume simpanan Mudharabah di BNI syariah Cabang Medan.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi dan signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BNI syariah cabang Medan adalah tingkat pendapatan perkapita. Artinya jika semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka semakin banyak pula bagian dari pendapatan tersebut yang di tabung ke BNI syariah cabang Medan.

Lalu menurut penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Erik Rio Indrawan (2006) yang meneliti mengenai pengaruh tingkat bagi hasil dan suku bunga terhadap simpanan mudharabah (studi kasus di BPR syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat bagi hasil berpengaruh tidak signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPRS syariah Yogyakarta, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPRS syariah.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa penerapan dan akuntansi pembiayaan mudharabah yang dilakukan di PT.Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Medan, di Jalan Sisinga Manga Raja No.51D Medan.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif serta terdiri dari data primer dan data sekunder :

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari nara sumber dan masih harus diteliti oleh peniliti, dimana data ini memerlukan pengolahan lebih lanjut seperti gambaran umum perusahaan, bidang usaha, kebijakan perusahaan tentang pembiayaan, prosedur administrasi dan realisasi pembiayaan, serta hasil wawancara dan pengamatan langsung.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yaitu diperoleh dengan mempelajari berbagai pustaka dan literature lainnya yang memiliki


(57)

relevansi dengan sasaran penelitian seperti buku-buku teks mengenai perbankan syariah yang datanya masih relevan untuk digunakan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara , yaitu Tanya jawab antara penelitian dengan responden, dalam hal ini adalah pegawai yang berwenang dari PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Medan.

2. Studi Dokumentasi, yaitu melihat dokumen – dokumen milik perusahaan khususnya mengenai masalah mudharabah dan bagi hasil sebagai masukan dalam penelitian ini.

3. Observasi, yaiutu pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap masalah yang ada pada perusahaan dengan bantuan lembar observasi.

D. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program Microsoft excel untuk mengolah data dalam penulisan Skripsi ini.


(58)

E. Model Analisis Data

Dalam penyusuan skripsi ini penulis menggunakan metode analisis yaitu :

1. Metode Deskriptif yaitu analisa yang memusatkan pada pemecahan masalah yang dihadapi dengan cara mengumpulkan data, menggabungkan, menganalisis dan menginterprestasikan data sehingga terdapat gambaran yang jelas atas masalah yang dibahas.

2. Metode Deduktif yaitu analisa data yang menggunakan teori-teori yang berlaku umum untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi.

Penggunaan kedua metode ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntasi dan penerapan pembiayaan mudharabah yang ada di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Al Washliyah.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Sejarah Perusahaan

Di Indonesia bank syari’ah telah muncul semenjak awal tahun 1990-an dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Umum Syari’ah pertama di Indonesia. Secara perlahan bank syari’ah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang menghendaki layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syari’ah Islam.

Perkembangan bank syari’ah yang pesat terasa semenjak era reformasi pada akhir tahun 1990-an. Perkembangan yang pesat terutama tercatat sejak dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia yang memberi izin untuk membuka bank syari’ah yang baru maupun izin kepada bank konvensional untuk mendirikan suatu unit usaha syari’ah. Salah satu bank yang mendirikan/membuka bank Islam adalah Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS).

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah adalah bank perkreditan rakyat yang diizinkan beroperasi dengan sistem syari’ah di Indonesia Bank


(60)

Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Sumatera Utara BPR Syari’ah Al Washliyah.

PT. BPR Syari’ah Al Washliyah mulai beroperasi pada tanggal 08 Nopember 1994 yang berkedudukan di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 151A Tanjung Morawa. Dan sekarang sudah beroperasi di Medan, tepatnya di Jl. S.M. Raja No. 51D Medan. Pendirian Bank Syari’ah ini didorong oleh keinginan kuat dari warga Al Washliyah untuk memberikan saran buat umat dalam melaksanakan dan mengamalkan syari’ah. Islam khususnya perekonomian dengan mengadopsi prinsip-prinsip fiqih muamalah untuk kemudian diaplikasikan dalam operasional sistem perbankan syari’ah dengan menjauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung riba, kegiatan investasi atas dasar bagi hasil (mudharabah) dan pembiayaan jual beli ( murabahah).

Dalam perjalanannya sejak mulai beroperasi dan sampai dengan saat ini banyak mengalami kendala, terutama lemahnya SDM (sumber daya manusia) di bidang Perbankan Syari’ah PT. BPR Syari’ah Al Washliyah baru dapat melewati BEP ( Break Event Point) sekaligus mencatat keuntungan secara kumulatif pada akhirnya tahun 1999 atau pada tahun kelima sejak perusahaan beroperasi, mulai dengan total asset Rp. 93.410.000,-, dan pada tanggal 31 Desember 2005 total asset perusahaan meningkatkan dan mencapai Rp. 9.006.892.479,-


(61)

Modal dasar perusahaan adalah sebesar Rp. 450.000.000,- dengan modal disetor tahun 2001 sebesar Rp. 435.770.000,- yang terbagi dalam 43.577 lembar saham dengan nilai nominal per saham Rp. 10.000,- ditambah dengan Rp. 1.767.300,- sebagai modal sumbangan. Saham dimiliki oleh 166 orang dan dalam kepemilikan saham tidak ada persero yang memiliki saham mayoritas (1/2n +1).

Visi PT. BPR Syari’ah Al Washliyah

Visi PT.BPR Syari’ah Al Washliyah adalah menjadi Bnak Syari’ah yang menguntungkan dan terpercaya dengan bersungguh-sungguh menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah yang mengacu pada Al Qur’an dan Hadist.

Misi PT.BPR Syari’ah Al Washliyah

a. Melaksanakan operasional perbankan berdasarkan prinsip Syari’ah Islam

b. Memberikan mutu pelayanan yang unggul kepada nasabah

c. Memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat Islam (Social Contribution).


(62)

2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan gambaran secara skematis tentang tata hubungan tugas atau kerja sama yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Dengan adanya suatu organisasi, maka setiap tugas dan tanggung jawab dapat dikerjakan dan diselesaikan oleh masing-masing karyawan yang ada dalam suatu organisasi tersebut sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Dalam menjalankan perusahaan serta untuk mempelancar kegiatan-kegiatan arus kerja sama, oleh sebab itu dibutuhkan struktur organisasi yang jelas untuk menggmbarkan bidang-bidang yang membantu pimpinan dalam mencapai maksud dan tujuan perusahaan.

Struktur organisasi yang ada di Bank Perkreditan Rakyat ( BPR) Syari’ah Al Washliyah adalah jenis struktur organisasi garis dan staff yang menunjukkan hubungan antara atasan dan bawahan dimana pimpinan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap karyawan yang dipimpinnya. Adapun struktur organisasi Bnak Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah adalah sebagai berikut:


(63)

GAMBAR 4.1

STRUKTUR ORGANISASI PT. BPR SYARI’AH AL WASHLIYAH

JL. S.M. RAJA NO. 51 D MEDAN

RUPS

DEWAN KOMISARIS DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR OPERASIONAL

SUPERVISOR

BIDANG OPERASIOAL JASA NASABAH ADM PEMBIAYAAN &

LAPORAN ACCOUNTING

SATPAM

DEWAN SYARI’AH

INTERNAL CONTROL

BIDANG MARKETING ACCOUNTING

OFFICER ASSISTANT AO SAFE KEEPING/


(64)

Adapun uraian tugas dan tanggung jawab dari tiap-tiap bagian dalam struktur operasional pada PT. BPR Syari’ah Al Washliyah adalah sebagai berikut:

a. Dewan Komisaris

Tugas pokok dewan komisaris adalah melaksanakan pemeriksaan secara rutin bulanan terhadap laporan direksi menyangkut rekening biaya dan pendapatan.

b. Dewan Syari’ah

Tugas pokok dewan Syari’ah adalah melaksanakan pengawasan bidang hukum syari’ah khususnya produk-produk bank berdasarkan konsep syasri’ah tidak terdapat penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan hukum -hukum syari’ah yang berlaku.

c. Direktur Utama

- Melakukan perencanaan dibidang pemasaran

- Melakukan perencanaan anggaran dana untuk rencana kerja 1 tahun

- Melakukan penyediaan sarana dan prasarana kerja, menempatkan tenaga-tenaga terampil dan melaksanakan fungsi control


(65)

- Memberi keputusan kredit kepada calon nasabah (debitur) setelah dievaluasi oleh Account Officer (AO) dan Marketing

- Melakukan rapat-rapat rutin bulanan dengan staff untuk mengevaluasi perkembangan Bank dalam bulan berjalan

- Memberi keputusan kredit sampai dengan batas Rp. 10.000.000,-

- Melaksanakan pengawasan sistem terhadap adanya debitur-debitur yang mengarah kepada wanprestasi dengan mengambil tindakan penyelamatan secara dini dan mempercepat proses penyelesaian kewajiban debitur kepada Bank.

d. Direktur Operasional

- Membantu Direktur utama dalam pelaksanaan kerja operasi menyangkut bidang teller, Jasa Nasabah , Accounting dan umum

- Menyusun anggaran biaya operasi untuk rencana kerja 1 tahun berikutnya


(66)

- Memeriksa keabsahan data calon kreditur dan memberikan tingkat persetujuan kepada pembukaan rekening deposito dan tabungan atau simpanan amanah khususnya pada aplikasi permohonan pembukuan tabungan dan deposito

e. Internal Control

- Melakukan pemeriksaan atas implementasi accounting dan prosedur secara berkesinambungan untuk penyesuaian kepada buku pedoman operasi.

- Melaksanakan pengawasan terhadap posisi likuiditas bank dan menjaga asset masyarakat dengan peraturan intern.

- Melakukan pemeriksaan bila terjadi selisih kas Teller.

- Melaksanakan fungsi pengawasan intern operasi pada bidang operasional khususnya mengenai implementasi sistem dan prosedur.

f. Supervisor

- Memeriksa hasil evaluasi pembiayaan yang dibuat AO (Account Officer)


(67)

- Melaksanakan peninjaun calon debitur

- Melaksanakan pengawasan calon debitur

- Melaksanakan laporan secara berkesinambungan kepada pihak Direktur mengenai perkembangan dan masalah yang terjadi

- Bekerja sama dengan pihak operasi dalam hal informasi sumber-sumber dana

g. Teller

Tugas pokok bagian menerima uang setoran tunai dan membayar uang tunai kepada nasabah dan pihak lainnya

h. Jasa Nasabah

Tugas pokok bagian Jasa Nasabah adalah melaksanakan pengadministrasian dokumen-dokumen nasabah menyangkut tabungan, deposito dan simpanan amanah

i. Administrasi Pembiayaan dan Laporan

- Melaksanakan pengadministrasian seluruh kepentingan debitur-debitur Bank


(68)

- Mempersiapkan TTUN ( Tanda Terima Uang Nasabah)

- Mempersiapkan kartu-kartu pinjaman

j. Accounting

Tugas pokok bagian Accounting adalah melaksanakan pencatatan pembukuan secara lengkap dan diselesaikan pada hari kerja yang sama.

k. Accounting Officer

- Menerima permohonan kredit nasabah

- Melaksanakan wawancara singkat terhadap permohonan kredit nasabah

- Meminta data kelengkapan dokumen-dokumen calon debitur

- Melaksanakan proses analisis kredit sesuai dengan kelayakan usaha

- Mambuat nota usulan kredit untuk disetujui Direksi


(69)

l. Assistant AO

Tugas Assistant AO ( Account Officer) sama seperti dengan tugas dari Accounting Officer. Apabila Account Officer tidak ada ditempatnya maka orang yang menggantikannya adalah Assistant AO tersebut.

m. Safe Keeping/ Apraisal

- Melaksanakan peninjauan usaha calon nasabah

- Menyimpan dana mendokumentasikan sekuruh dokumen-dokumen awal nasabah yang berhubungan dengan arsip bagian Marketing.

n. Satpam

Tugas pokok satpam adalah menjaga keamanan dan memberikan pelayanan yang baik kepada nasabah yang datang.


(70)

Ada 2 macam akad bagi hasil di perbankan syari’ah, yaitu akad mudharabah dan akad musyarakah. Kedua akad ini hampir sama satu sama lain dan dalam praktiknya di perbankan perbedaan hanya terletak pada komposisi permodalan usaha.

Pada dasarnya mudharabah adalah kerja sama usaha dimana salah satu pihak berperan sebagai permodal dari suatu usaha dan pihak lain yang berperan sebagai pengelola dari usaha tersebut. Sementara itu musyarakah adalah kerja sama usaha dimana semua pihak ikut berperan dalam permodalan.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah adalah bank perkreditan rakyat yang diizinkan beroperasi dengan sistem syari’ah di Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah menerapkan sistem bagi hasil dalam memperoleh pendapatan (kegiatan operasional) yang berdasarkan pada prinsip syari’ah. Pendapatan bagi hasil ini merupakan sumber utama pendapatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah.

Prinsip Syari’ah dalam Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah diberlakukan untuk pendanaan maupun pembiayaan. Sebagai lembaga pembiayaan/pinjaman, Bank perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah melaksanakan/melakukan transaksi atau akad kemitraan modal dengan semangat kebersamaan, dimana bank dan


(71)

pengusaha akan bekerja sama dalam sebuah proyek/usaha dan berbagi hasil sesuai dengan kondisi usaha yang dijalankan.

Salah satu pembiayaan yang memakai sistem bagi hasil di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah adalah pembiayaan mudharabah. Mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak bank/pemilik modal (shahibul mall) menyediakan seluruh (100%) modal kepada pihak pengusaha/pengelola dana (mudharib), dengan nisbah bagi hasil disepakati diawal sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal (bank) selama kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola.

Secara umum, aplikasi perbankan Mudharabah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :


(72)

Gambar 4.2

SKEMA MUDHARABAH

Sumber : Muhammad Syafi’I Antonio (2000.hal 98)

Nasabah yang meminjam dana akan menyerahkan sebagian keuntungan usaha/proyek sesuai proporsi kelembagaan kepada bank bagi hasil. Oleh bank pembagian keuntungan ini disebut pendapatan. Pendapatan bagi hasil yang diterima oleh bank syari’ah adalah laba/pendapatan dari sebuah proyek/usaha yang telah dibagihasilkan antara

PERJANJIAN BAGI HASIL

PROYEK USAHA

PEMBAGIAN KEUNTUNGAN

MODAL

Bank (Shahibul Maal) Pengelola Dana

(Mudharib)

Keahlian/ Keterampilan

Modal 100%

Pengembalian Modal Pokok


(73)

nasabah dengan bank. Bank Syari’ah akan menerima pendapatan ini dalam bentuk kas pada saat nasabah menyerahkannya (bagi hasil).

Pendapatan bagi hasil dipandang dapat memenuhi definisi sebagai pendapatan. Hal ini didasarkan oleh alasan yaitu pendapatan bagi hasil merupakan pendapatan yang memberikan penambahan aktiva dalam bentuk kas, merupakan aliran masuk yang berasal dari kegiatan normal sebagai sebuah bank.

1. Mudharabah Muthlaqah

Merupakan bentuk kerja sama antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

2. Mudharabah Muqayyadah

Merupakan bentuk kerja sama antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) yang cakupannya dibatasi dengan batasan jenis usaha atau tempat usaha.

Didalam pembiayaan/penyaluran dana, mudharabah diterapkan untuk :


(74)

b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal (pemilik dana).

Setiap akad dalam perbankan syari’ah, baik dalam hal pendanaan, pinjaman/pembiayaan dan jasa lainnya pasti memiliki manfaat. Manfaat atas pendanaan, pinjaman/pembiayaan pada Bnak Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah anatara lain :

- Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.

- Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaa secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank.

- Pengembalian pokok pembiayaan disesuikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

- Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena


(75)

keuntungan yang kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

Selain manfaat, dalam akad mudharabah juga memiliki resiko, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relative tinggi. Diantaranya :

- Slide streaming ; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti

yang disebut dalam kontrak.

- Lalai dan keslahan yang disengaja

- Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

4. Perhitungan Pendapatan (Bagi Hasil) Pembiayaan – Mudharabah dan Pencatatannya.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah dalam menjalankan operasinya melandaskan pada sistem bagi hasil. Dari sistem bagi hasil inilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah memperoleh pendapatannya.

Adapun cara perhitungan bagi hasil yang diterapkan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah kepada nasabah adalah


(76)

dengan cara nisbah/membagi dengan rasio (perbandingan) yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Pembiayaan ini dikalikan dengan jumlah pendapatan yang diperoleh dari nasabah (mudharib). Adapun metode penerimaannya didasarkan pada metode profit sharing yaitu metode bagi laba.

Pendapatan (bagi hasil) atas pembiayaan mudharabah terjadi antara bank dan nasabah, dimana bank sebagai pemilik modal (shahibul maal ) dan nasabah/pengusaha sebagai pengelola dan (mudharib). Nasabah/pengusaha harus memiliki keahlian, usaha yang dijalankan minimal sudah berdiri/berjalan selam 2 tahun dan pengusaha tersebut harus memiliki pembukuan (laporan keuangan).

Untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada contoh berikut ini :

Anto seorang wirausaha yang ingin menambah/memperluas usahanya dibidang penjualan Sparepart sepeda motor serta pelayanan jasa perbaikan sepeda motor. Untuk itu Anto segera mendatangi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah dikotanya berada untuk memperoleh pembiayaan/pinjaman modal. Sebelum Anto mendatangi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah, Anto terlebih dahulu menaksir/memperkirakan dana yang akan dipinjamnya ke Bank untuk membuka usaha service dan sparepart sepeda motor tersebut. Adapun rencana biaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :


(77)

Biaya perizinan usaha Rp. 10.000.000,-

Pembelian persedian sparepart Rp. 30.000.000,-

Pembelian persedian untuk oli kendaraan Rp. 10.000.000,-

Cadangan kas usaha Rp. 20.000.000,-

Total Rp. 250.000.000,-

Setelah Anto bertemu dengan pihak bank, maka pihak menganjurkan kepada Anto untuk memperoleh pembiayaan dengan akad mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat). Setelah pihak bank mengadakan survei terhadap usaha yang akan didirikan Anto, maka pihak bank menyetujui pembiayaan tersebut dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut :

Syarat pembiayaan mudharabah berupa kelengkapan berkas :

- Pas photo 3 x 4

- Foto copy KTP

- Foto Copy Kartu Keluarga

- Foto Copy Buku Nikah


(78)

- Surat Izin Usaha (SIU)

- Rekening Listrik/Air/Telepon

- Rincian kebutuhan pembiayaan

- Melampirkan Laporan Keungan

Ketentuan pembiayaan mudharabah :

- Nisbah bagi hasil dengan metode profit sharing/bagi laba

- Rasio bagi hasil yaitu 35% : 65% (bank : nasabah)

- Adanya penyerahan jaminan yang dilakukan oleh Anto selaku mudharib

- Jangka waktu pengembalian pokok pembiayaan selama 2 tahun dengan tahap pengembalian setiap 3 bulan sekali beserta bagian pendapatan bank

- Pembayaran dilakukan secara terpisah antara pokok pembiayaan dengan bagian pendapatan bank.


(1)

- Pembiayaan mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aktiva non kas kepada pengelola dana.

- Pembiayaan mudharabah yang diberikan secara bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran atau penyerahan kas.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah menerapkan sistem bagi hasil dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Pendapatan bagi hasil ini merupakan sumber pendapatan bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah. Dalam pemberian pembiayaan mudharabah pihak bank (shahibul maal) baru dapat mengakui bagian pendapatan (bagi hasil) setelah pengusaha (mudharib) memberikan laporan bagi hasil dari kegiatan usaha mudharib tersebut.

Jadi pengakuan pendapatan bagi hasil baru dapat diakui pada saat pengusaha/pengelola dana membayar secara tunai kepada pihak bank atas pendapatan yang diterimanya dari proyek/usaha yang dikelola. Berdasarkan hal tersebut pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah mengakui pendapatan bagi hasil secara basis (dasar aktual).

Perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan transaksi pembiayaan mudharabah telah diatur dalam Pernyataan Standar


(2)

Mudharabah. Dimana perlakuan akuntansi pendapatan (bagi hasil) pembiayaan mudharabah pada saat akad, pengukuran pembiayaan mudharabah berakhir, dan pengakuan kauntungan/kerugian mudharabah serta penyajian dan pengungkapan mudharabah.

Perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah yang telah diterapkan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah sudah sesuai dengan apa yang ditatapkan dalam PSAK No. 105 tentang Akuntansi Mudharabah.

Sesuai dengan PSAK No.105 tentang akuntansi mudharabah, Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah Al Washliyah dalam menentukan/menerapkan porsi bagi hasil dan perhitungan bagi hasil menggunakan ketentuan/ketetapan yang sudah ada (dibuat) oleh Bank Syari’ah. Bagi hasil ditentukan sesuai kesepakatan bersama antara bank dan pengusaha/nasabah. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah menggunakan profit sharing (bagi laba) sebagai metode bagi hasil atas pembiayaan mudharabah.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan penelitian pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah mengenai analisisa penerapan dan akuntansi pendapatan pembiayaan mudharabah, maka berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab 4, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah memakai metode profit sharing dalam prinsip bagi hasil atas pembiayaan mudharabah. Dimana pendapatan usaha dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut.

2. Adanya membayar pokok denda yang dikenakan kepada nasabah (mudharib) yang terlambat mambayar pokok pembiayaan. Denda yang dikenakan kepada nasabah diakui oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah sebagai pendapatan non operasinal dan digunakan untuk dana sosial (zakat, infaq dan shadaqah).


(4)

3. Pendapatan bagi hasil dipandang dapat memenuhi definisi sebagai pendapatan. Alasannya yaitu pendapatan bagi hasil merupakan pendapatan yang meemberikan penambahan aktiva dalam bentuk kas yang merupakan aliran masuk yang berasal (bagi hasil) pembiayaan mudharabah dapat meningkatkan laba/keuntungan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah.

4. Perlakuan akuntansi pendapatan (bagi hasil) pembiayaan mudharabah yang diterapkan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliayh. Sesuai dengan PSAK No. 105 tentang Akuntansi Mudharabah.

B. SARAN

Saran yang dapat penulis berikan/uraikan adalah sebagai berikut :

1. Perkembangan perbankan syari’ah yang demikian cepat tentunya sangat membutuhkan sumber daya yang memadai dan mempunyai kompetensi dalam perbankan syari’ah. Agar kegiatan operasional bank dapat berkembang secara efektif dan optimal, maka sumber daya insani terutama para petugas bidang pemasaran yang merupakan pelaku paling depan dalam operasional bank syari’ah perlu memahami dengan benar konsep


(5)

2. Dalam menerapkan pembiayaan mudharabah pihak bank memiliki resiko yang relatif tinggi. Untuk itu bank harus lebih selektif/berhati-hati dalam mencari/membiayai usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan, karena keuntungan yang kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syari’ah Al Washliyah harus lebih meningkatkan/mengenalkan kepada masyarakat banyak mengenai produk yang ada pada bank, karena itu dapat menarik minat masyarkat/pengusaha untuk datang dan melakukan transaksi/menjalin kerja sama usaha. Terutama pembiayaan mudharabah, karena tidak sedikit/jarang orang yang ingin melakuka n pembiayaan dalam hal mengembangkan usaha agar lebih luas dan tentunya mendapatkan keuntungan dari usaha yang dikelola.

4. Menjalin hubungan kerja sama dengan para pengusaha/badan usaha/investor agar mereka dapat menanamkam modal guna memajukan kegiatan operasional bank terutama dalam hal pemberian pinjaman /pembiayaan yang digunakan untuk memodali usaha nasabah yang nantinya akan memberikan keuntungan/pendapatan atas kegiatan tersebut.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Syafi’i Muhammad, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.

Antonio, Syafi’i Muhammad, 2000. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Cetakan Ketiga Jakarta : Gema Insani Press.

Harahap, Sofyan Syafri, at. al. 2004. Akuntansi Perbankan Syariah. Edisi Pertama. Cetakan 1. Jakarta : LPFE – Usakti

Muhammad, 2005. Pengantar Akuntansi Syari’ah. Edisi Kedua. Jakarata : Salemba Empat.

Muhammad, 2002. Pengantar Akuntansi Syari’ah. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat

Muhammad, 2001. Pengantar Akuntansi Syari’ah, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat

Sula, Syakir Muhammad, 2002. Asuransi Syariah. Jakarta : Gema Insani Press.

Saeed Abdullah, 2004. Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Wibowo Edy, Hendry Untung, 2005. Mengapa Memilih Bank Syariah, Bogor : PT Enalia Indonesia.

Wiroso dkk, 2005. Akntansi Perbankan Syariah. Jakarta : LPPE Usakti.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009 Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.