Hubungan Stres Dengan Siklus Menstruasi Yang Tidak Teratur Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007

(1)

HUBUNGAN STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI YANG TIDAK TERATUR PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN USU

ANGKATAN 2007

Oleh:

ISRA’ SUKHRAINI NST 070100066

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

HUBUNGAN STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI YANG TIDAK TERATUR PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN USU

ANGKATAN 2007

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

ISRA’ SUKHRAINI NST NIM: 070100066

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007 Nama : Isra’ Sukhraini Nst

NIM : 070100066

Pembimbing

NIP. 196405301989031019 dr. M. Fidel Ganis Siregar, Sp.OG

Penguji I

NIP. 197407302001122003

dr. Dewi Masyitah Darlan, DAP & E, MPH

Penguji II

NIP.130139215

dr. Zulfikar Lubus, Sp. PK.K

Medan, 29 November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

Abstrak

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis yang terjadi akibat tubuh terpapar bahaya ancaman. Pada kondisi stres terjadi respon fisiologi tubuh, salah satunya melalui HPA aksis. Tindakan ini dimulai dengan persepsi terhadap situasi yang mengancam, aksi yang cepat pada hipotalamus sehingga dihasilkan hormon kortisol menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormonal termasuk hormon reproduksi dan terjadi suatu keadaan siklus menstruasi yang tidak teratur. Di masa ini, stres sering dialami oleh setiap individu karena adanya ketidakmampuan dalam mengantisipasi ancaman eksternal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur pada mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Angkatan 2007, total sampel yang digunakan berjumlah 158 mahasisiswi yang berpartisipasi pada penelitian ini dan mengisi kuesioner secara lengkap, 19 responden dieksklusi sehingga jumlah sampel yang diteliti 139 responden. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2010 sampai Juni 2010. Data diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada responden. Teknik pengolahan data diolah dengan bantuan komputer (SPSS 17.0).

Hasil penelitian menunjukkan 79,1 % responden dengan stres didapati 23,7 % responden mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, dan dari 20,9 % yang tidak stres didapati 0,7 % mengalami siklus mentruasi yang tidak teratur. Berdasarkan hasil uji chi square, dijumpai hubungan yang signifikan dengan siklus menstruasi yang tidak teratur dimana p value 0,003 (<0,05).

Diharapkan kepada responden yang berada pada kondisi stres untuk melakukan coping stres untuk mengembalikan keseimbangan tubuh sehingga tidak terjadi efek yang lebih buruk.


(5)

Abstract

Stress is a set of physiological changes that occur due to the body exposed to hazard threats. When stress occurs, a set of physiological changes occurs, one through the HPA axis. This action begins with the perception of a threatening situation, quick action on the hypothalamus to produce the hormone cortisol and causing some hormonal imbalances including reproductive hormones and occurs a state of irregular menstrual cycles. In this period, the stress often experienced by each individual because of the inability to anticipate external threats. This research was conducted to determine the relationship of stress with an irregular menstrual cycle on the students of Faculty of Medicine, USU year 2007.

The research was conducted using the analytical method with cross sectional design. The population in this study is the students of the Faculty of Medicine, year 2007, and the total sample used was 158 students who participated in this study and answering a set and complete questionnaires. At the very least, 19 respondents were excluded and reduce the number of samples into 139 respondents. The study was conducted in May to June 2010. Data obtained from questionnaires that’ve been distributed to respondents. The computer program SPSS 17.0 helps the processing of the data.

The results showed that 79.1% of respondents with stress was found and 23.7% of the respondents experienced an irregular menstrual cycle. Other results showed that 20.9% who didnt stress had irregular menstrual cycles (0,7% of them). Based on the results of chi square test, we found a significant relationship with the irregularity of the menstrual cycles in which the p value is 0.003 (<0.05).

It is expected that the respondents who are in conditions of stress to perform stress coping to recover the balance of the body to reduce the worst outcome.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini yang berjudul “Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah ini, dr. M. Fidel Ganis Siregar, Sp.OG, yang telah meluangkan waktu untuk mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal sampai pembuatan hasil penelitian sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulisan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, saya dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak prof. dr. Gontar Siregar, Sp.PD (KGEH) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran USU.

2. Bapak dr. Zulfikar, Sp.PK.K dan dr. Dewi Masyitah D., DAP & E. MPH selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang begitu bermanfaat demi perbaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Ibu dr. Elmeida Effendi, Sp.KJ selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan motivasi dan membantu validasi kuesioner penelitian.

4. Bapak/ Ibu dosen IKK FK USU yang telah memberikan panduan, tanggapan, dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

5. Kedua orang tua penulis H. M. Dahler Nst, S.P. dan Hj. Berlian yang selalu memberikan do’a, dukungan, serta semangat kepada penulis utuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.


(7)

6. Sahabat-sahabat saya Ade Kemala Putri, Verany Y. Hrp, Vani Gita P., Yanita Fildzania, Fitri Nur Malini, Maisyarah T.A.S., dan Ade Irma Suryani, Andika Pradana dan Nand Bagus serta teman saya Indah, Doni dan Dadan yang turut membantu kelancaran penelitian ini

7. Rekan-rekan mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007 yang telah memberikan partisipasi demi suksesnya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini ini.

Medan, 13 Desember 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. ... Latar Belakang ... 1

1.2. ... Ru musan Masalah ... 2

1.3. ... Tuj uan Penelitian ... 3

1.4. ... Ma nfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres ... 4

2.1.1. Definisi Stres ... 4

2.1.2. Klasifikasi Stres ... 4

2.1.3. Sumber Stres ... 5

2.1.4. Penggolongan Stres ... 6

2.1.5.Respon Psikologis Stres ... 7

2.1.6. Fight or Flight Response Stres ... 8


(9)

2.1.8. Coping Stres ... 9

2.2. Siklus Menstruasi ... 11

2.3. Regulasi Neuroendokrin Sewaktu Menstruasi ... 16

2.4. Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur ... 18

2.5. Hubungan Stres dengan Siklus Mentruasi yang Tidak Teratur ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2. Definisi Operasional ... 21

3.2.1. Stres ... 21

3.2.2. Siklus Menstruasi Yang Tidak Teratur ... 22

3.3. Hipotesis... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Rancangan Penelitian ... 24

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

4.3.1. Populasi Penelitian ... 24

4.3.2. Sampel Penelitian ... 24

4.3.3. Besar Sampel Penelitian ... 25

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 26

4.4.1. Data Primer ... 26

4.4.2. Data Sekunder ... 26

4.4.3. Uji Validitas ... 27

4.4.4. Uji Realibilitas ... 27

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 29

5.1. Hasil Penelitian ... 29


(10)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 29

5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Psikologi Stres ... 31

5.1.4.Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Psikologis ... 32

5.1.5.Tabulasi Silang Kondisi Psikologis dengan Siklus Menstruasi ... 32

5.1.6. Hasil Analisis Statistik ... 35

5.2. Pembahasan ... 36

5.2.1. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi Yang Tidak Teratur ... 38

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk Tiap 28 Pertanyaan Dalam Kuesioner

5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Stres, 30 Siklus Menstruasi dan Lama Menstruasi

5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kondisi Psikologis Stres 31 5.3. Frekuensi Kondisi Psikologis Mahasiswi Angkatan 2007 32 5.4. Tabulasi Silang Tingkat Stres dengan Siklus Menstruasi 32 5.5. Tabulasi Silang Tingkat Stres dengan Lama Menstruasi 33 5.6. Tabulasi Silang Kondisi Psikologis Stres dengan Pola 34

Menstruasi

5.7. Tabulasi Silang Kondisi Psikologis Stres dengan Lama 34 Menstruasi

5.8. Tabulasi Silang Kondisi Psikologis Stres dengan Siklus 35 Menstruasi

5.9. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi Yang Tidak 35 Teratur


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 19


(13)

DAFTAR ISTILAH

ACTH : Adrenocorticotropic hormone ANS : Autonomic nervus system AKPER : Akademi Keperawatan

CRH : Corticotropin releasing hormone DM : Diabetes Melitus

FSH : Follicle stimulating hormone GnRH : Gonadotropin releasing hormone HPA : Hypothalamic-pituitary-adrenal LH : Luteinizing hormone


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1. ... Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. ... Lembar Penjelasan Lampiran 3. ... Lembar Persetujuan Lampiran 4. ... Surat Validasi Lampiran 5. ... Kuesioner


(15)

Abstrak

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis yang terjadi akibat tubuh terpapar bahaya ancaman. Pada kondisi stres terjadi respon fisiologi tubuh, salah satunya melalui HPA aksis. Tindakan ini dimulai dengan persepsi terhadap situasi yang mengancam, aksi yang cepat pada hipotalamus sehingga dihasilkan hormon kortisol menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormonal termasuk hormon reproduksi dan terjadi suatu keadaan siklus menstruasi yang tidak teratur. Di masa ini, stres sering dialami oleh setiap individu karena adanya ketidakmampuan dalam mengantisipasi ancaman eksternal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur pada mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Angkatan 2007, total sampel yang digunakan berjumlah 158 mahasisiswi yang berpartisipasi pada penelitian ini dan mengisi kuesioner secara lengkap, 19 responden dieksklusi sehingga jumlah sampel yang diteliti 139 responden. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2010 sampai Juni 2010. Data diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada responden. Teknik pengolahan data diolah dengan bantuan komputer (SPSS 17.0).

