Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional

(1)

ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT,

MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK

BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL

OLEH

AVY LUTHFIANDY H14070102

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

AVY LUTHFIANDY. Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).

Minyak merupakan salah satu jenis energi yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dunia. Pasar minyak yang besar dan infrastruktur yang memadai di hampir seluruh negara di dunia membuat permintaan akan energi minyak semakin meningkat. Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada tahun 2002-2010 meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8 % per tahun. Tingginya permintaan minyak dunia direspon oleh pasar dengan peningkatan harga. Minyak bumi yang merupakan sumber energi utama sebagai bahan bakar industri pun selalu terjadi peningkatan harga hampir tiap tahunnya.

Peningkatan harga yang sangat tinggi pada komoditi minyak bumi mengakibatkan konsumen untuk mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih murah. Salah satu alternatif yang banyak digunakan ialah minyak nabati. Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati adalah minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan konsumsi akan minyak nabati juga mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di India dan Cina (sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak) telah mendorong peningkatan terhadap konsumsi minyak nabati dunia. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif dan sebagai bahan baku industri menyebabkan peningkatan harga minyak nabati. Berdasarkan data UNCTAD (United Nation Conference On Trade And Development) dari tahun 2005 sampai tahun 2010 harga minyak nabati dunia cenderung mengalami peningkatan.

Minyak kelapa sawit (CPO), minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari memiliki peranan yang sama sebagai bahan baku biofuel membuat keempat minyak nabati ini saling bersubstitusi maupun berkomplementer. Suatu komoditas yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer akan membuat komoditas tersebut terintegrasi, sehingga perubahan harga pada salah satu komoditas akan mempengaruhi komoditas yang lain. Aspek transmisi harga dari suatu pasar antar komoditi yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer merupakan aspek yang penting untuk dikaji. Pengetahuan tentang keselarasan transmisi harga dalam suatu pasar merupakan indikator apakah suatu komoditi terintegrasi dengan komoditi lainnya dalam suatu pasar. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar dalam menghadapi perubahan harga sehingga dapat melakukan pengambilan keputusan secara tepat dan cepat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis mengenai kointegrasi harga minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari di pasar internasional.


(3)

Penelitian ini menggunakan variabel harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar internasional dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010. Data penelitian ini diperoleh dari USDA, UNCTAD, dan Canola Council of Canada. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Vector Autoregression (VAR) dan

Vector Error Correction Model (VECM). Analisis VECM digunakan untuk melihat apakah terdapat kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar internasional, sedangkan analisis VAR dengan menggunakan Granger Causality test dapat dilihat hubungan kausalitas antar variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara harga-harga tersebut terjadi hubungan kausalitas. Berdasarkan uji kausalitas Granger didapat bahwa antara harga minyak kanola dan minyak kelapa sawit terjadi kausalitas dua arah. Demikian pula antara harga minyak kanola dengan harga minyak bunga matahari dan harga minyak kelapa sawit dengan harga minyak kedelai juga terjadi hubungan kausalitas dua arah. Selain itu juga didapat bahwa harga minyak kedelai dipengaruhi oleh harga minyak bunga matahari sedangkan minyak bunga matahari dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit.

Berdasarkan hasil uji kointegrasi ditemukan bahwa diantara variabel harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari memilki hubungan kombinasi linier yang bersifat stasioner (kointegrasi). Adanya kointegrasi di dalam persamaan menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel tersebut. Hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa dalam jangka panjang minyak kedelai dan minyak bunga matahari berpengaruh terhadap minyak kelapa sawit sedangkan minyak kanola tidak signifikan berpengaruh. Selain itu dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak nabati yang memiliki pengaruh paling besar dalam mempengaruhi perubahan harga minyak nabati lainnya. Shock

yang terjadi pada minyak kelapa sawit akan memberikan dampak yang besar terhadap harga minyak nabati lainnya. Keragaman pada perubahan harga minyak nabati banyak dijelaskan oleh harga minyak kelapa sawit.

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu diantara harga minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari terdapat hubungan kointegrasi atau hubungan jangka panjang. kesimpulan lain yang didapat yaitu minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang paling berpengaruh dalam perubahan harga minyak nabati lainnya. Adapun saran yang dapat diajukan yaitu Indonesia dan Malaysia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar harus bekerjasama dalam mengatur supply minyak kelapa sawit ke pasar internasional agar dapat mempertahankan harga yang murah. Bagi pemerintah Indonesia diperlukan peningkatan daya tawar minyak kelapa sawit di tingkat dunia untuk meningkatkan pangsa pasar minyak kelapa sawit Indonesia. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengkaji hubungan kointegrasi harga minyak nabati dengan menggunakan jenis minyak nabati yang lebih banyak dan dengan periode yang lebih besar agar dapat menjelaskan hubungan kointegrasi harga minyak nabati dengan lebih jelas.


(4)

ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT,

MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK

BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL

OLEH

AVY LUTHFIANDY H14070102

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Avy Luthfiandy

NRP : H14070102

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL “ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT, MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2011

Avy Luthfiandy H14070102


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 1990. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Djoni Hasanudin dan Ibu Hendrina Sriyani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Duren Sawit 05 Pagi pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 195 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 50 Jakarta diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada Departemen Bisnis periode 2008-2009. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan-kepanitiaan yang dilaksanakan oleh organisasi-organisasi di kampus khususnya pada tingkat fakultas.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari serta menganalisis jenis minyak nabati yang paling berpengaruh terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya di pasar internasional.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan akan adanya penelitian lanjutan dari pembaca yang membangun ke arah penyempurnaan dengan tema ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan dan penghargaan kepada:

1. Orang tua saya yang tercinta Bapak Djoni Hasanudin dan Ibu Hendrina Sriyani, serta kakak-kakak saya Yogi Arsianto, Rio Estika Rianto, dan Dolly Indra Estika yang telah memberikan dukungan moral maupun materi serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Alla Asmara M.Si selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ranti Wiliasih M.Si selaku dosen penguji dari komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya.

6. Azizah Purwitasari yang selalu memberikan semangat, masukan, dan selalu menemani penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Yudi Aditya, Embang Maryana, M. Raffili sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 44 yang tak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan, masukan, semangat, dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.

9. Aditya Pradhana, Pria Sembada, dan Bagus Chandra, Rinaldy Putra, dan Agung Lukmana yang selalu memberikan dukungan, masukan dan sharing


(10)

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para civitas akademika pada khususnya dari masyarakat pada umumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2011

Avy Luthfiandy H14070102

                             


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 11

2.1 Teori Harga ... 11

2.2 Teori Permintaan ... 12

2.3 Teori Penawaran ... 15

2.4 Teori Integrasi Pasar ... 17

2.5 Teori Perdagangan Internasional ... 19

2.5.1 Teori Klasik ... 19

2.5.2 Teori Modern ... 21

2.6 Model Vector Autoregression (VAR) ... 21

2.6.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test) ... 24

2.6.2 Penetapan Tingkat lag Optimal ... 25

2.6.3 Kointegrasi ... 25

2.7 Model VECM (Vector Error Correction Model) ... 28

2.8 Penelitian Terdahulu ... 28

2.8.1 Penelitian Mengenai Kointegrasi Harga ... 28

2.8.2 Penelitian Mengenai Minyak Nabati ... 31

2.9 Kerangka Pemikiran ... 32

III. METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 42

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 42

3.2.1 Pengujian Praestimasi ... 43

3.2.1.1 Uji Stasioneritas Data ... 43

3.2.1.2 Pengujian Lag Optimal ... 45

3.2.1.3 Uji Kausalitas Granger ... 45

3.2.1.4 Uji Kointegrasi ... 46

3.2.2 Vector Error Correction Model (VECM) ... 48

3.3 Model Penelitian ... 49

IV. GAMBARAN UMUM ... 43

4.1 Perdagangan Minyak Nabati Dunia ... 43


(12)

4.3 Perkembangan Minyak Kedelai Dunia ... 46

4.4 Perkembangan Minyak Kanola Dunia ... 48

4.5 Perkembangan Minyak Bunga Matahari Dunia ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Pengujian Akar Unit (unit root test) ... 51

4.2 Pemilihan Tingkat Lag Optimum ... 52

4.3 Uji Stabilitas VAR ... 54

4.4 Uji Kausalitas Granger ... 54

4.5 Analisis Kointegrasi ... 56

4.6 Analisis Vector Error Correction Model (VECM) ... 58

4.7 Analisis Impuls Response ... 63

4.7.1 Respon Variabel PCPO Terhadap Shock Variabel Lainnya ... 63

4.7.2 Respon Variabel PCAN Terhadap Shock Variabel Lainnya ... 65

4.7.3 Respon Variabel PSOY Terhadap Shock Variabel Lainnya ... 66

4.7.4 Respon Variabel PSUN Terhadap Shock Variabel Lainnya ... 69

4.8 Analisis Variance Decomposition ... 72

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ... 83

         


(13)

 

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia

Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) ... 3

1.2 Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) ... 4

1.3 Volume Ekspor dan Impor Minyak Nabati DuniaTahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) ... 5

4.1 Hasil Pengujian Akar Unit Tingkat Level dan First Difference ... 52

4.2 Hasil Pengujian Lag Optimal ... 53

4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR ... 54

4.4 Hasil Granger Causality Test ... 55

4.5 Hasil Uji Kointegrasi Johanssen’s Trace Statistic ... 56

4.6 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang ... 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Perkembangan Harga Minyak Nabati Januari 2005 Hingga

Desember 2010 (dalam juta metrik ton) ... 7

2.1 Kerangka Pemikiran ... 34

2.2 Grafik Jumlah Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005- 2009 (dalam juta metrik ton) . ... 44

2.3 Grafik Jumlah Ekspor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005- 2009 (dalam juta metrik ton) ... 45

2.4 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 46

2.5 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kedelai DuniaTahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 47

2.6 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kanola Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 49

2.7 Grafik Pergerakan Harga Minyak Bunga Matahari Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 50

4.1 Hasil Impuls Response Function PCPO ... 64

4.2 Hasil Impuls Response Function PCAN ... 66

4.3 Hasil Impuls Response Function PSOY ... 68

4.4 Hasil Impuls Response Function PSUN ... 70

4.5 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kelapa Sawit ... 72

4.6 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kanola ... 74

4.7 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kedelai ... 75

4.8 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Bunga Matahari ... 76


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level ... 84

2. Uji Stasioneritas Pada Tingkat First Difference ... 85

3. Uji Optimum Lag ... 87

4. Uji Stabilitas VAR ... 87

5. Uji Kausalitas Granger ... 88

6. Uji Johansen Cointegration Test . ... 89

7. Estimasi VECM ... 90

8. Impulse Response Function (IRF) ... 92

9. Variance Decomposition . ... 96


(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan industrialisasi modern yang pesat saat ini memberikan dampak kepada semakin besarnya kebutuhan dunia akan energi. Kebutuhan energi sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin-mesin industri harus tersedia agar roda industrialisasi dapat terus berjalan. Menurut British Petroleum (BP)

Statistical Review of World of Energy 2008, dari tahun 1980-1990 telah terjadi peningkatan konsumsi energi primer dunia sebesar 22,18 persen dengan rata-rata peningkatan 2,04 persen per tahun, sedangkan pada tahun 1990-2000 konsumsi energi primer dunia meningkat sebesar 14,44% dengan rata-rata peningkatan 1,36% per tahun.

Minyak merupakan salah satu jenis energi yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dunia. Pasar minyak yang besar dan infrastruktur yang memadai di hampir seluruh negara di dunia membuat permintaan akan energi minyak semakin meningkat. Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada tahun 2002-2010 diperkirakan meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8 % per tahun. Tingginya permintaan minyak dunia direspon oleh pasar dengan peningkatan harga.

Minyak bumi merupakan bahan bakar yang paling banyak digunakan oleh hampir seluruh negara dunia. Permintaan terhadap minyak yang tinggi ini menyebabkan peningkatan harga minyak bumi dunia. Lonjakan harga yang tinggi ini mengakibatkan konsumen mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih


(17)

murah. Selain itu, adanya pembatasan produksi minyak bumi oleh OPEC dan beberapa negara produsen lainnya menyebabkan supply minyak bumi di pasar dunia menjadi menurun. Peningkatan harga dan pembatasan produksi minyak bumi ini membuat negara-negara konsumen minyak bumi mencari alternatif bahan bakar yang lebih murah selain minyak bumi. Salah satu alternatif yang banyak digunakan adalah dengan minyak nabati. Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati adalah minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil).

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan konsumsi akan minyak nabati juga mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di India dan Cina (sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak) telah mendorong peningkatan terhadap konsumsi minyak nabati dunia. Konsumsi minyak nabati Cina meningkat menjadi 75% dan India 45% dengan konsumsi minyak makannya dipasok dari impor (Depperin 2009). Tabel 1.1 menjelaskan perkembangan konsumsi minyak nabati dunia. Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang paling tinggi konsumsi per tahunnya dan menunjukan peningkatan kosumsi di tiap tahunnya dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 7,09 persen. Sementara minyak kanola meskipun konsumsi per tahunnya terkecil, namun memiliki pertumbuhan rata-rata terbesar yaitu sebesar 10.34% per tahunnya. Minyak kedelai memiliki tingkat konsumsi yang cukup besar tapi memiliki pertumbuhan yang kecil bahkan bernilai negatif yaitu sebesar -0.44% per tahun.


(18)

Tabel 1.1. Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton)

Jenis Minyak 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan rata-rata (%/tahun) minyak kelapa

sawit 27.21 27.29 32.05 34.53 35.52 7.09

minyak kedelai 9.84 10.57 10.88 9.06 9.48 -0.44

minyak kanola 1.65 2.03 1.91 2.42 2.36 10.34

minyak bunga

matahari 3.98 3.99 3.45 4.68 4.06 2.28

Sumber : Oilseeds & Products: World Market & Trade, USDA, 2010

Konsumsi minyak nabati dunia yang semakin meningkat merefleksikan terjadinya peningkatan permintaan dunia terhadap minyak nabati. Minyak nabati yang dikonsumsi umumnya digunakan untuk pembuatan margarin, minyak masak, dan lemak kompleks. Selain itu, beberapa minyak nabati dapat juga digunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan pembuat sabun dan untuk bahan bakar

biodiesel. Adanya isu tentang kelestarian lingkungan, membuat biodiesel menjadi bahan bakar alternatif utama yang banyak digunakan dunia. Peningkatan konsumsi biodiesel dunia ini memiliki konsekuensi semakin tingginya permintaan terhadap minyak nabati. Produksi biodiesel saat ini terkonsentrasi di Eropa dengan minyak rapeseed sebagai bahan baku utama, sedangkan di Brazil dan US, produksi biodiesel meningkat secara signifikan dengan menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku utama, dan di Malaysia produksi biodiesel

menggunakan bahan baku crude palm oil (CPO).

Produksi minyak nabati dunia sampai tahun 2009 masih didominasi oleh minyak kelapa sawit dan minyak kedelai. Tabel 1.2 menjelaskan bahwa produksi minyak nabati nabati dunia terbesar yaitu minyak kelapa sawit, kemudian minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari. Berdasarkan laju pertumbuhan produksi, minyak kanola mempunyai laju pertumbuhan yang


(19)

tertinggi, yaitu sebesar 6,45 persen berbeda jauh dengan minyak kedelai sebesar 2,36 persen yang memiliki produksi terbesar kedua setelah minyak kelapa sawit. Sumber minyak nabati lain yang mempunyai pertumbuhan cukup tinggi adalah minyak kelapa sawit sebesar 6,40 persen per tahun.

Tabel 1.2. Perkembangan Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton)

Jenis Minyak 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan rata-rata (%/tahun) minyak kelapa

sawit 35.83 37.23 40.94 43.41 45.88 6.40

minyak kanola 17.3 17.02 18.35 20.42 22.12 6.45

minyak kedelai 34.62 36.36 37.54 35.88 37.88 2.36 minyak bunga

matahari 10.58 10.61 9.92 11.82 11.31 2.15

Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA, 2010

Negara produsen minyak kedelai terbesar di dunia ialah US, Brazil, Argentina dengan pangsa pasar sebesar 62,3% dan Eropa sebesar 32,4% dari total produksi dunia. Adapun jumlah produksi masing-masing dari US sebesar 18,5%, Brazil 14,7%, dan Argentina 26,6%. Minyak kelapa sawit (CPO) negara produsen terbesarnya adalah Malaysia dan Indonesia dengan pangsa pasar 82,9% dari produksi dunia. Produksi CPO dari negara Malaysia adalah sebesar 63,5% sedangkan Indonesia menyumbang 15,3% dari produksi CPO dunia, sedangkan untuk minyak bunga matahari, US dan Eropa menjadi produsen minyak bunga matahari terbesar di dunia dengan produksi masing-masing 48,4 persen dan 35,6 persen dari total produksi dunia.

Dalam perdagangan internasional, sebelum tahun 1990-an, perdagangan minyak nabati dunia didominasi oleh minyak kedelai yang banyak diproduksi di kawasan Amerika Utara dan Selatan. Setelah tahun 1990-an, adanya perubahan iklim global mengakibatkan terjadinya kekeringan di negara pemasok minyak


(20)

kedelai terbesar dunia sehingga pasokan minyak kedelai di pasar dunia menjadi turun. Hal ini mengakibatkan perdagangan minyak nabati dunia beralih didominasi oleh minyak kelapa sawit (CPO) sebagai barang substitusi dari minyak kedelai yang banyak diproduksi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia.

Tabel 1.3. Volume Ekspor dan Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton)

Jenis Minyak Impor ekspor

2005 2009 2005 2009 minyak kelapa sawit 26.45 34.54 27.21 35.52

minyak kanola 1.47 2.34 1.65 2.36

minyak kedelai 9.09 9.14 9.84 9.48

minyak bunga matahari 3.23 3.55 3.98 4.06

Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA, 2010

Berdasarkan Tabel 1.3 dapat kita lihat bahwa minyak kelapa sawit (CPO) memegang peranan utama dalam perdagangan minyak nabati dunia. Hal ini terlihat dari volume ekspor dan impor minyak kelapa sawit yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada sisi impor sebesar 26,45 juta ton pada tahun 2005 dan 34,54 juta ton pada tahun 2009. Berdasarkan Tabel 1.3 juga dapat dilihat bahwa dari sisi ekspor, minyak kelapa sawit memiliki nilai ekspor ke dunia sebesar 27,21 juta ton pada tahun 2005 dan 35,52 juta ton pada tahun 2009. Minyak yang memiliki volume ekspor dan impor tertinggi kedua ialah minyak kedelai dengan jumlah impor pada tahun 2005 dan 2009 masing-masing sebesar 9,09 dan 9,14 juta ton dan ekspornya masing-masing pada tahun 2005 dan 2009 yaitu sebesar 9,84 dan 9,48 juta ton. Adapun minyak yang lain tidak memiliki peran dominan dalam perdagangan minyak nabati dunia.


(21)

1.2Perumusan Masalah

Peningkatan harga minyak bumi dunia dan krisis energi yang terjadi memberikan dampak kepada meningkatnya konsumsi minyak nabati dunia. Minyak nabati yang memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi menjadi salah satu alasan banyaknya negara-negara yang menggunakan minyak nabati. Selain sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan bakar biofuel

yang ramah lingkungan, minyak nabati juga merupakan sumber energi penting dalam perindustrian dunia. Pentingnya minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif yang banyak dikonsumsi oleh negara-negara di dunia membuat permintaan minyak nabati ini semakin meningkat.

Berdasarkan data UNCTAD (United Nation Conference On Trade And Development) dari tahun 2005 sampai tahun 2010 harga minyak nabati dunia cenderung mengalami peningkatan, meskipun sempat mengalami fluktuasi pada tahun 2008 namun pada tahun lainnya harga miyak nabati mengalami kenaikan. Fluktuasi tertinggi terjadi pada harga minyak bunga matahari pada tahun 2008 dimana pada bulan Juni harganya naik mencapai USD 2045 per ton lalu terjadi penurunan secara drastis hingga pada bulan desember menjadi USD 759 per ton. Selain itu, kenaikan dan penurunan harga minyak nabati lainnya juga terjadi pada tahun 2008 dimana terjadi kenaikan harga hingga pertengahan tahun lalu menurun hingga akhir tahun. Penurunan yang cukup tinggi pada tahun 2008 ini dikarenakan turunnya harga minyak bumi dunia secara tajam sehingga beberapa negara dunia khususnya Eropa mengalihkan kembali bahan bakar yang digunakan dari biofuel


(22)

permintaan dunia akan minyak nabati menjadi rendah dan harganya pun menjadi turun. Perkembangan harga minyak nabati dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Sumber : USDA, 2010

Gambar 1.1. Perkembangan Harga Minyak Nabati Januari 2005 Hingga Desember 2010 (dalam juta metrik ton)

Kesamaan kegunaan diantara minyak kelapa sawit (CPO), minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari sebagai bahan baku biofuel membuat keempat minyak nabati ini saling bersubstitusi maupun berkomplementer. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Librero (1971) yang meneliti tentang permintaan internasional terhadap minyak kelapa Filipina, dalam penelitiannya disimpulkan bahwa minyak kelapa bersubstitusi dengan minyak kelapa sawit dan berkomplementer dengan minyak kedelai. Selain itu dalam penelitian yang lain juga disebutkan bahwa komoditas minyak nabati memiliki hubungan yang bersubstitusi dan komplementer. Suatu komoditas yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer akan membuat komoditas tersebut terintegrasi, sehingga perubahan harga pada salah satu komoditas akan mempengaruhi komoditas yang lain.

Aspek transmisi harga dari suatu pasar antar komoditi yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer merupakan aspek yang penting untuk

0 500 1000 1500 2000 2500 Jan2005 Apr200 5 Jul 2005 Oct 2005 Jan2006 Apr200 6 Jul 2006 Oct 2006 Jan2007 Apr200 7 Jul 2007 Oct 2007 Jan2008 Apr200 8 Jul 2008 Oct 2008 Jan2009 Apr200 9 Jul 2009 Oct 2009 Jan2010 Apr201 0 Jul 2010 Oct 2010 Soybean Oil Sunflower Oil Palm Oil Canola Oil


(23)

dikaji. Hal ini dilakukan karena aspek ini dapat memberikan informasi yang berharga mengenai tingkat integrasi dan akan mengarah kepada efesiensi pasar. Pengetahuan tentang keselarasan transmisi harga dalam suatu pasar merupakan indikator apakah suatu komoditi terintegrasi dengan komoditi lainnya dalam suatu pasar. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar dalam menghadapi perubahan harga sehingga dapat melakukan pengambilan keputusan secara tepat dan cepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui apakah keadaan harga suatu komoditi bergerak selaras dengan komoditi lain yang merupakan barang substitusinya ataupun komplementer di pasar dunia.

Berdasarkan uraian di atas beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan kointegrasi harga diantara minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari dunia ?

2. Variabel minyak nabati manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya ?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.

2. Menganalisis minyak nabati mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya.


(24)

1.4Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain, seperti :

1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.

2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan harga minyak nabati dunia.

3. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kointegrasi minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perdagangan internasional komoditas minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari. Alasan pemilihan komoditas tersebut adalah peranannya sebagai sumber bahan bakar alternatif minyak bumi yang banyak digunakan di berbagai negara di dunia. Variabel yang diteliti adalah harga rata-rata bulanan komoditas tersebut di pasar dunia dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010.

Penelitian ini hanya menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar dunia tapi tidak di pasar domestik dan menganalisis komoditas


(25)

minyak nabati manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya. Selain itu dalam penelitian ini hanya mengkaji faktor harga.

                 


(26)

II.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Teori Harga

Dalam perekonomian pasar, harga merupakan tanda atau sinyal yang mengarahkan keputusan ekonomi dalam melakukan alokasi terhadap sumber daya yang langka. Jadi, jika terjadi fluktuasi harga di suatu pasar dan dapat segera ditangkap oleh pasar lain maka perubahan tersebut dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan harga bagi produsen. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai: 1) Pemberi informasi tentang jumlah komoditas yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh keuntungan maksimum dan 2) Penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum (Nicholson, 2002). Untuk setiap barang dalam perekonomian, harga barang memberikan jaminan bahwa penawaran dan permintaan berada dalam keseimbangan.

Harga suatu komoditas di pasar ditentukan oleh kurva permintaan dan kurva penawaran komoditi tersebut yang saling berpotongan. Pada kondisi tersebut kuantitas barang yang diminta oleh pembeli sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual sehingga tercapai kondisi keseimbangan harga pasar (equilibrium price). Sementara itu, jika terjadi kondisi dimana kuantitas barang yang diminta oleh pembeli tidak sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual maka harga yang terjadi pada kondisi tersebut disebut dengan harga disekuilibrium. Adanya kelebihan permintaan atau penawaran yang terjadi di pasar akan menyebabkan keadaan disekuilibrium dan harga akan terus berubah sampai kembali ke titik ekuilibrium. Kondisi tersebut dapat terjadi karena adanya


(27)

kelebihan permintaan yang mendorong harga untuk naik atau kelebihan penawaran yang menyebabkan harga menjadi turun (Lipsey et al, 1997).

Berkaitan dengan peningkatan harga minyak dunia, menurut Helbling et al. (2008) selain karena faktor spesifik dari setiap komoditas, yaitu resiko geopolitik, kondisi iklim dan cuaca serta gagal panen, peningkatan harga suatu komoditas juga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada peningkatan harga komoditas adalah sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi telah mendorong permintaan akan berbagai komoditas, 2) Biofuel telah mendorong permintaan akan berbagai tanaman pangan yang dapat dikonversi menjadi biofuel, 3) Respon penawaran yang lambat, 4) Keterkaitan di antara berbagai komoditas, dan 5) Tingkat suku bunga yang rendah dan depresiasi nilai US Dollar.

2.2 Teori Permintaan

Permintaan pasar untuk suatu komoditi adalah kuantitas total permintaan barang tersebut oleh seluruh pembeli potensial. Permintaan pasar atau permintaan agregat atas suatu komoditi menunjukkan jumlah alternatif dari komoditi yang diminta per periode waktu, pada berbagai harga alternatif, oleh semua individu di dalam pasar. Jadi, permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan permintaan individu, dan selanjutnya pada jumlah pembeli komoditi tersebut di pasar. Halcrow dalam Widyasari (2010) menyebutkan faktor-faktor determinan non harga yang mempengaruhi permintaan, antara lain :


(28)

1. Perubahan Selera Konsumen

Perubahan selera konsumen terhadap suatu komoditi dapat terjadi karena adanya advertensi, informasi baru atau tipe produk baru sehingga menyebabkan jumlah yang diminta lebih banyak dibanding jumlah yang diminta sebelumnya pada masing-masing harga atau terjadi kenaikan permintaan. Perubahan selera konsumen terhadap suatu komoditi juga dapat menurunkan jumlah permintaan dibanding dengan permintaan sebelumnya pada masing-masing-masing harga. 2. Pendapatan

Kenaikan pendapatan akan meningkatkan permintaan suatu komoditas. Jika rumah tangga menerima pendapatan rata-rata yang lebih besar, maka rumah tangga akan membeli lebih banyak komoditi tersebut pada tingkat harga yang sama. Komoditas yang mempunyai hubungan secara langsung dengan jumlah pendapatan disebut dengan barang normal atau barang superior. Barang-barang yang mempunyai hubungan terbalik dengan perubahan pendapatan disebut barang-barang inferior.

3. Jumlah Penduduk

Pertumbuhan populasi penduduk pada umumnya merupakan dasar kenaikan permintaan suatu komoditas. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu daerah maka permintaan terhadap suatu komoditi untuk memebuhi kebutuhan menjadi semakin meningkat. Jika pendapatan perkapita rumah tangga tetap, maka kenaikan jumlah penduduk yang besar akan menyebabkan kenaikan permintaan bahan makanan secara agregat.


(29)

4. Harga Barang Lain

Jumlah permintaan terhadap suatu komoditas tertentu akan mengalami kenaikan atau penurunan akibat perubahan harga barang-barang lain yang merupakan barang substitusi maupun barang komplementernya. Pada kasus barang lain merupakan substitusi, kenaikan harga pada barang lain akan meningkatkan jumlah barang yang diminta untuk barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan menurunkan jumlah barang yang diminta untuk barang tersebut. Sedangkan pada kasus barang lain merupakan barang komplementer, kenaikan harga pada barang lain akan menurunkan jumlah barang yang diminta pada barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan meningkatkan jumlah barang yang diminta pada barang tersebut.

5. Ekspektasi Harga dan Pendapatan di Masa yang Akan Datang

Adanya ekspektasi harga yang lebih tinggi di masa yang akan datang menyebabkan konsumen meningkatkan permintaannya. Hal ini dikarenakan dengan ekspektasi harga yang lebih tinggi menyebabkan rumah tangga meningkatkan konsumsinya karena mengharapkan terjadinya peningkatan pendapatan di masa yang akan datang. Seringkali perubahan harga dan pendapatan tersebut bekerja sama sehingga memungkinkan rumah tangga untuk meningkatkan pembelian sehingga terjadi kenaikkan permintaan terhadap suatu komoditi. Sebaliknya ekspektasi harga yang lebih rendah cenderung menurunkan permintaan saat ini.

Kurva permintaan melihat hubungan jumlah barang yang diminta hanya sebagai fungsi harganya dan menganggap variabel lainnya adalah tetap (ceteris paribus). Kurva permintaan mempunyai slop yang negatif dari kiri atas ke kanan


(30)

bawah, dimana jika terjadi penurunan harga akan menambah jumlah komoditi yang diminta. Perubahan harga barang yang diminta terhadap jumlahnya digambarkan sebagai pergerakan sepanjang kurva permintaan. Sedangkan perubahan variabel lain seperti harga barang lain, pendapatan, dan selera digambarka sebagai pergeseran kurva permintaan. Penawaran pasar komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu dan, seterusnya, pada jumlah produsen dalam pasar.

2.3 Teori Penawaran

Penawaran adalah jumlah produk yang mampu dan bersedia untuk dijual oleh produsen dengan harga tertentu. Semakin tinggi harga maka semakin banyak produk yang bersedia ditawarkan oleh produsen. Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi memberikan jumlah alternatif dari penawaran komoditi dalam periode waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen komoditi tersebut dalam pasar. Mankiw (2000) mengemukakan beberapa faktor yang menentukan jumlah kuantitas barang yang dijual yaitu:

1. Harga Barang Tersebut

Sesuai dengan hukum penawaran, jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen berhubungan positif dengan harga barang tersebut (ceteris paribus). Ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah barang yang ditawarkan juga akan meningkat dan sebaliknya jika harga suatu barang turun makan jumlah barang yang ditawarkan juga akan menurun.


(31)

2. Harga input

Jika harga barang yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut naik maka keuntungan yang diperoleh oleh produsen tersebut akan menurun, sehingga produsen akan menawarkan barang tersebut dengan jumlah yang lebih sedikit. Jadi, jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen memiliki hubungan negatif terhadap harga input untuk membuat barang tersebut.

3. Teknologi

Teknologi yang digunakan untuk memproses input menjadi suatu barang merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah barang yang akan ditawarkan. Adanya teknologi baru dapat meminimumkan biaya produksi, sehingga akan meningkatkan keuntungan produsen. Oleh karena itu, penurunan biaya produksi dan perkembangan teknologi akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen.

4. Ekspektasi Harga di Masa Depan

Jumlah barang yang ditawarkan suatu produsen juga bergantung pada ekspektasi terhadap masa depan. Jika produsen berharap bahwa di masa depan harga barang tersebut akan meningkat, maka produsen tersebut akan menyimpan sejumlah barangnya yang diproduksi saat ini dan mengurangi penawaran barang tersebut pada saat ini untuk ditawarkan di masa yang akan datang.

Menurut Djojodipuro (1991) kurva penawaran menunjukkan berbagai jumlah barang yang seorang penjual bersedia menawarkan dengan berbagai harga,

ceteris paribus. Dalam keadaan ini, maka kurva tersebut naik dari kiri bawah ke kanan atas. Berdasarkan segi jumlah, kurva penawaran menunjukkan harga minimum yang mendorong penjual untuk menjual dalam berbagai jumlah. Penjual


(32)

mau menerima harga yang lebih tinggi untuk jumlah tertentu tapi tidak lebih rendah.

Sugiarto et al. (2007) berpendapat bahwa analisis permintaan dan penawaran merupakan alat yang penting untuk: 1) memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi seperti teknologi, selera konsumen, harga komoditas lain, dan harga faktor produksi, 2) Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam menghasilkan harga dan kuantitas suatu komoditas, 3) Menunjukkan kebebasan yang diberikan pasar kepada konsumen dan produsen, 4) Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar, seperti pengendalian harga, kuota, pajak subsidi, dan lain-lain.

2.4 Teori Integrasi Pasar

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pasar yaitu adalah dengan melakukan analisis integrasi pasar. Melalui analisis integrasi pasar kita dapat mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat. Pasar yang terintegrasi akan membentuk harga kesetimbangan yang berkaitan secara langsung (Aji, 2010).

Menurut Goletti dan Minot (2000), definisi dari integrasi pasar adalah kondisi yang dihasilkan akibat tindakan pelaku pemasaran serta lingkungan pemasaran yang mendukung terjadinya perdagangan meliputi infrastruktur pemasaran dan kebijakan pemerintah, sehingga menyebabkan harga di suatu pasar ditransformasikan ke pasar lainnya. Adanya informasi pasar yang mendukung


(33)

menyebabkan perubahan yang terjadi di suatu pasar seperti adanya perubahan harga akan ditransmisikan ke pasar lain dengan perubahan harga. Hal ini dapat digunakan oleh produsen sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan hubungan pasar yang dianalisis, integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu integrasi pasar horizontal (spasial) dan integrasi vertikal. integrasi horizontal (spasial) merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara suatu pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial memiliki konsep bahwa pasar-pasar yang terpisah secara geografis memiliki keterkaitan harga dimana harga yang terjadi merupakan pengaruh dari harga di pasar lain yang saling berinteraksi. Dua pasar dapat dikatakan terintegrasi secara spasial jika diantara lokasi pasar terjadi perdagangan dan harga pada daerah importir sama dengan harga pada daerah eksportir ditambah dengan biaya transportasi dan biaya transfer lainnya. Menurut Campenhout (2005) pasar dikatakan terintegrasi jika dihubungkan oleh sebuah proses arbitrase. Jika perbedaan harga antara dua pasar lebih rendah dari biaya transaksi, maka seorang produsen akan berfikir untuk menghentikan perdagangan.

Integrasi pasar vertikal adalah tingkat keeratan hubungan antara pasar produsen dengan pasar pedagang atau ritel. Pasar produsen adalah pasar dimana penawaran produsen berinteraksi dengan permintaan dari pedagang. Sedangkan pasar ritel adalah pasar yang merupakan bertemunya permintaan konsumen akhir dengan penawaran dari pedagang. Suatu pasar dikatakan terintegrasi vertikal jika harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan ke lembaga pemasaran lain dalam satu rantai pemasaran (Hendriany, 2007).


(34)

Integrasi pasar vertikal menunjukkan perubahan harga di suatu pasar akan direfleksikan pada perubahan harga di pasar lain secara vertikal dalam produk yang sama (Suparmin, 2005). Pada pasar yang terintegrasi secara vertikal, intervensi pada suatu pasar akan berdampak nyata terhadap pasar lainnya, atau sebaliknya pada pasar yang tidak terintegrasi vertikal intervensi pada suatu pasar tidak akan berpengaruh nyata terhadap pasar lainnya.

2.5 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain yang mencakup barang maupun jasa. Adapun subyek yang dimaksud adalah penduduk, perusahaan ekspor dan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000). Teori perdagangan internasional merupakan teori yang mencoba mmengapa sebuah negara menginginkan untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan negara lain. Pada dasarnya terdapat dua teori yang menerangkan timbulnya teori perdagangan internasional.

2.5.1 Teori Klasik

Teori klasik menjelaskan bahwa satu-satunya faktor produksi yang berdiri sendiri adalah tenaga kerja, sedangkan kapital tidak. Maksudnya adalah kedua faktor tersebut tidak dapat disubstitusikan. Jika terjadi penambahan kapital namun tenaga kerja tetap maka volume produksi tidak akan mengalami perubahan. Jadi, sifat hubungan antar kedua faktor tersebut adalah komplementer.


(35)

1) Teori Absolute Adventage

Teori keunggulan absolut ini dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya perdagangan akan meningkatkan kemakmuran melalui mekanisme perdagangan bebas dengan melakukan spesialisasi oleh para pelaku ekonomi agar mencapai efisiensi. Setiap negara yang melakukan perdagangan internasional akann melakukan spesialisasi terhadap barang tertentu yang di negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute adventage) untuk diproduksi dan diekspor ke negara lain, serta melakukan impor terhadap barang yang di negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak (absolute adventge). Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu barang jika negara tersebut dapat memproduksinya dengan efisien atau lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Sebaliknya suatu negara akan mengimpor suatu barang jika negara tersebut tidak dapat memproduksinya dengan efisien atau lebih murah dibanding dengan negara lain 2) Teori Comparative Adventage

Teori keunggulan komparatif dikemukakan oleh David Ricardo dan dikenal dengan model Ricardian. Teori ini didasarkan pada nilai tenaga kerja yaitu harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hady, 2001) dalam Aji (2010). David Ricardo mengemukakan bahwa meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi beberapa jenis komoditas jika dibandingkan dengan negara lain namun negara tersebut masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan selama rasio harga antar negara berbeda jika dibandingkan dengan tidak terjadi perdagangan. Konsep penting dalam model ini adalah adanya perbedaan sumber daya dan teknologi yang dimiliki oleh setiap negara yang


(36)

melakukan perdagangan sehingga dapat menciptakan keunggulan bagi negara-negara tersebut. Suatu negara-negara dikatakan mempunyai keungulan komparatif dalam memproduksi suatu komoditas jika biaya pengorbanannya (opportunity cost) dalam memproduksi barang tersebut lebih rendah dari negara lainnya (Krugman dan Obstfeld 2000).

2.5.2 Teori Modern

Heckscher-Ohlin mengemukakan bahwa perdagangan internasional tidak banyak berbeda dan hanya merupakan kelanjutan dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak pada masalah jarak. Atas dasar ini Ohlin mengemukakan anggapan bahwa dalam perdagangan internasional ongkos transport dapat diabaikan. Selain itu Heckscher-Ohlin juga mengemukakan bahwa komoditas yang diperdagangkan antar negara tidak didasarkan atas keuntungan alami seperti yang dikemukakan oleh Adam Smith tapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan komoditas tersebut. Jadi, suatu negara sebaiknya mengekspor komoditas yang menggunakan faktor produksi yang melimpah dan mengimpor komoditas yang memrlukan faktor produksi yang langka di negaranya.

2.6 Model Vector Autoregression (VAR)

Model VAR pertama kali dikemukakan oleh Sims (1980) sebagai jawaban atas permasalahan proses estimasi dan inferensi karena keberadaan variabel endogen di kedua sisi persamaan (endogenitas variabel di sisi dependen dan independen), sedangkan teori ekonomi sebagai dasar pembentukan persamaan


(37)

simultan tidak cukup dalam menyediakan spesifikasi yang tepat atas hubungan dinamis antar variabel. Berdasarkan penjelasan di atas VAR merupakan metode lebih lanjut dari sistem persamaan simultan yang setiap variabelnya dianggap simetris karena sulit untuk menentukan secara pasti apakah suatu variabel bersifat endogen atau eksogen.

Vector Autoregression (VAR) adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag

(lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain dari peubah tak bebas (dependent) yang ada dalam persamaan. Hal ini berarti peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag dari peubah tak bebas (dependent) yang ada dalam sistem persamaan. Secara umum, VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu t dapat dimodelkan sebagai berikut :

ε (2.1)

Dimana :

Yt = Vektor peubah tak bebas ( , , , ,, ) Ao = Vektor intersep berukuran n x 1

A1 = Matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1,2,3,…,p

εt = Vektor sisaan (ε1,t ,…, εn,t ) berukuran n x 1

Hubungan kausalitas antar variabel di dalam sistem pesamaan multivariat lebih rumit dibandingkan pada bivariat. Hsiao dalam Anugerah (2005) menggunakan contoh tiga variabel (X,Y,Z) untuk memberikan definisi hubungan kausalitas diantara ketiga varibel, maka berikut ini susunan variabel yang dimasukkan dalam matriks guna mempermudah analisa hubungan antar variabel tersebut dalam persamaan (2.8) sebagai berikut:


(38)

= + (2.2)

Secara rinci teorima pola hubungan antara variabel dalam sistem variabel berdasarkan nilai dalam aij sebagai berikut:

1. Bila variabel X tidak mempengaruhi Z, maka syaratnya adalah : a32(L) = 0 2. Bila variabel X mempengaruhi Z, maka syaratnya adalah : a32(L) ≠ 0

3. Hubungan timbal balik antara variabel X dan Z, bila : a32(L) ≠ 0 dan a23(L) ≠ 0

4. Hubungan tidak langsung dari variabel X dan Z melalui Y, syaratnya adalah : a32(L) = 0 ; a31(L) ≠ 0 ; a12(L) ≠ 0

5. Hubungan palsu jenis 1 dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi : a21(L) = 0 ; a32(L) ≠ 0, untuk semua panjang lag

6. Hubungan palsu jenis II dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi : a32(L) = 0 ; a12(L) = 0, untuk semua panjang lag k dan a31(L) ≠ 0 ; a21(L) ≠ 0, untuk semua panjang lag k

Salah satu syarat dalam analisis VAR adalah data harus stasioner. Kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ada tidaknya akar unit dalam variabel dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Data yang stasioner penting dalam pengolahan data VAR agar tidak menimbulkan hasil persamaan regresi yang spurious, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik namun pada kenyataannya tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut, sehingga dapat menghasilkan kesalahan pengambilan keputusan dalam Parasmala (2005).


(39)

2.6.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Stasioneritas data merupakan permasalahan utama yang biasa dihadapi dalam penelitian yang menggunakan data time series. Uji akar unit merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mengetahui data tersebut stasioner atau tidak. Suatu deret waktu dikatakan stasioner jika data tersebut menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data atau secara kasar data tersebut harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan spurious regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan hasil dari regresi tersebut (Enders, 2004).

Keberadaan stasioneritas dalam data dapat diukur dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Hipotesis yang diuji dalam uji ADF ini adalah apakah = 0 (data bersifat tidak stasioner) dengan hipotesis alternative < 0 (data bersifat stasioner). Nilai diduga melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t. Statistik uji dapat dituliskan sebagai berikut :

thit = / (2.3)

dimana :

= nilai dugaan

= simpangan baku dari

Jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai kritis dalam tebel Dickey Fuller, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhdap hipotesis alternatifnya yang berarti bahwa data tersebut bersifat stasioner. Bila


(40)

berdasarkan uji ADF diketahui bahwa suatu data time series tidak stasioner maka salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan difference non stationary processes.

2.6.2 Penetapan Tingkat lag Optimal

Enders, 2004 berpendapat bahwa untuk menetapkan tingkat lag yang optimal menggunakan kriteria informasi Akaike Information Criteria (AIC) dan

Schwarz Criteria (SC). Pada awalnya AIC dan SC dipergunakan sebagai alternatif uji goodness of fit atau pengganti R2 (coefficient determination), sehingga R2 bukan satu-satunya indikator validitas sebuah model ekonomi. Perkembangan selanjutnya AIC dan SC dapat digunakan untuk menetapkan tingkat lag yang optimal.

Penetapan tingkat lag yang optimal dapat ditetapkan dengan cara mengestimasi model VAR tersebut dengan tingkat lag yang berbeda-beda, lalu dibandingkan dengan nilai AIC dan SC-nya. Penetapan lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria terendah dari nilai AIC dan SC.

2.6.3 Kointegrasi

Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Secara umum, bila terdapat dua variabel-variabel time series

yang masing-masing merupakan variabel yang tidak stasioner namun bila kombinasi linier dari dua variabel tersebut merupakan time series yang stasioner maka kedua time series tersebut dikatakan berkointegrasi. Uji kointegrasi dapat dijadikan dasar penentuan estimasi yang digunakan memiliki keseimbangan


(41)

jangka panjang atau tidak. Apabila persamaan estimasi lolos dari uji ini maka persamaan estimasi tersebut memiliki keseimbangan jangka panjang (Gujarati,2004).

Konsep keseimbangan dalam kointegrasi berbeda dengan keseimbangan dalam teori ekonomi. Pada teori ekonomi, keseimbangan adalah nilai transaksi yang diinginkan sama dengan nilai aktualnya. Sedangkan pada kointegrasi, kesimbangan dalam jangka panjang merupakan hubungan jangka panjang dari peubah-peubah non stasioner (Ulama, 2002).

Konsep kointegrasi pertamakali dikenalkan oleh Engle-Granger (1987), dimana analisis formalnya dimulai dengan mendasarkan pada himpunan peubah (variabel) ekonomi yang berada pada keseimbangan jangka panjang. Penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang disebut galat (error) ekuilibrium (et), sehingga et = βxt dimana et pada kondisi stasioner. Menurut Engle-Granger komponen suatu vector xt = (x1t, x2t, … , xnt) dikatakan berkointegrasi ordo (d,b) dan dinyatakan dengan CI (d,b), jika :

1. Semua komponen dari xt adalah berintegrasi ordo d

2. Terdapat vektor β = (β1, β2, … , βn) sehingga kombinasi linear βxt = β1x1t + β2x2

+ … + βnx adalah berintegrasi orde d-b, dimana b > 0 dan β disebut vektor kointegrasi.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi model kointegrasi, antara lain :

1. Kointegrasi mengacu pada kombinasi linear dari peubah non stasioner. Secara teoritis, sangat tidak mungkin terdapat hubungan jangka panjang yang non linear diantara peubah-peubah yang terintegrasi.


(42)

2. Semua peubah harus mempunyai ordo integrasi yang sama namun tidak berarti peubah dengan integrasi sama adalah kointegrasi. Jika peubah yang ordo integrasinya tidak sama maka peubah tersebut tidak dapat berkointegrasi.

3. Jika komponen xt ada sebanyak n komponen yang tidak stasioner, maka vektor kointegrasi tak bebas yang linear yang ada paling banyak adalah sebesar n-1.

4. Pada literatur-literatur kointegrasi, pada umumnya difokuskan pada peubah-peubah yang mempunyai satu unit root.

Metodologi Engle-Granger adalah metode yang umumnya digunakan dalam menguji kointegrasi. Namun menurut Enders (2004), meskipun metode ini mudah digunakan tapi memiliki beberapa kekurangan, yaitu :

1. Metode tersebut tidak mempunyai prosedur yang sistematik untuk mengestimasi vector kointegrasi pengali (multiple cointegration) secara terpisah.

2. Estimasi keseimbangan jangka panjang memerlukan peneliti untuk menempatkan satu variabel di sebelah kiri persamaan dan menggunakan variabel lainnya sebagai pengregresi.

3. Prosedur Engle-Granger memerlukan dua langkah estimasi. Langkah pertama untuk menghasilkan residual series (e1) dan langkah kedua untuk mengestimasi regresi dengan menggunakan error yang dihasilkan pada estimasi langkah pertama. Jadi koefesien a1 diperoleh dengan mengestimasi regresi yang menggunakan residual-residual dari regresi yang lain. Oleh


(43)

karena itu, setiap eror yang dimasukan peneliti dalam langkah pertama akan diteruskan pada langkah kedua.

Metode lain yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi selain metode Engle-Granger salah satunya adalah metode Johansen Cointegration Test. Metode ini dapat mengatasi permasalahan yang terdapat pada metode Engle-Granger.

2.7 Model VECM (Vector Error Correction Model)

Vector Error Correction Model (VECM) merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena adanya data yang tidak stasioner tapi terkointegrasi. VECM memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Oleh karena itu VECM sering disebut sebagai VAR untuk data yang nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.

2.8 Penelitian Terdahulu

2.8.1 Penelitian Mengenai Kointegrasi Harga

Widyasari (2010) dalam penelitiannya membahas tentang analisis kointegrasi harga beberapa komoditas pangan utama di pulau Sumatera dan Jawa pasca krisis ekonomi. Peneliti melihat bahwa sentra produksi beberapa jenis tanaman pangan di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Perbedaan jumlah produksi antar propinsi akan menyebabkan terjadinya arus perdagangan antar propinsi dan antar pulau sehingga terjadi suatu hubungan kointegrasi harga antar pasar propinsi yang melakukan perdagangan. Pengetahuan akan transmisi keselarasan transmisi harga yang merupakan indikator integrasi pasar dapat


(44)

digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menganalisis kointegrasi harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat berdasarkan provinsi-provinsi yang terdapat di pulau Sumatera dan Jawa. Adapun variabel yang digunakan adalah harga jagung, kacang tanah, dan ketea rambat di tingkat produsen dan konsumen dengan menggunakan model analisis VAR (Vector Autoregression) dan VECM (Vector Error Correction Model).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti menyimpulkan dari hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi antar variabel-variabel harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat di tingkat produsen dan konsumen, baik di pulau Sumatera maupun pulau Jawa. Artinya dalam jangka panjang terjadi transmisi harga di tingkat produsen dan konsumen antar provinsi dan terjadi penguasaan informasi harga yang cukup sempurna baik oleh produsen maupun konsumen. Sedangkan dari hasil uji kausalitas disimpulkan bahwa tidak terdapat salah satu variabel harga yang memiliki hubungan kausalitas dengan seluruh variabel harga lain. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat pemimpin harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat di tigkat produsen dan konsumen.

Trisna (2006) menganalisis kointegrasi harga sayuran penting berdasarkan wilayah serta membahas kointegrasi harga sayuran penting di tingkat produsen dan konsumen dan juga membahas apakah terdapat pemimpin harga sayuran penting di tingkat produsen dan konsumen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan untuk analisis keterkaitan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan metode analisis VAR (Vector Auturegression) dan VECM (Vector Error Correction Model) serta Granger


(45)

Causality Test untuk menganalisis apakah terdapat pemimpin harga di tingkat produsen dan konsumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan uji kointegrasi didapat bahwa terdapat kointegrasi harga cabai merah tingkat produsen dan kointegrasi harga bawang merah tingkat produsen. Selain itu, hasil uji kointegrasi harga di tingkat konsumen menunjukkan bahwa terdapat kointegasi harga cabai merah, bawang merah, kentang, dan kubis tingkat konsumen. Pada uji kausalitas multivariat pada harga keempat sayuran pentig di tingkat produsen dan konsumen, menunjukkan bahwa tidak terdapat salah satu variabel harga yang memiliki hubungan kausalitas dengan seluruh variabel harga yang lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pemimpin harga cabai merah, bawang merah, kentang dan kubis di tingkat produsen dan konsumen.

Widyanti (2007) dalam penelitiannya mengenai analisis integrasi pasar CPO dunia dengan pasar CPO , minyak goreng, dan TBS domestik serta pengaruh tarif ekspor CPO dan harga BBM dunia menunjukkan bahwa pasar CPO dunia terintegrasi dengan pasar CPO, minyak goreng, dan TBS domestik. Pasar CPO dunia berperan sebagai penentu harga, sedangkan pasar-pasar domestic berperan sebagai pengikut harga. Pada pasar domestik, terjadi integrasi pasar antara pasar CPO dengan pasar TBS domestik dimana pasar CPO domestik adalah penentu harga bagi pasar TBS domestik. Tarif ekspor CPO yang diterapka pemerintah ternyata tidak berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi. Harga BBM dunia berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi. Artinya, Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia memiliki peluang yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan industri biodiesel di pasar dunia.


(46)

2.8.2 Penelitian Mengenai Minyak Nabati

Arianto, Daryanto, Arifin, dan Nuryartono (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Harga Minyak Sawit, Tinjauan Kointegrasi Minyak Nabati Dengan Minyak Bumi” mencoba menganalisis keterkaitan jangka panjang di antara berbagai jenis minyak nabati utama, yaitu minyak sawit, minyak kedelai, dan minyak rapa. Selain itu dalam penelitian ini juga dikaji tentang keterkaitan minyak nabati terhadap minyak bumi karena adanya perkembangan bahan bakar

biofuel yang menggunakan bahan baku minyak nabati. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model VECM dan data yang digunakan adalah data bulanan periode 1980-2008. Adapun variabel yang digunakan adalah harga minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak rapa, dan minyak bumi. Untuk mengetahui dinamika yang terjadi, penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pada periode sebelum peningkatan harga komoditas (1980-2003) dan pada periode peningkatan harga komoditas (2004-2008).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya kointegrasi jangka panjang di antara minyak nabati dan minyak bumi serta ditemukan bahwa minyak bumi memberikan pengaruh yang kuat kepada minyak nabati terutama pada periode 2004-2008. Hal ini berarti harga minyak bumi memberikan pengaruh pada variabilitas harga minyak nabati, terutama pada periode dinamika harga komoditas tahun 2004-2008 yaitu pada periode peningkatan harga komoditas. Yu et al. (2006) melakukan penelitian tentang keterkaitan harga minyak nabati dengan minyak bumi dengan menggunakan data mingguan dari Januari 1999 sampai Maret 2006. Latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah adanya peningkatan harga minyak bumi dunia telah menstimulasi permintaan


(47)

akan biodiesel, yang mana akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap minyak nabati. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji keterkaitan jangka panjang antar harga minyak nabati utama dan menganalisis hubungan antara harga minyak nabati dan minyak bumi. Jenis minyak yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah minyak bumi, minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak kanola, dan minyak kelapa sawit.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi multivariat dihasilkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi jangka panjang di antara lima harga minyak yang dikaji. Selain itu ditemukan juga bahwa harga minyak kelapa sawit yang memberikan adanya aliran informasi lalu pasar minyak bunga matahari sebagai penerima informasi tersebut dan disebarkan ke minyak lainnya secara serentak. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga menyimpulkan bahwa shock pada minyak bumi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga minyak nabati. Hal ini mungkin dikarenakan pengaruh minyak bumi terhadap minyak nabati akan signifikan bila lonjakan harga minyak bumi terus berlanjut dan meningkatnya permintaan terhadap

biodiesel.

2.9 Kerangka Penelitian

Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dunia yang pesat mendorong tingginya konsumsi energi dunia. Minyak bumi yang merupakan salah satu sumber energi utama bagi kehidupan manusia dan bagi pembangunan ekonomi menjadi sangat dibutuhkan. Tingginya permintaan terhadap minyak bumi dunia dan ditambah semakin menipisnya persediaan minyak bumi dunia membuat harga


(48)

minyak bumi melonjak karena pasokannya yang lebih rendah dibandingkan dengan permintaan pasar yang tinggi. Sebagai sumber energi alternatif dari minyak bumi, peningkatan harga minyak bumi membuat permintaan minyak nabati menjadi semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini akan direspon oleh pasar dengan peningkatan harga-harga komoditas minyak nabati.

Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar biofuel menjadikan setiap jenis minyak nabati menjadi mempunyai hubungan antar komoditi yang bersubstitusi maupun komplementer. Jika beberapa jenis minyak nabati tersebut memiliki hubungan yang saling bersubstitusi maupun komplementer maka harga dari jenis minyak tersebut dapat saling mempengaruhi. Berdasarkan penelitian Susilowati (1989) minyak kelapa sawit bersubstitusi dengan minyak kedelai dan minyak kelapa serta berkomplemen dengan minyak kanola (rapeseed oil). Hal ini berarti jika harga minyak kedelai atau minyak kelapa dunia meningkat, maka negara pengkonsumsi minyak kedelai atau minyak kelapa akan mengurangi konsumsinya dan beralih untuk mengkonsumsi minyak kelapa sawit. Peningkatan harga pada minyak kanola tidak hanya menurunkan konsumsi terhadap minyak kanola tapi juga akan menurunkan konsumsi minyak kelapa sawit karena sebagai barang komplementernya.

Dalam pemanfaatannya sebagai sumber energi maupun sebagai bahan pangan, berbagai jenis minyak nabati yaitu minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil) bersifat substitusi dan komplementer. Keterkaitan di antara minyak nabati ini dengan sendirinya tergambar dari pergerakan harga dari masing-masing jenis minyak nabati tersebut. Secara grafis, keterkaitan antar minyak nabati ini


(49)

dapat digambarkan sebagai kerangka pemikiran sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 di bawah.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Ruang Lingkup Penelitian Harga Minyak

Kelapa Sawit

Harga Minyak Kanola

Harga Minyak Kedelai Harga Minyak

Bunga Matahari Permintaan Minyak Nabati

Harga Minyak Nabati

Harga Minyak Bumi

Minyak Nabati yang memiliki pengaruh terbesar dalam perubahan harga


(50)

III.

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupaka data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan harga minyak nabati dunia. Adapun data utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah harga rata-rata bulanan minyak kelapa sawit (PCPO), harga miyak kanola (PCAN), harga minyak kedelai (PSOY), dan harga minyak bunga matahari (PSUN) di dunia. Data-data tersebut diperoleh dari USDA, dan Canola Council of Canada. Bentuk data yang digunakan adalah data time series dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010.

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam menganalasis kointegrasi harga beberapa komoditas minyak nabati utama dunia adalah dengan metode analisis

Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Diharapkan dengan menggunakan mtode ini dapat diketahui apakah terdapat kointegrasi harga diantara beberapa minyak nabati utama dunia. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu Granger causality test, impuls response function (IRF), dan

forecast error decomposition of variance (FEDV).

Pengolahan data dilakukan secara bertahap, sebelum sampai pada analisis VAR dan VECM perlu dilakukan beberapa pengujian praestimasi. Pengujian praestimasi yang dilakukan yaitu uji akar unit (unit root test), penentuan panjang


(51)

lag optimum, dan uji kointegrasi (Johansen cointegration test). Adapun perangkat lunak yang digunakan untuk proses pengolahan adalah Eviews 6.

3.2.1 Pengujian Praestimasi 3.2.1.1Uji Stasioneritas Data

Langkah awal yang harus dilakukan dalam mengestimasi sebuah model adalah dengan melakukan uji stasioneritas data. Pengujian stasioneritas data ini dilakukan dengan menguji akar unit (unit root) dalam model. Data yang tidak stasioner akan mempunyai akar unit, sedangkan data yang stasioner tidak mengandung akar unit. Pengujian stasioneritas data sangat penting jika data yang digunakan dalam bentuk time series. Hal ini karena data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Data yang tidak stasioner atau memiliki unit root jika dimasukkan dalam pengolahan statistik maka akan memberikan hasil estimasi yang spurious, maksudnya hasil estimasi terlihat bagus dengan koefesien determinasi R2 yang tinggi dan t statistik yang terlihat signifikan, namun hasil estimasi variabel tersebut tidak memiliki arti ekonomi.

Cara yang digunakan untuk melihat apakah di dalam data terdapat akar unit adalah dengan melakukan uji stasioneritas Augmented Dickey-Fuller (ADF). Misal suatu bentuk persamaan time series adalah sebagai berikut yt = ρ yt-1 + εt. dimana εt. adalah error term. Jika kedua sisi persamaan tersebut dikurangi dengan yt-1 maka didapat persamaan :

yt – yt-1 = ρ yt-1 – yt-1 + εt ...(3.1) yt – yt-1 = (ρ – 1) yt-1 + εt ...(3.2)


(1)

Response of PSOY

Period PCPO PCAN PSOY PSUN

1 39.68731 10.74046 21.93739 0.000000 2 57.28196 15.43510 9.916767 25.08723 3 71.74034 16.50478 -3.315503 46.52881 4 82.65221 18.28275 -12.78869 62.00946 5 89.65746 19.63857 -17.97942 72.48792 6 93.11451 20.69396 -19.96876 78.43434 7 94.03890 21.30510 -19.91058 80.92367 8 93.47499 21.58177 -18.83856 81.13443 9 92.27789 21.62251 -17.47949 80.15103 10 91.01346 21.53753 -16.26431 78.77022 11 89.98342 21.40606 -15.37962 77.48145 12 89.29059 21.27922 -14.85010 76.51261 13 88.91556 21.18155 -14.61279 75.91140 14 88.78105 21.11942 -14.57381 75.62393 15 88.79689 21.08844 -14.64355 75.55634 16 88.88550 21.07983 -14.75354 75.61445 17 88.99217 21.08436 -14.86058 75.72388 18 89.08534 21.09460 -14.94341 75.83608 19 89.15191 21.10554 -14.99640 75.92588 20 89.19088 21.11453 -15.02304 75.98528 21 89.20761 21.12062 -15.03068 76.01667 22 89.20952 21.12394 -15.02708 76.02723 23 89.20352 21.12516 -15.01855 76.02499 24 89.19480 21.12506 -15.00933 76.01675 25 89.18653 21.12431 -15.00172 76.00721 26 89.18026 21.12339 -14.99654 75.99905 27 89.17633 21.12258 -14.99369 75.99331 28 89.17442 21.12199 -14.99263 75.99001 29 89.17393 21.12165 -14.99269 75.98866 30 89.17427 21.12150 -14.99331 75.98857 31 89.17496 21.12148 -14.99409 75.98915 32 89.17568 21.12153 -14.99477 75.98993 33 89.17626 21.12161 -14.99527 75.99066 34 89.17664 21.12168 -14.99556 75.99121 35 89.17685 21.12173 -14.99569 75.99154 36 89.17692 21.12177 -14.99571 75.99170 37 89.17691 21.12178 -14.99567 75.99173 38 89.17686 21.12179 -14.99561 75.99170 39 89.17680 21.12179 -14.99555 75.99164 40 89.17675 21.12178 -14.99550 75.99157 41 89.17671 21.12177 -14.99547 75.99152 42 89.17669 21.12177 -14.99545 75.99149 43 89.17668 21.12176 -14.99545 75.99147 44 89.17668 21.12176 -14.99545 75.99147 45 89.17668 21.12176 -14.99546 75.99147 46 89.17669 21.12176 -14.99546 75.99147 47 89.17669 21.12176 -14.99547 75.99148 48 89.17670 21.12176 -14.99547 75.99148 49 89.17670 21.12176 -14.99547 75.99148 50 89.17670 21.12176 -14.99547 75.99149


(2)

Response of PSUN

Period

PCPO

PCAN

PSOY

PSUN

1 51.44774 15.21543 4.994331 54.50564 2 74.96782 21.79981 -11.90429 98.94379 3 89.73839 24.34331 -23.72297 125.5312 4 97.68187 26.58936 -29.18028 139.7859 5 100.5422 27.88735 -30.04323 146.2734 6 100.1267 28.57585 -28.47794 147.7150 7 98.13207 28.75387 -26.01902 146.3835 8 95.75263 28.65053 -23.63893 143.9303 9 93.68376 28.42046 -21.80311 141.4327 10 92.21066 28.17687 -20.63314 139.4413 11 91.35200 27.97748 -20.04845 138.1291 12 90.98666 27.84299 -19.88429 137.4391 13 90.94870 27.76983 -19.96790 137.2106 14 91.08457 27.74329 -20.15925 137.2644 15 91.27964 27.74597 -20.36455 137.4496 16 91.46331 27.76289 -20.53336 137.6622 17 91.60222 27.78342 -20.64787 137.8435 18 91.68899 27.80143 -20.71058 137.9704 19 91.73095 27.81434 -20.73375 138.0429 20 91.74130 27.82193 -20.73198 138.0725 21 91.73346 27.82521 -20.71796 138.0740 22 91.71807 27.82562 -20.70071 138.0610 23 91.70211 27.82448 -20.68548 138.0435 24 91.68926 27.82280 -20.67451 138.0273 25 91.68071 27.82121 -20.66802 138.0152 26 91.67615 27.81999 -20.66518 138.0079 27 91.67458 27.81923 -20.66479 138.0044 28 91.67485 27.81886 -20.66572 138.0037 29 91.67600 27.81876 -20.66713 138.0045 30 91.67736 27.81882 -20.66847 138.0059 31 91.67852 27.81895 -20.66951 138.0073 32 91.67935 27.81909 -20.67016 138.0084 33 91.67982 27.81920 -20.67048 138.0091 34 91.68002 27.81928 -20.67057 138.0095 35 91.68004 27.81932 -20.67051 138.0096 36 91.67996 27.81933 -20.67040 138.0096 37 91.67985 27.81933 -20.67029 138.0095 38 91.67975 27.81932 -20.67019 138.0094 39 91.67967 27.81931 -20.67013 138.0093 40 91.67962 27.81930 -20.67009 138.0092 41 91.67960 27.81929 -20.67008 138.0092 42 91.67959 27.81929 -20.67008 138.0091 43 91.67960 27.81929 -20.67009 138.0091 44 91.67960 27.81929 -20.67010 138.0091 45 91.67961 27.81929 -20.67011 138.0092 46 91.67962 27.81929 -20.67012 138.0092 47 91.67963 27.81929 -20.67012 138.0092 48 91.67963 27.81929 -20.67012 138.0092 49 91.67963 27.81929 -20.67012 138.0092 50 91.67963 27.81929 -20.67012 138.0092


(3)

Lampiran 9. Variance Decomposition

Variance Decomposition of PCPO

Period

S.E.

PCPO

PCAN

PSOY

PSUN

1 51.08991 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 93.55698 91.10225 1.020503 1.712768 6.164476 3 135.0951 83.32838 1.170497 2.727129 12.77399 4 171.7200 78.68069 1.335970 3.119142 16.86420 5 202.5319 76.12425 1.452645 3.130941 19.29216 6 227.9983 74.79668 1.554841 2.985775 20.66270 7 249.2172 74.16802 1.639214 2.793473 21.39929 8 267.3244 73.92541 1.708572 2.604831 21.76118 9 283.2765 73.88574 1.764255 2.437726 21.91228 10 297.7861 73.94281 1.808519 2.295809 21.95286 11 311.3428 74.03629 1.843557 2.177442 21.94271 12 324.2578 74.13356 1.871444 2.079484 21.91551 13 336.7125 74.21911 1.893942 1.998504 21.88845 14 348.8022 74.28776 1.912470 1.931183 21.86858 15 360.5698 74.34009 1.928102 1.874533 21.85728 16 372.0322 74.37923 1.941610 1.826055 21.85311 17 383.1960 74.40891 1.953521 1.783806 21.85376 18 394.0674 74.43240 1.964185 1.746368 21.85705 19 404.6554 74.45207 1.973830 1.712754 21.86135 20 414.9728 74.46947 1.982606 1.682286 21.86564 21 425.0350 74.48546 1.990621 1.654497 21.86942 22 434.8585 74.50044 1.997959 1.629049 21.87255 23 444.4599 74.51457 2.004689 1.605680 21.87506 24 453.8547 74.52787 2.010874 1.584173 21.87708 25 463.0568 74.54034 2.016571 1.564336 21.87875 26 472.0787 74.55197 2.021833 1.545999 21.88019 27 480.9312 74.56280 2.026705 1.529008 21.88149 28 489.6240 74.57285 2.031231 1.513224 21.88269 29 498.1655 74.58220 2.035446 1.498523 21.88383 30 506.5635 74.59091 2.039382 1.484796 21.88492 31 514.8247 74.59903 2.043067 1.471947 21.88595 32 522.9557 74.60664 2.046525 1.459893 21.88694 33 530.9622 74.61379 2.049775 1.448561 21.88788 34 538.8498 74.62051 2.052837 1.437887 21.88876 35 546.6236 74.62686 2.055727 1.427816 21.88960 36 554.2884 74.63286 2.058458 1.418297 21.89039 37 561.8485 74.63854 2.061043 1.409287 21.89113 38 569.3083 74.64392 2.063493 1.400745 21.89184 39 576.6715 74.64904 2.065819 1.392637 21.89251 40 583.9419 74.65390 2.068030 1.384929 21.89314 41 591.1229 74.65853 2.070135 1.377594 21.89374 42 598.2177 74.66294 2.072139 1.370605 21.89432 43 605.2293 74.66714 2.074052 1.363939 21.89487 44 612.1606 74.67116 2.075878 1.357572 21.89539 45 619.0144 74.67500 2.077624 1.351486 21.89589 46 625.7930 74.67867 2.079295 1.345662 21.89637 47 632.4990 74.68219 2.080895 1.340083 21.89683 48 639.1347 74.68556 2.082430 1.334736 21.89727 49 645.7022 74.68880 2.083902 1.329604 21.89769 50 652.2035 74.69191 2.085315 1.324677 21.89810


(4)

Variance Decomposition of PCAN

Period

S.E.

PCPO

PCAN

PSOY

PSUN

1 51.08991 44.41910 55.58090 0.000000 0.000000 2 93.55698 53.19893 31.83012 1.458297 13.51266 3 135.0951 51.32787 22.91780 3.730235 22.02410 4 171.7200 49.42081 18.20674 5.032156 27.34030 5 202.5319 47.97689 15.83950 5.687338 30.49627 6 227.9983 46.99834 14.54612 5.947091 32.50844 7 249.2172 46.34065 13.83928 6.005652 33.81441 8 267.3244 45.90243 13.44947 5.968622 34.67948 9 283.2765 45.60957 13.23653 5.894300 35.25960 10 297.7861 45.41221 13.11949 5.812047 35.65625 11 311.3428 45.27649 13.05253 5.735652 35.93533 12 324.2578 45.17988 13.00981 5.670413 36.13989 13 336.7125 45.10761 12.97767 5.617235 36.29748 14 348.8022 45.05033 12.94952 5.574888 36.42526 15 360.5698 45.00237 12.92278 5.541317 36.53353 16 372.0322 44.96051 12.89687 5.514381 36.62823 17 383.1960 44.92302 12.87206 5.492231 36.71268 18 394.0674 44.88904 12.84879 5.473453 36.78872 19 404.6554 44.85812 12.82736 5.457058 36.85746 20 414.9728 44.83000 12.80794 5.442408 36.91966 21 425.0350 44.80444 12.79047 5.429111 36.97598 22 434.8585 44.78125 12.77480 5.416937 37.02702 23 444.4599 44.76017 12.76072 5.405745 37.07336 24 453.8547 44.74098 12.74801 5.395438 37.11557 25 463.0568 44.72346 12.73646 5.385941 37.15415 26 472.0787 44.70739 12.72589 5.377185 37.18954 27 480.9312 44.69260 12.71616 5.369102 37.22213 28 489.6240 44.67893 12.70717 5.361626 37.25227 29 498.1655 44.66625 12.69881 5.354697 37.28024 30 506.5635 44.65446 12.69102 5.348258 37.30626 31 514.8247 44.64345 12.68375 5.342257 37.33054 32 522.9557 44.63315 12.67694 5.336649 37.35325 33 530.9622 44.62350 12.67056 5.331396 37.37455 34 538.8498 44.61443 12.66456 5.326463 37.39454 35 546.6236 44.60590 12.65892 5.321821 37.41336 36 554.2884 44.59785 12.65360 5.317446 37.43110 37 561.8485 44.59026 12.64857 5.313314 37.44785 38 569.3083 44.58307 12.64383 5.309405 37.46369 39 576.6715 44.57627 12.63933 5.305703 37.47870 40 583.9419 44.56982 12.63506 5.302192 37.49293 41 591.1229 44.56369 12.63101 5.298856 37.50644 42 598.2177 44.55786 12.62716 5.295684 37.51930 43 605.2293 44.55231 12.62349 5.292664 37.53154 44 612.1606 44.54702 12.61999 5.289785 37.54320 45 619.0144 44.54197 12.61665 5.287037 37.55434 46 625.7930 44.53715 12.61346 5.284412 37.56498 47 632.4990 44.53253 12.61041 5.281901 37.57515 48 639.1347 44.52812 12.60749 5.279497 37.58489 49 645.7022 44.52388 12.60470 5.277194 37.59422 50 652.2035 44.51983 12.60201 5.274985 37.60318


(5)

Variance Decomposition of PSOY

Period

S.E.

PCPO

PCAN

PSOY

PSUN

1 51.08991 72.52799 5.311876 22.16014 0.000000 2 93.55698 75.65675 5.508759 9.029500 9.804988 3 135.0951 71.37914 4.467058 4.214281 19.93952 4 171.7200 66.83423 3.812361 2.993995 26.35941 5 202.5319 63.46707 3.434385 2.749147 30.34940 6 227.9983 61.16615 3.235230 2.691762 32.90686 7 249.2172 59.63064 3.134545 2.634401 34.60042 8 267.3244 58.61321 3.088485 2.553771 35.74454 9 283.2765 57.93864 3.071247 2.460773 36.52934 10 297.7861 57.48766 3.068307 2.367741 37.07629 11 311.3428 57.18050 3.071510 2.282160 37.46583 12 324.2578 56.96446 3.076547 2.207289 37.75171 13 336.7125 56.80533 3.081348 2.143754 37.96957 14 348.8022 56.68145 3.085123 2.090758 38.14267 15 360.5698 56.57960 3.087754 2.046847 38.28579 16 372.0322 56.49208 3.089426 2.010367 38.40813 17 383.1960 56.41462 3.090419 1.979744 38.51522 18 394.0674 56.34497 3.090991 1.953635 38.61041 19 404.6554 56.28193 3.091339 1.930979 38.69576 20 414.9728 56.22478 3.091591 1.910991 38.77264 21 425.0350 56.17299 3.091818 1.893112 38.84208 22 434.8585 56.12606 3.092050 1.876954 38.90493 23 444.4599 56.08352 3.092293 1.862248 38.96194 24 453.8547 56.04486 3.092543 1.848799 39.01380 25 463.0568 56.00963 3.092791 1.836459 39.06112 26 472.0787 55.97740 3.093030 1.825108 39.10446 27 480.9312 55.94780 3.093256 1.814642 39.14430 28 489.6240 55.92050 3.093465 1.804972 39.18107 29 498.1655 55.89523 3.093657 1.796014 39.21510 30 506.5635 55.87175 3.093833 1.787696 39.24672 31 514.8247 55.84988 3.093996 1.779951 39.27617 32 522.9557 55.82946 3.094146 1.772724 39.30367 33 530.9622 55.81034 3.094286 1.765962 39.32941 34 538.8498 55.79240 3.094417 1.759621 39.35356 35 546.6236 55.77554 3.094539 1.753663 39.37626 36 554.2884 55.75966 3.094655 1.748053 39.39763 37 561.8485 55.74469 3.094764 1.742761 39.41779 38 569.3083 55.73054 3.094867 1.737762 39.43683 39 576.6715 55.71715 3.094965 1.733031 39.45485 40 583.9419 55.70447 3.095058 1.728548 39.47193 41 591.1229 55.69243 3.095146 1.724293 39.48813 42 598.2177 55.68099 3.095230 1.720250 39.50353 43 605.2293 55.67010 3.095309 1.716403 39.51818 44 612.1606 55.65974 3.095385 1.712738 39.53214 45 619.0144 55.64985 3.095457 1.709243 39.54545 46 625.7930 55.64041 3.095526 1.705907 39.55816 47 632.4990 55.63138 3.095592 1.702717 39.57031 48 639.1347 55.62275 3.095655 1.699666 39.58193 49 645.7022 55.61449 3.095716 1.696745 39.59305 50 652.2035 55.60656 3.095774 1.693944 39.60372


(6)

Variance Decomposition of PSUN

Period

S.E.

PCPO

PCAN

PSOY

PSUN

1 51.08991 45.05934 3.941128 0.424626 50.57491 2 93.55698 37.74703 3.226955 0.760943 58.26508 3 135.0951 34.82154 2.772358 1.556373 60.84973 4 171.7200 33.36661 2.588550 2.039693 62.00515 5 202.5319 32.49576 2.515099 2.243613 62.74552 6 227.9983 31.90488 2.497556 2.285229 63.31233 7 249.2172 31.47547 2.505216 2.247249 63.77207 8 267.3244 31.15239 2.523302 2.178119 64.14619 9 283.2765 30.90510 2.543946 2.102745 64.44821 10 297.7861 30.71384 2.563390 2.032553 64.69022 11 311.3428 30.56447 2.580078 1.971855 64.88360 12 324.2578 30.44632 2.593673 1.921445 65.03856 13 336.7125 30.35127 2.604448 1.880461 65.16382 14 348.8022 30.27320 2.612923 1.847358 65.26652 15 360.5698 30.20762 2.619652 1.820450 65.35228 16 372.0322 30.15135 2.625124 1.798202 65.42533 17 383.1960 30.10216 2.629712 1.779378 65.48875 18 394.0674 30.05857 2.633683 1.763058 65.54469 19 404.6554 30.01953 2.637208 1.748609 65.59466 20 414.9728 29.98432 2.640394 1.735615 65.63967 21 425.0350 29.95241 2.643303 1.723808 65.68048 22 434.8585 29.92339 2.645973 1.713015 65.71762 23 444.4599 29.89692 2.648428 1.703116 65.75154 24 453.8547 29.87270 2.650687 1.694018 65.78259 25 463.0568 29.85048 2.652768 1.685644 65.81111 26 472.0787 29.83002 2.654685 1.677923 65.83737 27 480.9312 29.81114 2.656456 1.670791 65.86162 28 489.6240 29.79365 2.658095 1.664187 65.88407 29 498.1655 29.77740 2.659615 1.658057 65.90492 30 506.5635 29.76227 2.661030 1.652350 65.92435 31 514.8247 29.74815 2.662351 1.647024 65.94248 32 522.9557 29.73492 2.663586 1.642040 65.95945 33 530.9622 29.72252 2.664744 1.637367 65.97537 34 538.8498 29.71086 2.665833 1.632974 65.99034 35 546.6236 29.69988 2.666859 1.628837 66.00443 36 554.2884 29.68952 2.667826 1.624935 66.01772 37 561.8485 29.67973 2.668740 1.621247 66.03028 38 569.3083 29.67047 2.669606 1.617757 66.04217 39 576.6715 29.66169 2.670426 1.614449 66.05344 40 583.9419 29.65336 2.671204 1.611309 66.06413 41 591.1229 29.64544 2.671944 1.608325 66.07429 42 598.2177 29.63790 2.672648 1.605486 66.08396 43 605.2293 29.63072 2.673319 1.602781 66.09318 44 612.1606 29.62388 2.673958 1.600202 66.10196 45 619.0144 29.61734 2.674569 1.597738 66.11035 46 625.7930 29.61109 2.675153 1.595384 66.11837 47 632.4990 29.60511 2.675711 1.593131 66.12604 48 639.1347 29.59939 2.676246 1.590974 66.13339 49 645.7022 29.59390 2.676759 1.588906 66.14043 50 652.2035 29.58864 2.677251 1.586922 66.14719