Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra Dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung

PERBANDINGAN USAHATANI CAISIN PETANI MITRA
DAN NON MITRA DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

SKRIPSI

HYDRO DITA MILLIONDRY

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERBANDINGAN USAHATANI CAISIN PETANI MITRA
DAN NON MITRA DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

SKRIPSI

HYDRO DITA MILLIONDRY

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan

ini

saya

menyatakan

bahwa

skripsi


saya

berjudul

“Perbandingan usahatani caisin petani mitra dan non mitra di Kecamatan
Megamendung ” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

February 2014

Hydro Dita Milliondry
NIM H34096043


ABSTRAK
HYDRO DITA MILLIONDRY. “Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra
dan Non Mitra di Kecamatan Megamendung. Dibimbing Oleh Amzul Rifin.
Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan pendapatan,
dan pelaksanaan
petani
caisin
mitra
dan
non
mitra.
Penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposif) di Kecamatan Megamendung
dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut mempunyai potensi yang cukup
menjadikan caisin sebagai komoditas unggulan yang didukung oleh kondisi
geografis yang cocok untuk pertumbuhan. Data yang digunakan data primer dan
data sekunder. Metode penentuan responden ada 3 yaitu judgment atau purposive
sampling teknik ini dilakukan dengan memilih sampel di dasarkan pada informasi
yaitu jenis kelamin, umur dan pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
pendapatan atas biaya total usahatani caisin bermitra per hektar sebesar Rp. 16
246 356 sedangkan pendapatan petani non mitra rata-rata pendapatan sebesar Rp.

10 775 454.
Hasil perbandingan petani mitra dan non mitra dengan menggunakan R/C
rasio atas baya tunai petani mitra sebesar 2.53 dan petani non mitra hanya
memperoleh sebesar 2.03 . Rasio atas biaya total juga diperoleh lebih tinggi oleh
petani mitra yaitu sebsar 2.20 dan 1.81 untuk R/C rasio petani non mitra. Hal ini
berarti penerimaan yang diperoleh petani mitra dan non mitra lebih besar
daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan. Sama halnya dengan dengan R/C rasio
atas biaya total petani mitra dan non mitra yang lebih besar dari satu. Sehingga
dapat dikatakan bahwa usahatani yang dijalankan oleh petani mitra dan non mitra
menguntungkan. Akan tetapi petani mitra memiliki R/C rasio lebih besar
dibandingkan dengan petani non mitra baik R/C rasio atas biya tunai ataupun R/C
rasio atas biaya total. Hal ini berarti usahatani petani caisin mitra lebih efisien
dibandingkan dengan usahatani yang dijalankan oleh petani non mitra.
Berdasarkan hasil perhitungan secara usahatani tersebut, maka dapat dilihat
bahwa dengan adanya kemitraan dapat meningkatkan pendapatan petani caisin.
Secara keseluruhan pada kasus petani mitra dan non mitra, keuntungan yang lebih
besar didapat oleh petani mitra. Tidak hanya dalam keuntungan materi, akan tetapi
pembinaan dan pengawasaan dalam masa pemeliharaan yang dilakukan oleh
perusahaan sangat membantu mengefisienkan input–input produksi untuk
memperoleh hasil yang maksimal.

Kata kunci : Caisin, Efisiensi, Kemitraan, Usahatani

ABSTRACT
HYDRO DITA MILLIONDRY. Comparison of partnership and non-partnership
Caisin farmer at sub-district Megamendung. Supervised by Amzul Rifin.

The objective of this research is to alaysis out income comparison and
implementation between partnership and non-partnership Caisin farmer. Subdistrict Megamendung decided to be an area for research due to this region can
served enough data for Caisin as a primer comodity, supported by its geographical
condition which suitable for plant growth. Primer and secunder data used as a
method for determine this case. Sampling method did in 3 ways.
Result showed that average income of total cost for each hectare is Rp
16,246,356 for partnership farmer while non-partnership farmer have Rp
10,775,454 as average income. Comparison result between partnership and nonpartnership caisin farmer use R/C ratio was 2.53 for partnership farmer and 2.03
for non-partnership farmer, same for ratio of total cost. This matter showed that
income for each unit cost used for partnership farmer higher than non-partnership
farmer. Same condition for R/C ratio of total cost. We can conclude that farming
did by partnership, nor non-partnership was profitable. But, partnership farming
was more profitable due to R/C ratio higher than non-partnership farming. It
shows partnership farming is more efficient than farming did by non-partnership

farmer. Based on farming cost calculation, partnership can increase caisin farmer
income. Throughout of all this partnership and non-partnership matter, profit got
by partnership farmer bigger than the other one. Not only cost, but also buliding
and controlling in maintenance period which did by company to efficiently
production input for maximum result.
Keyword : Caisin, Efficiency, Contract Farming , R / C ratio,

PERBANDINGAN USAHATANI CAISIN PETANI MITRA
DAN NON MITRA DI KECAMATAN MEGAMENDUNG

HYDRO DITA MILLIONDRY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Perbandingan Usahatani Caisin Petani Mitra Dan Non Mitra
di Kecamatan Megamendung
Nama
: Hydro Dita Milliondry
NIM
: H34096043

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP M A.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen


Tanggal lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
kegiatan penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2013 sampai April 2013
adalah perbandingan usahatani caisin di petani mitra dan non mitra di kecamatan
Megamendung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr Amzul Rifin, SP M A
selaku dosen pembimbing, kepada petani di Kecamatan Megamendung yang telah
banyak membantu kelancaran skripsi ini. Ungkapkan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, dan juga teman – teman TM 11 , yang telah
banyak membantu baik saran maupun dukungan morilnya
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, February 2014

Hydro Dita Milliondry


DAFTAR ISI

PERNYATAAN SKRIPSI
ABSTRAK
COVER JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Manfaat dan Kemitraan
Unsur-unsur Kemitraan

Pola Kemitraan
Peran Pelaku Kemitraan Usaha
Konsep Usahatani
Penerimaan Usahatani
Biaya Usahatani
Pendapatan Usahatani
Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)
Kerangka Pemikiran Oprasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Responden
Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis Data
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis R/C Rasio
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Kecamatan Megamendung
Pola Kemitraan
Karakteristik Petani Caisin
Usia dan Pengalaman Petani Responden

Tingkat Pendidikan Petani Responden
Luas dan Status Pengelolahaan Lahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemitraan Pada Petani Caisin di Kecamatan Megamendung
Pengunaan Input Usahatani
Benih

ii
iii
v
vii
viii
ix
ix
x
1
1
7
7
7
8
10
10
12
13
13
17
17
19
19
20
20
21
22
22
22
23
23
23
24
26
26
27
27
27
28
29
30
30
31
31

Lahan
Pupuk
Pengendalian Hama dan Penyakit
Tenaga Kerja
Alat – alat pertanian
Usahatani Caisin
Persiapan Lahan dan Pemupukan Awal
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Pemasaran
Analisis Pendapatan Usahatani Caisin
Penerimaan Usahatani
Biaya Usatani
Biaya benih
Biaya Pupuk
Biaya Pestisida
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Sewa Lahan
Biaya Penyusutan
Efisiensi Usahatani
SIMPULAN Dan SARAN
Daftar Pustaka
Lampiran
Kuisoner Penelitian

32
32
33
34
35
34
35
36
36
37
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
42
44
45
47
47

DAFTAR TABEL

1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura
berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun 2008-2011
2 Produksi komoditas sayuran di Indonesia tahun 2007-2011
(dalam ton)
3 Luas panen, produksi, dan produktivitas caisin di Pulau Jawa
tahun 2011
4 Produksi komoditas caisin di Jawa Barat tahun 2011
5 Produkivitas dan harga casin pada petani mitra dan non mitra
di Kecamatan Megamendung
6 Perhitungan analisis pendapatan dan R/C usahatani caisin
7 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman usahatani
caisin di Kecamatan Megamendung 2013
8 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di
Kecamatan Megamendung 2013
9 Sebaran petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan
tahun 2013

1
2
4
4
6
25
28
28
29

10 Total penerimaan usahatani caisin menurut rata-rata per
hektar per musim tanam
11 Penggunaan benih rata-rata per hektar per musim
12 Jumlah penggunaan pupuk rata-rata per hektar per musim tanam
13 Jumlah penggunaan pestisida rata-rata per hektar per musim tanam
14 Jumlah penggunaan tenaga kerja luar keluarga rata-rata per
hektar per musim tanam
15 Biaya penggunaan alat-alat pertanian pada mitra tani rata-rata per
hektar per musim tanam
16 Biaya penggunaan alat-alat pertanian pada non mitra menurut rata-rata
per hektar per musim tanam
17 Pendapatan usahatani caisin rata-rata per hektar per musim tanam

37
38
38
39
40
40
41
41

DAFTAR GAMBAR
1 Pola kemitraan Inti-Plasma
2 Pola kemitraan sub kontrak
3 Pola kemitraan dagang umum
4 Pola kemitraan kerjasama oprasional khusus
5 Pola kemitraan waralaba
6 Pola kemitraan keagenan
7 Kerangka pemikiran operasional penelitian
8 Benih caisin varietas tosakan
9 Jenis pupuk
10 Jenis pestisida
11 Persiapan lahan
12 Jalur pemasaran caisin mitra tani di Kecamatan Megamendung
13 Jalur pemasaran caisin non mitra tani di Kecamatan Megamendung

13
14
14
15
16
16
21
31
32
33
35
36
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub-sektor, yaitu tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub-sektor tersebut
mempunyai peranan yang vital bagi Indonesia. Peran sektor pertanian bagi
pembangunan perekonomian Indonesia baik secara langsung maupun tidak
langsung cukup signifikan seperti menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan
bagi masyarakat, menyediakan bahan pangan, dan bahan baku serta
mendatangkan devisa bagi negara. Salah satu sub-sektor dari sektor pertanian
yang telah menempati posisi penting sebagai sub-sektor yang menghasilkan
produk pertanian yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi, yakni subsektor hortikultura.
Komoditas sub-sektor hortikultura di Indonesia dibagi menjadi empat
kelompok besar, yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan biofarmaka.
Kontribusi sub-sektor hortikultura terhadap pendapatan nasional semakin
meningkat ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai Produk Domestik Bruto
(PDB) dari total komoditas hortikultura dari tahun 2008 hingga tahun 2011
(Tabel 1).
Tabel 1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura berdasarkan
harga berlaku di Indonesia tahun 2008-2011
Nilai PDB (Dalam Milyar Rupiah)
Pertumbuhan
No
Komoditas
Rata-rata
2008
2009
2010
2011
(%)
1
Buah-buahan
35 448 42 362
42 660
50 595
12.93
2

Sayuran

24 694

25 587

27 423

29 005

5.52

3

Tanaman hias

4 734

4 741

6 091

5 348

5.48

4

Biofarmaka

3 762

4 105

4 118

4 109

3.07

Total Hortikultura

68 639

76 795

80 292

89 057

9.12

Keterangan : Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) 1

Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan nilai PDB komoditas
hortikultura yang semakin meningkat dari setiap kelompok komoditas, termasuk
peningkatan pada komoditas sayuran dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5.52
persen. Peningkatan nilai PDB tersebut menunjukkan bahwa komoditas sayuran
memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia karena telah memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan nasional.
Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang telah mampu
berkontribusi bagi pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, seperti pemenuhan gizi masyarakat sebagai pelengkap
11

Direktorat Jendral Hortikultura 2011. Nilai Produk Domestik Bruto Komoditas Hortikulura
di Indonesia Tahun 2006-2009.http//www.hortikultura.deptan.go.id[16 Maret 2013]

2

makanan empat sehat lima sempurna. Komoditas hortikultura juga sangat
potensial dan prospektif untuk diusahakan karena metode pembudidayaan
cenderung mudah dan sederhana. Kegiatan usahatani sayuran memiliki peranan
yang besar dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat sebagai komoditas
yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi.
Menurut Direktur Jenderal Hortikultura (2011), pada tahun 2008 konsumsi
sayuran masyarakat Indonesia sebesar 40.90 kilogram per kapita per tahun
meningkat dan pada tahun 2009 menjadi 41.32 kilogram per kapita per tahun.
Konsumsi sayuran semakin mengalami peningkatan hingga 43.5 kilogram per
kapita per tahun pada tahun 2010. Nilai ini masih jauh dibawah standar konsumsi
sayur yang direkomendasikan Food and Agriculture Organization (FAO), yaitu
sebesar 73 kilogram per kapita per tahun, sedangkan standar kecukupan untuk
sehat sebesar 91.25 kilogram per kapita per tahun. Peningkatan jumlah
konsumsi dari tahun 2008-2010 menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar
akan kebutuhan sayuran sebagai pemenuhan gizi dan kesehatan.
Singapura dan Indonesia telah membuat kontrak kesepakatan pasokan sayur
dan buah antara Singapore Food Industry (SFI) dengan Asosiasi Eksportir
Sayuran dan Buah-buahan Indonesia (AESBI) dalam rangka mendukung
peningkatan produksi sayuran Indonesia. Kuantitas dan kualitas sayuran menjadi
hal utama yang harus diperhatikan untuk memenuhi pasokan. Meningkatnya
kebutuhan sayuran di dalam negeri (domestik) maupun permintaan ekspor yang
semakin tinggi merupakan faktor pendukung bagi peningkatan usaha budidaya
sayuran di Indonesia.
Terdapat berbagai jenis sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia.
Hal ini ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat untuk
mengembangkan bisnis sayuran. Gambaran tentang komoditas sayuran di
Indonesia dapat dilihat berdasarkan jumlah produksi sayuran pada tahun 2006
hingga tahun 2010 (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah
produksi komoditas sayuran di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2010
tidak stabil atau tidak menentu. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal,
dimana umumnya berkaitan dengan kegiatan produksi.
Salah satu tanaman hortikultura yang dapat dibudidayakan di Indonesia
adalah caisin. Caisin sebagai salah satu jenis sayuran daun yang memiliki nilai
komersial yang cukup tinggi karena hingga saat ini komoditas caisin masih
digemari masyarakat Indonesia.
Tabel 2

Produksi komoditas sayuran di Indonesia tahun
(dalam ton)
No Komoditas
2007
2008
2009
1 Bawang
501.437
571 268
479 924
Daun
2 Bawang
732.610
794 931
802 810
Merah
3 Bawang
20.733
21 050
17 312
Putih
4 Bayam
123 785
149 435
155 863

2007 - 2011
2010
547 743

2011
549 365

853 615

965 164

12 339

15 419

16 381

173 750

3

Lanjutan Tabel 2 Produksi komoditas sayuran
(dalam ton)
No Komoditas
2007
2008
5 Bunga Kol
127 320
135 518
6 Buncis
283 649
269 532
7 Cabai
1 058 023 1 185 057
8 Cabe Besar
661 730
736 019
9 Cabe Rawit
396 293
449 038
10 Jamur
12 136
23 559
11 Kacang
132 218
125 250
Merah
12 Kacang
466 387
461 239
Panjang
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Kangkung
Casin
Ketimun
Kol / Kubis
Labu Siam
Lobak
Melinjo
Petai
Caisin
Terung
Caisin
Wortel
Total

229 997
1 009 619
552 891
1 292 984
180 029
54 226
210 836
125 587
548 453
333 328
647 020
440 001
10 141 292

di Indonesia tahun 2007- 2011
2009
124 252
266 790
1 128 793
676 828
451 965
48 247
112 271

2010
109 497
266 551
1 153 060
695 707
457 353
43 047
115 817

2011
96 038
290 993
1 378 727
787 433
591 294
38 465
110 051

488 499

455 524

483 793

292 950
335 086
323 757
1 011 911 1 003 732 1 071 543
598 890
581 205
540 122
1 267 745 1 288 738 1 323 702
212 697
254 056
394 386
49 344
42 076
48 376
239 209
205 728
230 654
148 268
178 680
213 536
590 400
564 912
565 636
358 095
390 846
427 166
629 744
635 474
725 973
391 371
350 170
367 111

360 992
1 176 304
583 139
1 358 113
321 023
29 759
221 097
183 679
562 838
451 564
853 061
358 014

10 712 520 10 584 257 10 842 895 11 940 075

Sumber : Departemen Pertanian (2011) 2

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2011), Propinsi Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur merupakan wilayah yang paling banyak
memberikan kontribusi dalam memproduksi caisin di Indonesia dibanding
kepulauan lainnya. Total produksi caisin di Indonesia, yakni sebanyak 562 838
ton, Propinisi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur telah berkontribusi
sebanyak 314 382 ton atau sebesar 55.86 persen dari total produksi tersebut
(Tabel 3).

2

[D E P T AN] Departemen Pertanian 2010. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2007 – 2011.
.http//www..deptan.go.id [16 Maret 2013 ]

4

Tabel 3
No

Luas panen, produksi, dan
Pulau Jawa tahun 2011
Provinsi

produktivitas caisin di

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas
(Ton/Ha)

1

Jawa Barat

13 485

201 233

14.92

2

Jawa Tengah

6 294

63 948

10.16

3

Jawa Timur

5 525

49 201

8.91

Total

25 304

314 382

33.99

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2011 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa Jawa Barat menjadi provinsi yang
memproduksi tanaman caisin dengan jumlah produksi dan luasan panen terbesar
dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan tabel diatas, dapat
dikatakan bahwa Jawa Barat menjadi sentra utama produksi caisin di Indonesia.
Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 kabupaten, 16 diantaranya merupakan
kabupaten yang memproduksi komoditas caisin Kabupaten Bogor menjadi yang
kelima terbesar memproduksi caisin dalam jumlah yang tinggi (Tabel 4).
Kabupaten Bogor menjadi salah satu daerah yang cocok untuk membudidayakan
caisin karena klimatologis Kabupaten Bogor sesuai dengan syarat tumbuh
tanaman caisin. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian tempat rata-rata 15 meter
hingga 2 500 meter diatas permukaan laut. Sebagian besar daerahnya
memiliki pH tanah 4.5–6.5 dengan tekstur tanah liat. Keadaan ini sesuai
dengan syarat tumbuh dimana tanaman caisin dapat tumbuh dengan baik pada
dataran rendah maupun dataran tinggi, mulai dari ketinggian 5 meter sampai
dengan 1 200 meter diatas permukaan laut. Tanah yang cocok untuk tanaman
caisin adalah tanah gembur atau jenis latosol.
Tabel 4
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Produksi komoditas caisin di Jawa Barat tahun 2011
Kabupaten
Produksi (kw)
Bogor
129 246
Sukabumi
208 310
Cianjur
275 081
Bandung
543 705
Garut
410 312
Tasikmalaya
38 010
Ciamis
4 466
Kuningan
33 642
Majalengka
76 805
Sumedang
17 853
Indramayu
6 801
Subang
10 514
Purwakarta
19 245

5

Lanjutan Tabel 4 Produksi komoditas caisin di Jawa Barat tahun 2011
No
Kabupaten
Produksi (kw)
14 Karawang
16 678
15 Bekasi
74 158
16 Bandung Barat
56 354
Total

1 921 180

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (2011)
[

Petani pada umumnya mengahadapi masalah keterbatasaan skala usahatani
baik pengusahaan lahan yang kecil, permodalan yang lemah, teknologi yang
sederhana, serta produksi yang rendah sehingga rentan terhadap guncangan. Salah
satu usahatani yang memiliki risiko cukup tinggi baik risiko produksi maupun
risiko pasar adalah usahtani caisin. Guna menunjang nilai pendapatan usahatani
casin, dibutuhkan sebuah subsistem penunjang agribisinis. Salah satu subsistem
penunjang yang mendukung kegiatan agribisinis adalah adanya kemitraan.
Menurut Hafsah, kemitraan agribisinis merupakan startegi bisnis yang dapat
dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu, untuk
menari keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling
menguntungkan, saling memperkuat, dan memperhatikan tanggung jawab moral
dan etika bisinis. Keberadaan kelembagaan pertanian dimaksudkan untuk
meminimalisir kendala-kendala maupun risiko yang diterima petani akibat kurang
mampu melakukan pengelolaan secara baik terhadap kegiataan usahatani secara
individu.
Secara geografis, Kecamatan Megamendung tahun 2011 diperoleh jumlah
penduduk sampai bulan Desember 2011 adalah 92 563 jiwa, yang terdiri dari 47
553 jiwa penduduk laki-laki dan 45 050 jiwa penduduk perempuan. Sebagian
besar penduduk yang bermukim di Kecamatan Megamendung bekerja pada sektor
pertanian dan perdagangan. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 7
612 orang (50.6 persen) yang terdiri dari petani pemilik tanah sebanyak 1 268
orang, petani penggarap tanah sebanyak 5 154 orang dan buruh tani sebanyak 1
190 orang, sedangkan penduduk yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 3
046 orang (20.2 persen) (Monografi Kecamatan Megamendung 2010). Komoditi
yang banyak ditanam oleh penduduk di wilayah Megamendung adalah komoditi
tanaman pangan dan sayuran. Tanaman pangan yang banyak ditanam adalah padi,
jagung, ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah, sedangkan tanaman sayuran yang
banyak ditanam adalah wortel, daun bawang, sawi, kubis, cabai, caisin dan
kedelai.
Para petani caisin di Kecamatan Megamendung hampir sebagian menjual
hasil produksinya kepada tengkulak. Keterbatasaaan pasar dan informasi harga
yang kurang transparan menjadikan petani harus menjual ke tengkulak. Tanaman
caisin yang dijual kepada tengkulak ada dua cara yang biasa dilakukan yaitu
petani langsung menjual hasil panennya ke tengkulak. Cara kedua, tengkulak
melakukan sistem tebas yang artinya, petani menjual hasil produksi caisinnya
sebelum masa panen tiba. Ketika tanaman caisin masih belum berbunga, petani
sudah melakukan negosiasi menjalin kesepakatan, petani tidak memiliki hak lagi
kepada tanaman caisin yang akan dipanen.

6

Kecamatan Megamendung ada sebuah perusahaan yang bernama PT. Saung
Mirwan, perusahaan tersebut membentuk kerjasama dengan para petani untuk
memasarkan hasil produksi caisinnya. Tujuan kemitraan untuk memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra.
Kemitraan ini diharapkan dapat mengatasi setiap kendala yang dihadapi
oleh petani seperti jaminan pasar dan transparansi harga caisin, sehingga
kemitraan ini dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang
bermitra. Petani sebagai produsen dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi
di lapangan dan perusahaan dapat menampung hasil yang diperoleh petani.
Perusahaan Saung Mirwan sebagai mitra mengaharapkan petani memenuhi
kebutuhan pasokan caisin.
Kemitraan antara petani dan perusahaan merupakan startegi dalam
pengembangan kegiatan bisnis. Kemitraan seharusnya dapat meningkatkan
pendapatan petani dengan setiap potensi dan tantangan dalam menerapkan pola
kemitraan sebagai salah satu inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani
maka dilakukan analisis pengaruh perbandingan usahatani caisin petani mitra dan
non mitra di Kecamataan Megamendung.
Perumusan Masalah
Perkembangan komoditas caisin di Kecamatan Megamendung petani mitra
dan non mitra tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Produktivitas dan Harga casin pada petani mitra dan non mitra di
Kecamatan Megamendung
No.
Periode Tanam
Produktivitas
Harga
Produktivitas
Harga
(Ton/Ha)
Mitra
(Ton/Ha)
Non
Mitra
Non Mitra
Mitra
1.
Desember
201111,82
1 400
12,20
12 00
Januari 2011
2.
April 2011 – Mei
8,22
1 600
8,70
1300
2011
3.
Oktober 2011 –
7,32
2 000
7,50
1 700
November 2011
4.
Januari
2012

10,82
1 700
11,78
1 300
Februari 2012
Sumber: Petani di Kecamatan Megamendung , 2013 (diolah)
Tabel 5 menunjukkan produktivitas komoditas caisin dari tahun 2011
hingga tahun 2012 mengalami fluktuasi. Fluktuasi produktivitas tersebut dapat
disebabkan berbagai hal, antara lain perlakuan petani pada kegiatan produksi,
adanya serangan hama dan penyakit, permintaan produksi oleh konsumen, serta
cuaca yang tidak menentu. Fluktuasi produktivitas juga akan mempengaruhi
pendapatan yang diperoleh petani, dimana pendapatan yang diperoleh akan
berfluktuasi atau tidak menentu. Salah permasalahan yang dihadapi pada
pemasaran produk sayuran secara umum adalah fluktuasi harga. Fluktuasi harga
menyebabkan tingkat pendapatan petani caisin tidak menentu. Salah satu cara
untuk meningkatkan pendatan petani di Megamendung adalah dengan cara
membuat pola kerjasama yaitu dengan sisitem kemitraan dengan para petani. Pola
kemitraan diawali tahun 1992 dengan mengajak lima orang petani tradisional
sekitar Perusahaan mitra dengan menanam beberapa jenis komoditas dilahan

7

terbuka (Open Air) dimana segala kebutuhan saprotan disediakan oleh PT. Saung
Mirwan. Sejalan dengan itu ternyata sambutan para petani di sekitar PT. Saung
Mirwan sangat besar terhadap hasil dari pola kemitraan tersebut.
Dari tabel dan penjelasan di atas peneliti ingin melihat perbandingan skala
usahatani antara petani yang bermitra dengan petani yang non-mitra. Berdasarkan
uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dapat dikaji yaitu
membandingkan pendapatan petani mitra dan petani non mitra usahatani caisin
dilihat dari penerimaan usahataninya,biaya usahatani, pendapatan usahatani, R/C
rasio?
Tujuan
Membandingkan petani caisin mitra dan non mitra caisin di Kecamatan
Megamendung melalui penerimaan usahatani, biaya usahatani, pendapatan
usahatani, dan R/C rasio.

Manfaat Penelitian
Manfaat adalah akibat positif dari penelitian yang akan terjadi dan dirasakan
oleh petani di Kecamatan Megamendung dan secara khusus bagi petani caisin
mitra dan non mitra caisin di Kecamatan Megamendung.
Penelitian ini diharapkan dapat :
1.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan menjadi bahan masukan dan dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan usahatani caisin.
2.
Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan petani dalam pengambilan keputusan petani untuk
melakukan kemitraan di Kecamatan Megamendung.
3.
Pihak lainnya yang membaca penelitian ini sebagai pengetahuan dalam
memperluas wawasan, bahan masukan, dan informasi untuk penelitian
selanjutnya.
4.
Bagi penulis dapat memberikan pengalaman nyata dalam menganalisis dan
memecahkan masalah berdasarkan pengalaman serta menambah wawasan
5.
Informasi dan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat berguna sebagai
bahan masukan dan perbandingan penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh
mana kegiatan usahatani yang dilakukan memberikan manfaat untuk orang yang
melakukannya (petani). Studi mengenai analisis pendapatan dilakukan oleh Lili
(2003) yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Produksi
Budidaya Caisin (studi kasus di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat), berdasarkan hasil regresi model fungsi produksi Cobb-

8

Douglas dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) diperoleh koefisien
determinasi (R2) sebesar 99.6 persen. Berdasarkan hasil analisis regresi dengan
komponen utama, menunjukkan bahwa faktor serbuk kayu, bibit, bekatul, plastik,
cincin paralon, dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi pada selang
kepercayaan 99 persen, sedangkan penggunaan faktor produksi kapur, kapas,
karet, dan minyak tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang
kepercayaan 99 persen.
Siregar (2010), menganalisis tentang cabai merah di daerah yang berbeda
yaitu di Desa Sukagalih, Kabupaten Bogor dan di Desa Tugu Utara, Kecamatan
Cisarua, Bogor. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani
dan analisis R/C. Hasil analisis pendapatan usahatani yang dilakukan
menunjukkan secara garis besar adalah sama, dimana kegiatan usahatani cabai
merah dapat memberikan keuntungan bagi petani.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) memperlihatkan
usahatani cabai merah petani per 2 080 meter persegi di Desa Sukagalih
menghasilkan penerimaan total sebesar Rp 12 393 734.32 dengan biaya tunai
yang dikeluarkan sebesar Rp 4 793 752.22 dan biaya total sebesar Rp 7 820
121.47 sehingga pendapatan kerja petani yang diterima yaitu sebesar Rp 4 597
870.97 maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2.59 dan R/C atas
sebesar 1.59. Hasil penelitian Siregar (2010) menunjukkan bahwa, nilai R/C 1.14
pada cabai merah non organik, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan harga yang
diterima antara petani organik dengan petani non organik. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan untuk cabai merah non organik dengan luasan 1 ha
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 78 000 000 dengan biaya tunai yang
dikeluarkan sebesar Rp 18 827 500 dan biaya total sebesar Rp 52 634 166
sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp 59 172 500
dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 52 365 834 maka diperoleh
biaya tunai sebesar 4.14 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 3.04. Cabai merah
organik dengan luasan lahan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp 176 000
000 dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp 26 841 000 dan biaya total
sebesar Rp 38 069 666 sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu
sebesar Rp 149 159 000 dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 137
930 334 maka diperoleh nilai R/C atas biaya 6.56 dan nilai R/C atas biaya total
sebesar 4.62.
Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006) mengenai analisis usahatani
jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) (Kasus: Desa Kertawangi, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat). Hasil analisis yang diperoleh
bahwa faktor produksi bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul, dan tenaga kerja
berpengaruh terhadap produksi. Elastisitas produksi yang terbesar adalah bibit
tanaman sebesar 0.22 persen. Luas kumbung dalam usahatani jamur tiram putih
tidak berpengaruh terhadap produksi, tetapi lebih ditentukan oleh jumlah log yang
diproduksi petani.
Penelitian yang menganalisis mengenai pendapatan usahatani pada
komoditas sayuran dilakukan oleh Nadhwatunnaja (2008) dan Sujana (2010).
Hasil penelitian Sujana (2010) menunjukkan bahwa penerimaan yang diterima
oleh petani caisin anggota kelompok tani adalah Rp 93 408 741 sedangkan total
biaya yang dikeluarkan adalah Rp 65 079 497 sehingga pendapatan atas biaya
total sebesar Rp 28 329 244 maka nilai R/C atas biaya total yang diperoleh yaitu

9

sebesar 1.44. Petani caisin non anggota kelompok tani, memperoleh penerimaan
sebesar Rp 90 541 310 dan total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 69 776
249 sehingga pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 20 765 060 sehingga
menghasilkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1.30. Nadhwatunnaja (2008)
menunjukkan bahwa pendapatan petani paprika hidroponik anggota Koptan
Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota petani paprika hidroponik
yaitu dengan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani anggota Koptan
Mitra Sukamaju masing-masing sebesar Rp 19 638 973.12 dan Rp 7 916 973.12.
Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non anggota
masing-masing sebesar Rp 15 943 192.79 dan Rp 4 221 192.79. Begitu juga
dengan nilai R/C pada petani anggota Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi
dibandingkan dengan non anggota, yaitu dengan nilai R/C atas biaya tunai petani
adalah 1.74 dan nilai R/C 1.21. Nilai R/C petani non anggota adalah 1.62 untuk
biaya tunai dan 1.11 untuk biaya total.
Penelitian yang dilakukan Priambodo (2011) menganalisis mengenai
karakteristik perternak ayam broiler sebagai plasma kemitraan pola Inti Plasma di
Kota Depok. Hasil analisisnya yaitu hubungan kelima perusahaan inti yang ada di
Kota Depok dengan peternak plasmanya adalah hubungan kemitraan yang saling
menguntungkan. Dimana peternak plasma memperoleh bantuan permodalan
berupa sarana produksi dari perusahaan inti, dan sebaliknya perusahaan inti bisa
memasarkan produksinya, baik itu pakan, obat-obatan maupun bibit ayam (DOC).
Penelitian yang dilakukan Fazlurrahman (2012) mengenai Pendapatan
Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsium frutescens) Petani Mitra PT. Indofood
Fristolay Makmur dan Petani Nonmitra di Desa Cigeduk, Kabupaten Garut. Hasil
analisis keragaan usahatani cabai rawit merah yang dilakukan para petani
responden baik petani mitra maupun non mitra di Desa Cigedug pada umumnya
memiliki persamaan pada proses budidayanya. Namun terdapat beberapa
perbedaan proses budidaya yang dapat menyebabkan tingkat produktifitas per
hektar lahan. Perbedaan terdapat pada jarak tanam serta penggunaan faktor–faktor
input seperti jumlah dan jenis pupuk yang digunakan, jumlah dan dosis obatobatan yang digunakan, penggunaan tenaga kerja, perawatan, dan proses
pemanenan yang dilakukan. Perbedaan tersebut merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat produktifitas usahatani cabai rawit merah pada petani mitra
lebih tinggi di bandingkan dengan petani non mitra.
Beberapa hal yang menjadi persamaan penelitian ini dengan sebelumnya
mendeskripsikan pola kemitraan. Tujuan kemitraan sendiri untuk melihat
bagaimana perihal kerjasama berpengaruh terhadap keuntungan petani. Dari hasil
tinjauan pustaka didapat beberapa keuntugan dari kemitraan yaitu keseterdiaan
permodalan dan keuntungan yang lebih besar daripada non mitra. Sedangkan
perbedaan yaitu jenis komoditas dan lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di
Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Perbedaan lokasi dan komoditas diduga akan memberikan dampak yang berbeda
terhadap pelaksanaan pola mitra dan non mitra karena berbeda topografi wilayah,
berbeda sumberdaya manusia, budaya kerja, dan berbeda pergerakan harga di
pasar.

10

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Kemitraan
Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan
bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak
atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama, dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi
bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan
diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Sedangkan menurut
kamus besar bahasa Indonesia kemitraan berasal dua kata mitra yang berarti
teman, kawan, pasangan kerja dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan
atau jalinan kerjasama sebagai mitra.
Menurut undang–undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama
usaha kecil dan usaha menengah atas usaha besar disertai pembinaan dan
pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar dengan memperlihatkan
prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling memerlukan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan
jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua
pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan,
saling memperkuat yang disertai adanya suatu pembinaan dan pengembangan. Hal
ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti memiliki
kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing
pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan
cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.
Unsur – unsur Kemitraan
Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling
menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam mengahadapi
dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang
dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku
kemitraan.
Berkaitan dengan kemitraan yang telah disebut diatas, maka kemitraan itu
mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :
1.
Kerjasama Usaha
Konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang
dilakukan antar usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan
pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap
kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama
yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha
kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal
balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada saling
mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling
percaya diantara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan
hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau

11

2.

3.

menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan
dengan pengusaha kecil atau pengusaha lainnya, sehingga pengusaha kecil
akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya
kesejahteraan.
Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan
dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya
bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau
koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk
pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan dalam mengakses modal
yang lebih besar, pembinaan peningkatan sumber daya manajemen
produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan
didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, dan fasilitas alokasi
serta investasi.
Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling
Menguntungkan.
a.
Prinsip Saling Memerlukan
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan
mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan
usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan
menghasilkan senergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya
biaya produksi dan sebagainya. Penerapan dalam kemitraan,
perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam pencapaian target
tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh
perusahaan kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang
umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi,
permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana
produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian
sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara
kedua belah pihak yang bermitra.
b.
Prinsip Saling Memperkuat
Dalam kemitraan, sebelum kedua belah pihak memulai untuk
bekerjasama, maka pasti ada suatu nilai tambah yang ingin diraih
oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut
dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan
keuntungan, peluasaan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti
peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi.
Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari
adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi
antara pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang
diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling mengisi
atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak
yang bermitra.
c.
Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling
menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan
harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi
adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.

12

Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat
yang setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak
ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru
terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui
pengembangan usahanya.
Manfaat dan Tujuan Kemitraan
Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah konsep win-win
solution partnership yang berarti kerjasama yang dilakukan memberikan
keuntungan bagi kedua pihak. Arti saling menguntungkan disini bukan berarti
para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan
kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adanya posisi tawar yang
setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan usaha terhadap
hubungan timbal balik bukan sebagai buruh dan majikan atau atasan dan bawahan
melainkan sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan yang proposional
(Halfasah 1999).
Dalam kondisi ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan
secara lebih kongkrit adalah a) Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan
masyarakat, b) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, c)
Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat usaha kecil, d)
Meningkatkan pertumbahan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, e)
Memperluas kesempatan kerja, dan f) Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan antara lain (Hafsah 1999) :
1.
Produktivitas
Bagi perusahaan yang lebih besar dengan modal kemitraan akan dapat
mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu
memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri karena biaya untuk keperluan
tersebut ditanggung petani. Bagi petani sendiri dengan kemitraan ini,
peningkatan produktivitas dicapai secara stimultan yaitu dengan cara
menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah
tertentu akan diperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas yang berlipat.
Melalui modal kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit,
dan penyuluhan yang tersedia oleh perusahaan inti.
2.
Efisiensi
Perusahaan dapat menghemat efisensi dengan menghemat tenaga dalam
mencapai target tertentu dengan tenaga yang dimiliki petani. Sebaliknya
bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam kemapuan teknologi dan
sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi
melalui teknologi produksi yang disediakan oleh perusahaan.
3.
Jaminan Kualitas, Kuantitas, Kontiunitas
Kualitas, kuantitas, kontiunitas sangat erat kaitannya dengan efiensi dan
produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar
dan gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.
4.
Risiko
Kemitraan dilakukan untung mengurangi risiko yang dihadapi oleh kedua
belah pihak. Kontrak akan mengurangi risiko yang dihadapi oleh pihak inti
jika harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pihak

13

terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena
mereka harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian
yang sangat luas.
Pola Kemitraan
Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002)
memberikan panduan mengenai beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak
dilaksanakan di Indonesia, yaitu :
1.
Pola Inti Plasma
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan
mitra, dimana perusahaan mitra bergerak sebagai inti kelompok dan
kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam pola kemitraan inti
plasma, kewajiban bagi kelompok mitra adalah a) Berperan sebagi plasma
b) Pengelola semua bisnisnya sampai panen, c) Menjual hasil produksi
kepada perusahaan mitra, d) Memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai
dengan persyaratan yang telah disepakati. Sedangkan perusahaan mitra
wajib a) Berperan sebagai perusahaan inti, b) Menampung hasil produksi, c)
Membeli hasil produsi, d) Memberikan bimbingan teknis dan pembinaan
manajemen kepada kelompok mitra, e) Memberikan pelayanan kepada
kelompok mitra berupa permodalan atau kredit, sarana produksi dan
teknologi, f) Mempunyai usaha budidaya pertanian atau memproduksi
kebutuhan perusahaan, dan g) Menyediakan lahan.
Plasma

Plasma

Perusahaan inti

Plasma

Plasma
Gambar 1 Pola kemitraan inti-plasma
Sumber : Sumardjo et.al (2004)

2.

Dalam pola ini perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang menampung,
membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi, bimbingan
teknis dan manajemen, penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian,
memberikan modal serta pemasaran hasil. Pertani bertindak sebagai plasma
yang menjual seluruh hasil produksinya kepada inti dan memenuhi aturan
dan petunjuk yang diberikan oleh inti.
Pola Subkontrak
Merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra,
dimana didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang
diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola
kemitraan subkontrak mensyaratkan bahwa kelompok mitra harus a)
Memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan oleh perusahaan mitra sebagai

14

komponen produksinya b) Menyediakan tenaga kerja, c) Membuat kontrak
bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Sedangkan tugas
perusahaan mitra adalah a) Menampung dan membeli komponen produksi
yang dihasilkan oleh kelompok mitra, b) Menyediakan bahan baku atau
modal kerja, dan c) Melakukan kontrol kualitas produksi.
Pola kemitraan ini biasanya ditandai dengan kesepakatan mengenai kontrak
bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini
menunjukan didalamnya bahwa kelompok mitra memproduksi komponen
produksi yang diperlukan oleh perusahaan mitra. Hasil produksi sangat
berguna bagi perusahaan mitra maka pembinaan perlu dilakukan dengan
intensif. Pola kemitraan Subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2.
Kelompok

Kelompok

Mitra

Mitra

Perusahaan
Mitra
Kelompok

Kelompok

Mitra

Mitra
Gambar 2 Pola kemitraan subkontrak
Sumber : Sumardjo et.al. (2004)

3.

Dagang Umum
Pola Dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil
dengan usaha menangah atau usaha besar yang didalamnya usaha
menengah atau usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau
usaha besar mitranya. Penjelasan yang sama juga diberikan oleh Sumarjo
(2001) bahwa pola kemitraan dagang umumnya merupakan pola hubungan
usaha dalam pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan
pihak kelompok usaha pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh
perusahaan pemasar. Contohnya adalah pemasaran produk hartikultura
dimana petani atau kelompok tani bergabung dalam bentuk koprasi,
bermitra dengan swalayan untuk mensuplai kebutuhannya. Pola hubungan
ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 3 berikut ini.
Memasok
Kelompok

Perusahaan
Mitra

Mitra
Konsumen
/Industri

Memasarkan Produksi
kelompok mitra

Gambar 3 Pola Kemitraan Dagang Umum
Sumber : Sumardjo et al. (2004)

15

4.

Kerjasama Operasional
Pola kerjasama operasional merupakan hubungan kemitraan antara
kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya petani
menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja sedangkan perusahaan mitra
menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditi perternakan (Direktorat Jendral
Perternakan 1996). Pola ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Kelompok mitra dan perusahaan menggabungkan sumberdaya yang
dimilikinya untuk membudidayakan suatu komoditi. Perusahaan mitra
sering kali berperan sebagai penjamin pasar, diantaranya juga mengolah
produksi tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan (Sumardjo
2011). Hasil yang diperoleh dari kerjasama tersebut akan dibagi sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Konsumen Industri

Konsumen

Lahan Sarana Tenaga

Biaya Modal teknologi

Pembagian Suatu Kesepakatan
Gambar 4 Pola kemitraan kerjasama operasional khusus
Sumber : Sumber Sumardjo et al. (2004)
5.

Pola Kemitraan Penyertaan Saham (Waralaba)
Berdasarkan PP No. 16 Tahun 1997 dan keputusan Mentri Perindustrian dan
Perdagangan No. 259/MPP/KEP/7/1997 tentang ketentuan dan tatacara
pelaksanaan pendaftaran usaha waralaba ditetapkan bahwa pengertian
waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki pihak lain, dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka
penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa. Menurut Undang-undang
No. 9 tahun 1995 dijelaskan bahwa pola waralaba merupakan hubungan
kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan
lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada
penerima waralaba dengan disertai bimbingan manajemen. Pola ini dapat
dilihat pada Gambar 5.
Dalam pola kemitraan ini, penyertaan modal (equity) antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau besar, penyertaan modal usaha sekurangkurangnya 20 persen dari seluruh modal saham perusahaan yang baru
dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah
pihak.

16

Kemitraan
Pemilik

Penerima

Waralaba

Waralaba

Hak Lisensi Merk Dagang Bantuan Manajemen
Saluran Distribusi
Gambar 5 Pola kemitraan waralaba
Sumber : Sumber Sumardjo et al. (2004)

6.

Gambar 5 menunjukkan tentang pola kemitraan waralaba memperlihatkan
bahwa pemilik waralaba menyerahkan lisensi, merek dagang, bantuan
manajemen, dan saluran distribusi kepada pengelola waralaba. Pemilik
waralaba tetap bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan,
program pemasaran dan lain-lain yang diserahkan kepada penerima
waralaba. Pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang ditetapkan
oleh pemilik serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti
dan biaya lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut (Sumardjo
2001).
Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra
diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan
mitra. Sumardjo (2001) menerangkan bahwa perusahaan besar atau
menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau
jasa tersebut), dapat dilihat pada Gambar 6.
Kelompok

Pemberian Hak Khusus

Mitra

Perusahaan
Mitra

Memasarkan

Konsumen /Industri

Gambar 6 Pola kemitraan keagenan
Sumber : Sumber Sumardjo et al. (2004)
Peranan Pelaku Kemitraan Usaha
Tugas dan peranan pelaku kemitraan pengusaha besar adalah
melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada usaha kecil berupa :
1.
Memberikan pelayanan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
pengusaha kecil, seperti pelatihan, magang, keterampilan teknis produksi.
2.
Menyusun rencana usaha dengan pengusaha mitra untuk disepakati
bersama.
3.
Bertindak sebagai penyandang dana dalam pinjaman kredit.
4.
Menyediakan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama.

17

5.

Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan
kesepakatan.
6.
Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar y