Implementasi Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

(1)

IMPLEMENTASI PENANGANAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA OLEH LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DI

KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Universitas Sumatera Utara

O L E H

MALIDA PUTRI 070902040

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Malida Putri

NIM : 070902040

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Implementasi Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

Pembimbing Skripsi

Drs. Matias Siagian, M.Si NIP :19630319 19303 1 001

Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Hairani Siregar, S.Sos. MSP NIP :19710927 199801 2 001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP : 19680525 199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Malida Putri, 070902040, Implementasi Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 86 Halaman, 1 Bagan, 38 Tabel, 15 Kepustakaan, dan 7 Lampiran)

ABSTRAK

Sejak tahun 2009, Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) memulai penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dalam penanganan masalah kekerasan dalam rumah tangga, LK3 mempunyai dua pelayanan. Pelayanan konsultasi dan pelayanan advokasi melalui program penanganan kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi pelaksanaan penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini merupakan metode deskriptif dengan populasi sebanyak 22 orang. Dalam hal ini, seluruh populasi diambil datanya. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian yaitu melalui data primer (kuesioner, dan wawancara) dan data sekunder (studi kepustakaan). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif dimana data yang dikumpulkan, ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.

Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang sudah baik dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan. Hal ini terbukti karena adanya perubahan dan perkembangan positif yang dialami para korban. Para korban sudah memperoleh penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga sesuai dengan kehendaknya dan mendapatkan solusi yang terbaik.

Kata Kunci : Implementasi Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta tidak lupa shalawat dan salam kepada Rasullah Muhammad SAW yang mana telah memberikan sinar kehidupan melalui Al-Quran dan Sunnah-Nya sebagai pedoman hidup bagi penulis.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari petunjuk dan hidayah Allah SWT, serta bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Terutama penulis berterimakasih pada orang tua penulis, Drs. M. Rusli Nst dan Ibunda Maslia Lubis SE yang selalu mendukung dan memberikan semangat besar kepada penulis selama ini. Segala dukungan moril, materil serta doa kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini, takkan dapat melukiskan rasa syukur dan bahagia ini untuk mereka. Dalam kesempatan ini penulis ingin juga menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos. MSP, selaku ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama pengerjaan skripsi ini.


(5)

Terimakasih sedalam-dalamnya atas waktu, nasehat dan pemikiran yang telah diberikan kepada penulis.

4. Seluruh staf edukatif dan administrative, khususnya Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu pengetahuan dan wawasan serta jasa – jasanya yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Kakak-kakak dan Abang – abang, seluruh staff LK3, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk belajar dan menambah ilmu selama praktikum sampai penulisan skripsi ini terselesaikan.

6. Saudara penulis, Kakak-kakak tersayang Isli Mailiza, Amd. dan Nazli Rahmadhani, SE yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi bagi penulis serta terimakasih atas dukungan dan doa yang telah diberikan.

7. Untuk teman berbagi cerita senang maupun sedih bagi penulis, Indri Juliana, Amd dan Ratna Permatasari, SE. Terimakasih selalu memberikan semangat dan pelajaran dalam hidup selama kita bersahabat hampir 6 tahun.

8. Untuk semua teman - teman penulis di stambuk 2007, terkhusus sahabat – sahabat “CNC” (wirda, miftah, aink, ayu, titik, vivin, dan tika) kalian teman yang tak bisa dilupakan dan “CNC” akan selalu ada dihati penulis.

9. Untuk kawan–kawan seperjuangan di Kessos 2007. Teman-teman Mokondo dan seluruh kawan–kawan. Terimakasih untuk semangat yang telah diberikan.

10.Kepada seseorang yang selama ini menjadi penyemangat istimewa dan terindah bagi penulis, terimakasih untuk semuanya dan semoga kita selalu diberikan jalan yang terbaik oleh-Nya.


(6)

11.Dan terakhir, kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu. Semoga ilmu yang kita miliki ini dapat kita pergunakan untuk kebaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang ada. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dengan harapan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Medan, 23 Maret 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN………... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Perumusan Masalah... 4

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian... 5

1.3.1Tujuan Penelitian... 5

1.3.2Manfaat Penelitian... 5

1.4Sistematika Penulisan... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi... 7

2.2 Konsep Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga... 9

2.3 Pelaku dan Korban Kekerasan... 11

2.3.1 Pelaku Kekerasan... 13

2.3.2 Perempuan Sebagai Korban Kekerasan... 13

2.3.3 Anak Sebagai Korban Kekerasan... 15


(8)

2.5 Kerangka Pemikiran... 18

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Opersional... 22

2.6.1 Defenisi Konsep... 22

2.6.2 Defenisi Operasional... 23

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian... 25

3.2 Lokasi Penelitian... 25

3.3 Populasi... 25

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 26

3.5 Teknik Analisa Data... 27

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga... 28

4.2 Letak dan Kedudukan Lembaga... 30

4.3 Visi dan Misi... 32

4.4 Program-Program dan Sasaran Lembaga... 33

4.5 Sarana dan Prasarana... 36

4.6 Pendanaan Lembaga... 37

4.7 Struktur Lembaga... 38

BAB V : ANALISA DATA 5.1 Identitas Responden... 49

5.2 Keadaan Sebelum Ditangani LK3... 53

5.3 Implementasi Penanganan Kekerasan dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)... 59


(9)

5.3.1 Pengenalan Lembaga... 59

5.3.2 Proses Implementasi... 64

5.3.2.1 Konsultasi... 64

5.3.2.2 Advokasi... 81

5.3.2.3 Biaya dan Kontribusi LK3... 82

BAB VI : PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 85

6.2 Saran... 86 DAFTAR PUSTAKA


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Malida Putri, 070902040, Implementasi Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 86 Halaman, 1 Bagan, 38 Tabel, 15 Kepustakaan, dan 7 Lampiran)

ABSTRAK

Sejak tahun 2009, Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) memulai penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dalam penanganan masalah kekerasan dalam rumah tangga, LK3 mempunyai dua pelayanan. Pelayanan konsultasi dan pelayanan advokasi melalui program penanganan kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi pelaksanaan penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini merupakan metode deskriptif dengan populasi sebanyak 22 orang. Dalam hal ini, seluruh populasi diambil datanya. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian yaitu melalui data primer (kuesioner, dan wawancara) dan data sekunder (studi kepustakaan). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif dimana data yang dikumpulkan, ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.

Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang sudah baik dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan. Hal ini terbukti karena adanya perubahan dan perkembangan positif yang dialami para korban. Para korban sudah memperoleh penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga sesuai dengan kehendaknya dan mendapatkan solusi yang terbaik.

Kata Kunci : Implementasi Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data yang ada kekerasan dalam rumah tangga masih saja tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2004 tercatat 204 kasus, 2005 tercatat 292 kasus, tahun 2006 tercatat 354 kasus, dan pada tahun 2007 tercatat 386 kasus di sumatera utara

Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa dasar perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat justru sebaliknya, kekerasan terhadap perempuan masih banyak dilakukan di berbagai desa maupun di kota. Perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga cenderung memilih diam untuk mempertahankan nilai-nilai keharmonisan keluarga tersebut. Akibatnya perempuan cenderung memilih penyelesaian secara perdata melalui perceraian daripada menuntut pelaku kekerasan. Permasalahan yang timbul disebabkan manusia adalah individu yang unik, di mana keinginan satu dengan lainnya tidak sama. Dalam upaya mencapai keberhasilan dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungannya, manusia diharapkan dapat mengerti dan memahami orang lain.


(12)

Banyak keluarga mengalami permasalahan yang sulit diatasi sendiri dan tidak tertolong oleh pelayanan yang ada, sehingga makin terpuruk karena tidak cukup memiliki kemampuan untuk menahan perkembangan permasalahan yang menjadi semakin kompleks. Di Indonesia pada tahun 2004 tercatat sekitar 21.325.007 keluarga yang tergolong fakir miskin, dan 195.476 keluarga yang teridentifikasi mengalami masalah sosial psikologis (Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga, dalam Solekhah, 2009 : 1).

Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan keTuhanan yang Maha Esa, dijamin oleh pasal 29 UUD Negara RI tahun 1945. Dengan demikian setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama. Hal ini perlu ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas prilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam ingkup rumah tangga tersebut.

Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945.

Menyadari kenyataan banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga dan perlunya perlindungan terhadap HAM, maka pemerintah Indonesia telah melahirkan Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Undang-undang ini akan melengkapi dasar hukum yang dipakai untuk menangani dan


(13)

merugikan kaum perempuan. Undang-undang tersebut akan merubah pandangan masyarakat terhadap masalah-masalah kekerasan dalam rumah tangga.

Korban kekerasan dalam rumah tangga sangat banyak dialami kaum perempuan dan anak-anak. Banyaknya korban kekerasan dalam rumah tangga, memicu sejumlah pihak merasa perlu memberikan perlindungan bahkan pembinaan kepada korban. Dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga, tidak selalu menjadi domain pemerintah seperti Kementrian Pemberdayaan Perempuan tapi juga kepolisian dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Kementerian Sosial RI pada Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Direktorat Pemberdayaan Keluarga pada tahun 2009 membetuk Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) dengan program pemberadayaan keluarga dengan jenis pelayanan yaitu Konsultasi dan advokasi. LK3 memiliki peranan yang strategis dalam penanganan masalah sosial psikologis keluarga. Oleh karena itu, eksistensi dan sosialisasi lembaga ini perlu ditingkatkan dengan cara memberikan dukungan dana, sarana, prasarana, sumberdaya manusia yang profesional, dan dengan mengembangkan jaringan sosial diberbagai tingkatan. Di kecamatan lubuk pakam kabupaten deli serdang LK3 terbentuk tepatnya pada bulan April 2009 dan berada pada kantor Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang, dibawah pengawasan oleh Dinas Sosial sebagai pembina.

Kecamatan Lubuk Pakam sebagai tempat yang akan dipilih karena Lubuk Pakam adalah kota setelit dimana akan banyak terjadinya perubahan pola prilaku yang cenderung mengikuti kehidupan atau pola prilaku masyarakat kota. Dengan demikian akan banyak didapatinya masalah sosial khususnya kekerasan dalam rumah tangga, karena mengikuti kehidupan atau pola prilaku masyarakat kota yang cenderung modern


(14)

dan terbuka dengan kebudayaan asing yang dapat atau mudah sekali di askes melalui internet dan dilihat melalui siaran TV.

Data yang diperoleh dari peradilan agama lubuk pakam 97 % perempuan yang menjadi korban KDRT lantas mengajukan gugatan cerai di pengadilan agama, dan lebih banyak perempuan yang berinisiatif berperkara di pengadilan agam daripada laki-laki. Pada 2008, misalnya, gugat cerai berjumlah 143.747 atau 65%, sedangkan permohonan talak hanya 77.773 atau 35% (http://pa-lubukpakam.net/arsip-berita/380-konsideran-kdrt.html30-10-2010.22.10).

Permasalahan yang terjadi dalam keluarga memerlukan perhatian khusus, mengingat sebagian besar permasalahan sosial bersumber dari permasalahan dalam keluarga. Namun demikian, keluarga juga sering diandalkan untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial tersebut. Hanya karena keluarga berada dalam keadaan bermasalah, maka keluarga menjadi tidak dapat berfungsi dengan baik untuk mengatasi permasalahan sosial tersebut. Hal inilah yang membuat penulis sangat tertarik untuk meneliti judul ” Implementasi Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh LK3 di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang ”.

1.2Perumusan Masalah

Dengan melihat kompleksnya persoalan yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka perlu kajian secara lebih mendalam, dengan melihat Implementasi penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini


(15)

adalah: ”bagaimanakah implementasi penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh LK3 di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang?”.

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga di kecamatan lubuk pakam kabupaten deli serdang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka mengembangkan konsep-konsep dan teori-teori, serta dalam rangka perbaikan model penanganan dan pelayanan terhadap penanganan kekerasan dalam rumah tangga.

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian-uraian dan konsep kekerasan dalam rumah tangga, peran pekerja sosial, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.


(16)

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tipe penellitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan uraian tentang gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISA DATA

Berisikan uraian data yang diperoleh dari pengumpulan data penelitian yaitu melalui kuesioner, kemudian di analisa sehingga dapat dipahami data yang ada serta makna yang ada dibalik data penelitian tersebut.

BAB VI : PENUTUP


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, kata implementasi sama dengan kata pelaksanaan. Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Implementasi program merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan program. Hal ini dapat dilihat seperti yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn yang mendefenisikan implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik individu, pejabat, atau kelompok pemerintah atagu swasta yang diarahkan pada tercapainya suatu tujuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan (Wahab, 1991 : 134).

Adapun tiga pilar-pilar kegiatan dalam upaya implementasi adalah sebagai berikut ini :

1. Organisasi : pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan.

2. Interpretasi : menafsirkan agar program (misalnya, hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima dan dilaksanakan.

3. Penerapan : ketentuan rutin pelayanan, pembayaran atau yang lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Jones, 1991 : 89)

Berhasil tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung pada unsur pelaksanaannya, dan unsur pelaksana ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan program penting artinya baik itu organisasi, lembaga ataupun perorangan bertanggungjawab dalam


(18)

pengolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi. Dengan demikikan isi dari kebijaksanaan dalam pokoknya meliputi adanya program yang bermanfaat, adanya kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan, terdapatnya sumber-sumber daya serta adanya pelaksana-pelaksana program. Hasil akhir dari sebuah kegiatan dalam kegiatan implementasi ini dapat dilihat dari damp;aknya terhadap masyarakat, individu, kelompok-kelompok dan dari tingkat perubahan penerimaannya.

Kegagalan dan keberhasilan implementasi dapat dilihat dari kemampuannya secara nyata. Dalam mengoperasikan implementasi program-program agar tercapai suatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan yan g tinggi pada organisasi-organisasi pelaksanaannya. Organisasi ini bisa dimulai dari organisasi di tingkat atas sampai yang berada di level itu, baik negeri atau swasta. Baik tidaknya suatu program atau kebijaksanaan yang telah ditetapkan merupakan masalah yang sungguh-sungguh kompleks bagi setiap organisasi, termasuk pemerintah. Hal ini menjadi maslah karena biasanya terdapat kesenjangan waktu antara penetapan program atau kebijaksaan dan pelaksanaannya. Dalam kaitan ini, jones mengatakan bahwa implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkap tujuan dan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijakan yang mendahuluinya. Dengan kata lain, pelaksanaan merupakan kegiatgan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dalam pilar-pilarnya organisasi, interpretasi dan penerapan (Jones, 1991 : 93).


(19)

2.2Konsep Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal yang bersifat (berciri) keras atau perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 2004 adalah meliputi suami, istri, dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga, dan atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Dimana orang yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam kalimat sebelumnya adalah dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan (Sinar grafika, 2009 : 3)

Menurut Undang-Undang RI No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemersekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Sinar grafika, 2009 : 2)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan berbagai bentuk kekerasan yang terjadi didalam hubungan keluarga, antara pelaku dan korbannya memiliki kedekatan tertentu. Tercakup disini penganiayaan terhadap istri, bekas istri, tunangan, anak kandung dan anak tiri, penganiayaan terhadap orangtua, serangan seksual atau perkosaan oleh anggota keluarga.


(20)

Kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya berhubungan dengan kekerasan berbasis gender (gender based violence). Bentuk kejahatan ini merupakan bentuk diskriminasi yang menghalangi perempuan untuk mendapatkan hak-hak kebebasannya yang setara denagn laki-laki, tindak kekerasan ini dapat berupa kekerasan domestik dan kejahatan yang berdalih kehormatan. Keekrasan kategori ini muncul akibat pemposisian perempuan sebagai pihak yang menjadi tanggungan dan mendapat perlindungan dari seseorang pelindung laki-laki, pertama ayahnya kemudian suaminya.

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk sekaligus dilembagakan secara sosial. Dalam hal ini, masyarakat menentukan batas-batas kepantasan dan melabelkan peran-peran streotip bagi laki-laki dan perempuan. Apa yang ditentukan oleh masyarakat ini sudah berjalan berabad-abad lamanya, dan di anggap kodrat yang tidak bisa berubah, oleh sebab itu seseorang hanya bisa eksis dan dianggap benar apabila mengikuti batas-batas dan label-label sosial yang berlaku. Sebaliknya, seseorang akan merasa bersalah dan dipersalahkan apabila keluar dari batas-batas dan label-label sosial tersebut (Luhulima, 2000 : 8).

Salah satu bukti adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender adalah banyaknya perempuan yang mengalami tindak kekerasan. Kenyataan ini disebabkan oleh kurangnya penghargaan dan adanya batas-batas kepantasan yang diperlakuakn secara diskriminatif terhadap perempuan sehingga perempuan dipandang tidak lebih dari sekedar objek yang pantas diperlakukan sewenang-wenang. Selanjutnya, yang dimaksud dengan kekerasan-kekerasan fisik, psikologis, seksual, ekonomi, dan perampasan kemerdekaan dirumuskan sebagai berikut:


(21)

1. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cedera, luka atau cacat pada tubuh seseorang, dan atau menyebabkan kematian.

2. Kekerasan psikologis adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada seseorang.

3. Kekerasan seksual adalah tiap-tiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau disaat korban tidak menghendaki, dan atau melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai korban, dan atau menjauhkannya (mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya.

4. Kekerasan ekonomi adalah tiap-tiap perbuatan yang membatasi seseorang untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang dan atau barang, dan atau membiarkan korban bekerja untuk mengeksploitasi, atau menelantarkan anggota keluarga.

5. Perampasan kemerdekaan secara berwenang-wenang adalah semua perbuatan yang menyebabkan terisolirnya seseorang dari lingkungan sosialnya (Ciciek, 1999 : 30).

2.3 Pelaku dan Korban Kekerasan

Perempuan sering dilukai dan mengalami kekerasan dalam lingkup personal, baik dalam kaitannya dalam perannya sebagai istri atau anggota keluarga lain (misal: anak, adik ipar). Meskipun demikian kekerasan jenis ini merupakan satu kekerasan yang sangat selit diungkap antara lain karena:


(22)

1. Cukup banyak pihak yang menganggap hal demikian lumrah saja (bahkan menjadi bagian dari pendidikan yang dilakukan suami pada istri).

2. Konflik dalam rumah tangga sangat sering dilihat sebagai masalah intern keluarga yang tidak boleh dicampuri oleh orang lain. Pandangan ini diyakini baik oleh orang-orang luar maupun orang-orang di dalam keluarga itu sendiri.

3. Pelaku maupun korban sangat sering menutup-nutupi kejadian yang sesungguhnya dari orang lain dengan alasan-alasan yang berbeda (Ciciek, 1999 : 22)

Pelaku menganggap apa yang terjadi dalam urusan keluarga dan hak pribadinya, orang lain tidak perlu tahu dan tidak berhak campur tangan sementara korban merasa sangat malu dengan hal yang terjadi, akan kehilangan kehormatannya bila aib sampai terbuka, karena itu korban berusaha sekuat tenaga menutupi. Bahkan kekerasan membela orang yang telah melakukan kekerasan padanya. Bila kekerasan seksual atau perkosaan oleh orang yang telah dikenal atau berhubungan dekat dengan korban lebih mungkin terjadi berulang, demikian pula tindak kekerasan fisik dan psikologis dalam keluarga dan hubungan intim.

Kekerasan terhadap perempuan dalam hubungan intim mencakup usaha-usaha dari pasangan untuk mengintimidasi, baik dari ancaman atau melalui penggunaan kekuatan fisik pada tubuh perempuan atau barang-barang miliknya. Tujuan dari serangan tersebut adalah untuk mengendalikan tingkah laku si perempuan, atau untuk memunculkan rasa takut. Mendasari semua bentuk kekerasan adalah ketidakseimbangan kekuasaan dan kekuatan antara pelaku kekerasan dan korbannya (Luhulima, 2000 : 21).


(23)

2.3.1 Pelaku Kekerasan

Pelaku adalah seseorang atau beberapa orang yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku kekerasan rumah tangga (dalam berbagai bentuk kekerasan) ternyata tidak terbatas pada usia, tingkat pendidikan, agama, status sosial-ekonomi, suku, kondisi psikopatologi, maupun hal-hal lain.

Kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga sering memiliki persamaan dalam hal latar belakang kehidupan pelaku dan kepribadian yang berkaitan dengan tingkah laku agresif. Banyak pelaku kekerasan dalam rumah tangga berasal dari keluarga yang biasa terjadi kekerasan dalam kehidupan sehari-harinya, karenanya pelaku belajar dari keluarganya itu menjadi menganggap kekerasan sebagai bentuk pengkambingitaman atau sekedar sebagai tumpahan frustasi, merupakan bentuk penyelesaian konflik yang biasa dan dapat diterima.

Salah satu karakteristik penting pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah rendahnya harga diri. Seorang suami atau laki sering memiliki anggapan bahwa laki-laki harus menjadi penguasa, pengambil keputusan, orang nomor satu, mungkin (diakui atau tidak) merasa ia tidak dapat mencapai tuntutan itu atau sulit menggapainya, sehingga merasa tidak kompeten, tidak cukup hebat, tidak cukup kuat, tidak cukup berhasil. Ia kemudian melakukan penganiayaan pada yang lebih lemah sebagai bentuk mekanisme perthanan dirinya, untuk mengatasi perasaan tidak berdayanya (Ciciek, 1999: 39)

2.3.2 Perempuan (Istri) Sebagai Korban Kekerasan

Korban adalah orang yang mengalami tindak kekerasan dalamlingkup rumah tangga. Perempuan korban kekerasan, seperti juga pelaku kekerasannya, dapat berasal


(24)

dari berbagai latar belakang usia, pendidikan, tingkat sosial-ekonomi, agama, dan suku bangsa. Khusus untuk kekerasan dalam rumah tangga, korban kekerasan yang dapat teridentifikasi adalah mereka yang mencari pertolongan dan datang ke lembaga-lembaga yang mereka anggap dapat membantu mereka. Perempuan demikian tidak jarang tampil sebagai perempuan yang sangat pasif, menunjukan ketakutan dan kekhawatiran berlebihan, terkesan sangat emosional, (labil, banyak menangis, histeris) atau sebaliknya terkesan sangat sulitdiajak berkomunikasi dan terpaku kepada pemikiran-pemikirannya sendiri (Luhulima, 2000 : 32).

Menganggapi hal ini, orang-orang yang tidak menekuni isu kekerasan terhadap perempuan akan cenderung mengambil sikap blaming the victim dengan menyatakan bahwa perempuan tersebut memang aneh, memiliki banyak masalah pribadi atau mungkin sedikit terganggu sehingga pasangan hidupnya kehilangan kesabaran menghadapinya. Sementara itu, konselor yang memahami isu kekerasan terhadap perempuan, atau berpandangan feministik akan mengajukan atau memandang gangguan atau patoogi yang ditampilkan korban sebagai akibat kekerasan yang dialami bukan sebagai penyebab.

Studi terhadap perempuan-perempuan korban kekerasan domestik memang menunjukkan bahwa perempuan dengan sejarah kekerasan yang panjang memang cenderung menjadi sangat membatasi diri dan terisolasi. Mereka sering menarik diri dari temen-temen dan keluarga karena merasa malu dan bersalah. Dapat dipahami bila perempuan demikian akan menunjukan respon penyesuaian sosial yang canggung. Bahkan aneh dimata orang luar yang tidak memahami permasalahannya secara mendalam.


(25)

Banyak sekali pertanyaan dan keheranan : mengapa banyak perempuan tetap tinggal dalam hubungan yang penuh kekerasan? Mengapa mereka tidak meninggalkan suaminya? Beberapa alasannya adalah :

a. Ketiadaan dukungan sosial yang sungguh memahami kompleksitas situasi yang dihadapi perempuan

b. Citra diri yang negatif

c. Keyakinan bahwa suami akan berubah d. Kesulitan ekonomi

e. Kekhawatiran tidak dapat membesarkan anak dengan baik tanpa kehadiran pasangan

f. Keraguan bahwa meraka akan dapat bertahan dalam dunia yang kejam

g. Akhirnya perempuan dapat terus bertahan daam kondisi kekerasan karena kekhawatiran adanya pembalasan dan kekerasan yang lebih hebat yang akan diterimanya (Luhulima, 2000 : 33).

2.3.3Anak Sebagai Korban Kekerasan

Dalam UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pustaka yustisia, 2010 : 2)

Seorang anak haruslah dipandang sebagai orang yang harus dilindungi, dikembangkan dan dijamin kelangsungan hidupnya. Bukan sebaliknya memandang anak sebagai sasaran empuk tindak kekerasan. Perlindungan yang dapat dilakukan yaitu


(26)

kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar sehingga dapat melakukan cita-cita bangsa.

Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan ada orang lain yang paling utama dan pertama bertanggungjawab adalah orangtua sendiri. Orangtualah yang bertanggungjawab memperkembangkan keseluruhan eksistensi si anak (Gunarsa, 1995:28).

Anak yang hidup dalam keluarga yang diwarnai kekerasan adalah anak yang rentan, yang dalam bahaya karena kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

1. Laki-laki yang menganiaya istri dapat pula menganiaya anaknya.

2. Istri atau perempuan yang mengalami penganiayaan dari pasangan hidupnya dapat mengarahkan kemarahan dan frustasinya pada anak-anaknya.

3. Anak-anak dapat cedera secara tidak sengaja ketika mencoba menghentikan kekerasan dan melindungi ibunya.

4. Anak-anak yang biasa hidup dalam kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah cara penyelesaian masalah yang wajar, dibolehkan. Anak laki-laki dapat berkembang menjadi laki-laki dewasa yang juga menganiaya istri dan anak, dan anak perempuan dapat saja menjadi perempuan dewasa yang kembali terjebak menjadi korban kekerasan (Ciciek, 1999 : 35)

Anak-anak dari keluarga yang diwarnai kekerasan dapat mengembangkan pemikiran bahwa:

a. Seorang suami boleh memukul istrinya.


(27)

c. Perempuan adalah lemah, memiliki posisi lebih rendah, tidak mampu menjaga dirinya sendiri dan tidak mampu menjaga anak-anaknya.

d. Laki-laki dewasa adalah pengganggu dan berbahaya.

Anak-anak dari keluarga demikian akan cenderung kurang mampu menyatakan perasaan-perasaannya secara verbal, dan lebih terbiasa menunjukan kegelisahannya, ketakutan dan kemarahan melalui prilakunya. Bila sikap diam karena hal takut adalah hal lumrah pada keluarga yang diwarnai kekerasan dapat dimengerti bahwa cara adaptasi seperti ini juga dipelajari oleh anak. Anak akan menekan perasaan-perasaannya sendiri. Emosi-emosi negatif yang tidak dapat diberinya nama dirasakan campur aduk, takut, marah, bingung, merasa bersalah, sedih, khawatir, kecewa, ambivalen (Cicie, 1999 : 37)

2.4 Peran Pekerja Sosial dalam Masalah KDRT

Beberapa peranan pekerja sosial yang saling berkaitan, menunjang dan melengkapi dalam penyelesaian masalah kekerasan dalam rumah tangga tercakup dalam aspek-aspek sebagai berikut:

a. Informasi, yaitu menghimpun, mengembangkan, memanfaatkan serta menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan penanganan masalah kekerasan dalam rumah tangga.

b. Partisipasi, yaitu mengambil langkah-langkah aktif asilitas, proaktif dalam penyediaan sumber yang dibutuhkan oleh sasaran serta pengembangan pendekatan penanggulangan masalah dan peningkatan kesejahteraan sasaran.


(28)

c. Pemberdayaan, yaitu meningkatkan pengertian, kesadaran, tanggungjawab, komitmen, partisipasi dan kemampuan semua pihak yang terkait dengan penanganan masalah kekerasan dalam rumah tangga.

d. Fasilitas, yaitu memberikan kemudahan berupa sumber dan peluang bagi organisasi dan lembaga penyedia pelayanan sosial dalam penanganan kekerasan dalam rumah tangga.

e. Asistensi, yaitu menyediakan bantuan, baik material maupun konsultasi, bagi organisasi dan lembaga penyedia pelayanan sosial dalam penanganan kekerasan dalam rumah tangga.

f. Mediasi, yaitu menjalurkan kepentingan berbagai pihak, baik kepentingan antar organisasi atau lembaga penyedia peayanan maupun antara pihak yang membutuhkan dengan pihak pemilik sumber, sehingga tercipta suatu sistem yang baik untuk penanganan kekerasan dalam rumah tangga.

g. Kemitraan, yaitu menjalin hubungna dengan pemilik sumber serta menyalurkan hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi atau lembaga penyedia pelayanan dengan pemilik sumber.

h. Mobilisasi, yaitu menghimpun, mendayagunakan, mengembangkan dan mempertanggungjawabkan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam penanganan kekerasan dalam rumah tangga (Solekhah, 2009 : 8).

2.5Kerangka Pemikiran

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah kekerasan dalam keluarga yang banyak terjadi menimpa rumah tangga di Indonesia saat ini. Kekerasan dalam


(29)

rumah tangga kadang dikaitkan dengan istilah kekerasan terhadap pasangan. Adapun kekerasan pasangan didefenisikan sebagai penggunaan kekerasan fisik oleh pasangannya yang terjadi pada hubungan yang tela intim pada pasangannya. Kekerasan pasangan ini mencakup kekerasan secara psikologis seperti intimidasi, ancaman, penghinaan dimuka umum, kata-kata kasar dilakukan secara berulang-ulang. Perkembangan ruang lingkup kekerasan dalam rumah tangga selanjutnya ialah bentuk kekerasan terhadap anak, yang sering ikut manjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga disebabkan oleh berbagai faktor yang memicu terjadinya kekerasan tersebut. Faktor-faktor pemicu ini menjadi alasan pelaku untuk melakakukan kekerasan terhadap isteri atau anak yang menjadi korban kekerasan. Korban menjadi tempat pelampiasan si pelaku dalam menyalurkan emosinya yang dikeluarkan dalam bentuk kekerasan, sehingga menyebabkan korban merasa tersakiti.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh beberapa belah pihak keluarga inipun seringkali memutuskan untuk membawa permasalahan kekerasan dalam rumah tangga langsung diproses pada pengadilan agama/hukum yang hanya akan memberikan solusi untuk bercerai.

Untuk itu, Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Deli Serdang yang bergerak di bidang kesejahteraan keluarga memuat adanya penanganan kekerasan dalam rumah tangga. Dari penanganan kekerasan dalam rumah tangga diharapkan para keluarga dapat menghindari terjadi berkembang, dan terjadinya kembali masalah yang dialami anggota keluarga; mengatasi masalah serta memulihkan dan meningkatkan kedudukan dan peranan sosial anggota keluarga, dan mempertahankan dan sekaligus memperbaiki


(30)

dan meningkatkan kualitas kondisi yang ada pada saat ini agar tidak terjadi penurunan yang berdampak pada tumbuh kembangnya masalah.

Dimana dalam penanganan kekerasan dalam rumah tangga mempunyai jenis pelayanan yaitu konsultasi dan advokasi. Konsultasi berupa informasi, program, dan pemecahan masalah keluarga, sedangkan advokasi berupa advokasi terhadap penanganan kasus.

Tujuan dari lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga itu sendiri adalah agar keluarga dapat memanfaatkan pelayanan, agar keluarga dapat memecahkan masalah kekerasan dalam rumah tangga dan agar keluarga memperoleh informasi tentang pencegahan dan pemecahan masalah keluarga.


(31)

2. Advokasi

Advokasi keluarga adalah suatu peroses pertolongan untuk membantu keluarga sehingga mendapatkan pelayanan atau dapat memanfaatkan sumber-sumber yang dibutuhkan atau yang menjadi hak mereka dengan cara-cara melindungi martabat mereka serta untuk mempengaruhi dan mendorong terjadinya perubahan dalam kebijakan-kebijakan praktek-praktek dan aturan-aturan dalam memecahkan masalah atau mewujudkan kesejahteraan kelurga pada suatu komunitas atau masyarakat secara menyeluruh. Berdasarkan pengertian tersebut advokasi sosial keluarga berupa advokasi kasus menunjukan advokasi pada satu kasus. Advokasi ini dilaksanakan dalam situasi dimana individu konflik dengan suatu organisasi karena satu dan lain hal menyebabkan hak atau kebutuhannya tidak terpenuhi oleh organisasi.

BAB III

Metode Penelitian


(32)

Adapun penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan berdasarkan pada objek penelitian pada saat sekarang. Tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberi gambaran atau melukiskan kenyataan yang ada tentang masyarakat atau sekelompok orang tertentu dipandang secara analisa yang prosesnya meliputi penguraian hasil observasi dari suatu gejala yang diteliti atau lebih (Bungin, 2005 : 35).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kecamatan lubuk pakam kabupaten deli serdang. Alasan penulis memilih lokasi yaitu karena kecamatan lubuk pakam ini adalah salah satu kecamatan dampingan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga untuk melaksanakan penanganan kekerasan dalam rumah tangga.

3.3 Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis, yaitu objek yang akan diteliti (Soehartono, 2004 : 57). Populasi dari penelitian ini adalah warga di kecamatan lubuk pakam yang mengkonsultasikan permasalahan kekerasan dalam rumah tangga kepada lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga yang berjumlah 22 keluarga. Oleh karena dalam penelitian ini populasi hanya berjumlah 22 orang, maka seluruh populasi diambil datanya.


(33)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Studi Kepustakaan

Yaitu teknik pengumpulan data yang menelaah buku, majalah, surat kabar atau tulisan lainnya yang memperkuat pertimbangan teoritis yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.

2. Penelitian Lapangan

Yaitu teknik pengumpulan data diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung di lokasi penelitian untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui :

a. Observasi

Yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Dilakukan dengan melihat, mendengar dan mencatat kejadian sasaran penelitian.

b. Wawancara

Yaitu data variabel (kata-kata) sebagai data yang diperoleh melalui percakapan atau tanya jawab.

c. Angket

Yaitu kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar suatu daftar pertanyaan tertutup dan terbuka untuk dijawab oleh responden.


(34)

3.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.

BAB IV

Deskripsi Lokasi Penelitian


(35)

Kehadiran LK3 merupakan media berkonsultasi bagi orang-orang yang mengalami masalah sosial psikologis dalam keluarga, yang mengganggu pelaksanaan peran dan fungsinya sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota kelompok sosial lainnya. Masalah sosial psikologis keluarga dapat muncul dan berkembang di karenakan oleh kurangnya penanaman budi pekerti dan pengaruh berbagai budaya dari luar serta mudahnya mengakses secara bebas arus informasi yang berkaitan erat dengan perubahan pola sikap dan perilaku seseorang yang mental dan pola pikirnya tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat .

Dengan demikian maka dibentuklah LK3 sebagai wahana curahan hati menggunakan pola pikir untuk merubah pola sikap dan perilaku dengan cara memberikan nasihat, konseling, pelayanan kepada para keluarga yang bermasalah sosial psikologis. Apalagi permasalahan keluarga saat ini telah berkembang biak menjadi banyak dan sangat kompleks baik permasalahan sosial yang bersifat konvensional maupun kontemporer, antara lain maraknya korban tingkat kekerasan, pelecehan sosial, perselingkuhan, anak bermasalah dengan hukum,

trafficking dan lain-lainnya termasuk masalah mata pencahariannya yang terganggu karena

pemutusan hubungan kerja. Semuanya itu terkait dengan tidak tercapainya taraf keberfungsian sosial keluarga. Sehubungan dengan hal tersebut LK3 dipandang perlu untuk ditumbuhkembangkan dalam rangka untuk mengatasi permasalahan sosial keluarga.

Banyak keluarga mengalami permasalahan yang sulit diatasi sendiri dan tidak tertolong oleh pelayanan yang ada, sehingga makin terpuruk karena tidak cukup memiliki kemampuan untuk menahan perkembangan permasalahan keluarga yang menjadi semakin kompleks. Modernisasi dan globalisasi yang berkembang dalam sendi-sendi kehidupan keluarga dan masyarakat, baik di kota maupun di desa dipandang memberikan banyak pengaruh terhadap realitas tersebut.


(36)

Hal ini perlu diantisipasi dengan melihat kecenderungan masalah sosial yang terjadi termasuk masalah keluarga, sehingga keluarga memiliki ketahanan sosial. Dalam upaya mewujudkan ketahanan sosial, diperlukan lembaga di luar keluarga yang dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan keluarga, seperti LK3.

LK3 memiliki peran yang strategis dalam penanganan masalah sosial psikologis keluarga. Oleh karena itu, eksistensi dan sosialisasi lembaga ini perlu ditingkatkan dengan cara memberikan dukungan dana, sarana, prasarana, sumberdaya manusia yang profesional, dan dengan mengembangkan jaringan sosial di berbagai tingkatan.

Masyarakat sering dihadapkan pada program-program yanng bersifat top down, hal ini banyak mengakibatkan program tersebut kurang mendapat dukungan. Demikian halnya dengan LK3, yang hanya dapat dijangkau oleh sebagian kecil masyarakat. Sementara itu, permasalahan keluarga semakin banyak dan bervariasi sifatnya serta merata diberbagai tempat. Berdasarkan hal ini maka diperlukan peran serta aktif masyarakat, seperti orsos, LSM, dunia usaha guna melakukan konsultasi kesejahteraan sosial yang berbasis masyarakat.

Landasan hukum

Landasan hukum dibentuknya lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga adalah: 1. Undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan.

2. Undang-undang no.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial.

3. Undang-undang no.7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

4. Undang-undang no.10 tahun 1992 tentang pembangunan keluarga sejahtera. 5. Undang-undang no.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat.


(37)

6. Undang-undang no.5 tahun 1997 tentang psikotropika. 7. Undang-undang no.22 tahun 1997 tentang narkotika.

8. Undang-undang no.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia.

9. Undang-undang no.39 tahun 1999 tentang pengesahan ILO convention no.182 mengenai penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk pada anak.

10. Undang-undang no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. 11. Undang-undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

12. Undang-undang no.23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. 13. Keputusan Menteri Sosial no.49 / HUK / 2004 tentang pemberdayaan peran keluarga.

4.2. Letak dan Kedudukan Lembaga

Penelitian ini di lakukan di lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga yang berada di bawah naungan dinas sosial pemerintahan Kabupaten Deli Serdang jalan mawar nomer 18 komplek kantor Bupati Deli Serdang telp. 061-7956111 -.7956222 Lubuk Pakam. Alasan memilih lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga sebagai tempat pelaksanaan penelitian karena lembaga ini sangat berperan besar membantu menangani permasalahan keluarga yang semakin hari semakin meningkat skala maupun kompleksitasnya baik karena faktor- faktor internal maupun eksternal keluarga itu sendiri. Lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga pada umumnya dibentuk pada lokasi yang memenuhi persyaratan yaitu :

1. Mudah dijangkau dan digunakan oleh sasaran pelayanan

2. Memudahkan pengembangan kualitas dan jangkauan pelayanan 3. Menjamin terwujudnya efektifitas dan efisiensi pelayanan

Pembentukan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga yang dilakukan oleh instansi sosial kabupaten atau kota dengan melibatkan masyarakat dilakukan dengan langkah-langkah


(38)

1. Pengumpulan data dan informasi tentang kondisi aktual keluarga yang mengalami masalah sosial psikologis dan masyarakat pada umumnya

2. Analisis data guna penentuan jenis dan besaran kebutuhan keluarga yang mengalami masalah sosial psikologis

3. Penyusunan rencana pendirian yang meliputi penentuan lokasi, menentukan sarana dan prasarana, menentukan waktu, membuat struktur organisasi dan menyiapkan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dan komitmen untuk membantu upaya menyelesaikan masalah keluarga

4. Sosialisasi rencana pendirian lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga oleh instansi sosial kabupaten / kota kepada masyarakat

5. Mobilisasi dukungan dari pihak terkait yang terdiri dari tokoh masyarakat, akademis, aparat pemerintah sampai dengan tingkat kelurahan, LSM, dan jaringan kerja lain seperti rumah sakit, kepolisian, dan LBH

6. Pembuatan komitmen dari pihak terkait untuk mendukung pembuatan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga

7. Peresmian pendirian lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga yang dikukuhkan melalui SK yang ditandatangani minimal oleh kepala instansi sosial kabupaten / kota dan dihadiri oleh pihak terkait jaringan kerja serta kelompok sasaran.

4.3. Visi dan Misi Visi

Meningkatkan kemampuan Keluarga untuk memahami dan memecahkan masalah mereka sendiri, yang pada akirnya diharapkan dapat terwujud keluarga sejahtera tanpa


(39)

masalah dan Harmonis. Dan keluarga memperoleh informasi yang berkaitan dengan berbagai hal yang berkaitan dengan upaya pemecahan masalah.

Misi

1. Menyadarkan semua pihak akan pentingnya pemenuhan dan perlindungan terhadap anggota keluarga.

2. Menerima pengaduan masyarakat dan memfasilitasi pelayanan dan pendampingan pelanggaran terhadap anggota keluarga.

3. Melakukan kajian dan analisis perundang-undangan yang berkaitan dengan berbagai pihak dalam rangka perlindungan anggota keluarga.

4. Membangun dan membina kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka perlindungan anak.

5. melakukan pemantauan, evaluasi, pelaporan dan dokumentasi terhadap penyelenggaraan perlindungan anggota keluarga.

6. mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan perlindungan anggota keluarga

7. memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada pemerintah tentang banyaknya pelanggaran terhadap anggota keluarga sehingga di perlukan suatu penyuluhan dari pemerintah kabupaten untuk menggurangi masalah keluarga.

4.4 Program-Program dan Sasaran Lembaga

1. Program yang terdapat pada lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga adalah Pemberdayaan Keluarga dengan jenis pelayanan antara lain:


(40)

a. Konsultasi

Istilah konsultasi sosial keluarga mencakup baik konseling maupun konsultasi. Konseling di maksudkan sebagai suatu peroses untuk membantu keluarga yang mempunyai permasalahan, sedangkan konsultansi dimaksudkan sebagai suatu proses untuk membantu keluarga atau organisasi yang membutuhkan informasi yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga. Berdasarkan pengertian tersebut konsultasi sosial keluarga terdiri dari :

1. Konsultasi informasi dengan sasaran keluarga dan individu yang membutuhkan informasi tentang keluarga.

2. Konsultasi organisasi atau konsultan program dengan sasaran wakil atau personil organisasi yang membutuhkan berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan kebijakan, program dan pelayanan organisasi dalam bidang kesejahteraan keluarga.

3. Konsultasi pemecahan masalah atau konsultasi kasus, dengan sasaran keluarga-keluarga yang mengalami masalah di dalam keluarga atau dengan pihak-pihak lain di liar keluarga yang tidak dapat dipecahkannya sendiri

b. Advokasi

Advokasi keluarga adalah suatu peroses pertolongan untuk membantu keluarga sehingga mendapatkan pelayanan atau dapat memanfaatkan sumber-sumber yang dibutuhkan atau yang menjadi hak mereka dengan cara-cara melindungi martabat mereka serta untuk mempengaruhi dan mendorong terjadinya perubahan dalam kebijakan-kebijakan praktek-praktek dan aturan-aturan dalam memecahkan masalah atau mewujudkan kesejahteraan keluarga pada suatu komunitas atau masyarakat secara menyeluruh. Berdasarkan pengertian tersebut advokasi sosial keluarga yaitu berupa advokasi kasus yang menunjukan advokasi pada


(41)

satu kasus. Advokasi ini dilaksanakan dalam situasi dimana individu konflik dengan suatu organisasi karena satu dan lain hal menyebabkan hak atau kebutuhannya tidak terpenuhi oleh organisasi

Sasaran-sasaran yang terdapat dalam lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga adalah: 1. Keluarga-keluarga pada umumnya sebagai sasaran sosialisasi, sehingga keberadaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga di kenal dan dapat dimanfaatkan secara meluas, serta memperoleh dukungan yang memadai dari berbagai pihak.

2. Keluarga yang membutuhkan bantuan karena masalah yang dialaminya :

a. Ketidakpuasan dalam hubungan-hubungan sosial misalnya antara suami-istri, ibu-bapak, orang tua-anak, antar anak, atau istri-suami dengan mertua. Tanpa penanganan yang memadai ketidakpuasan hubungan ini dapat menjadi sumber terjadinya masalah-masalah keluarga yang lebih berat, termasuk perceraian.

b. Konflik antar pribadi, berlangsung anggota keluarga seperti pada ketidakpuasan hubungan sosial, tetapi sifatnya lebih berat. Konflik ini dapat berakibatnya kekerasan, baik yang sifatnya fisik, seksual, emosional, sosial ekonomi oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah, terutama dialami oleh anak dan istri.

c. Sunber-sumber kehidupan dan penghidupan yang tidak memadai, misalnya sebagai akibat kemiskinan dan pemutusan hubungan kerja, sakit, meninggal, dan dipenjarakan pencari nafkah secara mendadak. Masalah ini dapat berakibat perpisahan, perceraian, exploitasi anak, menjadi pengguna dan pengedar narkoba


(42)

d. Kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan peranaan, misalnya keluarga muda tanpa persiapan dan tanpa dukungan sosial keluarga, kelahiran bayi, kehadiran mertua, anak-anak yang kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan, bencana. Masalah ini dapat berakibatkan terjadinya perpisahan, perceraian, tindak kekerasan, tercerai berainya hubungan antar anak.

e. Reaksi emosional terhadap kemalangan, termasuk termasuk kematian orang yang sangat dicintai atau pencari nafkah keluarga. Masalah ini dapat berakibat putus sekolah, menggunakan narkoba

f. Masalah-masalah transisi sosial, misalnya keluarga atau salah satu keluarganya pindah tempat tinggal, lingkungan kerja, atau lingkungansekolah baru yang sangat berbeda dari tempat sebelumnya. Masalh ini dapat berakibat perpisahan, perselingkuhan, perceraian, putus sekolah.

g. Masalah-masalh dengan organisasi formal, misalnya kesulitan dalam pembayaran biaya sekolah, pembayaran biaya pengobatan rumah sakit, masalah dengan aparat keamanan h. Keluarga yang membutuhkan informasi untuk mengatasi masalah atau untuk

meningkatkan taraf kesejahteraanya

i. Individu, kelompok, instansi dan organisasi yang membutuhkan informasi karena kepedulian, niat, kepentingan atau tugas untuk mengatasi masalh keluarga.

4.5. Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasaran yang dimiliki LK3 Kabupaten Deli serdang sumut adalah :

• kantor LK3 Kabupaten Deli serdang Sumut yang berada di jalan mawar no. 18 dalam kompleks kantor Bupati deli Serdang Sumatera Utara


(43)

• fasilitas Kantor berupa :

Meja kantor : 7 buah

Kursi : 10 buah

Komputer : 4 buah

Telpon : 2 buah

Kipas angin : 2 buah

Lemari berkas : 1 buah Papan nama dan peta lokasi : 1 buah Ruang konsultasi : 1 buah

Mobil : 1 buah

Sepeda Motor : 2 buah

4.6 Pendanaan lembaga

Sebagai lembaga pelayanan sosial, dalam menjalankan kegiatan konsultasi kesejahteraan keluarga membutuhkan dana operasional untuk menunjang pelayanannya. Beberapa sumber pendanaan yang diharapkan guna menunjang pembiayaan operasional antara lain

1. Pemerintah daerah propinsi maupun kabupaten / kota 2. Bantuan stimulant dari pemerintah

3. Masyarakat

4. Partisipasi dari penerima pelayanan yang di anggap mampu


(44)

Beberapa kegiatan yang berkenaan dengan operasional lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga antara lain :

1. Honor pengelola (pekerja sosial, psikolog, administrator )

2. Operasional harian seperti ATK, pelaporan, biaya telepon, pembuatan papan nama lembaga.

3. Operasional kegiatan (rapat-rapat kordinasi, sosialisasi, case conference, transport home

visit, pendampingan dan rujukan )

Dalam upaya penekanan biaya operasional dan mempertimbangkan kelangsungan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga kiranya dapat menempuh beberapa upaya antara lain:

1. Menempatkan lembaga konsultasi kesejahteran keluarga di kantor dinas sosial kabupaten kota atau lokasi laen yang memungkankan

2. Dalam upaya memperoleh tenaga pekerja sosial yang ada kiranya dapat mempergunakan pekerja sosial di dinas sosial atau panti-panti sosial

3. Tenaga pendukung berasal dari psikolog yang ada atau pekerja sosial masyarakat yang selama ini telah berkiprah dalam bidang pelayanan sosial masyarakat.

4.7 Struktur Lembaga

Struktur lembaga kesejahteraan keluarga merupakan suatu fungsi manajemen yang mempunyai eratan dan kaitan langsung dengan interaksi sosial, yang terjadi antara individu-individu dalam rangka kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya struktur maka akan jelaslah pemisahan tugas dari pegawai menunujukkan kerangka serta susunan pola hubungan antara fungsi-fungsi, bagian-bagian, posisi-posisi


(45)

maupun orang yang menunjukkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawabyang berda didalam suatu kantor dinas.

Pembagian tugas melalui dasar struktur lembaga juga mempermudah dan mempercepat tugas yang akan dilaksanakan, sebab didalam pelaksanaan dapat terkoordinir dengan baik. Pembagian tugas yang terarah dapat menghindari pekerjaan yang sifatnya tumpang tindih dan para tenaga kerja telah mengetahui tugas dan tanggung jawab tugas masing-masing. Sistem lembaga yang baik dan teratur dapat mempermudah pimpinan untuk mengkoordinir dan mengawasi tugas yang dilakukan setiap bawahan, sehingga untuk mencapai tujuan lebih mudah diperoleh sesuai dengan rencana yang ditetapakan. Stuktur keanggotaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga adalah:

1. Penasehat

Penasehat lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga di kabupaten deli serdang dipimpin langsung oleh bapak Bupati Deli Serdang beserta Ibu ketua tim penggerak PKK Kabupaten Deli Serdang.

2. Pembina

Pembina lembaga konsultasi kesejahteraan sosial Kabupaten Deli Serdang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan teknis program pemberdayaan keluarga.

3. Kordinator

Kordinator lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga kabupaten deli serdang di pimpin oleh kepala bidang pemberdayaan sosial kabupaten deli serdang.


(46)

Penanggung jawab lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga di pimpin oleh ibu Rosmasitah. Beliau ditunjuk sebagai penanggung jawab operasional yang diberikan kewenangan untuk melaksanakan program lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga berdasarkan surat keputusan kepala instansi social propinsi dan mendapat rekomendasi dari kepala instansi sosial kabupaten/kota. Tugas penanggung jawab antara lain :

1. memimpin lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga baik kedalam maupun keluar lembaga

2. memimpin seluruh anggota lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga 3. memimpin keseluruhan pelaksanaan program lembaga

4. merencanakan dan mengkoordinir pelaksanaan program lembaga

5. melakukan monitoring dan evaluasi atas program yang dilakukan anggota

6. melaporkan pelaksanaan program kepada Pembina agar diteruskan kepada bupati 7. menerima dan menilai laporan anggota

8. membuka jaringan dengan pihak lembaga lain

9. melaksanakan hal-hal lain yang bersifat strategis untuk memajukan lenbaga konsultasi kesejahteraan keluarga.

5. Seketaris

Seketaris lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga di pimpin oleh ibu Nazariah. Dengan tugas tugas seperti :

1. bertanggung jawab dalam pengelolaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga. 2. menyiapklan kebijakan pengadministrasian keuangan dan program.

3. mengkoordinir surat-surat lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga baik kedalam maupun keluar lembaga.


(47)

4. mengawasi keuangan untuk keperluan operasional secar efisien dengan tetap berkoordinasi dengan ketua.

5. melaporkan pengeluaran kas kecil kepada pimpinan dan staff keuangnan setiap bulan dengnan melampirkan bukti-bukti yang sah.

6. melaporkan keuangan dan mencatat transaksi yang menggunakan kas kecil. 7. mengarsipkan surat-surat dan barang-barang inventaris kantor.

8. memeriksa dan mengelola kebutuhan inventaris kantor yang habis dipakai untuk disediakan kembali.

9. memeriksa kondisi barang inventaris setiap bulannya.

10.melakukan koordinasi dengan staff keuangan untuk pembukuan laporan keuangan bulanan.

11.mempersiapkan rapat dan membuat notulensi rapat internal dan eksternal. 6. Bendahara

Bendahara konsultasi kesejahteraan keluarga dipimpin oleh bapak M.Amin,S.Pd. dengan tugasnya sebagai seorang bendahara antara lain :

a. Menyusun konsep rencana belanja lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga dan menyelenggarakan administrasi keuangan serta membuat laporan keuangan sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.

b. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada sekretaris dinas social sesuai standar yang ditetapkan.


(48)

'Psikologi' didefinisikan sebagai kajian saintifik tentang tingkahlaku dan proses

mental organisme. Tiga idea penting dalam definisi ini ialah; 'saintifik', tingkahlaku' dan 'proses mental'. Saintifik bermakna kajian yang dilakukan dan data yang

dikumpulkan mengikuti prosedur yang sistematik. Walau pun kaedah saintifik diikuti, ahli-ahli psikologi perlu membuat pelbagai inferen atau tafsiran berdasarkan temuan yang diperoleh. Ini dikarenakan subjek yang dikaji adalah hewan dan manusia dan tidak seperti sesuatu sel (seperti dalam kajian biologi) atau bahan kimia (seperti dalam kajian kimia) yang secara perbandingan lebih stabil. Manakala mengkaji tingkah laku hewan atau manusia memang sukar dan perlu kerap membuat inferen atau tafsiran. Beberapa metodologi dalam psikologi, diantaranya sebagai berikut :

a. Metodologi Eksperimental

Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen. (sumber : buku Psokologi, penulis : Abdul Rahman Shaleh, penerbit : Kencana Prenada Media Group). Peneliti mempunyai kontrol sepenuhnya terhadap jalannya suatu eksperimen. Yaitu menentukan akan melakukan apa pada sesuatu yang akan ditelitinya, kapan akan melakukan penelitian, seberapa sering melakukan penelitiannya, dan sebagainya.

b. Observasi Ilmiah

Pada observasi ilmiah, suatu hal pada situasi-situasi yang ditimbulkan tidak dengan sengaja. Melainkan dengan proses ilmiah dan secara spontan. Observasi alamiah ini dapat diterapkan pula pada tingkah laku yang lain, misalnya saja : tingkah laku orang-oranng yang berada di toko serba ada, tingkah laku pengendara-pengendara kendaraan bermotor dijalan raya, tingkah laku anak yang sedang bermain prilaku orang dalam bencana alam.


(49)

c. Sejarah Kehidupan

Sejarah kehidupan seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih mengetahui “jiwa” orang yang bersangkutan, misalnya dari ceritaibunya, seorang anak yang tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa dia bukannya kurang pandai tetapi minatnya sejak kecil memang dibidang musik sehingga dia tidak cukup serius untuk mengikuti pendidikan di sekolahnya.

d. Wawancara

Wawancara merupakan tanya jawab si pemeriksa dan orang yang diperiksa. Agar orang diperiksa itu dapat menemukan isi hatinya itu sendiri, pandangan-pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga orang yang mewawancarai dapat menggali semua informasi yang dibutuhkan.

e. Angket

Angket merupakan wawancara dalam bentuk tertulis. Semua pertanyaan sudah di susun secara tertulis pada lembar-lembar pertanyaan itu. Dan orang yang diwawancaraipun tinggal membaca pertanyaan yang diajukan. Lalu menjawabnya secara tertulis pula. Lalu jawaban-jawabannya akan dianalisis untuk mengetahui hal-hal yang diselidiki. Psikolog di lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga keluarga (LK3) dilakukan oleh ibu Dewi sariban siregar,S.Psi.


(50)

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/03/M.PAN/1/2004 menyatakan bahwa tugas pokok Pekerja Sosial adalah menyiapkan, melakukan, dan menyelesaikan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial dan pengembangan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial. Tugas pokok untuk menyiapkan, melakukan, dan menyelesaikan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial dilakukan oleh Pekerja Sosial tingkat terampil, sedang tugas pokok untuk menyiapkan, melakukan, dan menyelesaikan kegiatan pengembangan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial dilakukan oleh Pekerja Sosial tingkat ahli. Walaupun demikian, Pekerja Sosial tingkat ahli juga melakukan pembinaan dan supervisi terhadap Pekerja Sosial tingkat terampil dalam pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial. Beberapa peran utama pekerja sosial dalam konsultasi kesejahteraan keluarga adalah :

1. Manajer : merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengendalikan berbagai kegiatan (LK3).

2. Supervisor : Melaksanakan Bimbingan kerja bagi personel LK3 dalam rangka peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan LK3.

3. Pembimbing sosial : Meningkatkan kemampuan sasaran dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupannya dalam rangka pemecahan masalah dan atau peningkatan taraf kesejahteraannya

4. Pemberi informasi (motivator, penyuluh sosial) : Memberikan informasi dan dukungan terhadap sasaran melalui konsultasi, baik untuk tujuan pemberdayaan, pencegahan maupun penyembuhan. Selain itu juga memberikan informasi kepada masyarakat tentang keberadaan dan tujuan LK3.


(51)

5. Analis kebutuhan : menganalisis kebutuhan sasaran dalam rangka penentuan alternative-alternatif pemecahan masalahnya.

6. Perubahan perilaku : Membantu sasaran untuk merubah perilaku yang menjadi penyebab masalah yang dialaminya.

7. Penjangkau : mengidentivikasi kebutuhan sasaran dilingkungan sosialnya

8. Pendamping sosial : memberikan dukungan social-emosional kepada sasaran dalam proses pemecahan masalahnya.

9. Mobilisator sumber : membantu mobilisasi sumber untuk mengembangkan pelayanan atau program baru dalam rangka membantu sasaran memperoleh pelayanan yang dibutuhkannya.

10.Pialang sosial : membantu sasaran untuk mengakses pelayanan atau sumber yang dibutuhkannya.

11.Advokasi sosial : membantu atau mewakili kepentingan sasaran untuk memperoleh pelayanan atau sumber yang selama ini sulit dijangkaunya. Juga membantu perluasan jangkauan pelayanan sehingga dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan. 12.Pemonitor dan Evaluator : Mengumpulkan data dan informasi guna penentuan

perkembangan proses pelayanan kepada sasaran, khususnya pencegahan terjadinya penyimpangan sedini mungkin.

Pekerja sosial yang menangani kasus di LK3 Kabupaten Deli Serdang adalah Susilwati dan Susiyanti.


(52)

9. Relawan Sosial

Relawan adalah individu yang bebas menyumbangkan pengabdiannya, tanpa mengharapkan imbalan, berdasarkan nilai-nilai pelayanan yang ada pada masyarakat atau lembaga/organisasi dalam rangka mencegah, mengontrol atau meniadakan dampak masalah sosial yang dialami oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Relawan sosial di LK3 dilakukan oleh Drs, yunan matondang.


(53)

LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA KABUPATEN

DELI SERDANG

PENASEHAT

PEMBINA KORDINATOR

KETUA

SEKRETARIS

BENDAHARA

PEKERJA SOSIAL RELAWAN SOSIAL


(54)

BAB V

ANALISA DATA

Pada bab ini disajikan analisa data, dimana data diperoleh melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Menganalisa data merupakan suatu upaya untuk menata dan mengelompokan data menjadi suatu bagian-bagian tertentu menurut kelompok data jawaban responden. Analisa data yang dimaksud adalah suatu interpretasi langsung yang berdasarkan data dan informasi yang diperoleh di lapangan dengan tepat berpedoman pada tujuan penelitian.

Seperti yang dijelaskan pada bab metode penelitian bahwa yang menjadi responden pada penelitian ini adalah warga di Kecamatan Lubuk Pakam yang mendapatkan penanganan permasalahan kekerasan dalam rumah tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 22 orang. Berdasarkan hasil peneitian melalui penyebaran angket/kuesioner diperoleh data tentang latar belakang responden yang meliputi usia, tingkat pendidikan, agama, penghasilan, dan pekerjaan.

Pada bagian ini penulis membagi pembahasan data dalam beberapa bagian, agar penelitian tersusun secara sistematis, yaitu :


(55)

5.1. Identitas Responden

Tabel 5.1 Usia Responden

No Usia Frekuensi Presentase

1. 2. 3. 4. 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50 tahun keatas

4 7 10 1 18,2 31,8 45,5 4,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 10 orang (45,5%) berusia 40-49 tahun, selanjutnya sebanyak 7 orang (31,8%) berusia 30-39 tahun, 4 orang (18,2%) berusia 20-29 tahun dan selebihnya sebanyak 1 orang (4,5%) berumur 50 tahun ke atas. Bila melihat komposisi umur responden maka keseluruhan responden sudah berada pada usia dewasa, dimana responden dapat mengatasi permasalahan/pertengkaran rumah tangga dengan bijak.

Tabel 5.2 Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Frekuensi Presentase

1. 2. Laki-laki Perempuan 3 19 13,7 86,3


(56)

Data pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan ada 19 orang (86,3%), dan ini merupakan jumlah terbanyak. Sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki hanya sebanyak 3 orang (13,7%). Dapat dilihat bahwa ada juga responden yang berjenis kelamin laki-laki yang mengaami KDRT dan KDRT yang dialami responden biasanya adalah perselingkuhan istri yang menyebabkan kegangguan psikologis yang dialami responden.

Tabel 5.3 Agama Responden

No Agama Frekuensi Presentase

1. 2. 3.

Islam

Kristen Protestan Kristen Katolik

14 4 4

63,6 18,2 18,2

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.3 dapat diihat bahwa responden yang beragama islam ada 14 orang (63,6%) dan meripakan jumlah terbanyak, sedangkan yang beragama kristen protestan sebanyak 4 orang (18,2%), dan yang beragama kristen katolik juga sebanyak 4 orang (18,2%).


(57)

Tabel 5.4 Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Frekuensi Presentase

1. 2. 3. 4.

Pegawai negeri sipil Wiraswasta Buruh Tidak bekerja 2 6 2 12 9,1 27,3 9,1 54,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang mendapatkan penanganan kekerasan dalam rumah tangga oleh lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga di kecamatan Lubuk Pakam yang tidak bekerja berjumlah 12 orang (54,4%). Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka lebih banyak berada dirumah dan sibuk mengurusi rumah tangga. Ada juga responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 6 orang (27,3%), responden yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil 2 orang (9,1%) dan responden yang bekerja sebagai buruh juga sebanyak 2 orang (9,1%).

Tabel 5.5

Penghasilan Responden/Bulan

No Penghasilan Frekuensi Presentase

1. 2. 3. 4. >500.000 600.000-.1.000.000 1.100-000-2.000.000 2.100.000-3.000.000 2 11 7 2 9,1 50 31,8 9,1


(58)

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa responden yang penghasilannya lebih kecil dari Rp.500.000,- berjumlah 2 orang (9,1%). Responden yang penghasilannya Rp.600.000,- sampai Rp.1.100.000,- per bulan sebanyak 11 orang (50%). Sedangkan responden yang berpenghasian Rp.1.100.000,- sampai Rp.2.000.000,- per bulan berjumlah 7 orang (31,8%)dan yang berpenghasilan Rp.2.100.000,- sampai Rp.3.000.000,- per buan berjumlah 2 orang (9,1%).

Tabel 5.6

Pendidikan Responden

No Pendidikan Frekuensi Presentase

1. 2. 3. 4.

SD SMP SMA

Diploma/sarjana

2 2 12

6

9,1 9,1 54,5 27,3

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa responden yang tingkat pendidikannya rendah ada 4 orang dengan pembagian hanya tamat SD berjumlah 2 orang (9,1%) dan yang hanya sampai tamat SMP juga berjumlah 2 orang (9,1%). Mayoritas responden berada pada pendidikan menengah yaitu sebanyak 12 orang (54,5%) responden adalah tamatan SMA. Responden yang tingkat pendidikannya hingga Diploma dan Sarjana sebanyak 6 orang (27,3%).


(59)

Tabel 5.7

Pendidikan Suami/Istri Responden

No Pendidikan Frekuensi Presentase

1. 2. 3. 4.

SD SMP SMA

Diploma/sarjana

2 2 14

4

9,1 9,1 63,6 18,2

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa Suami/Istri responden yang tingkat pendidikannya rendah ada 4 orang dengan pembagian hanya tamat SD berjumlah 2 orang (9,1%) dan yang hanya sampai tamat SMP juga berjumlah 2 orang (9,1%). Mayoritas pendidikan Suami/Istri responden berada pada pendidikan menengah yaitu sebanyak 14 orang (63,6%) adalah tamatan SMA. Namun ada juga Suami/Istri responden yang tingkat pendidikannya hingga Diploma dan Sarjana sebanyak 4 orang (18,2%).

5.2. Keadaan Sebelum ditangani LK3

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa penjelasan responden yang mengatakan perselingkuhan yang menjadi penjelasan sejak kapan mengalami KDRT berjumlah 17 orang (77,3%), responden yang mengatakan kesulitan ekonomi sebanyak 4 orang (18,25%), dan responden yang mengatakan perselisihan dengan anggota keluarga lainnya yang menjadi penjelasan sejak kapan mengalami KDRT sebanyak 1 orang (4,5%).


(60)

Tabel 5.8

Distribusi Responden Tentang Penjelasan Sejak Kapan Mengalami KDRT

No Sejak Kapan Frekuensi Presentase

1. 2. 3.

Perselingkuhan Kesulitan ekonomi

Perselisihan dengan anggota keluarga lainnya 17 4 1 77,3 18,2 4,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Bervariasinya penjelasan dari responden terhadap sejak kapan mengalami KDRT setidaknya juga berpengaruh dari latar belakang permasalahan keluarga yang menyebabkan KDRT terjadi.

Tabel 5.9

Distribusi Responden Terhadap Bentuk-Bentuk KDRT yang Dialami

No Bentuk KDRT Frekuensi Presentase

1. 2. 3.

Kekerasan fisik dan psikologis Kekerasan fisik Kekerasan psikologis 14 6 2 63,7 27,3 9,0

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang (63,7%) responden mengatakan bentuk KDRT yang dialami yaitu kekerasan fisik dan psikologis, sebanyak 6 orang (27,3%) mengatakan bahwa bentuk KDRT yang di alami kekerasan fisik, dan sebanyak 2 orang (9,0%) responden mengatakan KDRT yang di alami adalah


(61)

kekerasan psikologis. Responden hanya mengatakan kekerasan fisik dan psikologis saja dalam bentuk KDRT yang dialaminya meski masih ada lagi bentuk KDRT lainnya berupa kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.

Tabel 5.10

Distribusi Responden Tentang Tindakan Menghadapi KDRT Sebelum Bertemu LK3

No Tindakan Frekuensi Presentase

1. 2. 3.

Berbicara kepada pihak keluarga Berbicara dengan pelaku

Tidak melakukan apapun

5 7 10

22,7 31,8 45,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Data yang terlihat pada tabel 5.10 dapat kita ketahui sebanyak 5 orang (22,7%) responden mengatakan berbicara kepada pihak keluarga tentang tindakan menghadapi KDRT sebelum bertemu dengan pihak LK3, sedangkan 7 orang (31,8%) responden mengatakan bahwasanya berbicara dengan pelaku tentang tindakan menghadapi KDRT sebelum bertemu dengan LK3, dan sementara itu 10 orang (45,5%) menyatakan bahwa tidak melakukan apapun tentang tindakan menghadapi KDRT sebelum bertemu dengan LK3. Banyak responden mengaku sangat tertutup terhadap masalah KDRT yang dialaminya karena menganggap itu adalah masalah aib (keburukan) yang harus diselesaikannya sendri.


(62)

Tabel 5.11

Distribusi Responden Tentang Tindakan yang Dilakukan Pihak Keluarga Sebelum Bertemu LK3

No Tindakan Keluarga Frekuensi Presentase

1. 2.

Menasehati pelaku Tidak melakukan apapun

5 17

22,7 77,3

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data yang ada pada tabel 5.11 dapat kita ketahui bahwa mayoritas responden 17 orang (77,3%) mengatakan bahwa tidak melakukan apapun tentang tindakan yang dilakukan dari pihak keluarga responden sebelum bertemu dengan pihak LK3, sedangkan 5 orang (22,7%) mengatakan menasehati pelaku KDRT tentang tindakan yang dilakukan dari pihak keluarga responden sebelum bertemu dengan pihak LK3. Keluarga dari pihak responden juga tidak dapat berbuat banyak hal dalam mengatasi KDRT yang dialami responden karena menganggap itu adalah urusan pihak keluarga inti sendiri, dan tidak memperlukan campur tangan dari orang lain.

Tabel 5.12

Distribusi Responden Tentang Tindakan yang Dilakukan Pihak Keluarga Suami/Istri Responden Sebelum Bertemu LK3

No Tindakan Keluarga Frekuensi Presentase

1. 2.

Menasehati

Tidak melakukan apapun

3 19

13,7 86,3


(63)

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data yang ada pada tabel 5.12 dapat kita ketahui bahwa mayoritas responden 19 orang (86,3%) mengatakan bahwa tidak melakukan apapun tentang tindakan yang dilakukan dari pihak keluarga Suami/Istri sebelum bertemu dengan pihak LK3, sedangkan 3 orang (13,7%) mengatakan menasehati tentang tindakan yang dilakukan dari pihak keluarga Suami/Istri sebelum bertemu dengan pihak LK3.

Tabel 5.13

Distribusi Responden Tentang Permasalahan KDRT dengan Diketahui Pemerintah Setempat

No Kategori Frekuensi Presentase

1. 2.

Ragu-ragu (tidak menjawab) Belum diketahui

9 13

41 59

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang (41%) responden mengatakan ragu-ragu (tidak menjawab) tentang permasalahan KDRT yang dialami sudah diketahui dari pihak pemerintah setempat (Kepala Desa atau Lurah), dan sebanyak 13 orang (59%) mengatakan bahwa belum diketahui pemerintah setempat tentang permasalahan KDRT yang dialaminya.

Responden mengatakan mereka malu jika harus banyak pihak yang mengetahui masalah KDRT yang menimpanya, karena itu mereka tidak ingin mengatakan pada orang lain juga pemerintah setempat.


(64)

5.3. Implementasi Penanganan Kekerasan dalam Rumah Tangga oleh Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)

5.3.1 Pengenalan Lembaga

Tabel 5.14

Distribusi Responden Tentang Sumber Pertama Mengenal LK3

No Kategori Frekuensi Presentase

1. 2. 3. 4.

Dari staf LK3 Kepala Lingkungan

Dari surat kabar/koran/radio/televisi Dari tetangga 11 1 2 8 50 4,5 9,0 36,5

Jumlah 22 100

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan data pada tabel 5.14 menunjukkan bahwa sebanyak 11 orang (50%) responden mengatakan mengenal LK3 dari staf LK3, sebanyak 1 orang (4,5%) mengatakan mengenal LK3 dari Kepala Lingkungan setempat, dan sebanyak 2 orang (9,0%) mengatakan mengenal LK3 dari surat kabar/koran/radio/televisi, serta sebanyak 8 orang (36,5%) mengatakan mengenal LK3 dari tetangga mereka.

Tabel 5.15

Distribusi Responden Tentang LK3 Mengetahui Kasus KDRT

No Kategori Frekuensi Presentase

1. 2. 3. Saya sendiri Keluarga saya Dari tetangga 17 4 1 77,3 18,2 4,5


(1)

Sumber : Kuesioner 2011

Berdasarkan tabel 5.35 dapat diketahui bahwa responden yang mengatakan mendapatkan pelayanan advokasi dari pihak LK3 sebanyak 13 orang (72,7%), dan responden yang tidak menjawab tidak mendapatkan advokasi dari pihak LK3 berjumlah 9 orang (40,9%).

Alasan dari pihak responden yang mendapatkan pelayanan advokasi kasus adalah responden mengaku bahwa kasus KDRT yang mereka alami tidak dapat selesai hanya dengan pelayanan konsultasi, maka mereka mendapatkan pelayanan advokasi untuk penyelesaian kasus lebih baik. Sedangkan yang tidak mendapatkan pelayanan advokasi kasus karena responden tidak ingin bercerai atau tidak ingin suaminya masuk kedalam sel (penjara), responden lebih memikirkan nasib anak – anak responden dan memilih untuk pada pelayanan konsultasi saja.

Bentuk dari advokasi kasus yang responden dapatkan berupa pendampingan materi kasus KDRT sampai kasus selesai pada Peradilan Agama dan responden mendapatkan hak – haknya,

Tabel 5.37

Distribusi Responden Tentang Penilaian terhadap Pelayanan Advokasi dari Pihak LK3

No Kategori Frekuensi Presentase

1. 2.

Memuaskan

Tidak menjawab (ragu-ragu)

8 14

36,3 63,7

Jumlah 22 100


(2)

Berdasarkan tabel 5.36 dapat diketahui bahwa responden yang mengatakan tentang penilaian terhadap pelayanan advokasi dari pihak LK3 memuaskan sebanyak 8 orang (36,3%), responden yang tidak menjawab (ragu-ragu) mengatakan tentang penilaian terhadap advokasi dari pihak LK3 berjumlah 14 orang (63,7%).

Responden yang memilih tidak menjawab (ragu-ragu) lebih banyak daripada responden yang memilih memuaskan. Hal ini karena tidak semua responden yang mendapatkan pelayanan Advokasi jadi kebanyakan responden yang tidak menjawab.

5.3.2.3. Biaya dan Kontribusi LK3

Distribusi Responden Tentang Kutipan Biaya oleh LK3

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa semua responden mengatakatan bahwa LK3 tidak mengutip biaya selama masalah ditangani oleh pihak LK3 sebanyak 22 orang (100%).

D bahwa tidak ada kutipan dari LK3 mengenai biaya untuk penanganan masalah yang selama ini LK3 tangani, karena LK3 adalah bentuk pelayanan terhadap masalah keluarga yang langsung dibawah Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang.

Tabel 5.38

Distribusi Responden Tentang Biaya Keperluan Kasus

No Kategori Frekuensi Presentase

1. 2.

Pihak LK3

Bergantian (LK3 dan Anda)

12 10

54,5 45,5

Jumlah 22 100


(3)

Berdasarkan tabel 5.38 dapat diketahui bahwa responden yang mengatakan bahwa biaya keperluan kasus (misalnya makan, minum, transportasi bagi anda dan pihak LK3) ditanggung oleh pihak LK3 sebanyak 12 orang (54,5%), dan responden yang mengatakan bahwa biaya keperluan kasus (misalnya makan, minum, transportasi bagi Anda dan pihak LK3) ditanggung bergantian (LK3 dan anda) berjumlah 10 orang (45,5%).

Responden merasa selama kasus ditangani oleh LK3 untuk keperluannya dibiayai oleh pihak LK3 dan ada juga yang bergantian membiayai keperluan kasus, semua tergantung dari kemampuan responden. Responden yang mengatakan biaya untuk keperluan kasus dibiayai bergantian biasa adalah responden yang sedang berada pada pelayanan advokasi, karena dalam pelayanan advokasi pihak LK3 (khusunya peksos) akan sering sekali meninjau kasus responden ke Pengadilan Agama.

Distribusi Responden Tentang Pemberian Bantuan Dana Langsung oleh LK3 Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa semua responden mengatakatan bahwa LK3 tidak melakukan pemberian bantuan dana langsung kepada responden sebanyak 22 orang (100%).

Responden merasa tidak pernah diberikan dana langsung dari pihak LK3 tetapi jika responden adalah masuk kedalam keluarga miskin dan membutuhkan bantuan, LK3 akan membantu mengurus dan memberikan kasus kemiskinan responden kepada pihak Dinas Sosial Kabupaten Deli Serdang.


(4)

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil analisa data adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan penanganan KDRT yang dilakukan LK3 berlangsung dengan baik. LK3 dalam hal ini memiliki sumber daya manusia, anggaran serta ketersediaan sarana yang baik dan memadai. Selain itu juga terihat kerjasama yang baik antara pihak LK3 dengan korban KDRT dalam penyelesaian permasalahan KDRT yang dialaminya.

2. Dalam melaksanakan penanganan, LK3 sudah sesuai dengan strategi dan tujuan pelaksanaan yang ditetapkan yaitu membantu memecahkan masalah keluarga dan memberikan pelayanan kepada korban KDRT.

3. Dari penanganan KDRT yang dilakukan kepada korban KDRT seperti konsultasi dan advokasi memberikan solusi kepada permasalahan keluarga yang lebih baik dalam kehidupan berkeluarga mereka. Hal tersebut terlihat dari terpenuhinya harapan korban KDRT dengan penanganan yang dilakukan pihak LK3.


(5)

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Disarankan kepada pihak LK3 untuk terus melakukan motivasi dan penanganan yang rutin kepada kasus KDRT, agar para korban mempunyai penyelesaian yang baik untuk kasus KDRT yang dialaminya.

2. Kepada korban KDRT agar lebih bijaksana dalam menghadapi permasalahan keluarga dan dapat bekerjasama dalam penanganan kasus KDRT yang dilakukan oleh LK3.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan, 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media.

Ciciek, Farha, 1999. Ikhtisar Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta : Lembaga Kajian Agama dan Jender.

Gunarsa, Ny.Singgih D. Dan Gunarsa, Singgih D. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT. Bpk. Gunung Mulia.

Jones, Charles. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta : PT Raja Grafindo.

Luhulima, Achie S. 2000. Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta : PT. Alumni.

Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Redaksi Sinar Grafika, 2009. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta : PT. Sinar Grafika.

Redaksi Pustaka Yustisia, 2010. Hukum Keluarga. Yogyakarta : PT. Buku Seru Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan : PT. Grasindo Monoratama. Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Solekhah, H, 2009. Panduan Penumbuhan Lembaga Konsultasi Keluarga di Kabupaten

/ Kota. Departemen Sosial Republik Indonesia.

Solekhah, H, 2009. Panduan Penanganan Kasus Melalui Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3). Departemen Sosial Republik Indonesia. Solekhah, H, 2009. Pedoman Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3).

Departemen Sosial Republik Indonesia.

Wahab, Abdul. 1991. Analisa Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.

Sumber lain :