Hasil penelitian menunjukkan 79,1 % responden dengan stres didapati 23,7 % responden mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, dan dari 20,9 % yang tidak stres didapati 0,7 % mengalami siklus mentruasi yang tidak teratur. Berdasarkan hasil uji chi square, dijumpai hubungan yang signifikan dengan siklus menstruasi yang tidak teratur dimana p value 0,003 (<0,05).

Diharapkan kepada responden yang berada pada kondisi stres untuk melakukan coping stres untuk mengembalikan keseimbangan tubuh sehingga tidak terjadi efek yang lebih buruk.


(16)

Abstract

Stress is a set of physiological changes that occur due to the body exposed to hazard threats. When stress occurs, a set of physiological changes occurs, one through the HPA axis. This action begins with the perception of a threatening situation, quick action on the hypothalamus to produce the hormone cortisol and causing some hormonal imbalances including reproductive hormones and occurs a state of irregular menstrual cycles. In this period, the stress often experienced by each individual because of the inability to anticipate external threats. This research was conducted to determine the relationship of stress with an irregular menstrual cycle on the students of Faculty of Medicine, USU year 2007.

The research was conducted using the analytical method with cross sectional design. The population in this study is the students of the Faculty of Medicine, year 2007, and the total sample used was 158 students who participated in this study and answering a set and complete questionnaires. At the very least, 19 respondents were excluded and reduce the number of samples into 139 respondents. The study was conducted in May to June 2010. Data obtained from questionnaires that’ve been distributed to respondents. The computer program SPSS 17.0 helps the processing of the data.

The results showed that 79.1% of respondents with stress was found and 23.7% of the respondents experienced an irregular menstrual cycle. Other results showed that 20.9% who didnt stress had irregular menstrual cycles (0,7% of them). Based on the results of chi square test, we found a significant relationship with the irregularity of the menstrual cycles in which the p value is 0.003 (<0.05).

It is expected that the respondents who are in conditions of stress to perform stress coping to recover the balance of the body to reduce the worst outcome.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikologis manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal (Pinel, 2009) Orang-orang modern dihadapkan pada paradoksikal dari stres tersebut, dimana di satu pihak stres merupakan bagian penting dari hidup kita dalam memberikan semangat untuk bekerja, hidup, dan berkembang. Sebaliknya, stres juga merupakan akar dari sekian banyak masalah-masalah sosiologikal, medis, dan ekonomi. Stres diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya adalah dapat menyebabkan gangguan pada menstruasi (Kaplan and Manuck, 2004; Wang dkk, 2004).

Ciri khas kedewasaan seorang perempuan adalah menstruasi. Menstruasi merupakan proses yang kompleks dan harmonis dari serebrum, hipotalamus, hipofisis, alat-alat genital, korteks adrenal, kelenjar tiroid, prostaglandin, dan serotonin (Wknjosastro, 1994). Namun, variasi dari siklus menstruasi dan gangguan menstruasi sering terjadi (Lee dkk, 2006)

Beberapa studi, menyatakan bahwa wanita usia reproduksi memiliki masalah dengan menstruasi yang abnormal, seperti sindrom premenstruasi dan menstruasi yang tidak teratur (Caulter, 1991; Johnson, 2004). Prevalensi siklus menstruasi yang abnormal berdasarkan evaluasi medis, terdapat 9-13 % wanita usia reproduksi mengalami menstruasi yang tidak teratur (Caulter, 1991), pada populasi di US menunjukkan 19% wanita usia 18-55 tahun mengalami gangguan dengan menstruasinya (Strine, 2005), dan juga dari hasil penelitian di India, mayoritas dari wanita yang dilaporkan memiliki rata-rata 37,9% menglami menstruasi tidak teratur (Williams, 2006). Pelajar mahasiswi lebih sering menunjukkan variasi menstruasi yang bermasalah, seperti dismenorea, menoragia, menstruasi tidak teratur (Hillard, 2005).


(18)

Siklus menstruasi yang tidak teratur ini berimplikasi terhadap kesehatan wanita, sebagaimana banyak wanita dengan riwayat menstruasi teratur di kemudian hari mengalami penyakit DM (Diabetes Melitus) tipe 2 (Solomon, dkk, 2001), penyakit kardiovaskular (Solomon dkk, 2002), osteoporosis (Kaplan dan Manuck, 2004), dan infertilitas (Rowland dkk, 2002).

Pada saat sekarang ini, telah banyak fakta yang mengungkapkan hubungan antara stres dengan menstruasi yang merupakan masalah kesehatan bagi wanita (Kaplan and Manuck, 2004; Wang dkk, 2004). Berdasarkan data wawancara dari beberapa studi, menunjukkan bahwa siklus menstruasi yang abnormal ini berhubungan dengan stres psikologi (Hatch, 1999; Fenster dkk, 1999; Newton dkk, 2006; Nepomnaschy, 2007), dan dari hasil penelitian beberapa studi juga menjelaskan bahwa sewaktu stres terjadi aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal bersama-sama dengan sistem saraf autonom yang menyebabkan beberapa perubahan, diantaranya pada sistem reproduksi yakni siklus menstruasi yang abnormal (Chrousos dkk, 2004; Kanjantie dan Phillips, 2006). Dari data beberapa hasil studi dikatakan bahwa pelajar perawat di Kusyu University dilaporkan sebanyak 34% mengalami menstruasi tidak teratur akibat stress (Onimura dan Yamaguchi, 1996), wanita pertama sekali dipenjara dilaporkan sebanyak 30% mengalami menstruasi tidak teratur akibat stres (Allsworth dkk, 2007), wanita yang menderita gangguan psikitri dilaporkan sebanyak 22,1% mengalami menstruasi tidak teratur (Barron dkk, 2008), kemudian penelitian di Jepang, terdapat 63% pelajar mahasiswi mengalami menstruasi tidak teratur (Yamamoto dkk, 2009).

Berdasarkan fakta-fakta di atas, peniliti tertarik untuk membuktikan kebenaran hasil penelitian-penelitian tersebut di kalangan mahasiswi kedokteran angkatan 2007.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Adakah hubungan stres dalam mempengaruhi siklus menstruasi?


(19)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur pada mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi kondisi psikologis mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007.

2. Untuk mengetahui tingkat stres yang paling banyak dialami mahasiswi Fakultas Kedokteran USU 2007.

3. Untuk mengetahui prevalensi menstruasi di kalangan mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007.

4. Untuk mengetahui prevalensi siklus menstruasi yang tidak teratur di kalangan mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007.

5. Untuk mengetahui jenis menstruasi yang tidak teratur yang sering dialami mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

Untuk menumbuhkan jiwa penilitian pada peneliti sendiri, sehingga kedepannya peniliti mampu melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi.

2. Bagi subjek yang diteliti

Dapat dijadikan sebagai masukan kepada subjek yang diteliti bahwa ternyata stres berdampak kepada siklus bulanan reproduksi wanita. 3. Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya wanita-wanita usia reproduksi mengenai hubungan stres dengan terjadinya menstruasi yang tidak teratur.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres

2.1.1. Definisi Stres

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan fisiologis dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stressor (pengalaman yang menginduksi respon stres) (Pinel, 2009).

Stres dapat didefenisikan melalui tiga cara yang berbeda, yaitu sebagai stimulus, sebagai respon, dan sebagai interaksi. Sebagai stimulus, apabila fokus pada lingkungan, misalnya memiliki pekerjaan dengan tingkat stres tinggi. Sebagai respon, apabila fokus pada reaksi terhadap stressor, misalnya ketika seseorang mengucapkan kata stres sewaktu berada pada kondisi tertekan “ saya merasa stres ketika harus memberikan pidato”. Sebagai interaksi, hubungan seseorang dengan stimulus lingkungannya, seseorang disini merupakan agen aktif yang bisa mempengaruhi akibat dari stressor melalui tingkah laku, kognisi dan strategi emosi (Brannon dan Feist, 2007).

2.1.2. Klasifikasi Stres

Stuart dan Sundeen (1998) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu: 1) Stres ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

2) Stres sedang

Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.


(21)

3) Stres berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.

2.1.3. Sumber Stres (Stressor)

Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).

Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres. Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan, dan krisis.

Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya apabila ada perawat puskesmas lulusan SPK bercita-cita ingin mengikuti D3 AKPER program khusus puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya dan sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).

Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :

a. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang


(22)

sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.

b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.

c. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok..

Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking satu, atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.

Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera dioperasi.

2.1.4. Penggolongan Stres

Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992), yaitu :


(23)

a. Distress ( stres negatif)

Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.

b. Eustress (stres positif)

Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

2.1.5. Respon Psikologis Stres

Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi, (Sarafino, 1994) : 1. Kognisi

Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif. Stresor berupa kebisingan dapat menyebabkan defisit kognitif pada anak-anak. Kognisi juga dapat berpengaruh dalam stres.

2. Emosi

Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian kognitif dapat mempengaruhi stres dan pengalaman emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, fobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan rasa marah.

3. Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana alam dapat membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan. Stres yang diikuti dengan rasa


(24)

marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif. Stres juga dapat mempengaruhi perilaku membantu pada individu.

2.1.6. Fight or Flight Response pada Stres

Walter Canon (1929) memperkenalkan frasa fight-or-flight response untuk menjelaskan reaksi psikologis manusia dalam merespon suatu keadaan yang berbahaya. Hans Selye (1956-1974) menjelaskan general adaptation syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga tingkatan, yakni alarm reaction, resistance stage, exhaustion stage ( Alloy dkk, 2005; Brannon dan Feist, 2007; Pinel, 2009).

Alarm reaction, selama alarm, perlawanan tubuh melawan stressor yang diarahkan melalui aktivasi sistem saraf simpatetik. Aktivasi sistem-sistem tubuh untuk kekuatan maksimal dan mempersiapkan mereka untuk respon fight or flight. Adrenalin (epinefrin) dilepaskan, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, nafas menjadi lebih cepat, darah diarahkan dari organ dalam berpindah ke otot skelet, kelenjar keringat diaktifkan, dan aktivitas gastrointestinal menurun. Sebagai respon jangka pendek untuk keadaan emergensi, reaksi-reaksi fisik ini dapat disesuaikan.

Resistance stage, pada tahap ini, organisme beradaptasi terhadap stressor. Seberapa lama tahap ini tergantung keparahan stressor dan kapasitas organisme. Jika organisme mampu beradapatasi maka kekuatan melawan pada tahap ini akan berlanjut untuk jangka waktu yang lama. Selama tingkatan ini, seseorang memberikan gambaran keadaan normal. Akan tetapi, menurut ilmu jiwa, fungsi internal tubuh tidak normal. Stres yang terus menerus akan menyebabkan perubahan neurologis dan hormon. Hipotesis Seyle, menyatakan bahwa ketakutan dalam melawan stres akan menyebabkan perubahan terhadap sistem imun sehingga rentan terhadap infeksi.

Exhaustion stage, tahap akhir, kemampuan organisme untuk bertahan habis, dan menghasilkan suatu kerusakan. Karakteristik tahap ini adalah aktivasi parasimpatik dari sistem saraf otonom. Fungsi parasimpatik abnormal,


(25)

,menyebabkan seseorang menjadi kelelahan, tahap ini sering menghasilkan depresi dan kadang-kadang kematian.

2.1.7. Respon Fisiologis Stres

Keadaan stres menimbulkan respon fisiologis, reaksi fisiologis stres dimulai dengan persepsi stres yang menghasilkan aktivasi simpatetik pada sistem saraf otonom, yang mengarahkan tubuh untuk bereaksi terhadap emosi, stressfull, dan keadaan darurat. Pengarahan ini terjadi dalam dua jalur, yang pertama melalui aktivasi simpatetik terhadap ANS (autonomic nervus system) dari sistem medula adrenal, mengaktifkan medula adrenal untuk menyekresi epinefrin dan norepinefrin yang mempengaruhi sistem kardiovaskular, pencernaan dan respirasi. Rute kedua yaitu hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) aksis, yang meliputi semua struktur ini. Tindakan ini mulai dengan persepsi terhadap situasi yang mengnacam, aksi yang cepat pada hipotalamus. Hipotalamus merespon pelepasan corticotrophin releasing hormone (CRH), yang akan merangsang hipofisis anterior untuk menyekresikan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Hormon ini merangsang korteks adrenal untuk menyekresi glukokortikoid, termasuk kortisol. Sekresi kortisol mengarahkan sumber energi tubuh, meningkatkan kadar gula darah yang berguna untuk energi sel. Kortisol juga sebagai antiinflamasi yang memberikan perlawanan alami selama respon fight or flight, (Alloy dkk, 2005; Carlson, 2005; Pinel, 2009).

2.1.8. Coping Stres

Coping yaitu bagaimana seseorang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya. Efek stres dapat bervariasi tergantung pada bagaimana individu menghadapi situasi tersebut. Lazarous dan koleganya mengidentifikasi dua dimensi coping (Lazarous dan Folkman, 1984).

Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)

Yaitu mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi.


(26)

Coping yang berfokus pada emosi ( emotion focused coping)

Merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres, contohnya dengan mengalihkan perhatian dari masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa nyaman dari orang lain.

Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stresor dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan diri secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetapan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor (Sunaryo,2004).

Dalam mengelola stres dapat dilakukan beberapa pendekatan antara lain (Yulianti;2004, Chomaria;2009):

1). Pendekatan farmakologi; menggunakan obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter disusunan syaraf pusat otak (sistem limbik). Sebagaimana diketahui system limbik merupakan bagian otak yang berfungsi mengatur alam pikiran, alam perasaan dan perilaku seseorang. Obat yang sering dipakai adalah obat anti cemas (axiolytic) dan anti depresi (anti depressant).

2). Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres, toleransi atau adaptabilitas terhadap stres, menyeimbangkan antara aktivitas fisik dan nutrisi,serta manajemen perencanaan, organisasi dan waktu.

3). Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu, berpikir positif dan sikap yang positif, membekali diri dengan pengetahuan tentang stres, menyeimbangkan antara aktivitas otak kiri dan kanan, serta hipnoterapi.

4). Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada tiga macam relaksasi yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui yoga, meditasi maupun transendensi/keagamaan.


(27)

2.2. Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah bagian dari proses kematangan. Namun, variasi dari siklus menstruasi dan gangguan menstruasi sering terjadi (LK Lee dkk, 2006). Siklus menstruasi bervariasi pada tiap-tiap wanita (Guyton, 2006), siklus normalnya yaitu berada pada interval 21-35 hari, dengan rata-rata panjang siklus 28 hari (Cohen, 2003). Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari pertama perdarahan dikatakan hari pertama siklus (Wknjosastro, 1994). Siklus menstruasi terdiri dari dua fase, fase di ovarium dan fase di endometrium (Ganong, 2001; Guyton, 2006; Sherwood, 1997; Speroff dan Fritz, 2005; Wknjosastro, 1994). Menurut Cohen (2001) siklus menstruasi dibagi menjadi lima fase, yaitu: fase awal folekuler, fase akhir folikuler, fase praovulasi dan ovulasi, fase awal luteal, dan fase akhir luteal. Kelima fase ini sudah mencakup fase di ovarium dan di endometrium.

a. Fase awal folikel

Fase awal folikuler berlansung 1 sampai 6 hari. Pada fase ini terjadi dua peristiwa yakni hari pertama menstruasi dan permulaan perkembangan folikel. Penurunan estrogen dan progesteron akibat degenerasi korpus luteum sewaktu tidak terjadinya pembuahan tehadap ovum secara simultan menyebabkan terlepasnya endometrium (menstruasi) dan perkembangan folikel-folikel baru di ovarium dibawah pengaruh FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Leutenizing Hormone) yang kembali meningkat akibat dari menghilangnya efek inhibisi dari hipotalamus (Sherwood, 1997).

Pada saat seorang anak perempuan lahir, masing-masing ovum dikelilingi oleh selapis sel granulosa dan ovum dengan selubung sel granulosanya disebut folikel primordial. Sesudah pubertas, hormon FSH dan LH dari kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah besar, seluruh ovarium bersama folikelnya akan mulai berkembang (Guyton, 2006). Penanda yang jelas pada perkembangan folikel adalah meningkatnya ukuran oosit dan sel granulosa menjadi kuboidal. Pada saat yang sama, taut rekat yang kecil berkembang antara


(28)

oosit dan sel granulosa. Taut rekat ini berfungsi sebagai pertukaran nutrisi, ion-ion, dan molekul-molekul, disamping itu taut rekat ini juga membentuk saluran protein yang dikenal sebagai connexin yang berguna untuk pertumbuhan dan multiplikasi dari sel granulosa. Multiplikasi sel granulosa ini kira-kira 15 sel yang disebut folikel primer (Speroff dan Friszt, 2005). Perkembangan menjadi folikel primer dapat berlangsung tanpa keberadaan FSH dan LH, tetapi perkembangan melebihi titik ini tidak mungkin terjadi tanpa kedua hormon ini (Guyton, 2006).

Pada setiap kali menstrusi, seluruh lapisan endometrium terlepas, kecuali suatu lapisan dalam dan tipis yang terdiri dari sel-sel epitel dan kelenjar yang akan menjadi bakal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium. Kontraksi-kontraksi itu membantu mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina.

b. Fase Akhir Folikel

Fase akhir folikuler berlangsung 7 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel dari folikel primer menjadi tahap antral. Pertumbuhan awal dari folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH. Efek awalnya adalah proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa, menyebabkan lebih banyak sel-sel granulosa. Selain itu, banyak sel-sel berbentuk kumparan yang dihasilkan dari interstisium ovarium yang berkumpul dalam beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk kelompok sel kedua disebut teka. Teka terbagi menjadi dua yaitu teka interna dan teka eksterna (Guyton, 2006).

Sel granulosa dan sel teka, keduanya bekerja sama dalam menghasilkan estrogen. Reseptor LH hanya ada pada sel teka, begitu juga reseptor FSH hanya ada pada sel granulosa. Pada teka interstisial, yang berlokasi di teka interna memiliki kira-kira 20.000 reseptor LH di membran selnya yang merangsang jaringan teka untuk menghasilkan androgen yang akan mengalami aromatisasi sehingga menjadi estrogen melalui FSH di sel granulosa (Speroff dan Fritz, 2005). Dibawah pengaruh estrogen dan FSH terjadi peningktan cairan folikel pada rongga interseluler granulosa, cairan folikuler ini mengandung estrogen


(29)

konsentrasi tinggi. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum di dalam massa sel granulosa, sehingga sel teka dan sel granulosa akan berproliferasi lebih cepat dengan laju sekresinya meningkat, dan masing-masing folikel akan tumbuh menjadi folikel antral.

Dibawah pengaruh estrogen yang tinggi, sel-sel stroma dan sel epitel di endometrium berploriferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi. Sebelum terjadi ovulasi, ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak, dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. (Guyton, 2006). Ruang di folikel matang. Fase proliferasi ini berlangsung dari akhir menstruasi sampai ovulasi (Sherwood, 1997).

c. Fase praovulasi dan ovulasi

Fase praovulasi dan ovulasi berlangsung 13 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sebagai persiapan untuk terjadinya ovulasi. Pertumbuhan yang cepat setelah terbentuk folikel antral meningkatkan diameter ovum tiga sampai empat kali lipat, menghasilkan peningkatan diameter total sampai menjadi sepuluh kali lipat atau peningkatan massa sebesar seratus kali lipat (Guyton, 2006). Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada folikel-folikel yang lain, berkembang menjadi folikel matang (de Graaf) (Sherwood, 1997). Sebagian besar pentumbuhan ini disebabkan oleh ekspansi antrum yang drastis, disamping itu juga pertumbuhan dari sel teka, dan sel granulosa. Antrum menempati sebagian besar di folikel matang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan selapis sel granulosa, tergeser secara asimetris ke salah satu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum (Guyton, 2006), kemudian menonjol dari pemukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang mudah pecah (stigma) untuk mengeluarkan oosit saat ovulasi.

Folikel- folikel yang lain mulai mengalami atresia (apoptosis), dan hanya satu folikel yang terus mengalami perkembangan. Folikel ini tumbuh lebih cepat,


(30)

menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel tunggal tersebut karena FSH meningkatkan proliferasi sel granulosa dan sel teka yang menimbulkan produksi estrogen lebih lanjut dan siklus proliferasi sel yang baru, kombinasi dari FSH dan estrogen menyebabkan peningkatan jumlah reseptor LH dan FSH pada sel-sel granulosa dan lebih banyak pada sel teka, sehingga menghasilkan suatu siklus umpan balik positif yang lain, efek-efek inilah yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan pada folikel tunggal ini (Guyton, 2006).

Selama fase akhir folikuler, estrogen pertama sekali meningkat secara lambat, kemudian secara cepat, mencapai puncak kira-kira 24-36 jam sebelum ovulasi. Waktu mula lonjakan LH terjadi ketika estrogen mencapai puncak, LH dalam jumlah besar ini disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior (Speroff and Fritz, 2005). LH ini mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang menyekresikan progesteron dan sedikit estrogen. Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah kecil progesteron mulai disekresikan. Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa yang dibutuhkan untuk ovulasi: (1) Teka eksterna mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisozim yang mengakibatkan pelarutan dinding kapsul dan akibatnya melemahnya dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi dari stigma. (2) Secara bersama, juga akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang belangsung cepat ke dalam dinding folikel, dan pada saat yang sama, prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan vasodilatasi) akan disekresi dalam jaringan folikuler. Kedua efek ini selanjutnya akan mengakibatkan transudasi plasma ke dalam folikel yang juga berperan pada pembengkakan folikel. Akhirnya kombinasi dari pembengkakan folikel dan degenerasi stigma mengakibatkan pecahnya folikel disertai dengan pengeluaran ovum (Guyton, 2006) sehingga terjadilah ovulasi.

Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan sekitar 3 sampai 4 mm. Kelenjar endometrium, khususnya di daerah serviks akan menyekresi mukus


(31)

yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma ke arah yang tepat menuju ke dalam uterus (Ganong, 2001).

d. Fase Awal Luteal

Fase awal luteal berlangsung 14 sampai 21 hari, ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel dan mulainya fase luteal. Folikel yang ruptur dan tertinggal di ovarium mengalami perubahan cepat (Sherwood, 1997), segera terisi darah (Wiknjosastro, 1994). Perdarahan ringan dari folikel ke dalam rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan nyeri abdomen bawah singkat. Sel-sel granulosa dan teka yang melapisi folikel mulai berploriferasi dan bekuan darah cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan, membentuk korpus luteum. Lemak pada sel luteal ini berfungsi sebagai molekul prekursor steroid (Ganong, 2001).

Sel-sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan sebuah retikulum endoplasma halus yang luas, yang akan membentuk sejumlah besar hormon seks wanita progesteron dan estrogen tetapi lebih banyak progesteron (Guyton,2006). Progesteron bekerja pada endometrium tebal yang sudah dipersiapkan oleh estrogen untuk mengubahnya menjadi jaringan yang kaya pembuluh darah dan glikogen. Fase ini disebut sekretorik, karena kelenjar-kelenjar endometrium secara aktif mengeluarkan glikogen, dalam kaitannya dengan pembentukan lapisan endometrium subur yang mampu menunjang perkembangan mudigah (Sherwood, 1997).

e. Fase Akhir Luteal

Fase akhir luteal berlangsung 21 sampai 28 hari, estrogen dan progesteron yang disekresi oleh korpus luteum mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap hipofisis anterior dalam mempertahankan kecepatan sekresi FSH maupun LH yang rendah. Selain dari itu sel luteain juga menyekresi sejumlah kecil hormon inhibin yang juga menghambat sekresi hipofiisis anterior, khususnya sekresi FSH, mengakibatkan konsentrasi FSH dan LH dalam darah menjadi rendah dan hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum berdegenerasi


(32)

secara menyeluruh, terjadi hampir tepat 12 hari setelah korpus luteum terbentuk, yaitu 2 hari sebelum dimulainya menstruasi (Guyton, 2006; Ganong, 2001)

Proses tersebut menyebabkan penurunan progesteron dan estrogen secara tajam sehingga menghilangkan rangsangan terhadap endometrium sehingga endometrium mengalami involusi yakni kira-kira 65% dari ketebalan semula. Kemudian 24 jam sebelum menstruasi terjadi, pembuluh darah yang berkelok-kelok yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium akan menjadi vosospastik, mungkin disebabkan oleh efek degenerasi, seperti pelepasan vasokonstriktor seperti prostaglandin yang terdapat dalam jumlah banyak saat ini. Vasospasme dan hilangnya rangsangan hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium, khususnya dari pembuluh darah (Guyton, 2006; Sherwood, 1997).

2.3. Regulasi Neuroendokrin Sewaktu Menstruasi

Proses ovulasi bukan hanya dipengaruhi oleh suatu kerja sama yang harmonis antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis dan ovarium, melainkan juga dipengaruhi oleh kelenjar tiroid, korteks adrenal dan kelenjar-kelenjar endokrin lain (Prawiroharjo, 2007).

Aktifitas saraf menyebabkan pelepasan GnRH (gonadotropin releasing hormone) dengan cara pulsatil terutama terjadi di dalam mediobasal hipotalamus khususnya di nukleus arkuatus. Banyak pusat saraf dalam sistem limbik otak menghantarkan sinyal ke nuleus arkuatus untuk modifikasi intensitas GnRH dan frekuensi pulsasi. Hipotalamus menyekresikan GnRH secara pulsatil selama beberapa menit yang terjadi setiap 1 sampai 3 jam. Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan pengeluaran LH dan FSH secara pulsatil juga (Guyton, 2006).

Rangkaian peristiwa akan diawali oleh sekresi FSH dan LH yang menyebabkan produki estrogen dan progesteron dari ovarium dengan akibat perubahan fisiologi uterus. Estrogen dan progesteron juga mempengaruhi produksi GnRH spesifik sebagai mekanisme umpan balik yang mengatur kadar hormone gonadotropik (Price, 2002).


(33)

Estrogen menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior melalui umpan baik negatif. Terhadap hipotalamus, estrogen bekerja secara langsung menghambat sekresi GnRH akibatnya pengeluaran FSH dan LH yang dipicu oleh GnRH menjadi tertekan, tetapi efek primernya terhadap hipofisis anterior yakni menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin, terutama penghasil FSH (Guyton, 2006). Estrogen memiliki efek yang sangat kuat dalam proses umpan balik negatif ini, bila terdapat pogesteron maka efek penghambatan akan berlipat ganda.

Melalui umpan balik positif. kadar estrogen yang rendah dan meningkat pada fase awal folikel menghambat sekresi LH, tetapi kadar estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel merangsang sekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja langsung pada hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut sekresi GnRH, sehingga meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut juga bekerja langsung pada hipofisis anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap GnRH. Efek yang terakhir merupakan penyebab lonjakan sekresi LH yang jauh lebih besar daipada sekresi FSH pada pertengahan siklus (Sherwood, 1997).

LH berfungsi memicu perkembangan korpus luteum dan merangsang korpus luteum untuk mengeluarkan hormon steroid, terutama progesteron. Estrogen konsentrasi tinggi merangsang sekresi LH, progesteron yang mendominasi fase luteal, dengan kuat menghambat sekresi FSH dan LH. Proses inhibisi progesteron ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan folikel baru sehingga sistem reproduksi dapat dipersiapkan untuk menunjang ovum yang baru dilepaskan. Jika tidak terjadi pembuahan maka korpus luteum akan mengalami regresi yang akhirnya akan menyebabkan penurunan harmon steroid secara tajam, mengakibatkan lenyapnya efek inhibisi dari hormon FSH dan LH sehingga sekresi kedua hormon ini meningkat. Di bawah pengaruh kedua hormon ini, sekelompok folikel baru kembali mengalami proses pematangan (Sherwood, 1997; Guyton, 2006).


(34)

2.4. Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur

Siklus menstruasi yang tidak teratur merupakan gangguan menstruasi yang terjadi diluar interval siklus menstrusi normal yang berada pada interval 21-35 hari (Berek, 2002). Menurut Berek (2002) ada enam jenis gangguan menstruasi yang termasuk kedalam siklus menstruasi yang tidak teratur adalah oligomenorea, polimenorea, menoragia, metroragia, menometroragia, hipomenorea.

Oligomenorea adalah siklus menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari (Berek, 2002). Pada siklus ini ditemukan fase proliferasi yang memanjang dari biasa dan kebanyakan pada kasus oligomenorea, kesehatan wanita tidak terganggu dan fertilitas baik (Wiknjosastro, 1994).

Polimenorea adalah siklus menstruasi yang terjadi kurang dari 21 hari (Berek, 2002). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari menstruasi biasa, kejadian ini dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya fase luteal, sebab lain adalah kongesti ovarium karena peradangan, endometriosis dan sebagainya (Pernol, 2001)

Menoragia adalah perdarahan menstruasi yang berlebihan yakni kehilangan darah lebih dari 80 ml dengan periode lebih dari 3 hari. ( Pitkin dkk, 2003), kejadian ini biasanya disebabkan karena adanya polip endometrium, kanker serviks, produksi estrogen endogen yang berlebihan, dan pemberian estrogen eksogen (Pernol, 2001).

Metroragia adalah periode perdarahan menstruasi lebih dari 7 hari (Berek, 2002). Kejadian ini dapat disebabkan oleh luka, karsinoma korpus uteri, peradangan, hormonal, psikis, neurogen, hipofisis, tumor atau ovarium yang polikistik dan kelainan gizi, metabolik, penyakit akut maupun kronis (Pernol, 2001).

Menometroragia adalah perdarahan yang banyak lebih dari 80 ml (Pitkin dkk, 2003) dengan periode perdarahan lebih dari 7 hari (Berek, 2003). Kejadian ini penyebabnya sama dengan metroragia.

Hipomenorea adalah perdarahan menstruasi yang lebih pendek dan / atau lebih kurang dari biasa, dapat disebabkan oleh adanya gangguan di uterus,


(35)

obstruksi (misalnya pada himen atau serviks), dan dosis kontrasepsi oral yang tidak semestinya (Pernol, 2001).

Menurut Wiknjosastro (1994), Pernol (2001), dan Berek (2003), siklus menstruasi yang tidak teratur akibat kondisi psikis yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon adalah oligomenorea, polimenorea, metroragia, dan menometroragia.

2.5. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur

Stres mempengaruhi fungsi normal menstruasi, (Ferin, 1999; Fenster dkk, 1999; Sanders dan Bruce, 1999; Atemus dkk, 2001; Breen dan Karsch, 2004; Meczekaski dkk, 2007; Yamamoto dkk, 2009). Pada keadaan stres terjadi pengaktifan HPA aksis, mengakibatkan hipotalamus menyekresikan CRH. CRH mempunyai pengaruh negatif terhadap pengaturan sekresi GnRH, ketidaksimbangan CRH memiliki pengaruh terhadap penekanan fungsi reproduksi manusia sewaktu stres (Chrous, 1998; Hoon Jeong , 1999; Breen dan Karsch, 2004; Nakamura dkk, 2008).

Sekresi CRH ini akan merangsang pelepasan ACTH oleh hipofisis anterior yang selanjutnya ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan kortisol. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada tikus betina, didapatkan suatu hipotesis bahwa kortisol berperan dalam menghambat sekresi LH oleh pusat aktivitas di otak (Hoon Jeong, 1999). Kortisol menekan pulsatil LH dengan cara menghambat respon hipofisis anterior terhadap GnRH (Breen dan Karsch, 2004). Selama siklus menstruasi, peran hormon LH sangat dibutuhkan dalam menghasilakan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini, estrogen dan progesteron memiliki peranan yang penting selama siklus mentruasi yang secara normal terjadi pada wanita setiap bulannya (Wknjosastro, 1994; Sherwood, 1997 Ganong, 2001; Speroff dan Fritz, 2005; Guyton, 2006). Pengaruh hormon kortisol ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon yang mengakibatkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur. (Chrous, 1998; Breen and Karsch, 2004; Guyton, 2006).


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep


(37)

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Stres

a) Definisi

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan fisiologis dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya (Pinel, 2009).

b) Cara pengukuran

Penelitian ini diukur dengan angket. c) Alat ukur

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, dengan pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 pertanyaan.

d) Hasil pengukuran

Tiap-tiap pertanyaan yang diajukan memiliki 5 pilihan jawaban. Kelima pilihan jawaban ini masing-masing memiliki skor, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini:

1. Pilihan jawaban a yakni tidak pernah, memiliki skor 1 2. Pilihan jawaban b yakni jarang, memiliki skor 2

3. Pilihan jawaban c yakni kadang-kadang, memiliki skor 3

Stres Siklus menstruasi yang


(38)

4. Pilihan jawaban d yakni sering, memiliki skor 4 5. Pilihan jawaban e yakni selalu, memiliki skor 5

Indikator stres tersebut tidak dapat ditentukan oleh peneliti melainkan ditentukan langsung oleh tiap-tiap subjek penelitian. Berikut adalah jumlah skor yang dikatakan stres dan tidak stres, yaitu:

a. Jumlah skor di bawah 20 dikatakan normal b. Jumlah skor yang lebih dari 20 dikatakan stres e) Skala pengukuran

Skala pengukuran penelitian ini adalah nominal.

3.2.2 Siklus Menstruasi yang Tidak Teratur a) Definisi

Siklus menstruasi yang terjadi di luar keadaan normal, atau dengan kata lain tidak berada pada interval pola menstruasi normal yang berada pada rentang 21-35 hari dengan interval perdarahan uterus normal 3-7 hari.

b) Cara pengukuran

Penelitian ini diukur dengan cara angket. c) Alat ukur

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, dengan pertanyaan yang diajukan sebanyak 2 pertanyaan.

d) Hasil pengukuran

Dikatakan siklus menstruasi tidak teratur apabila siklus menstruasi tidak berada pada interval siklus menstruasi normal yang berada pada rentang 21-35 hari dengan rentang perdarahan uterus normal 3-7 hari. e) Skala pengukuran

Skala pengukuran penelitian ini adalah nominal.

3.3. Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:


(39)

Ada hubungan antara stres dengan terjadinya siklus menstruasi yang tidak teratur.

BAB 4


(40)

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain studi Cross Sectional (Wahyuni, 2007; Ghazali, 2008) . Penelitian ini dilakukan dengan satu kali pengamatan selanjutnya dilihat apakah terdapat hubungan stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Adapun tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Mei 2010 sampai Juni 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Mudiyono, 2008), kemudian diuji menggunakan kriteria-kriteria berikut:

a. Kriteria inklusi

1. Mahasiswi Fakultas Kedoketan USU angkatan 2007 2. Aktif mengalami siklus menstuasi

3. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

b. Kriteria eksklusi

1. Memiliki riwayat penggunaan obat-obatan hormonal 2. Memiliki penyakit-penyakit terkait hormon seksual


(41)

3. Memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur semenjak SMA sampai sekarang

4.3.3. Besar Sampel Penelitian

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel data proporsi populasi finit (Wahyuni, 2007), sebagai berikut:

Keterangan:

n = Besar sampel N = Jumlah di populasi

α = Tingkat kemaknaan (ditetapkan) P = Harga proporsi di populasi Q = 1-P

Perhitungan besar sampel secara kasar:

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 sehingga untuk uji hipotesis dua arah diperoleh nilai sebesar 1,96, jumlah populasi sebesar 269 orang, dan proporsi yang dipakai sebesar 0,5.

=

=


(42)

Dengan demikian besar sampel yang diperlukan adalah 158,49 dibulatkan menjadi 158 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian, meliputi data stres dan data siklus menstruasi. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari suatu berkas yang sudah ada dari suatu institusi. 4.4.1. Data Primer

a. Data stres

Diperoleh dengan angket menggunakan kuesioner yang dilakukan secara random kepada subjek-subjek dari besar sampel penelitian. Selanjutnya data diolah dan dibedakan dalam kategori stres dan tidak stres (normal).

b. Data siklus menstruasi yang tidak teratur

Data siklus menstruasi yang tidak teratur diperoleh dengan angket menggunakan kuesioner yang dilakukan secara random kepada subjek-subjek dari besar sampel penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya data diolah dan dibedakan dalam kategori siklus menstruasi teratur dan tidak teratur.

