Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan

(1)

16 I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang baik untuk mengembangkan potensi pada sektor pertanian. Kondisi alam yang mendukung memberikan kemudahan bagi bangsa Indonesia dalam melakukan kegiatan budidaya di sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki peranan yang besar bagi bangsa Indonesia, dikarenakan sebagian besar penduduk bangsa Indonesia bermatapencaharian sebagai petani.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010 diketahui bahwa masyarakat Indonesia yang bergerak dalam bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan adalah sebesar 41,18 %. Data tersebut dapat menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia banyak yang bergantung pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Hal ini menandakan bahwa sektor pertanian di Indonesia memiliki pengaruh yang besar terhadap kemajuan bangsa Indonesia dan juga menopang perekonomian bangsa Indonesia.

Sektor petanian terdiri dari berbagai macam subsektor diantaranya subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Berdasarkan data Pusdatin 2010 diketahui bahwa volume ekspor komoditi pertanian Indonesia dari tahun 2007 hingga tahun 2009 mengalami peningkatan. Salah satu subsektor yang mengalami peningkatan volume ekspor adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura pada tahun 2008 mengalami peningkatan volume ekspor sebesar 33,15 persen dibandingkan pada tahun 2007. Peningkatan nilai ekspor subsektor hortikultura menunjukkan subsektor hortikultura masih prospektif untuk dikembangkan.

Komoditi hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat. Diantara komoditi tersebut komoditi buah-buahan dan sayuran merupakan komoditi yang paling banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura, dimana nilai PDB hortikultura buah-buahan dan sayuran menempati urutan kesatu dan kedua. Tabel 1 menunjukkan data nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2004-2008.


(2)

17 Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2008

No Kelompok Komoditas

Nilai PDB (Milyar Rp.) Persentase Pertumbuhan Pertahun (%)

2004 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008

1. Buah-buahan 30.765 31.694 35.448 42.362 42.660 1,49 5,59 8,89 0,35 2. Sayuran 20.749 22.630 24.694 25.587 27.423 4,34 4,36 1,78 3,46 3. Biofarmaka 722 2.806 3.762 4.105 4.118 59,07 14,56 4,36 0,16 4. Tanaman Hias 4.609 4.662 4.734 4.741 6.091 0,57 0,77 0,07 12,46 Total Hortikultura 56.844 61.792 68.639 76.795 80.292 4,17 5,25 5,61 2,23

Sumber : Ditjen Hortikultura (2009)

Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai PDB hortikultura dari tahun 2004-2008 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut juga berlaku pada komoditi sayuran dimana nilai PDB komoditi sayuran dari tahun 2004-2008 terus meningkat. Jika dibandingkan dengan tahun 2004, nilai PDB komoditi sayuran pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 32,17 persen. Peningkatan nilai PDB komoditi sayuran menunjukkan bahwa komoditi sayuran merupakan salah satu komoditi yang prospektif untuk dikembangkan.

Kegiatan usaha budidaya sayuran di Indonesia masih memiliki prospek yang menjanjikan. Prospek ini terlihat dari dari nilai PDB komoditi sayuran yang terus meningkat dan juga terlihat dari tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun, dan tahun 2007 meningkat menjadi 40,90 kg/kapita/tahun. Konsumsi sayuran penduduk Indonesia masih bisa terus mengalami peningkatan, dikarenakan standar konsumsi sayuran yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) adalah sebesar 73 kg/kapita/tahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kg/kapita/tahun.1

Melihat prospek kegiatan usaha budidaya sayuran yang masih menjanjikan, para petani telah merespon dengan meningkatkan usaha budidaya sayuran. Peningkatan ini terlihat dari perkembangan usaha budidaya sayuran di

1

Kemenkominfo http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/konsumsi-sayur-masyarakat-indonesia-di-bawah-rekomendasi-fao/ [diakses 20 November 2010]


(3)

18 Indonesia dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Produksi sayuran hingga Oktober 2010 meningkat sebesar 1,3% menjadi 10,655 juta ton dari nilai tahun 2009 yaitu sebesar 10,510 juta ton.2 Peningkatan produksi sayuran harus terus dijaga agar kebutuhan akan sayuran dapat terus terpenuhi dan tidak terjadi kelangkaan yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya peningkatan harga.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi sayuran Nasional. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi sayuran adalah dengan menjalin hubungan kemitraan. Kemitraan merupakan kegiatan kerjasama antara dua belah pihak yang saling menguntungkan. Melalui kegiatan kemitraan diharapkan nantinya petani dapat lebih produktif dalam melakukan kegiatan usaha budidaya sayuran.

Kegiatan kemitraan yang biasa dijalin adalah kegiatan kemitraan antara perusahaan dengan petani. Adanya bantuan modal dan penyuluhan dari pihak perusahaan dapat meningkatkan produksi sayuran yang dihasilkan oleh petani, sehingga nantinya produksi sayuran secara keseluruhan pun diharapkan dapat terjadi peningkatan. Kegiatan kemitraan komoditi sayuran antara petani dan perusahaan sudah banyak dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia. Misalnya kemitraan komoditi kol dan sawi putih yang dilakukan di Kabupaten Karo, kemitraan cabai merah dan kentang di Provinsi Jawa Barat dan kemitraan komoditi tomat dan buncis di Provinsi Bali (Saptana et al. 2006)

Komoditi sayuran lainnya yang memiliki prospek yang baik dan perlu dikembangkan melalui kegiatan kemitraan adalah komoditi kedelai edamame. Komoditi kedelai edamame merupakan komoditi sayuran yang belum terlalu banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kedelai edamame yang sering juga disebut sebagai kedelai Jepang memiliki pasar yang berbeda dengan kacang kedelai biasa. Kedelai edamame memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan kacang kedelai biasa. Komoditi kedelai edamame biasa dipasarkan ke super market ataupun diekspor ke luar negeri seperti ke Jepang. Permintaan kedelai edamame di negara Jepang sekitar 100.000 ton per tahun, sekitar 70 ribu ton dipasok dari sejumlah negara seperti Cina, Taiwan, Thailand,

2

Herlina KD. 2010. Produksi Sayuran. http://industri.kontan.co.id [diakses 20 November] 2010)


(4)

19 Vietnam dan Indonesia.3 Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada periode tahun 2001-2005, Indonesia baru bisa memasok kedelai edamame ke Jepang sekitar 2.000 ton per tahunnya sementara itu masih ada kelebihan permintaan sekitar 30.000 ton per tahun. Hal tersebut merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk dapat meningkatkan produksi kedelai edamame di dalam negeri dan memasarkannya ke negara Jepang. Tabel 2 menyajikan volume impor kedelai edamame segar beku negara Jepang periode tahun 2001-2005.

Tabel 2. Volume Impor Edamame Segar Beku Negara Jepang Periode 2001-2005

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2007)

Permintaan komoditi kedelai edamame yang tinggi, baik untuk diekspor maupun dijual ke super market menyebabkan perusahaan produsen kedelai edamame kesulitan dalam memenuhi permintaan yang ada. Oleh karena itu untuk dapat memenuhi permintaan kedelai edamame perusahaan produsen kedelai edamame melakukan kegiatan kemitraan. PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan yang menjadi pelopor dalam kegiatan kemitraan kedelai edamame dengan petani. PT Saung Mirwan melakukan kegiatan kemitraan dengan mitra tani edamame di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu perusahaan yang menjalin kegiatan kemitraan komoditi kedelai edamame dengan petani adalah PT Saung Mirwan. Kegiatan kemitraan yang terjalin antara PT Saung Mirwan dengan petani yaitu petani sebagai pemasok

3

Maxi I, Adhi W. 2008. Kedelai Jumbo di Pasar Jepang.http://www.trust.com [diakses 8 Juni 2010].

No Negara Asal

Volume (ton)

2001 2002 2003 2004 2005 1. Cina 44.980 34.617 20.424 29.013 31.086 2. Taiwan 22.696 23.587 26.130 27.103 23.572 3. Thailand 7.767 8.836 11.377 11.214 10.960 4. Indonesia 1.738 2.416 2.722 2.404 2.936

5. Vietnam - - 58 57 663

6. lain-lain - 10 - 23 3


(5)

20 kedelai edamame ke PT Saung Mirwan, sedangkan PT Saung Mirwan memiliki peranan sebagai penerima hasil panen petani atau dapat disebut juga sebagai pihak yang memasarkan hasil kedelai edamame yang ditanam oleh petani. PT Saung Mirwan juga memiliki peranan untuk memberikan penyuluhan mengenai cara atau teknik budidaya kedelai edamame yang baik, agar hasil yang ditanam oleh petani menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan pasar.

Terjalinnya kerjasama kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani tentunya memiliki banyak manfaat bagi kedua belah pihak. Bagi PT Saung Mirwan adanya kegiatan kemitraan bermanfaat dalam hal ketersediaan pasokan yang cukup dan kontinyu, sedangkan bagi petani adanya kegiatan kemitraan memiliki manfaat berupa adanya kepastian pasar dari produk yang mereka hasilkan. Petani hanya cukup menanam kedelai edamame yang benihnya didapatkan dari perusahaan dan selanjutnya PT Saung Mirwan siap membeli kedelai edamame petani ketika waktu panen tiba.

Kegiatan kemitraan antara petani mitra dengan PT Saung Mirwan tidak terlepas dari adanya permasalahan yaitu masih rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh para petani mitra. Berikut adalah Tabel 3 yang menyajikan rata-rata tingkat produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra.

Tabel 3. Rata-rata Produktivitas Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Periode 2008-2010

Tahun Produktivitas setiap kg benih (kg)

2008 46,0

2009 60,5

2010 64,5

Sumber : PT Saung Mirwan

Berdasarkan data pada Tabel 3 terlihat bahwa rata-rata produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra PT Saung Mirwan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun nilai tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas petani mitra kedelai edamame PT


(6)

21 Mitra Tani Dua Tujuh yang mencapai angka 90 kg per satu kilogram benih.4 PT Saung Mirwan dan PT Mitra Tani Dua Tujuh merupakan dua perusahaan yang sama-sama menjalin kemitraan kedelai edamame dengan petani.

Berdasarkan wawancara dengan penyuluh PT Saung Mirwan pada kondisi optimal produksi kedelai edamame dapat mencapai 100 kg per satu kilogram benih. Beberapa petani mitra PT Saung Mirwan ada yang mampu mencapai produktivitas sebesar 90 kg per satu kilogram benih, namun jumlahnya sedikit. Diduga salah satu penyebab yang menyebabkan rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra PT Saung Mirwan adalah para petani mitra terkadang tidak mengikuti Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh PT Saung Mirwan seperti dosis penggunaan pupuk, dosis penggunaan pestisida dan lain-lain. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa budidaya yang dilakukan selama ini oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan masih belum efisien secara teknis.

Kegiatan budidaya yang belum efisien tentunya akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Hasil ataupun panen yang diperoleh oleh petani akan berpengaruh juga terhadap pendapatan usahatani para petani mitra. Oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar tingkat efisiensi teknis dan juga seberapa besar pendapatan usahatani yang diperoleh oleh petani mitra, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji mengenai:

1. Bagaimana keragaan usahatani kedelai edamame di petani mitra edamame PT Saung Mirwan?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan?

3. Apakah usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan sudah efisien secara teknis? Serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis tersebut?

4 Hasil wawancara dengan Bapak Sartum ( Bagian budidaya dan pengendalian OPT PT Saung Mirwan serta mantan karyawan PT Mitra Tani Dua Tujuh)


(7)

22 1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Menganalisis keragaan usahatani kedelai edamame di petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan.

2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan.

3. Menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani kedelai edamame di petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

4. Memberikan saran atau rekomendasi kepada PT Saung Mirwan dan petani mitra mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai edamame.

1.4. Manfaat

Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan masukan ke berbagai pihak yaitu :

1. Bagi petani dan perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pertimbangan dalam melaksanakan budidaya kedelai edamame yang lebih efisien yang nantinya dapat meningkatkan produksi kedelai edamame yang diproduksi oleh petani mitra.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran mengenai penerapan di lapangan terhadap teori-teori mata kuliah usahatani yang selama ini dipelajari oleh peneliti selama proses perkuliahan.

3. Bagi pembaca, penelitian ini berguna dalam hal memperkaya informasi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan nantinya bisa bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.


(8)

23 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

Edamame yang memiliki nama latin Glycin max(L)Merrill atau yang biasa disebut sebagai kedelai jepang. merupakan jenis tanaman sayuran yang bentuknya hampir sama dengan tanaman kacang kedelai, namun terdapat perbedaan yaitu ukuran edamame yang lebih besar dibandingkan dengan kacang kedelai biasa. Edamame biasa dikonsumsi dalam bentuk polongan yang sudah direbus. Tanaman edamame merupakan jenis tanaman semusim yang memiliki bentuk semak rendah, tegak, berdaun lebat. Tinggi tanaman edamame berkisar antara 30 sampai dengan 50 cm. Jenis tanaman edamame yang pernah dikembangkan di Indonesia yaitu jenis Ocumani, Tsuronoko, Tsurumidori, Taiso, dan Ryokkoh (Samsu 2001).

Ada beberapa penelitian terdahulu mengenai edamame diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Feifi (2008) yang mengkaji mengenai kajian manajemen rantai pasokan pada produk dan komoditas kedelai edamame di PT Saung Mirwan. Rantai pasok edamame yang terjalin di PT Saung Mirwan terdiri dari mitra tani, PT Saung Mirwan, dan retailer. Pola aliran produk dan komoditas edamame, pertama dimulai dari petani yang bertindak sebagai pemasok, yang membudidayakan tanaman edamame. Selanjutnya hasil panen yang ada di petani dikirim ke PT Saung Mirwan. Selanjutnya melakukan proses sortasi, pengemasan dan penyimpanan dilakukan oleh PT Saung Mirwan. Proses selanjutnya adalah PT Saung Mirwan langsung mendistribusikan produknya ke customer, sekaligus PT Saung Mirwan berperan sebagai distributor. Nilai tambah terbesar pada rantai pasok produk dan komoditas edamame adalah yang diterima oleh PT Saung Mirwan 24,1 persen untuk edamame curah dan 28,09 persen untuk edamame dalam kemasan. Selanjutnya retailer mendapatkan nilai tambah sebesar 10-20 persen.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan Fadholi (2005) yang mengkaji mengenai pelaksanaan kemitraan antara PT. Saung Mirwan dengan mitra tani edamame di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Fadholi (2005) melakukan evaluasi terhadap jalannya kemitraan yang dilakukan oleh PT. Saung Mirwan dengan mitra tani edamame.


(9)

24 Fadholi (2005) menyatakan bahwa, kemitraan yang dilakukan oleh PT. Saung Mirwan dengan mitra tani edamame adalah jenis kemitraan Prima Madya. Kemitraan prima madya merupakan kemitraan yang terjadi dalam jangka menengah dan panjang. Kemitraan ini memiliki sistem dimana pihak inti hanya berperan dalam menampung hasil panen, memberikan bimbingan teknis dan melakukan penyuluhan.

Berdasarkan analisis tingkat kepuasan yang diteliti oleh Fadloli (2005), tingkat kepuasan mitra tani edamame dalam melakukan kemitraan dengan PT Saung Mirwan hasilnya belum sepenuhnya memuaskan mitra tani edamame. Alasan sebagian petani kurang merasa puas, dikarenakan kualitas benih yang kurang bermutu, kurangnya bantuan dalam penanggulangan hama pengganggu tanaman, dan penetapan standar produksi pada pelayanan pasca panen yang fluktuatif.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tentang edamame adalah dari segi tempat penelitian yaitu di PT Saung Mirwan dan objek yang dikaji yaitu komoditi edamame, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tentang edamame yaitu dari sisi pembahasan. Penelitian ini lebih menitikberatkan untuk melihat tingkat efisiensi usahatani petani mitra PT Saung Mirwan dalam melakukan kegiatan budidaya edamame.

2.2. Kajian Terdahulu Pendapatan Usahatani dan Kemitraan

Praktek kegiatan kemitraan di sektor pertanian sudah banyak dilakukan, seperti yang diungkapkan oleh Aryani (2005) yang melakukan penelitian tentang pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani yang terjalin antara PT. Garuda Food dengan petani kacang tanah di Desa Palangan, Situbondo, Jawa Timur. Alat analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif dan analisis pendapatan usahatani. Aryani menjelaskan bahwa praktek kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani kacang tanah sudah berlangsung lama. Kemitraan ini dilengkapi dengan suatu perjanjian antara PT. Garuda Food dengan petani mitra. Kontrak tersebut berisi mengenai harga beli yang ditentukan PT. Garuda Food, penggunaan bibit, dan waktu panen. PT. Garuda Food menekankan kepada petani untuk menggunakan bibit jenis Garuda 2, dan Gajah. Sedangkan untuk waktu panen PT. Garuda Food memberikan arahan kepada petani untuk memanen pada


(10)

25 umur 90-100 hari setelah tanam. Harga yang ditetapkan oleh PT. Garuda Food untuk dibayarkan kepada petani adalah sebesar Rp 6.730.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryani (2005) disimpulkan bahwa praktek kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani mitra kacang tanah di Desa Palangan merupakan praktek kemitraan yang saling menguntungkan kedua belah pihak dan saling memberikan manfaat bagi keduanya. Selain itu kesimpulan lainnya adalah pendapatan usahatani petani mitra PT. Garuda Food lebih besar daripada petani non mitra. Hal ini karena dipengaruhi perbedaan harga beli antara kacang tanah petani mitra yang dibeli oleh PT. Garuda Food dengan petani non mitra yang dibeli oleh tengkulak. Selain itu perbedaan juga dipengaruhi waktu panen. Waktu panen petani mitra yang lebih lama dibandingkan petani non mitra menyebabkan produksi kacang tanah lebih besar dibanding petani non mitra.

Kajian mengenai kemitraan yang dihubungkan dengan pendapatan usahatani juga dilakukan oleh Prastiwi (2010) dengan topik evaluasi kemitraan dan analisis pendapatan usahatani ubi jalar Kuningan dan ubi jalar Jepang pada PT Galih Estetika. Alat analisis dipergunakan adalah Index Performance Analysis

(IPA), analisis pendapatan usahatani, dan analisis R/C rasio. Petani yang dijadikan sampel terdiri dari 30 orang dengan rincian 15 orang petani mitra ubi jalar Kuningan dan 15 orang petani mitra ubi jalar Jepang. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi (2010) adalah kemitraan yang terjalin antara PT Galih Estetika dengan petani ubi jalar menggunakan pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA), namun dengan menerapkan sistem jual beli biasa bukan dengan sistem bagi hasil.

Prastiwi (2010) juga melakukan analisis terhadap pendapatan usahatani petani ubi jalar Kuningan dan juga petani ubi jalar jepang. Hasil dari analisis pendapatan usahatani tersebut adalah pendapatan usahatani ubi jalar kuningan memberikan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan tunai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan usahatani ubi jalar jepang. Pendapatan atas biaya tunai usahatani ubi jalar Kuningan yaitu sebesar Rp 10.664.078 per Ha per musim tanam, sedangkan pendapatan atas biaya tunai ubi jalar jepang yaitu sebesar Rp 4.975.497 per hektar per musim tanam. Selain itu nilai R/C rasio


(11)

26 terhadap biaya tunai untuk usahatani ubi jalar kuningan adalah sebesar 3,104, sedangkan nilai R/C rasio untuk ubi jalar jepang adalah sebesar 1,645. Jika dilihat dari kedua nilai R/C rasio, maka usahatani ubi jalar jepang dan ubi jalar kuningan dikatakan layak.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Damayanti (2009) yang melakukan penelitian mengenai keberhasilan pelaksanaan kemitraan antara petani semangka di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri dalam meningkatkan pendapatan petani. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis deskriptif, analisis R/C rasio dan Uji Mann-Whitney. Petani yang dijadikan sampel terdiri dari 15 orang petani mitra dan 15 orang petani non mitra. Pelaksanaan kemitraan antara CV Bimandiri dengan petani semangka di Kabupaten Kebumen disertai dengan adanya hak dan kewajiban. Kewajiban yang harus dilakukan oleh petani adalah menanam komoditi semangka yang nantinya dijual kepada CV Bimandiri, sedangkan hak yang dimiliki oleh petani adalah mendapatkan harga jual yang layak sesuai dengan kesepakatan. Sementara itu CV Bimandiri juga memiliki kewajiban memberikan penyuluhan kepada petani dan melakukan pembayaran terhadap semangka yang dibeli dari petani, sedangkan hak dari CV Bimandiri adalah mendapatkan pasokan buah semangka secara kontinu.

Selain memaparkan mengenai pelaksanaan kemitraan, Damayanti (2009) juga memaparkan mengenai analisis pendapatan usahatani. Ia membandingkan pendapatan usahatani petani mitra dan petani non mitra. Hasil dari analisis pendapatan usahatani tersebut adalah pendapatan usahatani petani mitra atas biaya total lebih besar dibandingkan dengan yang didapat oleh petani non mitra. Petani mitra memperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5.935.667, sedangkan petani non mitra memperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp 2.430.733. Perbedaan ini disebabkan oleh harga jual yang diterima petani mitra lebih tinggi dibandingkan dengan petani non mitra.

Damayanti juga melakukan penghitungan nilai R/C rasio. nilai R/C rasio terhadap biaya total untuk petani mitra adalah sebesar 1,85, sedangkan untuk petani non mitra sebesar 1,4. Nilai R/C rasio dari kegiatan usaha budidaya baik


(12)

27 untuk petani mitra maupun non mitra dapat dikatakan layak, karena nilai R/C nya lebih dari 1.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu yang membahas tentang kemitraan dan pendapatan usahatani. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari segi objek dan tempat penelitian, sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi penggunaan alat analisis atau metode yang dipergunakan yaitu menggunakan analisis pendapatan usahatani dan R/C Rasio.

2.3. Kajian Terdahulu Fungsi Produksi Stochastic Frontier dan Efisiensi Teknis

Penelitian mengenai efisiensi teknis suatu usahatani telah banyak dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2010) yang melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar.

Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen dari produksi maksimum, hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 25 persen untuk mencapai produksi maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani ubi jalar adalah variabel pengalaman, lama kerja di luar usahatani, dan status kepemilikan lahan. Variabel umur, pendidikan, dan pendapatan di luar usahatani berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar. Sedangkan variabel penyuluhan berdampak negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.

Penelitian mengenai efisiensi teknis juga dilakukan oleh Sukiyono (2004) yang mengkaji mengenai analisis fungsi produksi dan efisiensi teknik usahatani


(13)

28 cabai di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Metode analisis yang dipergunakan adalah dengan menggunakan fungsi produksi stochastik frontier yang diestimasi dengan metode MLE. Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap usahatani cabai dengan menggunakan fungsi produksi stochastik frontier adalah variabel pupuk KCL, pupuk TSP, tenaga kerja, lahan, pestisida dan pupuk kandang, sementara itu variabel urea dan benih tidak berpengaruh nyata.

Tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai petani adalah 64,68 persen. Tingkat efisiensi teknis yang paling rendah berada pada angka 7,73 persen, sementara tingkat efisiensi teknis yang paling tinggi tercapai pada angka 99,48 persen. Hasil pengujian model inefisiensi menunjukkan bahwa hanya variabel pendidikan yang berpengaruh nyata, sedangkan variabel umur dan pengalaman tidak berpengaruh nyata.

Aisah (2003) juga melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis terhadap komoditi hortikultura dengan judul analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani tomat di Sukabumi, Jawa Barat. Penghitungan efisiensi teknis dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi stochastic frontier. Hasil analisis fungsi produksi stochastic frontier menunjukkan variabel lahan, benih per hektar, pupuk TSP per hektar, pupuk KCL per hektar, pupuk ZA per hektar, fungisida per hektar, insektisida per hektar dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tomat, sementara variabel pupuk urea dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tomat. Hasil analisis efisiensi teknis para petani tomat yang dijadikan responden menunjukkan nilai sebesar 0,71.

Adapun untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dalam usahatani tomat dilakukan pengujian model inefisiensi. Hasil pengujian model inefisiensi menunjukkan variabel umur petani berpengaruh nyata dan bernilai positif, sementara itu variabel banyaknya hari petani bekerja di luar usahatani dan penyuluhan menunjukkan nilai yang negatif, namun berpengaruh nyata terhadap produksi tomat. Variabel lain seperti pekerjaan istri, pendapatan total di luar usahatani, pendidikan dan pengalaman tidak berpengaruh nyata.

Penelitian mengenai efisiensi usahatani juga dilakukan oleh Podesta (2009) dengan topik pengaruh penggunaan benih sertifikat terhadap efisiensi dan


(14)

29 pendapatan usahatani padi pandan wangi. Fungsi produksi stochastic frontier

yang dilakukan dengan dua tahap yaitu tahapan dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Squares) dan tahapan kedua dengan metode MLE (Maximum Likelihood). Variabel yang dipergunakan terdiri dari tujuh variabel independen penduga dalam fungsi produksi ini yaitu luas lahan, benih, pupuk N, pupuk P, pupuk K, obat cair dan tenaga kerja.

Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi bagi petani benih sertifikat yaitu hanya pupuk P. Sementara itu, hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh nyata bagi petani benih non sertifikat. Hasil analisis fungsi produksi dan efisiensi menunjukkan bahwa baik usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat maupun non sertifikat telah efisien secara teknis. Hal ini tercermin dari rata-rata nilai efisiensi teknis usahatani padi pandan wangi benih sertifikat dan non sertifikat maisng-masing sebesar yaitu 0,967 dan 0,713. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani padi pandan wangi meliputi usia, pendidikan formal, pengalaman, umur bibit dan dummy status usahatani serta dummy pendidikan non formal.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya mengenai efisiensi usahatani adalah dari segi penggunaan metode analisis yang dipergunakan. Penelitian ini menggunakan metode analisis fungsi produksi stochastic frontier, analisis efisiensi dan inefisiensi teknis serta melakukan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tentang efisiensi usahatani yaitu dari sisi lokasi penelitian dan objek yang dikaji. Berikut adalah Tabel 4 dan Tabel 5 yang menyajikan penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka pada penelitian ini dan ringkasan penelitian terdahulu mengenai efisiensi teknis usahatani.


(15)

30 Tabel 4. Daftar Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Topik Penelitian

No.

Topik

Bahasan Nama Judul Alat Analisis

1. Edamame

Feifi (2008)

Kajian Manajemen Rantai Pasokan Kedelai Edamame di PT. Saung Mirwan

DEA, AHP, Deskriptif Fadholi

(2005)

Pelaksanaan Kemitraan antara PT. Saung Mirwan dengan Mitra Tani Edamame

Deskriptif, Thurstone, Importance Performance Analysis 2. Pendapatan Usahatani dan Kemitraan Aryani (2005)

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan

Usahatani kacang tanah di Desa Palangan deskriptif dan pendapatan usahatani Prastiwi

(2010)

Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Kuningan dan Ubi Jalar Jepang pada PT Galih Estetika

IPA, pendapatan usahatani, dan R/C rasio

Damayanti (2009)

Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan Antara Petani Semangka di Kabupaten Kebumen

pendapatan usahatani, deskriptif, R/C rasio dan Uji Mann-Whitney

3. Efisiensi Usahatani

Khotimah (2010)

Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat

analisis fungsi produksi stochastic frontier, efisiensi dan inefisiensi teknis, dan pendapatan usahatani

Sukiyono (2004)

Analisa Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik Usahatani Cabai di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong

Analisis fungsi produksi Cobb Douglas

dan fungsi produksi stochastik Frontier

Aisah (2003)

Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Tomat di Desa Karawang, Sukabumi, Jawa Barat

analisis fungsi produksi stochastic frontier, efisiensi dan inefisiensi teknis, dan pendapatan usahatani

Podesta (2009)

Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat Terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi

analisis fungsi produksi stochastic frontier, efisiensi alokatif, efisiensi ekonomi dan pendapatan usahatani


(16)

16 Tabel 5. Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Efisiensi Teknis Usahatani

Peneliti

(Tahun) Komoditas TE

Faktor yang mempengaruhi Produksi Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Khotimah (2010)

Ubi jalar 0,75 Lahan (+) ** Bibit/Lahan (+) ** Tenaga Kerja/Lahan (+)***

Pupuk N/Lahan (+) Pupuk P/Lahan (+) ** Pupuk K/Lahan (+)*****

Umur (-) ** Pengalaman (+) *** Pendidikan (-)***** Lama kerja di luar usahatani (+) *** Pendapatan di luar usahatani (-) **

Status kepemilikan lahan (+) *****

Penyuluhan (-) Sukiyono

(2004)

Cabai 0,65 Urea (+) TSP (-) * KCL (+) *

Pupuk kandang (+) * Tenaga Kerja (-) * Benih (+)

Lahan (+) * Pestisida (+) *

Umur (-) Pendidikan (+) * Pengalaman (-)

Aisah (2003)

Tomat 0,71 Lahan (+)** Benih/lahan (+)** TSP/lahan (+)** KCL/lahan (+)** ZA/lahan (+)** Pestisida/lahan (+)** TK/lahan(+)*** Umur (+)*** Pekerjaan di luar usahatani (-) * Penyuluhan (-) **

Podesta (2009) Padi pandan wangi PWS = 0,96 PWNS = 0,71 PWS : Benih/lahan (+) Pupuk N/lahan (+) Pupuk P/lahan (+) **** Tenaga Kerja/lahan (+) PWNS :

Benih/lahan (+) Pupuk P/lahan (+) Tenaga kerja/lahan (+) ****

Umur (-)

Pendidikan Formal (-) Pengalaman (+) Umur bibit (-)

Dumy status usahatani (+)

Dumy pendidikan non formal (-) ****

Keterangan : * = nyata pada α = 1% ** = nyata pada α = 5% *** = nyata pada α = 10% **** = nyata pada α = 15% ***** = nyata pada α = 25%


(17)

17 III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Usahatani

Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Suatu usahatani dikatakan efektif jika petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki secara baik, sedangkan dikatakan efisien jika pemanfaatan sumberdaya dapat menghasilkan keluaran yang melebihi masukan (Soekartawi 2006). Soekartawi (2006) juga menyatakan bahwa usahatani berdasarkan skala usahanya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu usahatani skala besar dan usahatani skala kecil. Usahatani pada skala luas atau besar umumnya memiliki modal besar, teknologi tinggi, manajemen modern, dan bersifat komersial, sedangkan usahatani kecil umumnya bermodal kecil, teknologi tradisional dan bersifat subsisten atau hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Rivai (1980) diacu dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pengertian organisasi disini adalah usahatani sebagai suatu organisasi harus dapat diorganisir, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Pihak yang mengorganisir usahatani adalah petani yang dibantu oleh keluarganya, sedangkan yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai. Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain petani-petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sementara itu faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan adanya penyuluhan bagi petani.

Soekartawi (1994) menyatakan empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani :


(18)

18 1. Lahan

Lahan usahatani sering diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan untuk kegiatan usahatani. Lahan ini dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan berdasarkan statusnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu lahan milik, lahan sewa, dan lahan sakap.

2. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam faktor produksi tenaga kerja adalah ketersediaan tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja.

3. Modal

Modal dalam kegiatan produksi pertanian dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau variabel. Modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal ini terdiri dari tanah bangunan, mesin dan sebagainya. Sementara itu modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi. Misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk pembelian benih, pupuk, obat-obatan dan lain-lain.

4. Pengelolaan atau Manajemen

Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan, mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu produksi. Manajemen berhubungan erat dengan dengan bagaimana mengelola orang-orang dalam tingkatan proses produksi.

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

Salah satu kajian yang dipelajari dalam ilmu usahatani adalah mengenai pendapatan usahatani. Setiap orang yang melakukan kegiatan usahatani memiliki tujuan untuk memperoleh pendapatan ataupun penghasilan. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan


(19)

19 dan semua biaya atau pengeluaran. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Hernanto (1989) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua sumber usahatani meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi.

Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang jumlahnya relatif tetap tidak bergantung kepada besar kecilnya produksi. Contoh biaya tetap adalah biaya pajak. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang nilainya bergantung pada nilai produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah baiaya untuk tenaga kerja (Soekartawi 1995).

Selain pengklasifikasian di atas biaya atau pengeluaran usahatani dapat digolongkan berdasarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung oleh petani dalam bentuk penggunaan uang untuk membeli sesuatu yang dibutuhkan untuk kegiatan usahatani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang muncul dari kegiatan usahatani, namun tidak dilakukan pembayaran secara langsung seperti biaya penyusutan, tenaga kerja keluarga, biaya lahan dan lain-lain (Hernanto 1996).

Hernanto (1989) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani meliputi luas usahatani, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usahatani, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja. Luas usahatani yang diukur adalah berdasarkan areal tanaman, luas pertanaman, dan luas per tanaman rata-rata. Sedangkan untuk tingkat produksi yang menjadi patokan pengukuran adalah produktivitas per hektar dan indeks per tanaman. Sementara itu untuk intensitas pengusahaan pertanaman dapat dilihat dengan jumlah tenaga kerja serta modal yang dipergunakan.

Kegiatan usahatani suatu komoditi dapat dilihat kelayakan usahanya melalui rasio penerimaan atas biaya. Rasio penerimaan atas biaya adalah perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani (Suratiyah,


(20)

20 2006). Rasio penerimaan atas biaya juga menunjukan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari nilai rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu kegiatan usahatani tersebut menguntungkan ataupun merugikan.

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi

Produksi merupakan serangkaian kegiatan menghasilkan barang dan jasa dengan memanfaatkan masukan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan. Kegiatan produksi berkaitan erat dengan adanya masukan dan output. Masukan dalam usahatani dapat berupa tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lain-lain yang mempengaruhi nilai produksi yang akan didapat. Hubungan kuantitatif antara masukan dan keluaran disebut sebagai fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan antara masukan dan keluaran disebut analisis fungsi produksi (Soekartawi 1986).

Menurut Hernanto (1989) fungsi produksi membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi. Pengertian lain mengenai fungsi produksi adalah fungsi yang menunjukkan berapa keluaran yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel masukan yang berbeda. Melalui fungsi produksi dapat terlihat secara nyata bentuk hubungan perbedaan jumlah dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk kegiatan produksi. Selain itu fungsi produksi sekaligus menunjukkan produktivitas dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka produktivitas merupakan fungsi produksi dengan yang membandingkan jumlah keluaran (output) per satuan masukan (input) dalam hal ini adalah membandingkan nilai output dengan luasan lahan.

Soekartawi (1994) menyatakan bahwa berbagai fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering digunakan adalah fungsi produksi linear, kuadratik, dan eksponensial. Cara penyajian fungsi produksi biasanya menggunakan notasi-notasi huruf. Misalnya saja Y adalah notasi dari produksi dan Xi merupakan notasi dari masukan i, maka besar kecilnya nilai Y bergantung dari besar kecilnya nilai X1,X2,X3,...Xm yang dipergunakan. Variabel masukan Xi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok,


(21)

21 yaitu variabel yang dapat dikuasai dan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh petani. Variabel yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain. Sedangkan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti kondisi iklim (Soekartawi 1986). Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3,……Xm) Dimana :

Y = produksi/output

X1, X2, X3,…..Xm = input variabel

Menurut Coelli et al. (1998) dari fungsi produksi dapat terlihat hubungan antara total product (TP), average product (AP), dan marginal product (MP). Produk rata-rata menggambarkan jumlah output yang dihasilkan dibagi dengan jumlah input yang dipergunakan. Berikut adalah rumus dari perhitungan average product :

APi = Y/Xi Dimana :

APi =Produk rata-rata dari input i Y = output

Xi = input yang digunakan

Marginal product (MP) dari suatu input dapat digambarkan dengan jumlah tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan unit input yang digunakan. Rumus marginal product (MP) dapat dituliskan sebagai berikut:

MPi= dY/dXi

Dimana :

MPi = Produk marjinal dari input i

dY = perubahan output


(22)

22 Menurut Doll dan Orazem (1984) fungsi produksi klasik dapat dibagi ke dalam tiga bagian atau daerah, dimana setiap daerahnya akan menggambarkan tingkat efisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Pada Gambar 1 daerah-daerah tersebut ditunjukkan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terjadi ketika kurva MP lebih besar daripada kurva AP. Daerah I terletak di antara titik 0 dan titik X2. Daerah ini memiliki nilai elastisitas lebih dari satu, artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, maka akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Daerah ini menggambarkan kondisi keuntungan maksimum belum tercapai, karena produksi masih dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga daerah irasional atau inefisien. Daerah II terletak antara titik titik X2 dan titik X3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 < < 1). Daerah ini menunjukan bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah II dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing of return). Penggunaan input pada tingkat tertentu di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol ( < 0). Yaitu terjadi ketika kurva MP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi, sehingga jika pelaku usaha melakukan penambahan input pada daerah ini tentunya akan mengalami kerugian. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Berikut adalah Gambar 1 yang menggambarkan kurva fungsi produksi.


(23)

23 Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi

Sumber : Beattie dan Taylor (1985)

3.1.4. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Fungsi produksi stochastic frontier adalah fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi batasnya (Soekartawi 1994). Secara matematis fungsi produksi stochastic frontier dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f(X) exp (v-u)

Nilai v merupakan variabel acak yang harus menyebar mengikuti sebaran yang simetrik, sehingga dapat menangkap kesalahan dan variabel lain yang ikut mempengaruhi nilai X dan Y, sedangkan nilai exp (u) menunjukkan nilai inefisien teknis.

Fungsi produksi stochastic frontier secara independent dirintis oleh Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977), dan Meeusen dan van den Broeck (1977).

output

input

X3 X2

X1

output

input

0

MP

AP TP


(24)

24 Fungsi produksi ini menambahkan error acak (vi) dan non negatif variabel acak (ui) untuk diperhitungkan.

i i i

i X v u

Y )

ln( i=1,2...,N,

Dimana :

yi = produksi yang dihasilkan petani pada waktu ke-t

xi = vektor masukan yang digunakan petani pada waktu ke-t = vektor parameter yang akan diestimasi

vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ ζ (0, v2))

ui = variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal (ui ~ │ζ (0, v2)│)

Variabel acak vi, dihitung untuk mengukur error dan faktor acak lain seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain di dalam nilai variabel output yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977), diacu dalam Coelli et al. (1998) vis merupakan variabel normal acak yang terdistribusi secara bebas dan identik (independent and identically distributed,

i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, v2, variabel bebas, uis, diasumsikan sebagai i.i.d eksponensial atau variabel acak setengah normal. Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi

stochastic frontier, karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic)

yaitu exp (xi + vi). Error acak bisa bernilai positif atau negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier,

exp (xi ).

Keunggulan dasar dari model stochastic frontier adalah menggambarkan dua dimensi seperti yang tergambar pada Gambar 6. Bagian input diwakili oleh sumbu axis horisontal (X) dan bagian output diwakili oleh sumbu axis vertical (Y). Komponen deterministik dari model frontier, Y = exp (xi ), digambarkan

dengan asumsi bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Gambar 2 menggambarkan terdapat dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i menggunakan input sebesar xi untuk menghasilkan output yi. Pertemuan antara


(25)

25 input dan output diberi tanda x di atas nilai Xi. Nilai output stochastic frontier

yi*=exp(xi +vi) ditandai dengan tanda x yang dilingkari, dimana nilai tersebut di atas fungsi produksi yang disebabkan error acak yang bernilai positif. Hal ini dapat terjadi karena aktifitas produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif.

Begitupun dengan petani j, input yang dipergunakan adalah xj untuk menghasilkan output yj. Fungsi dari output frontier petani j adalah yj*= exp (xj +vj) yang terletak di bawah fungsi produksi dikarenakan aktifitas produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana vj bernilai negatif. Bagaimanapun deterministik dari model stochastic frontier terlihat diantara ouput stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian deterministik dari frontier apabila error acak yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp (xj ) jika vj> uj) (Coelli et al. 1998). Gambar di bawah ini adalah gambar yang menunjukkan fungsi produksi

stochastic frontier.

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Sumber : Coelli, Rao, Battase (1998)

X

X

x y

yj

yi

xi xj

Frontier output (yj*),

exp (xj + vj), jika vj < 0

Frontier output (yi*),

exp (xi + vi), jika vi > 0

Fungsi produksi Y=exp(x ) X


(26)

26 3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Menurut Soekartawi (1994) efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Secara umum efisiensi dibagi menjadi tiga yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga atau alokatif dan efisiensi ekonomi. Menurut Farrell (1957) dalam

(Coelli et al. 1998) efisiensi teknis adalah suatu cerminan kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari sumberdaya yang ada. Sementara efisiensi alokatif adalah cerminan kemampuan suatu perusahaan dalam menggunakan input dengan proporsi yang optimal dengan harga yang berlaku, sedangkan efisiensi ekonomi merupakan gabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum.

Efisiensi dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu pendekatan dengan berorientasi input dan pendekatan dengan orientasi output. Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sementara itu pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. Farrell (1957) dalam

(Coelli et al. 1998) mengilustrasikan efisiensi dengan pemanfaatan dua input dalam menghasilkan suatu barang oleh suatu perusahaan. Input tersebut dilambangkan x1 dan x2, sedangkan output dilambangkan dengan y dengan asumsi


(27)

27

Dimana:

0P = input

Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif

Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif

AA’ = kurva rasio harga input

SS’ = isoquant fully efficient

Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input)

Sumber : Coelli, Rao, dan Battese (1998)

Gambar 3 menggambarkan tentang kombinasi kurva isoquant, harga input dan input. Titik-titik yang terdapat sepanjang kurva isoquant (SS’) menggambarkan kondisi dimana tercapainya kondisi efisiensi teknis. Jika suatu perusahaan memproduksi suatu barang dengan menyediakan input sebesar di titik P, maka akan terjadi inefisiensi teknis. Inefisiensi teknis digambarkan dengan jarak dari Q-P. Kondisi ini perusahaan sebaiknya melakukan pengurangan input, karena pengurangan input tidak akan berpengaruh terhadap output (output tidak akan berkurang). Secara matematis, pendekatan input rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut :

TEi = 0Q/0P

Dimana : TEi = efisiensi teknis 0Q = jarak dari 0 ke Q 0P = jarak dari 0 ke P

x1/y

x2/y

0 A’

A

S’

S

Q’

R Q


(28)

28 Garis AA’ menggambarkan rasio harga input. Garis AA’ yang bersinggungan dengan kurva isoquant merupakan kondisi dimana efisiensi alokatif tercapai. Secara matematis, pendekatan input rasio efisiensi alokatif dapat ditulis sebagai berikut :

AEi = 0R/0Q

Jarak R-Q menunjukkan terjadinya pengurangan biaya produksi jika terjadi efisiensi alokatif. Sementara itu rasio efisiensi ekonomi dapat ditulis sebagai berikut:

EEi = 0R/0P

Penghitungan nilai inefisiensi menggunakan model yang dibuat oleh Coelli, Rao dan Battese (1998). Model efek inefisiensi teknis diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak negatif. Penentuan nilai parameter distribusi (μ) efek inefisiensi teknis digunakan rumus sebagai berikut :

μ = 0 + Zit + wit

dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor ukuran (1xM) yang nilai konstan, adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (Mx1) dan wit adalah variabel acak.

3.1.6. Konsep Kemitraan

Menurut Soekartawi (1994) suatu usahatani memerlukan empat unsur pokok yaitu lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Terkadang salah satu dari keempat unsur tersebut tidak dimiliki oleh petani, sehingga diperlukan adanya kerjasama dalam melakukan kegiatan usahatani. Kerjasama yang biasa terjalin dalam kegiatan usahatani adalah kerjasama kemitraan. Hafsah (2000) mengemukakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan solusi untuk mengurangi masalah kesejahteraan yang tidak merata dalam lapisan masyarakat. Kemitraan bisa menjadi solusi, karena keberadaan maupun fungsi dan peranannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat.


(29)

29 Menurut Jiaravanon (2007) kemitraan atau contract farming adalah sistem produksi dan pemasaran dimana terjadi pembagian risiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani kecil. Sistem ini sebagai suatu terobosan untuk mengurangi biaya transaksi yang tinggi. Adanya contract farming

memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas terhadap petani serta dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi. Contract farming memberikan kepastian kepada petani bahwa produknya akan dibeli pada saat panen. Penerapan contract farming dapat meningkatkan posisi tawar petani di mata perusahaan. Sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997, kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Adapun tujuan kemitraan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 940 Tahun 1997 adalah untuk meningkatkan pendapatan, keseimbangan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri. Sedangkan menurut Hafsah (2000) tujuan konkret yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan yaitu meningkatkan pendapatan usaha kecil, memberikan nilai tambah, meningkatkan pemerataan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Pelaksanaan kegiatan kemitraan yang biasa terjalin terdiri atas beberapa pola. Hafsah (2000) mengemukakan bahwa pola-pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan terdiri dari lima pola yaitu :

1. Pola Inti Plasma

Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu contoh pola kemitraan inti plasma adalah pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Pola ini mengatur dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi, namun perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaan.


(30)

30 Sedangkan kelompok mitra usaha memiliki tugas memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Adapun keunggulan dari pola inti plasma antara lain :

a. Memberikan manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma.

b. Upaya pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan, dan lain-lain.

c. Kemitraan inti plasma membuat usaha kecil yang dibimbing oleh usaha besar maupun menengah, mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga dapat tercapai suatu efisiensi.

d. Kemitraan inti plasma membuat pengusaha besar atau menengah mampu mengembangkan pasar dan juga komoditas.

e. Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha besar atau menengah lainnya untuk menjadi investor baru yang dapat membangun kemitraan baru.

f. Kemitraan inti plasma yang berkembang pesat dapat menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru, sehingga dapat memberikan pemerataan pendapatan bagi masyarakat, sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial.

Kemitraan inti plasma tidak lepas dari adanya kelemahan, berikut adalah kelemahan dari pola kemitraan inti plasma :

a. Petani belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik.

b. Perusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya memberikan perhatian dalam memenuhi fungsi dan kewajiban seperti apa yang diharapkan.

c. Belum adanya kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan kewajiban dari komoditi yang dimitrakan (Hafsah 2000).


(31)

31 Gambar 4. Pola Kemitraan Inti Plasma

Sumber : Sumardjo (2004)

2. Pola Subkontrak

Pola subkontrak adalah pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan subkontrak adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Kemitraan pola subkontrak mempunyai keunggulan yaitu mampu mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. Selain keunggulan, pola kemitraan subkontrak juga memiliki kelemahan. Kelemahan kemitraan subkontrak adalah kecenderungan mengisolasi produsen kecil pada suatu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni, terjadinya penekanan terhadap harga masukan, sistem pembayaran yang sering terlambat, dan lain-lain (Hafsah 2000).

Plasma

Plasma


(32)

32 Gambar 5. Pola Kemitraan Subkontrak

Sumber : Sumardjo (2004)

3. Pola Dagang Umum

Pola dagang umum adalah pola hubungan kemitraan dimana mitra usaha yang memasarkan hasil yang diproduksi oleh perusahaan. Pola kemitraan ini membutuhkan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik usaha besar maupun usaha kecil, karena pada dasarnya kemitraan ini adalah hubungan membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Pola kemitraan dagang umum memiliki keunggulan yaitu adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah disepakati.

Selain keunggulan di sisi lain pola kemitraan dagang umum juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari pola ini adalah memerlukan permodalan yang kuat, pengusaha besar sering menentukan secara sepihak mengenai harga dan volume barang. Selain itu pembayarannya terkadang dalam bentuk konsinyasi atau pembayaran di akhir, sehingga terkadang merugikan usaha kecil, karena perputaran uang yang terhambat (Hafsah 2000).

Kelompok Mitra

Kelompok Mitra Kelompok

Mitra

Kelompok Mitra Pengusaha


(33)

33 Gambar 6. Pola kemitraan dagang umum

Sumber : Sumardjo (2004)

4. Pola Keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya. Kelebihan dari pola kemitraan ini adalah agen dapat menjadi ujung tombak pemasaran usaha besar dan menengah, dapat memberikan peluang kepada usaha kecil yang kesulitan modal, karena biasanya pola ini melakukan sistem pembayaran secara konsinyasi. Sedangkan kelemahan dari pola ini adalah penetapan harga yang sepihak oleh agen, sehingga harga produk di pasar menjadi lebih tinggi yang nantinya berimbas kepada daya beli konsumen.

Peranan agen dalam pola ini sangat besar, sehingga agar dapat saling memberikan manfaat yang saling menguntungkan, maka agen harus lebih profesional, handal dan memiliki kerja keras dalam melakukan pemasaran. Pola kemitraan keagenan biasa dijalin oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa seperti perdagangan, angkutan penerbangan, pelayaran, pariwisata, angkutan kereta api, bis, pelayanan telekomunikasi dan lain-lain yang membutuhkan pelayanan jasa keagenan (Hafsah 2000).

Perusahaan Mitra

Kelompok Mitra

Konsumen / Industri Memasarkan

Memasarkan Produk Kelompok Mitra


(34)

34 Gambar 7. Pola Kemitraan Keagenan

Sumber : Sumardjo (2004)

5. Waralaba

Pola Waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi merek dagang kepada kelompok mitra usaha yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Mitra usaha memiliki kewajiban untuk mengikuti pola yang yang telah ditetapkan oleh pemilik waralaba, serta memberikan sebagian pendapatannya berupa royalti atas merek dagang yang telah diberikan.

Kelebihan dari pola kemitraan waralaba adalah perusahaan pemilik waralaba dan perusahaan mitra usaha sama-sama mendapatkan keuntungan. Selain itu pola kemitraan waralaba ini dapat berfungsi sebagai perluasan pasar, karena kemitraan ini bisa memiliki mitra usaha dimana pun. Sedangkan pola kemitraan waralaba adalah sering terjadi perselisihan jika ada salah satu pihak yang ingkar, adanya ketergantungan dari mitra usaha kepada pihak pemilik waralaba, dan adanya ketidakbebasan pihak mitra usaha dalam mengontrol usahanya, dikarenakan harus mengikuti prosedur dari pemilik waralaba. (Hafsah 2000).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kedelai edamame merupakan salah satu tanaman yang memiliki prospek bagus untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan harga kedelai

Memasarkan produk Kelompok mitra

Perusahaan Mitra

Kelompok Mitra

Konsumen / Masyarakat memasok


(35)

35 edamame yang lebih tinggi dibandingkan kedelai biasa dan juga kedelai edamame ini cocok dibudidayakan di wilayah tropis. Permintaan akan kedelai edamame datang dari negara Jepang dan juga Amerika Serikat. Kedelai edamame di Jepang biasa dikonsumsi dalam bentuk cemilan kesehatan, sedangkan di Amerika Serikat pemanfaatan kedelai ini bahkan digunakan dalam bidang kecantikan.

Kegiatan budidaya kedelai edamame di Indonesia masih relatif sedikit, namun di sisi lain permintaan akan kedelai edamame terus mengalami peningkatan. Adanya permintaan yang tinggi terhadap kedelai edamame tentunya harus didukung dengan peningkatan produksi kedelai edamame. Salah satu cara meningkatkan produksi kedelai edamame yaitu dengan melakukan kemitraan dengan petani. PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan yang menjalin hubungan kemitran dengan petani. Salah satu kemitraan yang dijalin adalah kemitraan komoditi edamame. Terjalinnya hubungan kemitraan antara petani dengan PT saung Mirwan membuat kegiatan budidaya edamame di Indonesia semakin meningkat. Petani bersedia menanam komoditi edamame dikarenakan sudah ada kepastian harga dan kepastian produk mereka akan terjual. PT Saung Mirwan selama ini menjual edamame dari petani ke super market.

Pelaksanaan kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani mitra komoditi kedelai edamame tidak lepas dari adanya masalah. Masalah yang terjadi selama ini adalah masih rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh petani mitra. Hal ini diduga terjadi karena proses budidaya yang selama ini dilakukan oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan masih belum efisien. Proses budidaya yang belum efisien menyebabkan hasil panen yang diperoleh menjadi kurang optimal. Hal ini nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani para petani mitra, sehingga diperlukan suatu penelitian mengenai pendapatan usahatani dan tingkat efisiensi teknis budidaya kedelai edamame di petani mitra PT Saung Mirwan.

Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan cara menghitung berapa penerimaan, biaya, dan pendapatan yang diperoleh selama satu musim tanam. Setelah itu dilakukan perhitungan rasio penerimaan atas biaya untuk melihat apakah usahatani yang dijalankan layak atau tidak. Setelah melakukan perhitungan terhadap rasio peneimaan atas biaya, selanjutnya dilakukan analisis


(36)

36 efisiensi teknis dimana efisiensi ini menggambarkan seberapa efisien petani dalam menggunakan input yang ada untuk menghasilkan produksi yang optimal. Penghitungan efisiensi teknis akan menggunakan analisis fungsi produksi

stochastik frontier dengan menggunakan faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi produksi kedelai edamame adalah luas lahan, jumlah benih yang digunakan, tenaga kerja, jumlah pupuk kimia, jumlah pupuk kandang, dan jumlah insektisida yang digunakan. Penentuan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi kedelai edamame berdasarkan studi penelitian terdahulu dan juga memahami cara budidaya kedelai edamame yang diberikan oleh PT Saung Mirwan.

Selanjutnya akan dilakukan perhitungan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani (inefisiensi). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani adalah umur petani, pengalaman menanam kedelai edamame, pendidikan, dummy status kepemilikan lahan, dan dummy penyuluhan dan pekerjaan istri. Hasil perhitungan pendapatan usahatani, efisiensi dan inefisiensi teknis petani mitra nantinya akan dijadikan saran atau rekomendasi untuk petani dan perusahaan, agar produksi kedelai edamame dapat meningkat. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 8.


(37)

37 Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional

Kerjasama kemitraan antara PT Saung Mirwan dengan petani

Permasalahan :

Rata-rata produktivitas kedelai edamame petani mitra masih rendah, hal ini mengindikasikan budidaya yang dilakukan oleh petani mitra belum efisien secara teknis. Nilai produktivitas yang rendah tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan usahatani para petani mitra

Keragaan Usahatani Kedelai Edamame Input

Produksi

Output Produksi

Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani petani mitra PT Saung

Mirwan

Hasil & Rekomendasi Analisis Fungsi Produksi

Stochastic Frontier

Analisis Pendapatan Usahatani:

1. Pendapatan Usahatani 2. Analisis R/C rasio


(38)

38

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Saung Mirwan. Pemilihan PT Saung Mirwan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang hortikultura dan juga salah satu pelopor perusahaan yang menjalin kemitraan edamame dengan petani. Waktu yang dipergunakan untuk pengumpulan data dan observasi di lapang adalah selama satu bulan yaitu pada bulan April-Mei 2011. 4.2. Data dan Instrumentasi

Data yang dipergunakan pada penelitian ini meliputi dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian sedangkan data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya dan masih memiliki hubungan dengan penelitian yang dilakukan.

Tabel 6. Sumber Data Penelitian

No. Jenis Data Sumber Data

1. Data Primer -Input produksi

-Karakteristik responden -Harga input

-Teknis budidaya

- Wawancara petani kedelai edamame. - Pengamatan langsung kegiatan

budidaya kedelai edamame di lapang. 2. Data Sekunder

-Data PDB hortikultura -Data volume ekspor

edamame

-Data rata-rata produktivitas petani mitra PT Saung Mirwan

-Data Demografis Kecamatan Megamendung

- Departemen Pertanian - Badan Pusat Statistik

- Balai Penyuluh Pertanian Megamendung

- Kecamatan Megamendung - PT. Saung Mirwan

- Buku-buku, majalah, skripsi dan internet.


(39)

39 4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan cara melakukan wawancara langsung kepada petani kedelai edamame yang dipandu dengan menggunakan kuisioner yang telah dibuat. Penggunaan metode wawancara yang dipadukan dengan kuisioner ditujukan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih lengkap dari objek yang diteliti. Selain itu dilakukan juga kegiatan berupa pengamatan secara langsung terhadap kegiatan usahatani kedelai edamame.

4.4. Metode Penarikan Sampel

Responden yang dijadikan objek pada penelitian ini adalah petani mitra PT Saung Mirwan yang membudidayakan kedelai edamame dan sudah pernah panen. Penarikan sampel petani mitra dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Convenience Sampling. Metode convenience sampling dipilih karena keterbatasan peneliti dalam mendatangi petani yang letaknya tersebar-sebar, sehingga peneliti memilih dua desa yang memiliki jumlah petani mitra terbanyak. Metode convenience sampling dilakukan dengan cara mendatangi para petani responden yang ditunjuk oleh koordinator petani mitra dan juga penyuluh PT Saung Mirwan. Petani mitra yang dijadikan sampel sebanyak 30 petani.

4.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat efisiensi teknis usahatani kedelai edamame di mitra tani PT Saung Mirwan. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan usahatani, analisis R/C Rasio, analisis fungsi produksi stochastic frontier, analisis efisiensi dan inefisiensi teknis. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan menggunakan program Microsoft excel, Minitab 14, SPSS 17 dan Frontier 4.1.

4.5.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana kemitraan yang terjalin di lapangan antara PT Saung Mirwan dengan petani mitra. Selain itu analisis secara deskriptif juga digunakan untuk


(40)

40 menganalisis keragaan usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra PT Saung Mirwan.

4.5.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk menghitung besarnya pendapatan petani edamame selama satu musim tanam. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau pengeluaran. Adapun Rumus menghitung pendapatan usahatani adalah sebagai berikut :

Pd = TR-TC Keterangan : Pd = Pendapatan Usahatani

TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sehingga rumus dari menghitung penerimaan adalah sebagai berikut :

TR = Y x P Keterangan : TR = Total Penerimaan (Rp)

Y = Output yang dihasilkan (Kg) P = Harga jual produk (Rp)

Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang jumlahnya relatif tetap tidak bergantung kepada besar kecilnya produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang nilainya bergantung pada nilai produksi yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah baiaya untuk tenaga kerja (Soekartawi 1995). Berikut adalah rumus dari menghitung biaya.

TC = FC + VC

Keterangan : TC = Total Cost FC = Fixed Cost VC = Variabel Cost


(41)

41 4.5.3. Analisis Rasio Penerimaan Atas Biaya

Analisis rasio penerimaan atas biaya atau analisis R/C rasio digunakan untuk melihat apakah kegiatan budidaya edamame masih layak atau tidak dengan sistem kemitraan maupun tanpa sistem kemitraan. Analisis ini membandingkan antara nilai penerimaan yang diperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Analisis ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio terhadap biaya tunai dan R/C rasio terhadap biaya total. Suatu usaha dikatakan layak, jika nilai R/C rasio > 1. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1995) :

R/C rasio atas biaya tunai = penerimaan total / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = penerimaan total / biaya total

4.5.4. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Fungsi produksi yang digunakan pada penelitian in adalah fungsi produksi

Stochastic Frontier Cobb-Douglas. Fungsi ini dipilih dengan alasan fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas memiliki bentuk yang sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk fungsi linear. Model Dugaan yang akan digunakan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam persamaan berikut :

ln Y = ln 0 + 1 ln X1 + 2 ln X2 + 3 ln X3 + 4 ln X4 + 5 ln X5 + 6 ln X6 + vi - ui

Keterangan :

Y : Produksi total edamame (kg) X1 : Luas lahan (ha)

X2 : Penggunaan benih (kg) X3 : Tenaga kerja (HOK) X4 : Jumlah pupuk kimia (kg) X5 : Pupuk Kandang (kg) X6 : Insektisida (liter)

0 : Intersep

i : Koefisien Parameter Penduga, dimana i = 1,β,γ…6.

0 < i < 1 (Diminishing Return)

ui : Efek inefisiensi teknis dalam model

vi : Variabel acak vi - ui : Error term


(1)

109

Lampiran 3. Output Pendugaan Model Kedua Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan Software Minitab 14 ————— 10/08/2011 8:08:03 ————————————————————

Regression Analysis: Y versus X1; X2; X3; X4; X5 The regression equation is

Y = 5,03 + 1,03 X1 - 0,349 X2 + 0,260 X3 - 0,106 X4 + 0,045 X5

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 5,032 2,328 2,16 0,041 X1 1,0346 0,4139 2,50 0,020 2,2 X2 -0,3490 0,2463 -1,42 0,169 2,5 X3 0,2603 0,2565 1,01 0,320 2,5 X4 -0,1059 0,2221 -0,48 0,638 1,2 X5 0,0454 0,1116 0,41 0,687 2,0

S = 0,340557 R-Sq = 38,3% R-Sq(adj) = 25,5% PRESS = 4,27935 R-Sq(pred) = 5,15%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 1,7281 0,3456 2,98 0,031 Residual Error 24 2,7835 0,1160

Total 29 4,5116

Source DF Seq SS X1 1 1,3285 X2 1 0,1384 X3 1 0,2238 X4 1 0,0182 X5 1 0,0192

Unusual Observations

Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid 10 4,20 7,1701 7,9269 0,1398 -0,7568 -2,44R 28 4,38 7,6009 8,2722 0,1304 -0,6713 -2,13R R denotes an observation with a large standardized residual.


(2)

110

Lampiran 4. Output Fungsi Produksi Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra dengan software FRONTIER (Version 4.1c)

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal

data file = mit.dta

Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function

The dependent variable is logged the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.48620052E 0.23135704E 0.21015160E

beta 1 0.10568873E 0.41211771E 0.25645277E

beta 2 -0.38164031E 0.24800993E -0.15388106E

beta 3 0.25954170E 0.25369100E 0.10230623E

beta 4 -0.93504125E-01 0.22164633E -0.42186182E

beta 5 0.45660797E-01 0.11029368E

0.41399286E

sigma-squared 0.11439714E

log likelihood function = -0.66998145E the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.52193656E 0.11173511E 0.46711956E

beta 1 0.13513448E 0.21876869E 0.61770486E

beta 2 -0.36362789E 0.18377701E -0.19786364E

beta 3 0.19390853E 0.17158385E 0.11301094E

beta 4 -0.19330046E 0.17725633E -0.10905137E

beta 5 0.18136934E-02 0.62836250E-01 0.28860E-01

delta 0 0.19776000E-01 0.64642819E 0.30592E-01

delta 1 0.17949987E-01 0.11410791E-01 0.15730712E

delta 2 -0.22018319E 0.47245474E-01 -0.46604081E

delta 3 0.49757309E-01 0.44938611E-01 0.11072285E

delta 4 -0.27324798E 0.22769368E -0.12000683E

sigma-squared 0.91959773E-01 0.76548880E-01 0.12013209E

gamma 0.95061128E 0.61100005E-01 0.15558285E

log likelihood function = 0.88456632E

LR test of the one-sided error = 0.31090955E with number of restrictions = 6

[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]

number of iterations = 18


(3)

111 number of cross-sections = 30

number of time periods = 1

total number of observations = 30

thus there are: 0 obsns not in the panel technical efficiency estimates :

firm year eff.-est. 1 1 0.94323931E 2 1 0.71784848E 3 1 0.36677511E 4 1 0.44054407E 5 1 0.66794314E 6 1 0.52214586E 7 1 0.81482691E 8 1 0.73778385E 9 1 0.65031233E 10 1 0.34732601E 11 1 0.92295460E 12 1 0.50749985E 13 1 0.48892104E 14 1 0.85964209E 15 1 0.82959485E 16 1 0.83559074E 17 1 0.54149379E 18 1 0.97430573E 19 1 0.94049465E 20 1 0.61652274E 21 1 0.89534489E 22 1 0.94230315E 23 1 0.60343307E 24 1 0.88046535E 25 1 0.75510054E 26 1 0.66598024E 27 1 0.81681380E 28 1 0.38135250E 29 1 0.84408647E 30 1 0.96127404E


(4)

112

Lampiran 5. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan Tahun 2010

Alat Jumlah Harga (Rp)

Umur ekonomis (tahun)

Biaya penyusutan (Rp) cangkul 1,80

45.000,00 5 16.200,00 sprayer 0,90

250.000,00 5 45.000,00 Ember 2,40

10.000,00 2 12.000,00 Sabit 1,07

12.500,00 5 2.675,00 Golok 1,33

40.000,00 5 10.640,00 Koret 1,60

5.000,00 5 1.600,00 Total biaya penyusutan rata-rata 88.115,00


(5)

2 RINGKASAN

IRWAN IRSYADI. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Kedelai Edamame Petani Mitra PT Saung Mirwan. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO).

PT Saung Mirwan merupakan salah satu perusahaan yang menjalin kemitraan komoditi kedelai edamame dengan petani. Kegiatan kemitraan antara petani mitra dengan PT Saung Mirwan tidak terlepas dari adanya permasalahan yaitu masih rendahnya produktivitas kedelai edamame yang dihasilkan oleh para petani mitra. Rata-rata produktivitas kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan pada tahun 2010 adalah sebesar 64,5 kg per satu kilogram benih. Nilai tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas petani mitra kedelai edamame PT Mitra Tani Dua Tujuh yang mencapai angka 90 kg per satu kilogram benih. PT Mitra Tani Dua Tujuh juga merupakan perusahaan yang menjalin kemitraan komoditi kedelai edamame dengan petani.

Diduga salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai edamame petani mitra adalah para petani mitra tidak mengikuti Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh PT Saung Mirwan. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa budidaya yang dilakukan selama ini oleh petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan masih belum efisien. Budidaya yang belum efisien menyebabkan hasil yang didapat menjadi rendah dan nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani para petani mitra.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan keragaan usahatani kedelai edamame di petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan, (2) menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan, (3) menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani kedelai edamame petani mitra kedelai edamame PT Saung Mirwan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, (4) memberikan saran atau rekomendasi kepada PT Saung Mirwan dan petani mitra. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Metode convenience sampling dipilih karena keterbatasan peneliti dalam mendatangi petani yang letaknya tersebar.

Berdasarkan hasil analisis keragaan usahatani, pelaksanaan budidaya yang dilakukan oleh petani mitra terdiri atas beberapa kegiatan yaitu: persiapan lahan, penanaman, penyulaman, penyiangan, penyiraman, pemupukan, pengendalian OPT, dan panen. Beberapa kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani mitra tidak sesuai dengan Standar Operasional Procedure (SOP) yang telah ditetapkan penyuluh PT Saung Mirwan. Kegiatan yang tidak sesuai dengan SOP adalah kegiatan pemberian pupuk kandang yang tidak sesuai dengan waktunya, pemberian pestisida yang kurang, dan pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Kondisi inilah yang diduga menyebabkan produktivitas petani mitra masih rendah.

Hasil analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio menunjukkan bahwa usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani mitra PT Saung Mirwan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol, yaitu sebesar


(6)

3

Rp 14.304.517,00 dan Rp 9.619.652,43. Selain itu nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total juga lebih besar dari satu yaitu sebesar 2,23 dan 1,59.

Hasil estimasi dari fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame adalah variabel benih per lahan dan tenaga kerja per lahan. Sementara itu tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani kedelai edamame adalah 0,72 atau 72 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan telah cukup efisien, namun masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi sebesar 28 persen agar mencapai produksi maksimum. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan adalah pengalaman berusahatani kedelai edamame.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran agar produktivitas kedelai edamame yang ditanam oleh petani mitra meningkat, petani perlu menambahkan jumlah benih yang digunakan per satuan luas lahan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja. Penambahan benih dan pengurangan tenaga kerja perlu dilakukan, karena berdasarkan hasil analisis efisiensi teknis dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier kedua variabel tersebut berpengaruh nyata.