BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam praktek penegakan hukum di Indonesia, aturan-aturan hukum yang digunakan dalam penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya
terbatas pada penggunaan ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya sudah banyak terjadi sebelum undang-undang tersebut diundangkan. Meskipun pada waktu itu belum ada
kebijakan formulasi terhadap kekerasan dalam rumah tangga, tidaklah berarti perbuatan kekerasan tersebut dapat lolos dari jerat hukum.
Sebelum UUPKDRT diundangkan, aturan-aturan hukum yang dapat dipergunakan oleh aparat penegak hukum untuk memidana pelaku kekerasan
dalam rumah tangga adalah KUHP. Adapun pasal-pasal mengenai tindak pidana dalam KUHP yang dapat dipergunakan untuk menjerat pelaku kekerasan dalam
rumah tangga adalah pasal-pasal yang menentukan adanya syarat khusus untuk dapat terjadinya tindak pidana, seperti adanya hubungan ayah-anak atau ibu-anak,
maupun pasal-pasal yang tidak menentukan adanya syarat-syarat khusus tersebut, misalnya pembunuhan dan penganiayaan.
Beberapa perbuatan yang termasuk dalam lingkup kekerasan dalam rumah tangga sudah dirumuskan sebagai perbuatan pidana dalam KUHP, misalnya Pasal
304 sampai dengan Pasal 309, isi dari pasal-pasal tersebut merumuskan tindak
Universitas Sumatera Utara
pidana terhadap anak. Pasal 356 ayat 1 yang mengatur tentang tindak pidana terhadap perempuan sebagai istri yang hanya terbatas pada kekerasan fisik. Pasal
285 - 296 yang mengatur perkosaan dan perbuatan cabul, belum sepenuhnya mengakomodir bentuk-bentuk kekerasan seksual, pasal tentang perkosaan 285
misalnya, masih mengeluarkan istri sebagai korban perkosaan dan belum mengakomodir bentuk-bentuk lain di luar persetubuhan. Dalam pasal-pasal
lainnya tidak mengenal istilah pelecehan seksual, yang ada istilah perbuatan cabul. Walaupun sebagian bentuk pelecehan seksual bisa ditemukan dalam pasal
ini, namun karena istilah pelecehan seksual tidak dikenal dalam KUHP, maka tidak seluruh bentuk-bentuk pelecehan seksual terakomodir di dalamnya. Definisi
perbuatan cabul diartikan sebagai pelanggaran kesusilaan atau rasa susila masyarakat, bukan pelanggaran atas integritas tubuh seseorang. Dalam prakteknya
pasal tersebut memiliki kelemahan mendasar untuk melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. KUHP tidak mengenal istilah kekerasan dalam rumah
tangga. Istilah ini penting untuk dikemukakan mengingat ideologi harmonisasi keluarga yang selama ini ditanamkan dalam benak masyarakat maupun aparat
hukum, sehingga tidak menganggap serius adanya kekerasan dalam rumah tangga atau menganggap hanya masalah rumah tangga sebagai masalah privat. Kasus
kekerasan terhadap pembantu rumah tangga seringkali diselesaikan dengan menggunakan pasal-pasal dalam KUHP. Namun pada prakteknya hal itu menjadi
tidak terlihat karena memang status mereka yang rentan mendapatkan perlakukan- perlakuan kekerasan.
Oleh karena itu dalam rangka untuk menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan, maka pada tahun 1984 negara mengeluarkan Undang-
Undang No. 7 Tahun 1984 yang mengesahkan konvensi mengenai Penghapusan
Universitas Sumatera Utara
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Convention on The Elimination of All Form of Discrimination Against Women. Upaya normatif dari
negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap perempuan termasuk kekerasan terhadap istri, tersebut berlanjut dengan
dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang secara lebih tegas dan luas merumuskan kekerasan dalam
rumah tangga sebagai suatu tindak pidana dan dibuat agar dapat menjangkau pihak-pihak yang tidak hanya dalam hubungan suami istri, tetapi juga pihak lain.
UUPKDRT tidak hanya mengatur hukum materilnya saja, tetapi juga mengatur hukum acaranya kecuali jika ada hal-hal tertentu yang tidak diatur
dalam UUPKDRT, maka akan menggunakan KUHAP. Selain digunakannya KUHAP, ketentuan yang ada di dalam KUHP juga digunakan atau dipakai dalam
UUPKDRT. Hal tersebut diatur didalam Pasal 103 KUHP mengenai pasal terakhir dari
buku I, yaitu bahwa ketentuan dari delapan bab yang pertama dari buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan undang-
undang lain, kecuali kalau ada undang-undang wet tindakan Umum Pemerintahan Algemene maatregelen van bestuur atau ordonansi menentukan
peraturan lain. Dengan adanya ketentuan dalam pasal ini, berarti bahwa ketentuan-
ketentuan yang termaktub dalam bab yang ke IX dari Buku I KUHP Pasal 86 sd Pasal 102 hanya berlaku untuk menerangkan hal-hal yang tersebut dalam KUHP
ini saja, sedangkan sebaliknya ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Bab I, II, III, IV, V, VI, VII, dan VIII Pasal 1 sd Pasal 85 selain untuk menerangkan hal-
hal yang tersebut dalam KUHP, berlaku pula untuk menerangkan hal-hal yang
Universitas Sumatera Utara
tersebut dalam Undang-Undang dan peraturan hukum lainnya, kecuali bila Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Ordonansi itu menentukan peraturan-
peraturan lain. Dengan demikian maka misalnya ketentuan-ketentuan mengenai apa yang
dimaksud dengan “malam” Pasal 98, “anak kunci palsu” Pasal 100, dan “hewan” Pasal 101, semua termuat dalam bab IX, itu hanya berlaku untuk
menerangkan kata-kata yang tersebut dalam KUHP saja, sedangkan untuk undang-undang yang lain tidak. Sebaliknya ketentuan-ketentuan misalnya
mengenai lingkungan berlakunya ketentuan pidana dalam undang-undang Pasal 1 sd Pasal 9, pengecualian, pengurangan dan penambahan hukuman Pasal 44 sd
Pasal 52, percobaan Pasal 53 sd Pasal 54 dan gugurnya hak menuntut hukuman dan gugurnya hukuman Pasal 76 sd Pasal 85 yang masing-masing tersebut
dalam Bab I, III, IV dan VIII itu selain untuk menerangkan hal-hal yang tersebut dalam KUHP, pun berlaku pula untuk menerangkan ketentuan-ketentuan pidana
yang tersebut didalam undang-undang lainnya, misalnya : Undang-Undang Lalu- lintas Jalan, Undang-Undang Materai, Undang-Undang Senjata Api, Undang-
Undang Penyakit Anjing Gila, Undang-Undang Obat Bius dan sebagainya. Namun demikian ada kecualinya ialah dalam hal apabila dalam Undang-Undang
Lalu-lintas Jalan dan sebagainya itu menentukan paraturan lain. Dalam UUPKDRT ditentukannya beberapa pasal yang termasuk ke dalam
delik aduan, maka ketentuan dalam Bab VII tentang Memasukkan dan Mencabut Pengaduan Dalam Perkara Kejahatan, yang Hanya Boleh Dituntut Atas
Pengaduan, berlaku untuk UUPKDRT. Dalam UUPKDRT tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai tenggang
waktu seseorang diperbolehkan untuk mengadu dan tenggang waktu seseorang
Universitas Sumatera Utara
diperbolehkan untuk mencabut pengaduannya. Sehingga mengenai tengang waktu tersebut berlakulah Pasal 74 KUHP tentang tenggang waktu diperbolehkannya
untuk mengadu dan Pasal 75 KUHP tentang tenggang waktu mencabut pengaduan.
Selain itu tidak adanya dalam UUPKDRT ketentuan yang mengatur mengenai orang-orang yang turut serta melakukan tindakan kekerasan. Sehingga
jika adanya seseorang yang membantu atau turut serta melakukan tindakan kekerasan tersebut, maka ketentuan yang dipakai untuk menghukum atau
memberikan sanksi terhadap perbuatan tersebut. Misalnya jika orang tua yaitu suami bersama dengan istrinya melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya,
maka untuk memberikan sanksi atau hukuman kepada suami atau istri tersebut, dipakailah ketentuan Pasal 55 ayat 1 KUHP.
B. Proses Penyidikan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga