Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011, dan 2012

(1)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2010, 2011, DAN 2012

Oleh:

JULIANA SARI HARAHAP 100100049

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2010, 2011, DAN 2012

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

JULIANA SARI HARAHAP 100100049

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Angkatan 2010, 2011, dan 2012

Nama : Juliana Sari Harahap NIM : 100100049

Pembimbing Penguji I

(dr. Dwi Rita Anggraini, Sp.PA)

NIP. 197711282003122002 NIP. 194806091985031001 (dr. H. Guntur Bumi Nasution Sp.F)

Penguji II

NIP. 195508171980111002 ( Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) )

Medan, 9 Januari 2014 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Siklus menstruasi menggambarkan kesehatan reproduksi wanita. Gangguan siklus menstruasi erat hubungannya dengan perubahan hormonal. Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Beberapa penelitian pun mendapati kejadian gangguan siklus yang tinggi pada wanita usia muda atau mahasiswi.

Tujuan penelitian untuk melihat hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012. Penelitian bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012. Sampel penelitian berjumlah 220 responden yang diambil dengan metode stratified random sampling. Data mengenai siklus menstruasi diperoleh dengan wawancara sementara Indeks Massa Tubuh dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Analisis data menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menemukan 66,8% responden dengan siklus teratur sementara 33,2% dengan siklus tidak teratur. Didapati 41,7% IMTberat badan kurang, 25% IMT normal, 37,5% IMT berat badan lebih, dan 47,7% IMT obese memiliki siklus tidak teratur. Berdasarkan uji hipotesis didapati p<0,05 (X2=8,87, p=0,031, CI 95%) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan. Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan siklus menstruasi.

Kata kunci: Indeks Massa Tubuh, siklus menstruasi, polimenorea, oligomenorea, amenorea sekunder


(5)

ABSTRACT

Menstrual cycle can describe woman’s reproductive health. Disorders of the menstrual cycle is closely related to hormonal changes. Many factors that affect, one’s Body Mass Index. Several studies has found a high incidence of disorders menstrual cycle in young adult woman or young college girls.

This study aimed to analyze the association of Body Mass Index with menstrual cycle in female students of Faculty of Medicine, University of North Sumatera, class of 2010, 2011, and 2012. This survey study was analytic used a cross sectional design. The population of study was female students of Faculty of Medicine, University of North Sumatera, class of 2010, 2011, and 2012. The selection of 220 respondent was performed by stratified random sampling. Data on menstrual cycle collected by interview using structured questionnaire while Body Mass Index was measured by measurement weight and height. Data were analyzed by chi square.

The result found a regular cycle 66,8% and irregular cycles 33,2%. As many as 41,7% of respondents with underweight, 25% normoweight, 37,5% with overweight, and 47,7% with obese have an irregular menstrual cycle. Based on the hypothesis test found p < 0.05 ( X2= 8.87 , p= 0.031 , CI 95 % ) which indicates that there is a relationship between Body Mass Index with the menstrual cycle . From the analysis of these data it can be concluded that there is a relationship between Body Mass Index with the menstrual cycle.

Keywords :Body Mass Index, menstrual cycle, polimenorrhoea, oligomenorrhoea, secondary amenorrhoea


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang dikaruniakan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Siklus Menstruasi Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011, dan 2012”. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat bermanfaat. Penelitian ini bisa diselesaikan atas dukungan dari banyak pihak, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, diantaranya:

1. dr. Dwi Rita Anggraini, Sp.PA, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing, mendukung dan memberikan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.

2. Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) dan dr. H. Guntur Bumi Nasution, Sp.F selaku Dosen Penguji yang telah bersedia menguji serta memberikan saran yang membangun.

3. H. Bandaharo Harahap, S.E. dan Hj. Zubaidah Umar Lubis, kedua orang tua tercinta yang selalu mendampingi, memberikan motivasi dan tak pernah lupa mendoakan penulis.

4. Dosen-dosen serta staff Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terutama dosen dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. 5. Akmaluddin S,S.T, M.M., Alwinsyah,S.T.,M.M. dan Andrian Haro

S.Si,M.M, saudara kandung serta dr. Irma Sari dan dr. Wilda, kakak ipar yang memberikan semangat, doa, bantuan, dan juga saran kepada penulis.

6. Siti Fathiya, Siti Hasyati, Nur Sanita Rizka Sembiring, Rizka Amelia, dan Dede Erdina Wirza, para sahabat seperjuangan yang dengan tulus membantu dan menyemangati selama ini


(7)

7. Marini Yusufina Lubis dan Auladi Halim Umar Lubis, sepupu penulis serta Ruth Daratri Harahap dan Rima Chirsta Ulin, partner bimbingan dan ujian, untuk bantuan dan kerjasamanya

8. Keluarga besar TBM FK USU yang selalu mengisi hari-hari serta menyemangati

9. Teman-teman seperjuangan dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu namun memberikan dukungan dalam penyusunan proposal maupun penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis yakin bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses penyempurnaannya. Semoga penelitian ini pada akhirnya dapat memberi manfaat.

Medan, 9 Desember 2013 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Indeks Massa Tubuh ... 5

2.1.1. Definisi Indeks Massa Tubuh ... 5

2.1.2. Indeks Massa Tubuh... 5

2.1.3. Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh ... 6

2.2. Siklus Menstruasi ... 6

2.2.1. Definisi Menstruasi dan Siklus Menstruasi ... 6

2.2.2. Fisiologi Siklus Menstruasi ... 7

2.2.3. Regulasi Neuroendokrin ... 13

2.2.4. Biosintesis Hormon Ovarium ... 15

2.3. Gangguan Siklus Menstruasi ... 18

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi ... 20


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 23

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

3.2. Variabel Dan Definisi Operasional ... 23

3.2.1. Variabel ... 23

3.2.2. Definisi Operasional ... 23

3.3. Hipotesis ... 24

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 25

4.1. Jenis Penelitian ... 25

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.3.1. Populasi Penelitian ... 25

4.3.2. Sampel Penelitian ... 25

4.3.3. Besar Sampel Penelitian ... 26

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 28

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Hasil Penelitian ... 29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29

5.1.2. Karakteristik Responden ... 29

5.1.3. Distribusi IMT berdasarkan Angkatan. ... 31

5.1.4. Distribusi Siklus Menstruasi berdasarkan Angkatan ... 32

5.1.5. Hubungan IMT dengan Siklus Menstruasi. ... 33

5.2. Pembahasan ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Tabel Klasifikasi Indeks Massa Tubuh 6 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 30 5.2. Distribusi Kategori Indeks Massa Tubuh berdasarkan Angkatan 31 5.3. Distribusi Siklus Menstruasi berdasarkan Angkatan 32 5.4. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi 33 5.5. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi berdasarkan


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Siklus Menstruasi 9

2.2. Kontrol Fungsi Ovarium, Ovulasi, dan Korpus Luteum 14 2.2. Biosintesis Dan Metabolism Estrogen 16

2.3. Biosintesis Hormon Di Sel Teka Dan Sel Granulosa 17


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian (Panduan Wawancara)

Lampiran 3 Lembar Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 4 Lembar Persetujuan

Lampiran 5 Ethical Clearance Lampiran 6 Data Induk


(13)

ABSTRAK

Siklus menstruasi menggambarkan kesehatan reproduksi wanita. Gangguan siklus menstruasi erat hubungannya dengan perubahan hormonal. Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Beberapa penelitian pun mendapati kejadian gangguan siklus yang tinggi pada wanita usia muda atau mahasiswi.

Tujuan penelitian untuk melihat hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012. Penelitian bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012. Sampel penelitian berjumlah 220 responden yang diambil dengan metode stratified random sampling. Data mengenai siklus menstruasi diperoleh dengan wawancara sementara Indeks Massa Tubuh dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Analisis data menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menemukan 66,8% responden dengan siklus teratur sementara 33,2% dengan siklus tidak teratur. Didapati 41,7% IMTberat badan kurang, 25% IMT normal, 37,5% IMT berat badan lebih, dan 47,7% IMT obese memiliki siklus tidak teratur. Berdasarkan uji hipotesis didapati p<0,05 (X2=8,87, p=0,031, CI 95%) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan. Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan siklus menstruasi.

Kata kunci: Indeks Massa Tubuh, siklus menstruasi, polimenorea, oligomenorea, amenorea sekunder


(14)

ABSTRACT

Menstrual cycle can describe woman’s reproductive health. Disorders of the menstrual cycle is closely related to hormonal changes. Many factors that affect, one’s Body Mass Index. Several studies has found a high incidence of disorders menstrual cycle in young adult woman or young college girls.

This study aimed to analyze the association of Body Mass Index with menstrual cycle in female students of Faculty of Medicine, University of North Sumatera, class of 2010, 2011, and 2012. This survey study was analytic used a cross sectional design. The population of study was female students of Faculty of Medicine, University of North Sumatera, class of 2010, 2011, and 2012. The selection of 220 respondent was performed by stratified random sampling. Data on menstrual cycle collected by interview using structured questionnaire while Body Mass Index was measured by measurement weight and height. Data were analyzed by chi square.

The result found a regular cycle 66,8% and irregular cycles 33,2%. As many as 41,7% of respondents with underweight, 25% normoweight, 37,5% with overweight, and 47,7% with obese have an irregular menstrual cycle. Based on the hypothesis test found p < 0.05 ( X2= 8.87 , p= 0.031 , CI 95 % ) which indicates that there is a relationship between Body Mass Index with the menstrual cycle . From the analysis of these data it can be concluded that there is a relationship between Body Mass Index with the menstrual cycle.

Keywords :Body Mass Index, menstrual cycle, polimenorrhoea, oligomenorrhoea, secondary amenorrhoea


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Siklus menstruasi merupakan tanda proses kematangan dari organ reproduksi dan erat kaitannya dengan hormon. Siklus menstruasi berperan dalam fertilitas dan kesehatan reproduksi perempuan (Sinha et al., 2011). Gangguan siklus menstruasi merupakan indikator penting yang menunjukkan adanya gangguan fungsi sistem reproduksi yang dihubungkan dengan peningkatan berbagai penyakit seperti kanker rahim, kanker payudara, infertilitas, dan patah tulang (Gudmundsdottir et al., 2011). Perubahan panjang dan pendek siklus menstruasi menggambarkan perubahan produksi hormon reproduksi (Patil et al., 2003).

Siklus menstruasi pada umumnya berlangsung secara teratur saat memasuki usia 17-18 tahun (Patil et al., 2013) ataupun 3-5 tahun setelah menarche (Rigon et al., 2012). Namun, penelitian di Iran yang dilakukan Gharravi (2006), diketahui bahwa wanita berusia 20-25 tahun yang memiliki siklus menstruasi normal hanya 39,8%. Di Indonesia perempuan berusia 20-24 tahun yang memiliki siklus menstruasi teratur sebesar 76,7% dan yang tidak teratur 14,4%, sedangkan, di Provinsi Sumatera Utara didapatkan 68,3% siklus yang teratur dan 11,6% perempuan dengan siklus tidak teratur (Depkes RI, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan di sejumlah negara, termasuk negara-negara berkembang lainnya, dikatakan bahwa gangguan menstruasi merupakan masalah yang cukup banyak dihadapi oleh wanita (Sianipar et al., 2009). Hillard dan Datch (2005) menemukan mahasiswi lebih sering menunjukkan masalah menstruasi yang tidak teratur. Penelitian di Jepang didapatkan 63% mahasiswi yang mengalami menstruasi tidak teratur (Yamamoto et al., 2009).

Penelitian yang dilakukan di beberapa universitas di Turkey didapatkan gangguan menstruasi berupa ketidakteraturan siklus menstruasi sebesar 31,2% (Cakir et al., 2009). Pada penelitian lain didapatkan prevalensi gangguan siklus, amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%, oligomenorea 50%,


(16)

polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak 15,8% (Bieniasz et al., 2009).

Faktor yang dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi antara lain gangguan hormonal, status gizi, tinggi atau rendahnya IMT, stress (Gharravi, 2009), usia, penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, pemakaian kontrasepsi, tumor pada ovarium, dan kelainan pada sistem saraf pusat-Hipotalamus-Hipofisis (Benson dan Pernoll, 2009). Ukuran tubuh pun berkorelasi dengan kelainan menstruasi. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa indeks massa tubuh yang berada diatas ataupun dibawah batas normal dihubungkan dengan siklus yang tidak teratur.

Persentase indeks massa tubuh wanita usia 20-24 tahun di Indonesia, didapati IMT kurus 18%, normal 68,45%, berat badan lebih 6,5%, dan obesitas 7,1%. Di Sumatera Utara didapati kurus 8,9%, normal 60,8%, berat badan lebih 12,8%, dan Obesitas 17,4% (Depkes RI, 2010).

Sinha et al. (2011) menemukan benar adanya hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi. Penelitian di Australia pun menunjukkan adanya hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi tidak teratur dan risiko terjadinya gangguan siklus menstruasi 2 kali lebih besar pada wanita yang obesitas daripada wanita normal. (Wei et al., 2009). Hossain et al. (2011) melakukan penelitian pada mahasiswi di Bangladesh dan didapati semakin besar besar IMT seseorang semakin besar kemungkinan dia menglami siklus menstruasi tidak teratur.

Penelitian di Bantul pada wanita usia subur didapati 27,1% dengan status nutrisi kurus, 17,5% status normal, dan 51,4% berat badan lebih mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur (Chotimah, 2012). Ernawati (2009) mendapatkan 27,8% wanita yang overweight dan 16,5% yang tidak overweight mengalami siklus tidak teratur. Penelitian Primastuti (2012) pada orang obesitas menunjukkan bahwa ada hubungan wanita obesitas dengan ketidakteraturan siklus menstruasi.

Sugiharto (2009) mengatakan bahwa kadar estrogen di dalam tubuh wanita berpengaruh dalam memberikan feedback untuk pengeluaran Gonadotropin


(17)

Releasing Hormone (GnRH) dan mempengaruhi pengeluaran hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

Persen lemak tubuh yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi androgen yang berperan dalam memproduksi estrogen. Proses aromatisasi androgen menjadi estrogen ini terjadi di sel-sel granulosa dan jaringan lemak. Sehingga, jumlah persentase jaringan lemak tubuh berperan dalam keseimbangan hormon estrogen di tubuh (Rakhmawati, 2013).

Melihat banyaknya kejadian gangguan siklus menstruasi pada wanita dewasa muda serta penelitian yang menunjukkan adanya hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi. Hal tersebut menjadi alasan peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas, peneliti ingin merumuskan masalah pada penelitian ini adalah:

Adakah hubungan antara indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalensi indeks massa tubuh (berat badan kurang, normal, berat badan lebih, dan obese) di kalangan mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012.


(18)

b. Untuk mengetahui prevalensi siklus menstruasi yang tidak teratur di kalangan mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi siklus menstruasi dengan indeks massa tubuh pada mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012

d. Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan keteraturan siklus menstruasi pada mahasiswi Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012

1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti

Untuk menumbuhkan jiwa penelitian pada peneliti sendiri, sehingga kedepannya peneliti mampu melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi.

b. Bagi subjek yang diteliti

Dapat dijadikan sebagai masukan kepada subjek yang diteliti bahwa ternyata indeks massa tubuh berdampak kepada siklus menstruasi.

c. Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya wanita-wanita usia reproduksi mengenai hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Indeks Massa Tubuh 2.1.1. Definisi Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2009).

2.1.2. Indeks Massa Tubuh

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yang mencakup body weight dan body dimension/build. Ada beberapa teknik yang lazim digunakan: tinggi badan / berat badan, lingkar, dan tebal lipatan kulit. Berbagai teknik pengukuran antropometri dilakukan pada berbagai lokasi pengukuran yang berbeda dengan instrumen yang berbeda-beda pula. Beberapa teknik (seperti penilaian tebal lipatan kulit) adalah untuk mengestimasi komposisi tubuh atau lemak tubuh, sementara teknik lain (seperti IMT) adalah penilaian untuk body build (ACSM, 2008; Thang et al., 2006).

Dalam penelitian Thang et al. (2006), berikut ini adalah beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai antropometri, yaitu tabel tinggi badan dan berat badan, indeks massa tubuh, rasio pinggang-pinggul (waist-to-hip ratio), lingkar, tebal lipatan kulit, Bioelectrical Impedance Analysis, dan Hydrostatic weighing.

Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total lemak tubuh seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding cara yang lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan perhitungan yang sederhana, cepat, dan murah dalam populasi tertentu. Pengukuran IMT rutin dilakukan dan sering digunakan dalam studi-studi epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT yang


(20)

tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat juga karena jaringan otot (Thang et al., 2006).

Berikut ini adalah batasan IMT untuk menilai status gizi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Kategori IMT (Kg/m2)

Berat Badan Kurang < 18,5

Normal 18,5 - 22,9

Berat Badan Lebih ≥23

Berisiko 23 - 24,9

Obese I 25-29,9

Obese II ≥ 30

Sumber: Sugondo, 2009. Ilmu Penyakit dalam Ed. V Jilid III

2.1.3. Cara mengukur Indeks Massa Tubuh

Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011, menentukan IMT dilakukan dengan cara sampel diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi badannya dan dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan besar IMT. Berikut adalah rumus untuk mendapatkan besar IMT:

[Tinggi Badan (m)]2 Berat Badan (kilogram)

2.2 Siklus Menstruasi

2.2.1 Definisi Menstruasi dan Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik uterus disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2009). Tahun-tahun reproduksi normal wanita ditandai dengan perubahan ritmis bulanan kecepatan sekresi hormon-hormon dan juga perubahan fisik pada ovarium serta organ-organ


(21)

seksual lainnya. Pola ritmis ini disebut siklus menstruasi (Guyton, 2008). Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi yang berikutnya. Hari mulainya perdarahann dinamakan hari pertama siklus (Wiknjosastro, 2009). Siklus normalnya berkisar 21-35 hari, dengan rata-rata panjang siklus 28 hari (Cohen, 2003).

2.2.2 Fisiologi Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi terdiri dari dua siklus, siklus di ovarium dan di endometrium yang keduanya berjalan bersamaan. Fase di siklus ovarium terdiri dari fase folikel, fase ovulasi dan fase luteal. Sementara fase di siklus endometrium terdiri dari fase proliferasi, fase menstruasi, dan fase sekretorik (Guyton, 2008; Sherwood, 2010; Wiknjosastro, 2009).

1. Siklus ovarium a. Fase folikel

Fase awal folikel berlangsung 1 sampai 6 hari. Pada fase ini terjadi dua peristiwa yaitu, menstruasi dan permulaan perkembangan folikel. Pada setiap kali menstruasi, seluruh lapisan endometrium terlepas, kecuali suatu lapisan dalam dan tipis yang terdiri dari sel-sel epitel dan kelenjar yang menjadi bakal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan endometrium dan miometrium. Kontraksi-kontraksi itu membantu mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina

Pada saat seorang anak perempuan lahir, masing-masing ovum dikelilingi oleh selapis sel granulosa dan ovum dengan selubung sel granulosanya disebut folikel primordial. Sesudah pubertas, hormon FSH dari kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan, sehingga seluruh ovarium bersama folikelnya akan mulai berkembang (Guyton, 2008).

Penanda yang jelas pada perkembangan folikel adalah meningkatnya ukuran oosit dan sel granulosa menjadi kuboidal. Pada saat yang sama, taut rekat yang kecil berkembang antara oosit dan sel granulosa. Taut rekat ini berfungsi sebagai pertukaran nutrisi, ion-ion, dan molekul-molekul, disamping itu taut rekat ini membentuk saluran protein yang dikenal sebagai connexin yang berguna untuk


(22)

pertumbuhan dan multiplikasi dari sel granulosa. Multiplikasi sel granulosa ini kira-kira 15 sel yang disebut folikel primer (Speroff dan Friazt, 2005). Perkembangan menjadi folikel primer dapat berlangsung tanpa keberadaan FSH, tetapi perkembangan melebihi titik ini tidak mungkin terjadi tanpa kedua hormon ini (Guyton, 2008).

Fase akhir folikel berlangsung 7 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel dari folikel primer menjadi tahap antral. Pertumbuhan awal dari folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH. Efek awalnya adalah proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa, menyebabkan lebih banyak lagi sel-sel granulosa. Selain itu, banyak sel-sel berbentuk kumparan yang dihasilkan dari interstitium ovarium yang berkumpul dalam beberapa lapisan diluar sel granulosa, membentuk kelompok sel kedua disebut teka. Teka menjadi dua yaitu teka interna dan teka eksterna (Guyton, 2008).

Sel granulosa dan sel teka, keduanya bekerja sama dalam menghasilkan estrogen. Reseptor LH hanya ada pada sel teka, begitu juga reseptor FSH hanya ada pada granulosa. Pada teka interstisial, yang berlokasi di teka interna memiliki kira-kira 20.000 reseptor LH di membran selnya yang merangsang jaringan teka untuk menghasilkan androgen yang akan mengalami aromatisasi sehingga menjadi estrogen melalui FSH disel granulosa (Speroff dan Fritz, 2005).

Dibawah pengaruh estrogen dan FSH terjadi peningkatan cairan folikel pada rongga interseluler granulosa, cairan folikuler ini mengandung estrogen konsentrasi tinggi. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum didalam massa sel granulosa, sehingga sel teka dan sel granulosa akan berproliferasi lebih cepat dengan laju sekresinya meningkat, dan masing-masing folikel akan tumbuh menjadi folikel antral.


(23)

Gambar 2.1. Siklus Menstruasi.

Sumber: Berek & Novak’s Gynaecology 14ed, 2007.

b. Fase ovulasi

Fase praovulasi dan ovulasi berlangsung 13 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sebagai persiapan untuk terjadinya ovulasi. Pertumbuhan yang cepat setelah terbentuk folikel antral meningkatkan diameter ovum tiga sampai empat kali lipat menghasilkan peningkatan diameter total sampai menjadi sepuluh kali lipat atau peningkatan massa sebesar seratus kali lipat (Guyton, 2008). Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat dari pada


(24)

folikel-folikel lain, berkembang menjadi folikel matang (de Graaf) (Sherwood, 2010).

Sebagian besar pertumbuhan ini disebabkan oleh ekspansi antrum yang drastis, disamping itu juga pertumbuhan sel teka, dan sel granulosa. Antrum menempati sebagian besar difolikel matang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan selapis sel granulosa, tergeser secara asimetris kesalah satu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum, kemudian menonjol dari permukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang mudah pecah (stigma) untuk mengeluarkan oosit saat ovulasi (Guyton, 2008).

Folikel-folikel yang lain mulai mengalami atresia (apoptosis), dan hanya satu folikel yang terus mengalami perkembangan. Folikel ini tumbuh lebih cepat menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel tunggal tersebut karena FSH meningkatkan proliferasi sel granulosa dan sel teka yang menimbulkan produksi estrogen lebih lanjut serta siklus proliferasi sel yang baru, kombinasi dari FSH dan estrogen menyebabkan peningkatan lebih banyak dan siklus proliferasi sel endometrium yang baru (Guyton, 2008).

Selama fase akhir folikuler, estrogen pertama sekali meningkat secara lambat, kemudian secara cepat, mencapai puncak kira-kira 24-36 jam sebelum ovulasi. Estrogen yang memuncak menyebabkan terjadinya lonjakan pengeluaran LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior (Speroff and Fritz, 2005). LH mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang menyekresikan progesteron dan sedikit estrogen. Oleh karena itu , kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah kecil progesteron mulai disekresikan.

Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa yang dibutuhkan untuk ovulasi: (1) teka eksterna mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisozim yang mengakibatkan pelarutan dinding kapsul dan akibatnya


(25)

melemahnya dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi dari stigma. (2) secara bersama, juga akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung cepat kedalam dinding folikel, dan pada saat yang sama, prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan vasodilatasi) akan disekresi dalam jaringan folikuler. Kedua efek ini selanjutnya akan mengakibatkan pecahnya folikel disertai dengan pengeluaran ovum sehingga terjadilah ovulasi (Guyton, 2008).

c. Fase luteal

Fase awal luteal berlangsung 14 sampai 21 hari ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel dan mulainya fase luteal. Folikel yang ruptur dan tertinggal di ovarium mengalami perubahan cepat (Sherwood, 2010), segera terisi darah (Wiknjosastro, 2009). Sel-sel granulosa dan teka yang melapisi folikel mulai berproliferasi dan bekuan darah cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan,membentuk korpus luteum. Lemak pada sel luteal ini berfungsi sebagai molekul prekursor steroid (Ganong, 2010).

Sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan sebuah retikulum endoplasma halus yang luas, yang akan membentuk sejumlah besar hormon seks wanita progesteron dan estrogen, tetapi lebih banyak progesteron (Guyton, 2008).

Fase akhir luteal berlangsung 21 sampai 28 hari, estrogen dan progesteron yang disekresi oleh korpus luteum mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap hipofisis anterior dalam mempertahankan kecepatan sekresi FSH dan LH yang rendah. Selain dari itu sel luteain juga menyekresi sejumlah kecil hormon inhibin yang juga menghambat sekresi hipofisis anterior, khususnya sekresi FSH, mengakibatkan konsentrasi FSH dan LH dalam darah menjadi rendah dan hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara menyeluruh, terjadi hampir tepat 12 hari setelah korpus luteum terbentuk, yaitu 2 hari sebelum dimulainya menstruasi (Guyton, 2008; Ganong, 2010).


(26)

2. Siklus endometrium a. Fase proliferatif

Setelah masing-masing daerah endometrium mengelepuas sewaktu menstruasi, mulai terjadi proses perbaikan regeneratif di endometrium, permukaan endometrium dibentuk kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan dengan pertumbuhan keluar sel-sel epitel kelenjar endometrium. Pada fase proliferative dini yang berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7 dengan keadaan endometrium tipis, kelenjarnya sedikit, sempit, lurus, dilapisi sel kuboid, dan stromanya padat.

Pada fase lanjut, proliferasi terjadi semakin cepat, kelenjar-kelenjar epitelial bertambah besar dan tumbuh ke bawah tegak lurus terhadap permukaan. Sel-selnya menjadi kolumnar dengan nuklei di basal. Sel-sel stroma berproliferasi, tetap padat dan berbentuk kumparan. Mitosis terjadi pada kelenjar dan stroma. Endometrium disuplai oleh arteri-arteri basal di miometrium (Wiknjosastro, 2009). Fase ini diperngaruhi oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel baru yang sedang tumbuh, berlangsung dari akhir menstruasi sampai ovulasi (Sherwood, 2010).

b. Fase sekresi

Setelah ovulasi, pada saat korpus luteum terbentuk, uterus memasuki fase sekretorik atau progestasional, yang bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen. Progesteron berkerja mengubah endometrium yang tebal menjadi jaringan yang kaya pembuluh darah dan glikogen. Jika tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum berdegenerasi sehingga sekresi estrogen dan progesteron menurun. Kemudian fase folikel dan menstruasi kembali dimulai (Sherwood, 2010).

c. Fase menstruasi

Fase ini bersamaan dengan berakhirnya fase luteal ovarium dan permulaan fase folikel. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, penurunan kadar hormon-hormon ovarium merangsang oengeluaran prostaglandin uterus yang


(27)

menyebabkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, sehingga aliran darah ke endometrium terganggu yang menyebabkan kematian endometrium. Prostaglandin uterus juga menyebabkan kontraksi ritmik ringan miometrium untuk mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina. Menstruasi biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikel ovarium (Sherwood, 2010).

2.2.3. Regulasi Neuroendokrin

Aktifitas saraf menyebabkan pelepasan GnRH (gonadotropin releasing hormone) dengan cara pulsatil terutama terjadi di dalam mediobasal hipotalamus khususnya di nukleus arkuatus. Banyak pusat saraf dalam sistem limbik otak menghantarkan sinyal ke nuleus arkuatus untuk modifikasi intensitas GnRH dan frekuensi pulsasi. Hipotalamus menyekresikan GnRH secara pulsatil selama beberapa menit yang terjadi setiap satu sampai tiga jam. Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan pengeluaran LH dan FSH secara pulsatil juga (Guyton, 2008).

a. Kontrol fungsi ovarium

Tahap-tahap awal pembentukan folikel pra-antrum dan pematangan oosit tidak memerlukan rangsangan gonadotropik. Baik FSH dan estrogen merangsang proliferasi sel-sel granulosa. FSH dan LH diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel, tetapi kedua hormon ini bekerja pada sel yang berbeda. LH bekerja pada sel teka untuk merangsang produksi androgen, sementara FSH bekerja pada sel granulosa untuk meningkatkan perubahan androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel granulosa dari sel teka) menjadi estrogen.


(28)

Gambar 2.2. Kontrol fungsi ovarium, ovulasi, dan korpus luteum

Sumber: Sherwood , 2010. Human Physiology From Cell to System7th ed.

Kadar FSH yang rendah sudah cukup untuk mendorong konversi akhir menjadi estrogen, sehingga kecepatan sekresi estrogen oleh folikel, bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus meningkat selama fase folikel. Estrogen yang dihasilkan folikel sebagian disekresikan ke dalam darah dan sisanya berperan dalam pembentukan antrum.

Estrogen menghambat hipothalamus dan hipofisis anterior melalui mekanisme umpan balik negatif. Kadar estrogen yang rendah dan meningkat pada fase awal folikel secara langsung menghambat sekresi GnRH, sehingga pengeluaran FSH dan LH dari hipofisis anterior juga tertekan. Efek primernya pada hipofisis yakni menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin, terutama penghasil FSH (Guyton, 2008; Sherwood, 2010). Turunnya FSH selama fase


(29)

folikel disebabkan sel-sel folikel mensekresikan inhibin. Sementara itu sekresi LH meningkat secara perlahan. (Sherwood, 2010).

b. Kontrol Ovulasi

Ovulasi dan luteinisasi dipicu oleh lonjakan LH yang disebabkan oleh efek umpan balik positif. Kadar estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel merangsang sekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja langsung pada hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut sekresi GnRH, sehingga meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut juga bekerja langsung pada hipofisis anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap GnRH. Efek yang terakhir merupakan penyebab lonjakan sekresi LH yang jauh lebih besar daipada sekresi FSH pada pertengahan siklus (Sherwood, 2010).

c. Kontrol korpus luteum

LH memicu perkembangan korpus luteum, mempertahankan, dan merangsang pengeluaran hormon steroid, estrogen dan progesteron, dengan jumlah progesteron lebih besar (Sherwood, 2010). Inhibisi FSH dan LH oleh progesteron mencegah pematangan folikel dan ovulasi baru selama fase luteal. Korpus luteum berfungsi selama dua minggu, kemudian berdegenerasi jika tidak terjadi pembuahan. Penurunan kadar LH dalam darah akibat inhibisi dari progesteron berpengaruh dalam kemunduran korpus luteum ini. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi, kadar progesteron dan estrogen plasma turun dengan cepat. Lenyapnya efek inhibisi dari hormon FSH dan LH menyebabkan sekresi kedua hormon ini kembali meningkat. Dibawah pengaruh mereka, sekelompok folikel baru kembali mengalami proses pematangan (Guyton, 2008; Sherwood, 2010).

2.2.4. Biosintesis Hormon Ovarium

Secara alami estrogen yang terbentuk adalah 17β-estradiol, estrone, dan estriol (Ganong, 2010). Hormon yang utama diproduksi folikel adalah estradiol, hormon dengan 18 karbon. Steroidogenesis, proses produksi hormon steroid


(30)

bergantung kepada ketersediaan kolesterol. Kolestrol di ovarium didapatkan dari lipoprotein plasma, sintesis de novo di sel ovarium, dan kolestrol ester dalam tetesan lemak di sel ovarium. Untuk steroidogenesis ovarium sumber utama adalah kolestrol low-density-lipoprotein (LDL) (Terranova, 2003).

Gambar 2.2. Biosintesis dan metabolism estrogen

Sumber: Ganong, W.F. 2010. The Gonads: Development and function of reproductive

system. In: Review of Medical Physiology. 23rd ed. Mc Graw-Hill, USA: 416

Sel teka interna memiliki banyak reseptor LH, LH berkerja melalui cAMP untuk meningkatkan konversi androstenedione menjadi estrone (Ganong, 2010). Konversi kolestrol menjadi pregnolon oleh cholesterol side-chain cleavage enzyme diregulasi oleh LH dengan menggunakan cyclic adenosine monophosphate (cAMP). LH berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan membrane sel teka, mengaktifasi adenilat siklase melalui protein-G dan meningkatkan produksi cAMP. cAMP juga meningkatkan transport kolestrol dari luar ke dalam membran mitokondria. Pregnolon, 21 karbon, berdifusi keluar dari mitokondria dan masuk ke retikulum endoplasmik, tempat terjadinya steroidogenesis (Terranova, 2003).


(31)

Gambar 2.3. Biosintesis hormon di sel teka dan sel granulosa.

Sumber: Terranova, Paul F., 2003. Female Reproductive System. Dalam: Rhoades,

Tanner, 2003. Medical Physiology 2e. Lippincot.

Pada sel teka jalur yang dominan adalah jalur delta 5, sementara di sel granulosa dan korpus luteum, jalur delta 4 lebih dominan. Pregnenolon akan dikonversi menjadi progesteron oleh 3β-hidroksisteroid dehidrogenase di jalur delta 4 atau menjadi 17α-Hikroksipregnenolon oleh 17α-Hidroksilase di jalur delta 5. Di jalur delta 4, progesteron akan dikonversi ke 17α-Hidroksiprogesteron oleh bantuan 17α-Hidroksilase, yang kemudian dikonversi menjadi androstenedion dan testosteron dengan 17,20-Liase dan 17α-Hidroksisteroid dehidrogenase (17-ketosteroid reduktase) (Terranova, 2003).

Sel teka interna menyuplai androstenedione ke sel granulosa. Sel granulosa membuat estradiol ketika disediakan androgen (Ganong, 2010). Di jalur delta 5, 17α-hidroksipregnenolon dikonversi menjadi dehidroepiandrosterone (DHEA;oleh 17,20-liase), yang selanjutnya diubah menjadi androstenedion oleh 3β-hidroksisteroid dehidrogenase, androgen terdiri dari 19 karbon. Testosteron dan androstenedion berdifusi dari teka kompartemen, melintasi membran basal, dan masuk ke dalam sel granulosa (Terranova, 2003).

Di dalam sel granulosa terdapat banyak reseptor FSH (Ganong, 2010), dengan bantuan cAMP, testosteron dan androstenedion kemudian dikonversi


(32)

menjadi estradiol dan estron, masing-masing oleh enzim aromatase, yang mengaromatisasi cincin A steroid dan membuang satu karbon. Estrogen biasanya memiliki 18 karbon. Estrone kemudian dapat dikonversi menjadi estradiol oleh 17β-hidroksisteroid dehidrogenase. Sehingga, sekresi estradiol merupakan peran antara sel teka dan sel granulosa serta koordinasi antara FSH dan LH (Terranova, 2003)

2.3. Gangguan Siklus Menstruasi

Apabila siklus menstruasi yang terjadi diluar keadaan normal, atau dengan kata lain tidak berada pada interval pola menstruasi dengan rentang kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari dengan interval pendarahan uterus normal kurang dari 3 atau lebih dari 7 hari disebut siklus menstruasi tidak teratur (Berek, 2007). Menurutnya ada enam jenis gangguan menstruasi yang termasuk ke dalam siklus menstruasi tidak teratur yaitu, oligomenorea, polimenorea, menoragia, metroragia, menometroragia, hipomenorea (Berek,2007).

Wiknjosastro (2009) membagi gangguan menstruasi dan siklusnya menjadi: 1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi

a. Hipermenorea atau menoragia b. Hipomenorea

2. Kelainan siklus a. Polimenorea b. Oligomenorea c. Amenorea

3. Perdarahan di luar haid a. Metroragia

4. Gangguan menstruasi yang ada hubungannya menstruasi a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid)

b. Mastodinia

c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) d. Dismenorea


(33)

Perubahan pada lamanya siklus menstruasi terbagi menjadi polimenorea, oligomenorea, dan amenorea. Polimenorea adalah kelainan siklus menstruasi yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari). Pendarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid yang biasa. Bila siklus memendek namun teratur ada kemungkinan stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi memendek atau kedua stadium memendek. Polimenorea disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain ialah kongesti ovarium karena peradangan,endometriosis dan sebagainya (Wiknjosastro, 2009).

Oligomenorea adalah dimana siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofisisi-hipotalamus, sindrom polikistik ovari, stress, dan juga kehilangan berat badan berlebih. Pemanjangan siklus disebabkan karena masa proliferasi yang lebih panjang dari biasa (Wiknjosastro, 2009).

Amenorea dibagi menjadi: 1. Amenorea Primer

Seorang perempuan belum mengalami menstruasi setelah usia 15 tahun tetapi telah terdapat tanda-tanda seks sekunder atau tidak terjadi menstruasi sampai 13 tahun tanpa adanya tanda-tanda seks sekunder. yaitu, amenorea primer dan amenorea sekunder (Berek, 2007).

2. Amenorea sekunder

Pernah mendapat menstruasi tetapi kemudian sedikitnya 3 bulan berturut-turut (Wiknjosastro, 2009) atau 3 siklus menstruasi ataupun lebih dari 6 bulan tidak mendapatkannya lagi (Berek, 2007).

Amenorea primer umumnya penyebabnya lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Amenorea sekunder biasanya disebabkan karena kehidupan wanita, pada keadaan patologis seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor dan penyakit infeksi, sedangkan pada keadaan fisiologis pada saat menarkhe, hamil, menyusui dan menopause. Biasanya terjadi pada perempuan dengan underweight atau pada


(34)

aktivitas berat dimana cadangan lemak mempengaruhi untuk memacu pelepasan hormon (Wiknjosastro,2009).

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi

Kusmiran (2011) mengatakan penelitian mengenai faktor risiko dari variabilitas siklus menstruasi adalah sebagai berikut::

a. Berat badan.

Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan amenorea.

b. Aktivitas fisik.

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi. Termasuk olahraga yang berlebihan.

c. Stress.

Stress menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya sistem persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan prolaktin yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormon LH yang menyebabkan amenorea.

d. Diet.

Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respons hormon pituitari, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan dengan amenorea.

e. Paparan lingkungan dan kondisi kerja.

Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak menstruasi yang panjang dibandingkan dengan beban kerja ringan dan sedang.


(35)

f. Gangguan endokrin

Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Penyakit polystic ovarium berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin, dan oligomenorea. Amenorea dan oligomenorea pada perempuan dengan penyakit polkistik ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan perempuan tersebut obesitas. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorea dan lebih lanjut menjadi amenorea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorea dan menoragia

2.5. Hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi

Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan antara tingginya indeks massa tubuh dengan perpanjangan siklus menstruasi. Tak hanya perempuan dengan indeks massa tubuh tinggi, perempuan yang berolahraga secara berlebihan dan menjadi kurus atau memiliki terlalu sedikit lemak tubuh, dapat juga menyebabkan oligomenorea atau amenorea yang diakibatkan defisiensi estrogen. Selain itu, berat badan yang rendah atau penurunan berat badan secara mendadak dapat menghambat pelepasan GnRH (gonadotropin releasing hormone), yang dapat mengurangi kadar LH dan FSH hormon yang bertanggung jawab untuk perkembangan telur dalam ovarium. Secara teknis fertil dan memiliki banyak telur yang sehat dalam ovarium, tetapi sel telur tidak akan pernah dibebaskan karena kekurangan hormon.

Androgen merupakan hormon yang diperlukan oleh tubuh (suprarenal, ovarium) untuk menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah androgen manjadi estrogen adalah aromatase. Jaringan yang mempunyai kemampuan untuk mengaromatisasi androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulose dan jaringan lemak. Sehingga, semakin banyak atau sedikit presentase jaringan lemak tubuh, semakin banyak ataupun sedikit estrogen yang terbentuk, yang kemudian dapat menggangu keseimbangan hormon (Supriyono, 2003).


(36)

Pada perempuan dengan berat berlebihan ditemukan produksi androgen suprarenal meningkat, pengingkatan pengeluaran ketosteroid dan 17-hidroksisteroid, kadar plasma testosterone meningkat, kadar plasma androstenadion meningkat, rasio estron/stradiol 2,5 serta kadar sex hormone binding globulin (SHBG) yang rendah (Supriyono, 2003). Ditambah lagi terjadi kelebihan androgen, estrogen terutama estron. Pada obesitas ditemukan interaksi adipokin dan Hipothalamus-Pituitary-Gonad (HPG) axis serta leptin sebagai pleiotropic modulator keseimbangan energy dan reproduksi. Peningkatan metabolisme hormon reproduksi didalam deposit jaringan adipos bisa menyebabkan kadar androgen dan estrogen dalam plasma yang abnormal yang berakibat pada gangguan pada aksis. Sex hormone binding globulin (SHBG) berperan dalam regulasi bioavabilitas dari hormon reproduksi. Pada obesitas terjadi penurunan kadar SHBG sehingga meningkatkan bioavabilitas kadar hormon (Kyrou, 2010).

Obese memiliki kadar insulin dan leptin yang tinggi. Leptin yang tinggi mempengaruhi steroidogenesis di ovarium dengan menghambat FSH dan Insulin like Growth Factor-I (IGF-I) di folikel, sehinggan menggangu sintesis estrogen di ovarium tetapi tidak pada sintesis progesteron. Mekanisme terjadinya gangguan siklus menstruasi berkaitan dengan akumulasi dari lemak yang berlebihan ataupun lemak yang sedikit yang menyebabkan gangguan fungsi Hipothalamus-Pitutary-Gonad (HPG). (Telli et al, 2002). Pada resistensi insulin, dimana jumlah reseptor insulin menurun/tidak berfungsi, maka kadar insulin yang berlebih akan berikatan dengan resptor IGF-I, yang mempunyai bentuk/struktur, sama dengan reseptor insulin. IGF-I bekerja memperkuat rangsangan LH terhadap sel teka ovarium untuk menghasilkan androgen (Gotteroa et al., 2004).


(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel

Variabel bebas (independen) : indeks massa tubuh. Variabel tergantung (dependen) : siklus menstruasi.

3.2.2. Definisi Operasional

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara penilaian status gizi seseorang berdasarkan antropometri, yaitu berat badan dan tinggi badan. Berat Badan (BB) adalah jumlah massa tubuh yang dihitung dalam kilogram (kg). Tinggi Badan (TB) adalah panjang tubuh yang dihitung dari telapak kaki hingga atas kepala dalam sentimeter (cm). IMT ditentukan dengan menggunakan rumus

Cara pengukuran IMT dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan terlebih dahulu. Berat badan diukur dengan timbangan injak merk camry dan tinggi badan diukur dengan mikrotoa merk one med. Hasil pengukuran berat badan serta tinggi badan dimasukkan ke dalam rumus, selanjutnya dikategorikan menjadi BB kurang, normal, BB lebih, dan obese berdasarkan IMT =

Berat Badan (kg) [Tinggi Badan (m)]2

Indeks Massa Tubuh Siklus Menstruasi


(38)

klasifikasi IMT menurut kriteria Asia Pasifik . Hasil pengukuran berupa data kategorik dan skala pengkuran adalah skala ordinal.

Kategori IMT (Kg/m2)

Kurus < 18,5

Normal 18,5 - 22,9

BB lebih 23,0 - 24,9

Obese ≥ 25,0

Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya siklus menstruasi berikutnya. Siklus menstruasi teratur adalah siklus menstruasi normal yaitu 21-35 hari dan secara rutin didapatkan. Siklus menstruasi yang tidak teratur jika siklus menstruasi lebih pendek (<21 hari) atau lebih panjang (>35 hari), dalam tempo yang berbeda-beda dan terjadi lebih dari 2 kali periode menstruasi.

Siklus menstruasi ditentukan dengan sistem recall menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mengetahui siklus menstruasi yang dialami responden selama 12 bulan terakhir. Kuesioner berisi data responden, pola menstruasi, kriteria inklusi ekslusi, dan pola hidup. Siklus menstruasi normal (eumenorea) yaitu siklus yang panjangnya 21-35 hari. Siklus yang memendek atau kurang dari 21 hari disebut polimenorea. Siklus yang memanjang atau lebih dari 35 hari disebut oligomenorea. Amenorea sekunder adalah sedikitnya lebih dari 3 bulan berturut-turut/3 kali siklus tidak mendapatkan menstruasi. Data siklus menstruasi yang didapatkan yaitu, eumenorea, polimenorea, oligomenorea dan amenorea. Hasil pengukuran berupa data kategorik. Skala pengukuran adalah skala ordinal.

3.3 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ada hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi pada mahasiswi FK USU angkatan 2010, 2011, dan 2012


(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain studi Cross Sectional yang akan dilakukan untuk melihat hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan April 2013 sampai November 2013, mulai dari pembuatan proposal sampai dengan penulisan hasil penelitian. Alasan pemilihan tempat dikarenakan jumlah mahasisiwi di fakultas kedokteran yang cukup banyak dan masuk kedalam usia dewasa muda serta dianggap lebih memahami tentang siklus menstruasi.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012 yang masih aktif.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode stratified random sampling dan melakukan uji kriteria (inklusi dan eksklusi). Metode stratified random sampling berarti sampel dipilih secara acak pada setiap strata. Strata yang digunakan adalah angkatan dengan memilih beberapa sampel yang jumlahnya dihitung berdasarkan besar perkiraan total sampel (Sostroasmoro, 2010). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah mahasiswi FK USU angkatan 2010, 2011, dan 2012. Sampel yang diambil lalu diuji dengan kriteria inklusi dan


(40)

eksklusi yang telah ditetapkan. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1. Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010, 2011, dan 2012. 2. Berusia 19-25 tahun.

3. Sudah pernah mengalami siklus menstruasi dan minimal 3 tahun setelah menarche.

4. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

b. Kriteria Ekslusi

1. Sedang mengkonsumsi obat-obat hormonal.

2. Memiliki penyakit-penyakit keganasan atau kelainan pada saluran reproduksi seperti fibroid, kista, endometriosis, sindrom polikistik ovarium, infeksi pada saluran reproduksi maupun kelainan genetik lainnya .

3. Memiliki penyakit metabolik seperti diabetes mellitus. 4. Sedang hamil ataupun menyusui.

5. Tidak bersedia menjadi sampel penelitian.

4.3.3 Besar Sampel Penelitian

Menurut Wahyuni (2011), adapun perhitungan sampel minimal yang dibutuhkan, rumus yang digunakan adalah

{Z1-α/2√P0(1-P0) + Z1-β√Pa(1-Pa)}2 (Pa-P0)2

Keterangan:

n : besar sampel minimum

Z1-α/2: nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu


(41)

Z1-β : nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu P0 : proporsi di populasi

Pa : perkiraan proporsi di populasi

Pa-P0 : perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga didapat nilai Zα sebesar 1,96. Power ditetapkan 0,80 maka nilai Zβ 0,842. Dikarenakan proporsi sebelumnya tidak diketahui, digunakan 0,5. Perkiraan selisih di populasi sebesar 0,1, maka besar Pa kita dapatkan 0,6. Sehingga berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

{Z1-α/2√P0(1-P0) + Z1-β√Pa(1-Pa)}2 (Pa-P0)2

{1,96√0,5(1-0,5) + 0,842√0,6(1-0,6)}2 (0,1)2

193,9

Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan adalah 194 orang. Untuk dapat meningkatkan akurasi hasil penelitian ini, maka jumlah sampel yang terlibat sebanyak 220 orang. Teknik pengambilan data menggunakan teknik stratified random sampling dan didistribusikan merata pada mahasiswi Fakultas Kedokteran USU berdasarkan angkatan sebagai berikut:

1. Mahasiswi FK USU angkatan 2010 (238 orang) Besar sampel: 238/909 × 220 = 58 orang

2. Mahasiswi FK USU angkatan 2011 (320 orang) Besar sampel: 320/909 × 220 = 77 orang

3. Mahasiswi FK USU angkatan 2010 (351 orang) Besar sampel: 351/909 × 220 = 85 orang

n = n =


(42)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini adalah data IMT dan siklus menstruasi. Data sekunder berupa jumlah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010, 2011, dan 2012 yang masih aktif diperoleh dari dokumentasi data di bagian pendidikan FK USU.

Setelah didapatkan jumlah mahasiswi yang masih aktif, dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan Stratified Random Sampling. Sampel yang didapatkan diuji dengan kriteria inklusi dan ekslusi kemudian dilakukan pengambilan data primer. Data siklus menstruasi diperoleh dengan wawancara yang dipandu dengan kuesioner yang berisi data responden, pola menstruasi, pola hidup, dan kriteria inklusi eksklusi. Selanjutnya data diolah dan dikategorikan menjadi polimenorea, normal, oligomenorea, dan amenorea. Siklus menstruasi yang teratur dan tidak teratur ditetapkan sesuai dengan ketentuan.

Data IMT diperoleh dengan pengukuran antropometri, yaitu berat badan dan tinggi badan pada responden. Pengumpulan data indeks massa tubuh dilakukan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Selanjutnya data diolah menurut rumus pengukuran indeks massa tubuh dan dibedakan dalam kategori berat badan kurang, berat badan normal, berat badan berlebih, dan obese.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul ditabulasi untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Product for Service Solution (SPSS). Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan (α) sebesar 5% untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi, serta melihat apakah hubungan tersebut bermakna secara statistik atau tidak.


(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU). Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu universitas negeri yang terletak di bagian utara pulau Sumatera. Fakultas Kedokteran sendiri merupakan salah satu fakultas tertua di USU. Fakultas Kedokteran USU berlokasi di jalan dr. Mansyur No.5 Medan, Indonesia. Fakultas ini terletak di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, dengan batas wilayah:

Batas Utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Batas TImur : Jalan Universitas, Padang Bulan Batas Barat : Fakultas Psikologi USU

FK USU mempunyai 1.449 mahasiswa/i S1 dengan perincian 409 orang dengan tahun masuk 2010, 510 orang dengan tahun masuk 2011, dan 530 orang dengan tahun masuk 2012. Jumlah mahasiswi dari ketiga angkatan ini sebanyak 909 orang.

5.1.2. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan angkatan, umur, berat badan, tinggi badan, kategori indeks massa tubuh, dan siklus menstruasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini


(44)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi(n) Persentase(%) Min Max Rerata±SD

Angkatan

2010 58 26,4

2011 77 35

2012 85 38,6

Umur (Tahun) 19 23 20,10±1,08

19 85 38,6

20 55 25

21 56 25,5

22 20 9,1

23 4 1,8

Berat Badan (Kg) 37 98 55,92±10,48

Tinggi Badan (cm) 140 178 1,58±0,06

Indeks Massa Tubuh (Kg/m2) 15,01 37,34 22,39±3,96

BB Kurang (<18,5) 24 10,9

Normal (18,5-22,9) 120 54,5

BB Lebih (23-24,9) 32 14,5

Obese (>25) 44 20

Siklus Menstruasi (Hari)

Teratur (21-35 hari) 147 66,8

Tidak Teratur 73 33,2

Polimenorea (<21) 28 12,7

Oligomenorea (>35) 34 15,5

Amenorea(>3siklus) 11 5

Total 220 100

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa jumlah responden dari angkatan 2010 sejumlah 58 orang (26,4%), angkatan 2011 sejumlah 77 orang (35%), dan angkatan 2012 berjumlah 85 orang (38,6%). Dapat diketahui juga bahwa rentang usia responden antara 19-23 tahun dengan mayoritas responden berusia 19 tahun sejumlah 85 orang (38,6%), sedangkan kelompok usia responden yang paling sedikit adalah usia 23 tahun sejumlah 4 orang (1,8%). Berat badan terendah adalah 37 kg dan tertinggi adalah 98 kg dengan rata-rata berat badan responden


(45)

sebesar 55,92±10,48 kg. Tinggi badan responden didapati terendah 140 cm sementara tertinggi didapati 178 cm dan rata-rata tinggi badan 1,58±0,06 cm.

Sebagian besar mahasiswi dari angkatan 2010, 2011, dan 2012 memliki indeks massa tubuh yang normal sejumlah 120 orang (54,5%) dan kategori IMT tersedikit BB kurang sejumlah 24 orang (10,9%). IMT terendah sebesar 15,01 kg/m2, tertinggi 37,34 kg/m2, dan rata-rata IMT 22,39±3,96 kg/m2. Dari 220 mahasiswi, 147 (66,8%) diantaranya memiliki siklus menstruasi yang teratur sedangkan 73 orang (33,2%) dengan siklus tidak teratur. Kejadian gangguan siklus tersering adalah oligomenorea sebanyak 34 orang (15,5%).

5.1.3. Distribusi Indeks Massa Tubuh berdasarkan Angkatan

Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian tiap kategori indeks massa tubuh di tiap angkatannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 5.2. Distribusi Kategori Indeks Massa Tubuh berdasarkan Angkatan

Angkatan

Kategori IMT

Total BB Kurang Normal BB Lebih Obese

n % n % n % n % n %

2010 9 15,5 21 36,2 15 25,9 13 22,4 58 100 2011 4 5,2 51 66,2 8 10,4 14 18,2 77 100 2012 11 12,9 48 56,5 9 10,6 17 20 85 100

Dari Tabel 5.2. Pada ketiga angkatan mayoritas memiliki IMT normal yaitu 2010 sebanyak 21 mahasiswi (36,2%), 2011 sebanyak 51 mahasiswi (66,2%), dan 2012 sebanyak 48 mahasiswi (56,5%). Pada angkatan 2010 dan 2011 didapati kategori IMT terendah adalah kategori BB kurang yaitu sebanyak 9 mahasiswi (15,5%) dan 4 mahasiswi (5,2%). Sementara pada angkatan 2012 didapati BB lebih sebagai kategori dengan jumlah terendah yaitu 9 mahasiswi (10,6%).


(46)

5.1.4. Distribusi Siklus Menstruasi berdasarkan Angkatan

Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian siklus mentruasi teratur dan tidak teratur serta gangguan siklus menstruasi tersering di tiap angkatannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 5.3. Distribusi Siklus Menstruasi berdasarkan Angkatan

Angkatan

Siklus Menstruasi

Total

Teratur Tidak Teratur

Normal Polimenorea Oligomenorea Amenorea

Sekunder

n % n % n % n % n %

2010 36 62,1 9 15,5 9 15,5 4 6,9 58 100

2011 50 64,9 9 11,7 14 18,2 4 5,2 77 100 2012 61 71,8 10 11,8 11 12,9 3 3,5 85 100

Dari Tabel 5.3. pada ketiga angkatan didapati lebih dari setengah populasi mengalami siklus teratur. Pada angkatan 2010 gangguan siklus polimenorea dan oligomenorea jumlah kejadiannya sama banyak, sebanyak 9 orang (15,5%). Pada angkatan 2011, gangguan tersering adalah oligomenorea sebanyak 14 orang (18,2%). Begitu juga pada angkatan 2012 didapati 11 orang (12,9%) mengalami oligomenorea.


(47)

5.1.5. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi. Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 5.4. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi

Kategori IMT

Keteraturan Siklus Menstruasi

Total

RP p

value Tidak Teratur Teratur

n % n % n %

BB Kurang 10 4,5 14 6,4 24 10,9 1,67

0,031

Normal 30 13,6 90 40,9 120 54,5

BB Lebih 12 5,5 20 9,1 32 14,5 1,5

Obese 21 9,5 23 10,5 44 20,0 1,91

Total 73 33,2 147 66,8 220 100

X2=8,87, p= 0,031, df=3

Dari Tabel 5.4. dapat diketahui bahwa secara keseluruhan 147 mahasiswi (66,8) memiliki siklus yang teratur sedangkan 73 mahasiswi (33,2%) memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Dari 24 mahasiswi dengan kategori IMT BB kurang yang mengalami siklus yang tidak teratur sebanyak 10 mahasiswi (4,5%). Pada kategori normal dari 120 mahasiswi, yang mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi sebanyak 30 mahasiswi (13,6%). Pada kategori BB lebih 12 mahasiswi (5,5%) mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi dari total 32 mahasiswi BB lebih. Pada 44 mahasiswi obese didapati 21 mahasiswi (9,5%) dengan siklus tidak teratur.

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode chi square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%) diperoleh nilai p (p value) sebesar 0,031 (p<0,05), maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan keteraturan siklus menstruasi pada mahasiswi FK USU.

Berdasarkan penelitian ini juga dapat dihitung besar rasio prevalens sehingga diperoleh besar risiko pada tiap kelompok IMT. Pada kelompok IMT BB


(48)

kurang memiliki risiko kejadian gangguan siklus menstruasi sebesar 1,67 kali lebih besar dibandingkan pada kelompok responden IMT normal. Kelompok IMT BB lebih memiliki risiko mengalami gangguan siklus menstruasi sebesar 1,5 kali lebih besar daripada kelompok IMT normal. Sementara kelompok obese memiliki risiko 1,91 kali lebih besar daripada orang dengan IMT normal.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi berdasarkan Indeks Massa Tubuh

IMT

Siklus Menstruasi

Total

Teratur Tidak Teratur

Normal Polimenorea Oligomenorea Amenorea

Sekunder

n % n % n % n % n %

BB Kurang 14 58,3 6 25 4 16,7 0 0 24 100

Normal 90 75 12 10 15 12,5 3 2,5 120 100

BB Lebih 20 62,5 5 15,6 5 15,6 2 6,3 32 100

Obese 23 52,3 5 11,4 10 22,7 5 13,6 44 100

Pada tabel 5.5. dapat diketahui pada BB kurang, gangguan siklus yang tersering adalah polimenorea sebanyak 6 orang (25%). Mahasiswi dengan IMT normal didapati oligomenorea dengan jumlah kejadian 15 orang (12,5%) sebagai gangguan yang tersering. Pada BB lebih didapati gangguan polimenorea dan oligomenorea sama banyaknya kejadiannya di populasi yaitu 5 orang (15,6%). Sementara pada mahasiswi obese didapatkan 10 orang (22,7%) diantaranya mengalami oligomenorea.


(49)

5.2. Pembahasan

Jumlah responden yang ikut dalam penelitian ini 220 mahasiswi dengan usia responden berkisar antara 19-23 tahun, penelitian serupa pada mahasiswi kedokteran di Dinajpur,India pun memiliki responden dengan usia antara 19-25 tahun (Begum, 2009). Nohara (2011) melalui penelitiannya pada perempuan di Jepang mengatakan bahwa siklus menstruasi tidak teratur paling sering terjadi pada perempuan di bawah usia 25 tahun. Rakhmawati (2012) dalam penelitiannya melibatkan wanita berusia 19-25 tahun. Hal ini didasari pada penelitian di Iran yang mendapati usia 20-25 tahun sebagai usia dengan kejadian gangguan siklus menstruasi paling tinggi (Gharravi,2006).

Mayoritas IMT responden adalah normal yaitu sebanyak 120 mahasiswi (54,5%). Disusul oleh obese sejumlah 44 mahasiswi (20%), BB Lebih sejumlah 32 mahasiswi (14,5%), dan BB kurang sejumlah 24 mahasiswi (10,9%). Penelitian pada 200 mahasiswi kedokteran di India didapati pola yang sama, dengan IMT mayoritas didapati pada IMT normal sebesar 59%, BB lebih ataupun obese yang dikategorikan diatas 25 kg/m2 sebanyak 31,5% dan BB kurang hanya 9,55% (Desphande, 2013).

Dari 220 responden, 66,8% memiliki siklus yang normal dan teratur sementara 33,2% mengalami siklus yang tidak teratur. Prevalensi kejadian siklus tidak teratur lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Begum (2009) pada mahasiswi di Universitas Dinajpur, India yang mendapati siklus tidak teratur 12,7% sementara siklus teratur 87,4%. Sementara di Turkey, Cakir et al. (2009) menemukan 31,2% kejadian siklus tidak teratur.

Hubungan antara IMT dengan keteraturan siklus menstruasi dengan uji chi square didapati (X2=8,66, p=0,034, CI 95%) yang berarti didapati adanya hubungan antara keduanya. Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan pada wanita usia subur di Bantul, didapati p value <0,05 (Chotimah, 2012). Dahliansyah (2010) pun mendapati adanya hubungan IMT dengan keteraturan siklus menstruasi (X2=5,284, p=0,022). Lemak tubuh yang diukur dengan IMT, memiliki pengaruh yang kuat pada siklus memanjang dan tidak teratur. Perempuan dengan IMT diatas normal memliki resiko lebih tinggi untuk terjadi


(50)

siklus tidak teratur (Rowland et al, 2002). Penelitian pada mahasiswi di Bangladesh dengan uji chi square didapati p=0,025 (p<0,05), dikatakan IMT lebih besar lebih cenderung mengalami ketidakteraturan (Hossain, 2010) hal ini sejalan deangan yang dilakukan Wei et al. (2009) pada wanita Australian yang semakin mendukung adanya hubungan antara IMT dengan keteraturan siklus menstruasi.

Berat badan kurang, lemak yang sedikit, intake kalori yang rendah dan eating disorder diduga mengganggu sekresi pulsatil dari pituitary gonadotropin (Fujiwara et al, 2007). Persen lemak tubuh tinggi menyebabkan peningkatan produksi androstenedion yang merupakan androgen yang berfungsi sebagai prekursor hormon reproduksi. Sehingga, semakin banyak presentase jaringan lemak tubuh, semakin banyak pula estrogen yang terbentuk yang kemudian dapat menggangu keseimbangan hormon (Rakhmawati, 2012).

Dari 33,2% siklus tidak teratur, didapati 15,5% oligomenorea, 12,7% polimenorea, dan amenorea sebesar 5%. Indeks massa tubuh dibawah ataupun diatas normal berisiko lebih sering mengalami gangguan. Penelitian yang dilakukan Rianda (2011) pada mahasiswi FK USU angkatan 2010 dari 124 responden didapati 5,6% oligomenorea, dan 4,8% polimenorea. Rakhmawati (2012) menyatakan dalam penelitian pada perempuan obese dengan desain case control didapati jenis gangguan tersering pada orang obese adalah oligomenorea sebesar 30,78%.

Pada penelitian ini didapati 4,5% BB kurang, 13,6% BB normal, 5,5% BB lebih, dan 9,5% obese mengalami ketidakteraturan siklus dari total populasi. Sementara itu Chotimah (2012) mendapati 51,4% IMT BB lebih, 27,1% IMT BB kurang, dan 17,5% IMT normal, memiliki menstruasi tidak teratur.

Agrawal (2012) pada penelitiannya mendapati siklus memanjang (>35hari) pada IMT obesitas sebesar 10%, 6% IMT BB lebih, dan 3% IMT normal sementara sebesar 7% dari IMT obesitas, 4% dari IMT BB lebih, dan 2% dari IMT normal mengalami siklus memendek (<25 hari). Selain itu dilakukan penghitungan odd ratio, didapati obese berisiko 4 kali dan overweight berisiko 2 kali lipat untuk mengalami menstruasi abnormal (OR=4 ;OR=2) (Agrawal, 2012). Sejalan dengannya Primastuti (2012) mendapati obese memiliki resiko 3,5 kali


(51)

lipat. Pada penelitian ini dengan desain cross sectional maka besar rasio prevalensi BB kurang, BB lebih, dan Obese (RP=1,67; RP=1,5; RP=1,91) (RP>1). Dari rasio prevalens ini dapat ditarik kesimpulan indeks massa tubuh diluar range normal menjadi faktor risiko untuk terjadinya siklus menstruasi tidak teratur.

Perempuan dengan berat badan berlebih, memiliki empat sampai lima kali lebih sering terjadi gangguan fungsi ovarium. Ditemukan juga peningkatan androstenedion dan peningkatan rasio estron atau estradiol serta penurunan kadar sex hormone binding globuline (SHBG) serum (Basir, 2012). Gangguan siklus menstruasi disebabkan karena adanya gangguan umpan balik dengan kadar estrogen yang selalu tinggi sehingga kadar FSH tidak pernah mencapai puncak. Dengan demikian pertumbuhan folikel terhenti sehingga tidak terjadi ovulasi. Keadaan ini berdampak pada perpanjangan siklus menstruasi (oligomenorea) ataupun kehilangan siklus menstruasi (amenorea) (Sugiharto, 2009).

Perempuan dengan berat badan berlebih dan memiliki gangguan siklus menstruasi dapat melakukan program penurunan berat badan untuk menormalkan siklus menstruasinya. Penurunan berat badan ±10% menunjukkan adanya perbaikan profil hormon yang dapat menurunkan risiko gangguan siklus menstruasi (Norman, 2012). Sedangkan perempuan dengan berat badan kurang dianjurkan untuk melakukan program peningkatan berat badan sampai mencapai ideal. Selain itu memperbaiki kualitas dan kuantitas asupan makanan merupakan tindakan untuk meningkatkan fungsi reproduksi kedepannya (Paath et al, 2005)


(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi p<0,05 (p=0,031).

2. Indeks massa tubuh mayoritas adalah kategori normal sebesar 54,5% disusul oleh obese 20%, BB lebih 14,5%, dan BB kurang sebesar 10,9%. Rata-rata indeks massa tubuh 22,39±3,96kg/m2.

3. Siklus menstruasi teratur didapati sebesar 66,8% sementara yang tidak teratur sebesar 33,2%. Gangguan siklus menstruasi yang terjadi oligomenorea 15,5%, polimenorea 12,7%, dan amenorea sekunder 5%.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian hormonal untuk membuktikan apakah kadar estrogen lebih tinggi pada IMT diatas normal dan lebih rendah pada IMT dibawah normal sehingga dapat diukur dan diyakini IMT mempengaruhi kadar estrogen. Selain itu.dapat diperkirakan hal-hal hormonal lain yang lebih berperan untuk menyebabkan gangguan siklus.

2. Desain penelitian sebaiknya kohort prospektif dengan pemantauan siklus menstruasi secara berturut selama 3 kali siklus untuk mendapatkan hasil yang valid dan menghindari bias karena perubahan berat badan, pencatatan siklus menstruasi yang salah ataupun faktor-faktor risiko lain.

3. Kejadian siklus menstruasi tidak teratur yang tinggi di kalangan mahasiswi ataupun wanita usia muda perlu menjadi perhatian bagi kaum perempuan karena hal ini bisa menjadi faktor risiko gangguan reproduksi di kemudian hari.

4. Mahasiswi dengan gangguan siklus dianjurkan untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas asupan makanan serta mengikuti program penurunan ataupun peningkatan berat badan untuk mencapai berat badan ideal.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, P., Agrawal, S., 2012. Obesity And Reproduction Health Among Indian Women. Journal of Society and Communication Volume 2012: 38-68

American Collage Of Sport Medicine, 2008. ACSM's Health-Related Physical Fitness Manual 2nd Ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.

Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan, 2008. Riset kesehatan Dasar, Laporan Nasional 2007. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 48-56.

Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan, 2010. Riset kesehatan Dasar, Laporan Nasional 2010. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 181-185.

Basir, A. A., 2012. Peran High Sensitivity C-Reactive Protein (Hs-CRP) Sebagai Penanda Inflamasi, Indeks Massa Tubuh, Dan Lingkat Pinggang Terhadap Derajat Premenstrual Syndrome Pada Wanita Usia Subur. JST Kesehatan Vol.2 No 9-17.

Begum, J., Hossain, A. M., Nazneen, S. A., 2009. Menstrual Pattern And Common Menstrual Disorders Among Students In Dinajpur Medical College. Dinajpur Med Col J 2(2): 37-43.

Benson, R. C., Pernoll, M. L., 2009. Buku Saku Obstetri Ginekologi. Edisi 9. EGC: Jakarta, 630-631.


(1)

Lampiran 7

Hasil Uji Statistik

Descriptive Statistics

N

Minimu

m

Maximu

m

Sum

Mean

Std.

Deviation

Angkatan

220

10

12

2447

11.12

.799

Usia

220

19

23

4423

20.10

1.078

Berat Badan

220

37.0

98.0 12302.0

55.918

10.4821

Tinggi Badan

220

1.40

1.78

347.58

1.5799

.05507

Indeks Massa

Tubuh

220

15.01

37.34 4927.03 22.3956

3.96298

Valid N (listwise)

220

Kategori IMT Menurut Asia

Frequenc

y

Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid

Kurus

24

10.9

10.9

10.9

Normal

120

54.5

54.5

65.5

BB

Lebih

32

14.5

14.5

80.0

Obese

44

20.0

20.0

100.0

Total

220

100.0

100.0

Siklus Menstruasi

Frequenc

y

Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid

Normal

147

66.8

66.8

66.8

Polimenorea

28

12.7

12.7

79.5

Oligomenorea

34

15.5

15.5

95.0

Amenorea

Sekunder

11

5.0

5.0

100.0

Total

220

100.0

100.0

Keteraturan Siklus Menstruasi

Frequenc

y

Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid

Teratur

147

66.8

66.8

66.8

Tidak

Teratur

73

33.2

33.2

100.0


(2)

Crosstabs

Angkatan * Kategori IMT Crosstabulation

Kategori IMT Menurut Asia Total Kurus Normal BB Lebih Obese

A

ngka

ta

n

2010

Count 9 21 15 13 58

% within Angkatan 15.5% 36.2% 25.9% 22.4% 100.0% % within Kategori IMT 37.5% 17.5% 46.9% 29.5% 26.4%

% of Total 4.1% 9.5% 6.8% 5.9% 26.4%

2011

Count 4 51 8 14 77

% within Angkatan 5.2% 66.2% 10.4% 18.2% 100.0% % within Kategori IMT 16.7% 42.5% 25.0% 31.8% 35.0%

% of Total 1.8% 23.2% 3.6% 6.4% 35.0%

2012

Count 11 48 9 17 85

% within Angkatan 12.9% 56.5% 10.6% 20.0% 100.0% % within Kategori IMT 45.8% 40.0% 28.1% 38.6% 38.6%

% of Total 5.0% 21.8% 4.1% 7.7% 38.6%

Total

Count 24 120 32 44 220

% within Angkatan 10.9% 54.5% 14.5% 20.0% 100.0% % within Kategori IMT 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 10.9% 54.5% 14.5% 20.0% 100.0%

Angkatan * Siklus Menstruasi Crosstabulation

Siklus Menstruasi Total

Normal Polimenorea Oligomenorea Amenorea

Sekunder

A

ngka

ta

n

2010

Count 36 9 9 4 58

% within Angkatan 62.1% 15.5% 15.5% 6.9% 100.0% % within Siklus

Menstruasi

24.5% 32.1% 26.5% 36.4% 26.4%

% of Total 16.4% 4.1% 4.1% 1.8% 26.4%

2011

Count 50 9 14 4 77

% within Angkatan 64.9% 11.7% 18.2% 5.2% 100.0% % within Siklus

Menstruasi

34.0% 32.1% 41.2% 36.4% 35.0%

% of Total 22.7% 4.1% 6.4% 1.8% 35.0%

2012

Count 61 10 11 3 85

% within Angkatan 71.8% 11.8% 12.9% 3.5% 100.0% % within Siklus

Menstruasi

41.5% 35.7% 32.4% 27.3% 38.6%

% of Total 27.7% 4.5% 5.0% 1.4% 38.6%

Total

Count 147 28 34 11 220

% within Angkatan 66.8% 12.7% 15.5% 5.0% 100.0% % within Siklus

Menstruasi

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(3)

Angkatan * Keteraturan Siklus Menstruasi Crosstabulation Keteraturan Siklus

Menstruasi

Total Teratur Tidak Teratur

A

ngka

ta

n

2010

Count 36 22 58

% within Angkatan 62.1% 37.9% 100.0%

% within Keteraturan 24.5% 30.1% 26.4%

% of Total 16.4% 10.0% 26.4%

2011

Count 50 27 77

% within Angkatan 64.9% 35.1% 100.0%

% within Keteraturan 34.0% 37.0% 35.0%

% of Total 22.7% 12.3% 35.0%

2012

Count 61 24 85

% within Angkatan 71.8% 28.2% 100.0%

% within Keteraturan 41.5% 32.9% 38.6%

% of Total 27.7% 10.9% 38.6%

Total

Count 147 73 220

% within Angkatan 66.8% 33.2% 100.0%

% within Keteraturan 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 66.8% 33.2% 100.0%

Usia * Kategori IMT Menurut Asia Crosstabulation

Kategori IMT Menurut Asia Total Kurus Normal BB Lebih Obese

Usia 19

Count 11 47 11 16 85

% within Usia 12.9% 55.3% 12.9% 18.8% 100.0%

% of Total 5.0% 21.4% 5.0% 7.3% 38.6%

20

Count 2 37 4 12 55

% within Usia 3.6% 67.3% 7.3% 21.8% 100.0%

% of Total 0.9% 16.8% 1.8% 5.5% 25.0%

21

Count 7 29 8 12 56

% within Usia 12.5% 51.8% 14.3% 21.4% 100.0%

% of Total 3.2% 13.2% 3.6% 5.5% 25.5%

22

Count 3 6 8 3 20

% within Usia 15.0% 30.0% 40.0% 15.0% 100.0%

% of Total 1.4% 2.7% 3.6% 1.4% 9.1%

23

Count 1 1 1 1 4

% within Usia 25.0% 25.0% 25.0% 25.0% 100.0%

% of Total 0.5% 0.5% 0.5% 0.5% 1.8%

Total

Count 24 120 32 44 220

% within Usia 10.9% 54.5% 14.5% 20.0% 100.0% % of Total 10.9% 54.5% 14.5% 20.0% 100.0%


(4)

Usia * Siklus Menstruasi Crosstabulation

Siklus Menstruasi Total

Normal Polimenorea Oligomenorea Amenorea

Sekunder

Usia 19

Count 63 9 10 3 85

% within Usia 74.1% 10.6% 11.8% 3.5% 100.0%

% of Total 28.6% 4.1% 4.5% 1.4% 38.6%

20

Count 33 6 12 4 55

% within Usia 60.0% 10.9% 21.8% 7.3% 100.0%

% of Total 15.0% 2.7% 5.5% 1.8% 25.0%

21

Count 38 8 9 1 56

% within Usia 67.9% 14.3% 16.1% 1.8% 100.0%

% of Total 17.3% 3.6% 4.1% 0.5% 25.5%

22

Count 10 4 3 3 20

% within Usia 50.0% 20.0% 15.0% 15.0% 100.0%

% of Total 4.5% 1.8% 1.4% 1.4% 9.1%

23

Count 3 1 0 0 4

% within Usia 75.0% 25.0% 0.0% 0.0% 100.0%

% of Total 1.4% 0.5% 0.0% 0.0% 1.8%

Total

Count 147 28 34 11 220

% within Usia 66.8% 12.7% 15.5% 5.0% 100.0%

% of Total 66.8% 12.7% 15.5% 5.0% 100.0%

Usia * Keteraturan Siklus Menstruasi Crosstabulation

Keteraturan Siklus Menstruasi Total Teratur Tidak Teratur

Usia 19

Count 63 22 85

% within Usia 74.1% 25.9% 100.0%

% of Total 28.6% 10.0% 38.6%

20

Count 33 22 55

% within Usia 60.0% 40.0% 100.0%

% of Total 15.0% 10.0% 25.0%

21

Count 38 18 56

% within Usia 67.9% 32.1% 100.0%

% of Total 17.3% 8.2% 25.5%

22

Count 10 10 20

% within Usia 50.0% 50.0% 100.0%

% of Total 4.5% 4.5% 9.1%

23

Count 3 1 4

% within Usia 75.0% 25.0% 100.0%

% of Total 1.4% 0.5% 1.8%

Total

Count 147 73 220

% within Usia 66.8% 33.2% 100.0%


(5)

Kategori IMT Menurut Asia * Siklus Menstruasi Crosstabulation

Siklus Menstruasi Total

Normal Polimenorea Oligomenorea Amenorea

Sekunder

K

at

eg

o

ri I

M

T

Men

u

ru

t A

si

a

K

ur

us

Count 14 6 4 0 24

% within Kategori IMT Menurut Asia

58.3% 25.0% 16.7% 0.0% 100.0%

% within Siklus Menstruasi

9.5% 21.4% 11.8% 0.0% 10.9%

% of Total 6.4% 2.7% 1.8% 0.0% 10.9%

No

rm

al

Count 90 12 15 3 120

% within Kategori IMT Menurut Asia

75.0% 10.0% 12.5% 2.5% 100.0%

% within Siklus Menstruasi

61.2% 42.9% 44.1% 27.3% 54.5%

% of Total 40.9% 5.5% 6.8% 1.4% 54.5%

BB L

eb

ih

Count 20 5 5 2 32

% within Kategori IMT Menurut Asia

62.5% 15.6% 15.6% 6.3% 100.0%

% within Siklus Menstruasi

13.6% 17.9% 14.7% 18.2% 14.5%

% of Total 9.1% 2.3% 2.3% 0.9% 14.5%

O

b

ese

Count 23 5 10 6 44

% within Kategori IMT Menurut Asia

52.3% 11.4% 22.7% 13.6% 100.0%

% within Siklus Menstruasi

15.6% 17.9% 29.4% 54.5% 20.0%

% of Total 10.5% 2.3% 4.5% 2.7% 20.0%

Total

Count 147 28 34 11 220

% within Kategori IMT Menurut Asia

66.8% 12.7% 15.5% 5.0% 100.0%

% within Siklus Menstruasi

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(6)

Kategori IMT Menurut Asia * Keteraturan Siklus Menstruasi Crosstabulation Keteraturan Siklus Menstruasi Total

Teratur Tidak Teratur

K

at

eg

o

ri I

M

T

Men

u

ru

t A

si

a

K

ur

us

Count 14 10 24

% within Kategori IMT Menurut Asia

58.3% 41.7% 100.0%

% within Keteraturan Siklus Menstruasi

9.5% 13.7% 10.9%

% of Total 6.4% 4.5% 10.9%

No

rm

al

Count 90 30 120

% within Kategori IMT Menurut Asia

75.0% 25.0% 100.0%

% within Keteraturan Siklus Menstruasi

61.2% 41.1% 54.5%

% of Total 40.9% 13.6% 54.5%

BB L

eb

ih

Count 20 12 32

% within Kategori IMT Menurut Asia

62.5% 37.5% 100.0%

% within Keteraturan Siklus Menstruasi

13.6% 16.4% 14.5%

% of Total 9.1% 5.5% 14.5%

O

b

ese

Count 23 21 44

% within Kategori IMT Menurut Asia

52.3% 47.7% 100.0%

% within Keteraturan Siklus Menstruasi

15.6% 28.8% 20.0%

% of Total 10.5% 9.5% 20.0%

Total

Count 147 73 220

% within Kategori IMT Menurut Asia

66.8% 33.2% 100.0%

% within Keteraturan Siklus Menstruasi

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 66.8% 33.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 8.870a 3 .031

Likelihood Ratio 8.794 3 .032

Linear-by-Linear Association

3.484 1 .062

N of Valid Cases 220

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.96.


Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada Angkatan 2010, 2011 dan 2012

12 86 95

Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012

5 25 66

Hubungan Olahraga Dan Aktivitas Harian Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2011, 2012 Dan 2013

0 3 96

Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012

0 0 10

Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012

0 0 2

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011, dan 2012

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh - Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011, dan 2012

0 0 18

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Siklus Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010, 2011, dan 2012

0 0 12

Hubungan Pola Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada Angkatan 2010, 2011 dan 2012

1 1 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh (IMT) - Hubungan Pola Tidur dengan Indeks Massa Tubuh pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada Angkatan 2010, 2011 dan 2012

0 0 16