4.4.2. Data Sekunder

Data jumlah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Data jumlah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2007 diperoleh dari dokumentasi data mahasiswa di bagian kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Kuesioner yang digunakan sebagai instrumen penelitian sebenarnya, telah dilakukan uji validasi dan uji reabilitas pada kuesioner.

4.4.3. Uji Validitas

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner yang telah selesai disusun diuji validitasnya dengan SPSS 17.


(43)

Kuesioner penelitian berisi 10 pertanyaan yang dibagikan kepada 21 responden yang berasal dari Fakultas Arsitek, Fakultas Teknik Sipil, Fakultas Keperawatan, dan Fakultas Kesehata Masyarakat di USU pada bulan Mei 2010. Selanjutnya setelah kuesioner terkumpul, maka dilakukan uji validitas dengan menggunakan SPSS 17, didapati sembilan pertanyaan valid dan satu pertanyaan tidak valid.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson, skor yang diperoleh dari setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk tiap variabel. Selanjutnya, setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Nilai r tabel untuk jumlah responden 21 orang untuk pertanyaan nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 9, dan 10 dengan taraf signifikansi 0,01 adalah 0,549, untuk pertnyaan nomor 8 taraf signifikansinya 0,05 adalah 0,433. Jika nilai koefisien korelasi Pearson dari suatu pertanyaan tersebut berada diatas nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut valid. Pertanyaan nomor 2 tidak valid sehingga harus divalidasi ulang dengan secara vaidasi isi oleh dokter spesialis kedokteran jiwa.

4.4.4. Uji Realibilitas

Realibilitas merupakan indeks yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Kuesioner yang telah disusun diuji realibilitasnya dengan menggunakan SPSS 17.0. Sampel yang digunakan berjumlah 21 orang responden yang berasal dari Fakultas Arsitek, Fakultas Teknik Sipil, Fakultas Keperawatan, dan Fakultas Kesehata Masyarakat di USU yang dilaksanakan pada bulan Mei 2010.

Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pertanyaan yang valid dengan koefisien realibilitas alpha pada aplikasi SPSS 17.0. Jika nilai alpha lebih besar dari nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut realiabel.

Tabel 4.1.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk Tiap Pertanyaan Dalam Kuesioner


(44)

pertanyaan Corelation

1 0,594 Valid 0,789 Reliabel

3 0,755 Valid Reliabel

4 0,552 Valid Reliabel

5 0,650 Valid Reliabel

6 0,567 Valid Reliabel

7 0,601 Valid Reliabel

8 0,473 Valid Reliabel

9 0,673 Valid Reliabel

10 0,630 Valid Reliabel

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, data yang didapat diolah dan dianalisis menggunakan program program Statistic Package for Social Science (SPSS 17,0).

Setelah dilakukan validasi dan pengelompokan data penelitian yang diperoleh, hasil pengamatan disusun dalam tabel 2x2. Kemudian dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji Chi Square independensi dikarenakan peneliti ingin mengetahui hubungan stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur dengan variabel yang digunakan pada penilitian ini keduanya berupa skala nominal (Wahyuni, 2007; Tumbelaka, 2008).

BAB 5


(45)

5.1. Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini menggunakan instrument angket berupa kuesioner yang diisi oleh responden di tempat tanpa dibawa pulang ke rumah. Hasil angket yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran USU yang bertempat di Jalan dr. Mansyur No.5 Medan, Indonesia. Fakultas Kedokteran ini dibuka pada tanggal 20 Agustus 1952 oleh Yayasan USU yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru dengan batas wilayah:

a. Sebelah utara : jl. dr. Mansyur, Padang Bulan

b. Sebelah timur : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU c. Sebelah selatan : jl. Universitas, Padang Bulan

d. Sebelah barat : Fakultas Psikologi USU

Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas 100 Ha yang berada di tengahnya. Fakultas ini memiliki ruang kelas, ruang administrasi, ruang laboratorium, ruang skillab, ruang seminar, perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM,kantin, kamar mandi, dan mushala.

5.1.2. Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel pada penelitan ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2007. Jumlah sampel pada penelitian ini seharusnya 158 orang, akan tetapi terdapat 19 sampel masuk pada kriteria eksklusi sehingga jumlah total sampel pada penelitian ini menjadi 139 orang.

Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Stres, Pola Menstruasi dan Lama Menstruasi


(46)

1. Skor stres

0-20 29 20.9

20-24 35 25.2

25-29 41 29.5

Total 139 100.0

2. Pola menstruasi

(hari)

21-35 119 87.8

<21 8 10.1

>35 12 2.2

Total 139 100.0

3.

Lama menstruasi (hari)

3-7 122 85.6

>7 14 5.8

<3 3 8.6

Total 139 100.0

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 139 responden, terdapat 41 orang (29,5%) memiliki skor stres 25-29 (stres sedang), 119 orang (87,8%) berada pada siklus menstruasi 21-35 hari(pola menstruasi normal), dan 122 orang (85,6%) berada pada lama menstruasi 3-7 hari (lama menstruasi normal).

5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Psikologis Stres Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Psikologis Stres


(47)

No. Kondisi Psikologis Stres

Tidak pernah

Jarang Kadang-kadang

Sering Selalu

f (%) f (%) f (%) f (%) f (%) 1. Merasa lelah tanpa sebab

yang jelas

15 (10.8) 30(21.6) 66 (47.5) 27 ( 19.4) 1 (.7)

2. Merasa gugup 21 (15.1) 62 (44.6) 42 (30.2) 14 (10.1) 0 (.0) 3. Merasa gelisah tanpa ada

sesuatu yang bisa menenangkan

33 ( 23.7) 46 ( 33.1) 39 (28.1) 21 (15.1) 0 (.0)

4. Merasa putus asa 41 ( 29.5) 50 ( 36.0) 39 (28.1) 9 (6.5) 0 (.0) 5. Merasa gelisah 15 (10.8) 45 (32.4) 51 (36.7) 28 ( 20.1) 0 (.0) 6. Tidak bisa beristirahat

dengan tenang

20 (14.4) 42 ( 30.2) 44 (31.7) 32 (23.0) 1 (.7)

7. Merasa banyak menanggung beban

14 (10.1) 38 (27.3) 39 (28.1) 45 (32.4) 3 (2.2)

8. Merasa terpaksa melakukan segala hal

24 (17.3) 39 (28.1) 43 (30.9) 30 (21.6) 3 (2.2)

9. Merasa sangat sedih dan tidak ada yang dapat menghibur

31 (22.3) 38 (27.3) 46 (33.1) 21 (15.1) 3 (2.2)

10. Merasa tidak dihargai 47 (33.8) 48 (34.5) 35 (25.2) 8 (5.8) 1 (.7)

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 139 orang responden yang paling banyak untuk jawaban tidak pernah yaitu pada kondisi psikologis merasa tidak dihargai sebanyak 47 (33,8%) responden, untuk jawaban jarang yaitu pada kondisi psikologis merasa gugup sebanyak 62 (44,6%) responden, untuk jawaban kadang-kadang yaitu pada kondisi psikologis merasa lelah tanpa sebab yang jelas sebanyak 66 (47,5%) responden, untuk jawaban sering yaitu pada kondisi psikologis merasa banyak menanggung beban sebanyak 45 (32,4%) responden, untuk jawaban sering yaitu pada kondisi psikologis merasa banyak menanggung


(48)

beban, merasa terpaksa melakukan segala hal , dan merasa sangat sedih dan tidak ada yang dapat menghibur sebanyak 3 (2,2%) responden.

5.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Psikologis Tabel 5.3. Frekuensi Kondisi Psikologis Mahasiswi Angkatan 2007

Kejadian Jumlah (Orang) Persentase (%)

Stres 110 79.1

Tidak sters 29 20.9

Total 139 100.0

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 139 responden, didapatkan 110 orang (79,1%) berada pada kondisi stres dan 29 orang (20,95) berada pada kondisi tidak stres.

5.1.5. Tabulasi Silang Kejadian Stres dengan Siklus Menstruasi Tabel 5.4. Tabulasi Silang Tingkat Stres dengan Pola Menstruasi

Tingkat Stres

Pola menstruasi Total

f (%) 21-35 hari

f (%)

>21 hari f (%)

< 35 hari f (%) Normal

Ringan Sedang Berat

29 (20.9) 0 (.0) 0 (.0) 29 (20.9) 29 ( 20.9) 3 (2.2) 3 (2.2) 35 (25.2) 34 (24.5) 3 (2.2) 4 ( 2.9) 41 (29.5) 27 (19.4) 2 (1.4) 5 (3.6) 34 (24.5) Total 119 (85.6) 8 (5.8) 12 (8.6) 139 (100.0)

Teratur : 21-35 hari; oligomenorea :<21 hari; dan polimenorea :> 35 hari

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan tingkat stres normal, didapatkan 29 (20,9%) responden mengalami pola menstruasi teratur, sedangkan


(49)

responden dengan tingkat stres sedang, didapatkan 34 (24,5%) responden mengalami pola menstruasi normal.

Tabel 5.5. Tabulasi Silang Tingkat Stres dengan Lama Menstruasi

Tingkat Stres

Lama menstruasi Total

f (%) 3-7 hari

f (%)

>7 hari f (%)

< 3 hari f (%) Normal

Ringan Sedang Berat

28 (20.1) 0 (.0) 1 (.7) 29 (20.9) 29 (20.9) 6 (4.3) 0 (.0) 35 (25.2) 37 (26.6) 4 (2.9) 0 (.0) 41 (29.5) 28 920.1) 4 (2.9) 2 (1.4) 34 (24.5) Total 122 (87.8) 14 (10.1) 3 (2.2) 139 (100.0) 3-7 hari: lama menstruasi normal; >7: metroragia dan <3 hari: hipomenorea Tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan tingkat stres normal, didapatkan 28 (20,1%) responden mengalami lama menstruasi yang normal, sedangkan responden dengan tingkat stres sedang, didapatkan 37 (26,6%) responden mengalami lama menstruasi normal.

Tabel 5.6. Tabulasi Silang Kondisi Psikologis dengan Pola Menstruasi


(50)

Kondisi Psikologis 21-35 hari f (%)

<21 hari f (%)

>35 hari

f (%) f (%) Normal

Stres

29 (20.9) 0 (.0) 0 (.0) 29 (20.9) 90 (64.7) 8 (5.8) 12 ( 8.6) 110 (79.1) Total 119 (85.6) 8 (5.8) 12 (8.6) 139 (100.0)

Teratur : 21-35 hari; oligomenorea :<21 hari; dan polimenorea :> 35 hari Tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan kondisi psikologis normal, didapatkan 29 (20,9%) responden mengalami pola menstruasi yang teratur, sedangkan responden kondisi psikologis stres, didapatkan 90 (64,7%) responden mengalami pola menstruasi teratur.

Tabel 5.7. Tabulasi Silang Kondisi Psikologis dengan Lama Menstruasi

Kondisi Psikologis

Lama Menstruasi Total

f (%) 3-7 hari

f (%)

>7 hari f (%)

< 3 hari f (%) Normal

Stres

28 (20.1) 0 (.0) 1 (.7%) 29 (20.9) 94 (67.6%) 14 (10.1) 2 (1.4) 110 (79.1) Total 122 (87.7) 14 (10.1) 3 (2.2) 139 (100.0) 3-7 hari: lama menstruasi normal; >7: metroragia dan <3 hari: hipomenorea Tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan kondisi psikologis normal, didapatkan 28 (20,1 %) responden mengalami lama menstruasi yang normal, sedangkan responden dengan kondisi psikologis stres, didapatkan 94 (67,6 %) responden mengalami lama menstruasi normal.

Tabel 5.8. Tabulasi Silang Kondisi Psikologis dengan Siklus Menstruasi


(51)

Kondisi Psikologis Teratur f (%)

Tidak teratur

f (%) f (%) Normal

Stres

28 (20.1) 1( 0.7) 29 (20.9) 77 (55.4) 33(23.7) 110 (79.1) Total 105 (75.5) 34 (24.5) 139 (100.0)

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan kondisi psikologis normal, didapatkan 28 (20,1 %) responden mengalami siklus menstruasi yang normal, sedangkan responden dengan kondisi psikologis stres, didapatkan 77 (55,4%) responden mengalami siklus menstruasi menstruasi normal.

5.1.6. Hasil Analisis Statistik

Untuk mengetahui hubungan stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur digunakan uji chi-square.

Tabel 5.9. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi Yang Tidak Teratur Siklus Menstruasi

Total Teratur Tidak

Teratur

Stres Normal

Count 28 1 29

Expected count

21.9 7.1 29.0

Stres

Count 77 33 110

Expected Count

83.1 26.9 110.0

Total

Count 105 34 139

Expected count

105.0 34.0 139.0 p value: 0,003; df: 1; Chi-Square: 8,756; CI: 95%

Tabel di atas menggambarkan deskripsi masing-masing sel untuk nilai observed dan expected. Nilai observed untuk sel a, b, c, d, masing-masing 28, 1,77, 33, sedangkan nilai expected data yang didapat masing-masing 21,9, 7,1, 83,1, dan 26,9.


(52)

Uji hipotesis penelitian ini menggunakan metode Chi-Square. Tabel 2 x 2 ini layak diuji dengan Chi-Square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima.

Pada hasil uji Chi-Square, nilai yang dipakai adalah nilai pada Pearson Chi-Square. Nilai significancy atau p value yang didapat adalah 0.003. Confidence interval yang digunakan adalah 95%. Karena faktor peluang kurang dari 5%, maka hasil tersebut bermakna, berarti Ho ditolak, terdapat hubungan antara stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur.

5.2 Pembahasan

Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikologis manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal (Pinel, 2009). Menurut Hawari (2001) mengatakan bahwa stres menurut Hans Selye merupakan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Stresor psikososial adalah setiap keadaan/peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga seseorang itu terpaksa mengadakan adaptasi/penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stresortersebut, sehingga timbulah keluhan-keluhan antara lain stres (Sunaryo, 2004). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 139 responden didapatkan kondisi tidak stres atau normal sebanyak 29 (20,9% ) responden dan selebihnya dengan kondisi stres sebanyak 110 (79,1%) dapat dilihat pada tabel 5.13. Hal ini dikarenakan adanya stressor yang begitu tinggi pada semester akhir sehingga mempengaruhi kondisi psikologi mahasiswi FK USU angkatan 2007.

Dua respon psikoneuroendokrin telah menjelaskan secara spesifik pola coping stres. Pada kondisi subjek harus “ fight or flight” atau harus berusaha untuk mengontrol situasi, mekanisme adrenergik pada sistem saraf pusat dan aktivasi simpatetik pada sisitem saraf tepi. Sistem-sistem ini merespon sumber bahaya untuk homeostasis tubuh selama beberapa detik dengan melepaskan neurotransmitter (katekolamin) pada sistem adrenergik. Respon stres simpatetik menyebabkan peningkatan pada denyut jantung, tekanan darah dan kadar glukosa


(53)

darah pada otot dan organ vital yang bertujuan memenuhi energi yang cukup untuk “fight or flight ”. Respon sistem stres yang lain, sistem hypothalamus pituitary-adrenocortical (HPA), memerlukan waktu beberapa menit. Neuropeptida pada otak merangsang nukleus paraventrikular pada hipotalamus melepaskan faktor kortikotrophin (CRF) dan neuromodulator dari hipotalamus. CRF merangsang kelenjar pituitari anterior melepaskan hormone adrenocorticotropin (ACTH) untuk merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon kortisol. Kortisol memiliki pola penting dalam menurunkan aktivasi simpatetik dan menekan HPA aksis melalui mekanisme negative feedback pada pitutari, hipokampus, hipotalamus dan amigdala. Mekanisme negative feedback membantu mengembalikan kadar basal hormon. Keadaan ini akan mengembalikan keseimbangan tubuh (Ollf dkk, 2004). Strategi coping stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stresor dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis/mental, fisik dan sosial. Coping stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor (Sunaryo,2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan diperoleh 110(79,1%) responden yang mengalami stres, didapatkan 77 (70%) responden mengalami siklus menstruasi yang normal (tabel 5.20.). Hal ini menunjukkan bahwa coping stres melalui negative feedback dapat mengembalikan kondisi keseimbangan tubuh (Kovacs, 2007; Ollf dkk, 2004; Hardie, 2005).

Pengaruh stres terhadap siklus menstruasi yang tidak teratur melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita. Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi integratif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler seluruh tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik (Breen dan Karsch, 2004; Nakamura dkk, 2008).

Pada keadaan stres terjadi aktivasi pada amigdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus


(54)

arkuata. Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stres menyebabkan gangguan siklus menstruasi. Dari yang tadinya siklus menstruasinya normal menjadi oligomenorea atau polimenorea. Gejala klinis yang timbul ini tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. (Chrous, 1998; Hoon Jeong , 1999; Breen dan Karsch, 2004; Nakamura dkk, 2008).

Dari penelitian yang dilakukan pada 139 responden, didapatkan 33 (23,7%) responden yang kondisi psikologisnya stres mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur (tabel 5.20.), dengan oligomenorea didapati 8 (5,8%) responden dan polimenorea 12 (8,6%) responden (tabel 5.18), hipomenorea 2 (1,4%) responden dab metroragia 14 (10,1%) responden (tabel 5.19). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi stres dapat mengganggu ketidakseimbangan hormon, termasuk produksi hormon LH yang mengakibatkan terjadinya siklus menstruai yang tidak teratur. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada tikus betina, didapatkan suatu hipotesis bahwa kortisol berperan dalam menghambat sekresi LH oleh pusat aktivitas di otak (Hoon Jeong, 1999). Kortisol menekan pulsatil LH dengan cara menghambat respon hipofisis anterior terhadap GnRH (Breen dan Karsch, 2004).

5.2.1. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi Yang Tidak Teratur

Dari hasil analisis data penelitian didapatkan bahwa ada hubungan stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yamamoto dkk (2009) yang meneliti tentang hubungan masalah menstruasi dengan stres pada mahasiswi di Jepang, dari 221 responden dengan kondisi stres didapatkan 63% mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya


(55)

oleh mahasiswa Universitas Diponegoro yang bernama Atik Mahbubah dalam studi kasusnya di kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan yang menemukan adanya hubungan antara stres dengan siklus menstruasi. Penelitian tersebut dianalisis menggunakan uji Chi Square didapatkan hasil 69,2 % siklus menstruasinya oligomenorea, 64,9% siklus menstruasi normal, 23,1% polimenorea dan 7,7% amenorea. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Desty Nur Isnaeni yang merupakan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UMS) Surakarta dalam penelitiannya dengan sampel yang digunakan yaitu mahasiswi D IV Kebidanan Jalur Reguler UMS sejumlah 73 responden dan menggunakan uji Sparmen Rank Corelation yang menemukan adanya hubungan stres dengan siklus menstruasi yaitu polimenorea sejumlah 2,74% dan oligomenorea 4,11%.

Dari beberapa studi juga menyatakan bahwa stres mempengaruhi fungsi normal menstruasi, (Ferin, 1999; Fenster dkk, 1999; Sanders dan Bruce, 1999; Atemus dkk, 2001; Breen dan Karsch, 2004; Meczekaski dkk, 2007; Yamamoto dkk, 2009). Pada keadaan stres terjadi pengaktifan HPA aksis, mengakibatkan hipotalamus menyekresikan CRH. CRH mempunyai pengaruh negatif terhadap pengaturan sekresi GnRH, ketidaksimbangan CRH memiliki pengaruh terhadap penekanan fungsi reproduksi manusia sewaktu stres (Chrous, 1998; Hoon Jeong , 1999; Breen dan Karsch, 2004; Nakamura dkk, 2008).


(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Pada penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran USU pada mahasisiwi angkatan 2007 diketahui bahwa terdapat hubungan antara stres dengan siklus menstruasi yang tidak teratur, dengan nilai p value adalah 0,003 (<0,05). Stres memberikan pengaruh pada perubahan status hormonal menyebabkan ketidakseimbangan hormonal sehingga terjadi siklus mentruasi yang tidak teratur.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian didapatkan 29 (20,9%) responden dengan kondisi psikologis normal dan 110 (79,1 %) responden dengan kondisi psikologis stres.

Dari 139 total responden didapatkan tingkat stres yang paling banyak dialami responden yaitu tingkat stres sedang yaitu sejumlah 41 (29,5%) responden.

1. Penelitian juga menunjukkan bahwa dari 110 orang sampel yang mengalami stres, didapatkan 33 orang (30%) mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 139 sampel, didapatkan 105 (75,5%) sampel mengalami siklus menstruasi teratur dan 34 (24,5%) sampel mengalami siklus mentruasi yang tidak teratur.

Jenis pola menstruasi yang tidak teratur yang sering dialami yaitu oligomenorea dan lama menstruasi yang tersering dialami yaitu metroragia.


(57)

6.2. Saran

1. Peneliti menyarankan untuk meningkatkan coping stres untuk menghindari terjadinya ketidaseimbangan tubuh yang dapat mengganggu kesehatan.

2. Peneliti juga menyarankan pada peneliti selanjutnya, untuk lebih memperhatikan kriteria-kriteria yang dapat membiaskan hasil penelitian seperti faktor berat badan dan penyakit-penyakit lain yang dapat mempengaruhi ketidakseimbangan hormon.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Alloy, L.B., Riskind, J.H., and Manos, M.J., 2004. Stress and Physical Disorder. In: Abnormal Psychology. 9th Ed. McGrow-Hill, NY: 211–215.

Allworth, J.E., Clarke, J., Boardman, L.A., 2007. The influence of stress on the menstrual cycle among newly incarcerated women. Woman Health Issues. 17(4): 202 – 209.

Barron, M.L., Flick, L.H., Cook, C.A., Homan, S.M., Campbell, C., 2008. Associations between Psychiatric Disorders and Menstrual Cycle Characteristics. Arch Psychiatr Nurs. 22(5): 254 – 265.

Berek, J.S, 2002. Reproductive Physiology. In:. Berek & Novak’s Gynecology. 13th ed. California: Lippincot William & Wilkins, 71 – 79.

Brannon, L., Feist, J., 2007. Health Psychology. 6th Ed. Belmon, CA: 97–130.

Breen, K.M., and Karsch, F.J., 2004. Does Cortisol Inhibit Pulsatile Luteinizing Hormone Secretion at the Hypothalamic or Pituitary Level?. Endocrinology. 145 (2): 692 – 698.

Butler, W.J., 2003. Normal and Abnormal Uterine Bleeding. In: te Lind’s Operative Gynecology. 9th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, PA: 457– 460.

Carlson, N.R., 2005. Foundation of Physiological Psychology. 6th Ed. Permission Department, MA: 502 – 506.


(59)

Chrousos, G.P., Topy D.J., 2008. Interaction between the Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis and the Female Reproductive System: Clinical Implication: Annals of Internal Medicine. 126: 229–240.

Cohen, H., 2003. McGill Medicine Menstrual Cycle Home Page. Molson Medical

Informatics Projects. Available from:

[Accessed 3

April 2010].

Chomaria Nurul. 2009. Tips Jitu dan Praktis Mengusir Stress. Diva Press: Jogjakarta. 49-168

Olff, M., Langeland, W., Gerson, B.P.R., 2005. Effects of Appraisal and Coping on The Neuroendocrine Response to Extreme Stress. Neuroscience and Biobehavioral Reviews 29: 457–467.

Fenster, L., Waller, K., Chen, J., Hubbard, A.E., Windham, G.C., Elkin, E., et.al, 1999. Psychological Stress in the Workplacand Menstrual Function. Am J Epidemiol. 149:127–134.

Ferin, M., 1999. Stress and the Reproductive Cycle. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 84 (6): 1768 – 1774.

Ganong, W. F. 2001. The gonads: Development and Function of reproductive system. In: Review of Medical Physiology.11th ed. McGraw-Hill, USA: 606-621.

Ghazali, M. V, Saatromiharjo, S., Rochani, S., Soelaryo, T., dan Pramulyo, H., 2008. Studi cross-sectionsl. Dalam: Sadstroasmoro, Sudigdo. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed 3. Jakarta: Sagung Seto: 113 – 125

Guyton, C. A. & Hall, J. E. 2006. Female Physiology Before Pregnancy and Female Hormones. In: Textbook of Medical Physiology. 11th ed. 1011-1022.


(1)

SM

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Teratur 105 75.5 75.5 75.5

tidak teratur 34 24.5 24.5 100.0

Total 139 100.0 100.0

4. Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ts * p11 139 100.0% 0 .0% 139 100.0%


(2)

Tingkat stres* siklus menstruasi

Siklus menstruasi

Total Tingka

t stres 21-35 < 21 hari >35 hari

Normal

Count 29 0 0 29

Expected Count 24.8 1.7 2.5 29.0

% within p11 24.4% .0% .0% 20.9%

% of Total 20.9% .0% .0% 20.9%

Ringan Count 29 3 3 35

Expected Count 30.0 2.0 3.0 35.0

% within p11 24.4% 37.5% 25.0% 25.2%

% of Total 20.9% 2.2% 2.2% 25.2%

Sedang Count 34 3 4 41

Expected Count 35.1 2.4 3.5 41.0

% within p11 28.6% 37.5% 33.3% 29.5%

% of Total 24.5% 2.2% 2.9% 29.5%

Berat Count 27 2 5 34

Expected Count 29.1 2.0 2.9 34.0


(3)

% of Total 19.4% 1.4% 3.6% 24.5%

Total Count 119 8 12 139

Expected Count 119.0 8.0 12.0 139.0 % within p11 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 85.6% 5.8% 8.6% 100.0%

Tingkat stres * lama menstruasi

p12

Total Tingka

t stres 3-7 >7 < 3

Normal

Count 28 0 1 29

Expected Count 25.5 2.9 .6 29.0

% within p12 23.0% .0% 33.3% 20.9%

% of Total 20.1% .0% .7% 20.9%

Ringan

Count 29 6 0 35

Expected Count 30.7 3.5 .8 35.0

% within p12 23.8% 42.9% .0% 25.2%

% of Total 20.9% 4.3% .0% 25.2%


(4)

Sedang Expected Count 36.0 4.1 .9 41.0

% within p12 30.3% 28.6% .0% 29.5%

% of Total 26.6% 2.9% .0% 29.5%

Berat Count 28 4 2 34

Expected Count 29.8 3.4 .7 34.0

% within p12 23.0% 28.6% 66.7% 24.5%

% of Total 20.1% 2.9% 1.4% 24.5%

Total Count 122 14 3 139

Expected Count 122.0 14.0 3.0 139.0 % within p12 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(5)

psik * SM Crosstabulation

Kondisi psikologis SM

Total teratur tidak teratur

Normal

Count 28 1 29

Expected Count 21.9 7.1 29.0

% within SM 26.7% 2.9% 20.9%

% of Total 20.1% .7% 20.9%

Stres Count 77 33 110

Expected Count 83.1 26.9 110.0

% within SM 73.3% 97.1% 79.1%

% of Total 55.4% 23.7% 79.1%

Total Count 105 34 139

Expected Count 105.0 34.0 139.0 % within SM 100.0% 100.0% 100.0%


(6)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.756a 1 .003

Continuity Correctionb 7.378 1 .007

Likelihood Ratio 11.570 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .001

N of Valid Cases 139

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.09. b. Computed only for a 2x2 table