Strategi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella Fimbriata) Dan Lemuru (Amblygaster Sirm) Di Perairan Selat Sunda

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG
(Sardinella fimbriata) DAN LEMURU (Amblygaster sirm)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

NIDYA KARTINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengelolaan
Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) dan Lemuru (Amblygaster sirm)
di Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Nidya Kartini
NIM C251140061

RINGKASAN
NIDYA KARTINI. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella
fimbriata) dan Lemuru (Amblygaster sirm) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh
MENNOFATRIA BOER dan RIDWAN AFFANDI.

Perairan Selat Sunda memiliki banyak sumberdaya ikan, salah satunya
adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata) dan lemuru (Amblygaster sirm).
Komposisi tangkapan ikan tembang sebesar 26% dan merupakan komposisi
terbesar diantara ikan pelagis kecil lainnya, sedangkan komposisi tangkapan ikan
lemuru sebesar 4%. Saat ini, permintaan pasar terhadap ikan tembang dan lemuru
semakin meningkat karena banyak dimanfaatkan, baik dalam bentuk ikan segar
maupun olahan. Dampak yang terjadi apabila kegiatan penangkapan terus
dilakukan adalah terjadinya perubahan status stok sumberdaya ikan menjadi kondisi
tangkap lebih (overfishing). Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut dalam

rangka pengelolaan sumberdaya ikan tembang sehingga sumberdaya ikan ini dapat
dimanfaatkan secara optimal, lestari, dan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis kondisi biologis perikanan ikan tembang dan lemuru di
perairan Selat Sunda melalui pengkajian aspek reproduksi dan dinamika populasi.
Pengambilan contoh dilakukan pada bulan April-Agustus 2015 dari hasil tangkapan
nelayan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Jumlah ikan tembang yang
diambil selama penelitian sebanyak 620 ekor ikan jantan dan 321 ekor ikan betina,
ikan lemuru sebanyak 527 ekor ikan jantan dan 245 ekor ikan betina.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan tembang
jantan adalah allometrik negatif, ikan betina dan gabungan adalah isometrik, serta
ikan lemuru jantan, betina, dan gabungan adalah isometrik. Nisbah kelamin antara
ikan tembang jantan dan betina TKG IV adalah 0.97:1, dan pada ikan lemuru adalah
0.75:1. Ukuran pertama kali tertangkap (Lc) tembang dan lemuru lebih kecil
dibandingkan ukuran ikan pertama kali matang gonad (Lm). Musim pemijahan ikan
tembang terjadi pada bulan Mei dan Agustus, sedangkan ikan lemuru pada bulan
Mei dan Juli. Fekunditas ikan tembang adalah 1095-58940 butir dan ikan lemuru
adalah 3603-42388 butir. Tipe pemijahan ikan tembang dan lemuru adalah partial
spawning. Koefisien pertumbuhan (K) ikan tembang dan lemuru betina lebih besar
dibandingkan ikan jantan sehingga ikan betina lebih cepat mencapai panjang
asimtotik (L∞). Puncak rekrutmen ikan tembang terjadi pada bulan April (14.34%)

dan Agustus (16.49%), serta pada ikan lemuru terjadi pada bulan Maret (11.64%)
dan Juli (13.67%). Mortalitas penangkapan (F) pada ikan tembang dan lemuru lebih
besar dibandingkan mortalitas alami (M). Laju eksploitasi ikan tembang jantan
adalah 0.84/tahun dan ikan betina adalah 0.81/tahun, serta pada ikan lemuru jantan
adalah 0.94/tahun dan ikan betina adalah 0.93/tahun. Nilai Maximum Sustainable
Yield (MSY) dan dan upaya optimal (fMSY) ikan tembang sebesar 2608.65 ton dan
3227 trip. Hubungan ketergantungan antara ikan tembang dan lemuru adalah
kompetisi karena kesamaan makanan utama berupa plankton dari kelas
Bacillariophyceae.
Kata kunci : dinamika populasi, lemuru, reproduksi, Selat Sunda, tembang.

SUMMARY
NIDYA KARTINI. Resource Management Strategy of Fringescale Sardinella
(Sardinella fimbriata) and Spotted Sardinella (Amblygaster sirm) in the Sunda
Strait. Supervised by MENNOFATRIA BOER and RIDWAN AFFANDI.
Sunda Strait has high values of fish resources, one of the resource are
fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) and spotted sardinella (Amblygaster
sirm). Catches composition for fringescale sardinella was 26% and the largest
among the composition of other small pelagic fish, while for spotted sardinella was
4%. The market demand for the fishes increasing since been used, either in the form

of fresh fish or processed fish. The impact that occurs when fishing activities feared
would disrupt the sustainability of fish resources and change of the status of the
stock of fish resources become overfishing condition. Therefore, it is needs
management system based on fish biology information that fish resources can be
used optimally and sustainable. The aims of this research was to analyze biology
condition of fringescale sardinella and spotted sardinella by study aspects of
reproduction and population dynamics. Sampling was conducted in April to August
2015 from catch landed at Labuan Coastal Fishing Port, Banten. Fish samples taken
during the study consisted of 527 male and 245 female for fringescale sardinella,
527 male dan 245 female for spotted sardinella.
The results showed that growth pattern for male fringescale sardinella was
allometric negatif, female and both were isometric, and for male, female, and both
spotted sardinella were isometric. Sex ratio between males and females for
fringescale sardinella which have gonad maturity stage IV was 0.97:1 and for
spotted sardinella was 0.75:1. Fish size at first caught (Lc) smaller than fish size at
first maturity (Lm). Spawning season for fringescale sardinella occurs in May and
August, for spotted sardinella occurs in May and July. Fecundity value for
fringescale sardinella was 1095-58940 eggs and for spotted sardinella was 360342388 eggs, partial spawning as the spawning type for fringescale sardinella and
spotted sardinella. Growh coefficient (K) of fringescale sardinella and spotted
sardinella female bigger than male, so females more quickly reach the asymptotic

length (L∞). Peak recruitment season for fringescale sardinella occurs in April
(14.34%) and August (16.49%), for spotted sardinella occurs in Maret (11.64%)
and July (13.67%). Fishing mortality (F) of fringescale sardinella and spotted
sardinella female bigger than natural mortality (M). Exploitation rate (E) for male
fringescale sardinella was 0.84/year and female was 0.81/year, for male spotted
sardinella was 0.94/year and female was 0.93/year. Value of Maximum Sustainable
Yield (MSY) and optimum effort (fMSY) for fringescale sardinella was 2 608.65 ton
dan 3 227 trip. Dependency relationship between fringescale sardinella and spotted
sardinella was competition because they have similarity of the main food was
plankton from Bacillariophyceae class.
Keywords : fringescale sardinella, population dynamic, reproductive, spotted
sardinella, Sunda Strait.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TEMBANG
(Sardinella fimbriata) DAN LEMURU (Amblygaster sirm)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA

NIDYA KARTINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Etty Riani, MS


PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul
Strategi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) dan
Lemuru (Amblygaster sirm) di Perairan Selat Sunda. Tesis ini merupakan hasil
penelitian sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Magister pada program studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan menempuh studi di
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri
(BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun
Ajaran 2015 No. 544/IT3.11/PL/2015. Penelitian Dasar untuk Bagian,
Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian
kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi
Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat
Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer,

DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai anggota
peneliti).
3. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku
komisi pembimbing atas ilmu, bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasinya
dalam proses penyelesaian tesis.
4. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc sebagai komisi akademik dan Dr Ir Etty Riani, MS
sebagai penguji luar komisi.
5. Keluarga tercinta, papa (Amsir Tayib, SH), mama (Hj. Suriyati, SPd), abang dan
istri (Agita Rinaldi Nugraha dan Devi Adia Meilani), keponakan (Gilang Januar
Nugraha) atas doa, pengorbanan, keikhlasan, nasehat, dan kasih sayangnya.
6. Dinas Kelutan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pandeglang, Banten yang telah
membantu dalam mengumpulkan data produksi tangkapan, Bapak Suminta dan
Bapak Una atas bantuannya selama pengumpulan data di lapangan.
7. Teman-teman SDP 2014 (Dudi, Kak Reza, Kak Deo, Mbak Vera, Putri, Arin,
Nisha, Wulan, Nurilmi, Oja, Charis, Lukman, Bang Herman, Pak Nurdin) atas
kebersamaannya selama ini.
8. Teman-teman BOPTN 2015, teman satu tim (Ratu, Lubna, Atikah, Sofitri).
9. Seluruh dosen pengasuh matakuliah di Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan dan staf Tata Usaha MSP yang telah membantu memperlancar proses
administrasi.

10. Teman-teman kos Wisma Seroja.
11. Serta semua pihak yang telah membantu dalam pemberian masukan dan saran
selama penyusunan tesis.
Semoga tulisan ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi penulis untuk
mengembangkan keilmuan.

Bogor, Agustus 2016

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

VIII

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat

1
1
2
3
3

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Pengumpulan Data
Analisis Laboratorium
Analisis Data

Nisbah kelamin
Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) dan ukuran pertama kali
tertangkap (Lc)
Musim pemijahan
Potensi reproduksi
Hubungan fekunditas dengan panjang total dan bobot
Tipe pemijahan
Pola pertumbuhan
Faktor kondisi
Identifikasi kelompok umur
Parameter pertumbuhan
Pola rekrutmen
Mortalitas dan laju eksploitasi
Standardisasi alat tangkap
Model produksi surplus
Hubungan ketergantungan antar spesies
Tumpang tindih makanan
Pengujian hipotesis statistik (uji nilai tengah)

3
3
4
4
5
5
5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Morfologi dan klasifikasi ikan tembang dan lemuru
Komposisi hasil tangkapan
Nisbah kelamin
Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) dan ukuran pertama kali
tertangkap (Lc)
Musim pemijahan
Potensi reproduksi
Tipe pemijahan
Pola pertumbuhan
Faktor kondisi

6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
11
12
12
13
14
14
15
15
15
16
17
17
19
23
23
24
28

Identifikasi kelompok umur
Parameter pertumbuhan
Pola rekrutmen
Mortalitas dan laju eksploitasi
Model produksi surplus
Ketergantungan antar spesies
Pembahasan
Strategi pengelolaan

29
29
30
31
32
33
35
44

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

46
46
46

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

103

DAFTAR TABEL
1 Penentuan TKG secara morfologis (Cassie 1956 in effendie 1979)
2 Hubungan antar spesies berdasarkan ketergantungan ekologi
3 Nisbah kelamin ikan tembang jantan dan betina TKG IV
4 Nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina TKG IV
5 Pola pertumbuhan ikan tembang pada berbagai lokasi penelitian
6 Pola pertumbuhan ikan lemuru pada berbagai lokasi penelitian
7 Parameter pertumbuhan ikan tembang dan lemuru
8 Parameter pertumbuhan ikan tembang di berbagai lokasi penelitian
9 Parameter pertumbuhan ikan lemuru di berbagai lokasi penelitian
10 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan tembang dan lemuru
11 Koefisien ketergantungan antar spesies
12 Nilai tumpang tindih (overlap) makanan antara ikan tembang dan lemuru
13 Hasil penelitian sumberdaya ikan tembang di perairan selat sunda pada
tahun 2013, 2014, dan 2015
14 Hasil penelitian sumberdaya ikan lemuru di perairan selat sunda pada
tahun 2014 dan 2015

7
13
17
17
27
27
29
30
30
32
33
34
34
34

DAFTAR GAMBAR
1 Produksi ikan tembang dan lemuru tahun 2008-2014
2 Perumusan masalah sumberdaya ikan tembang dan lemuru di perairan
Selat Sunda.
3 Lokasi penangkapan ikan tembang dan lemuru di perairan selat sunda
4 Ikan tembang (Sardinella fimbriata)
5 Ikan lemuru (Amblygaster sirm)
6 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan dengan alat tangkap
purse seine (DKP Pandeglang 2013)
7 Ukuran Lm dan Lc ikan tembang
8 Ukuran Lm dan Lc ikan lemuru
9 Komposisi tingkat kematangan gonad ikan tembang
10 Komposisi tingkat kematangan gonad ikan lemuru
11 Indeks kematangan gonad ikan tembang
12 Indeks kematangan gonad ikan lemuru
13 Indeks kematangan gonad ikan tembang jantan dan betina
14 Indeks kematangan gonad ikan lemuru jantan dan betina
15 Sebaran diameter telur ikan tembang
16 Sebaran diameter telur ikan lemuru
17 Hubungan panjang bobot ikan tembang jantan
18 Hubungan panjang bobot ikan tembang betina
19 Hubungan panjang bobot ikan tembang gabungan
20 Hubungan panjang bobot ikan lemuru jantan
21 Hubungan panjang bobot ikan lemuru betina
22 Hubungan panjang bobot ikan lemuru gabungan
23 Faktor kondisi rata-rata ikan tembang jantan dan betina
24 Faktor kondisi rata-rata ikan lemuru jantan dan betina
25 Pola rekrutmen ikan tembang

1
3
4
15
15
16
18
18
19
20
21
21
22
22
23
24
24
25
25
26
26
26
28
28
31

26 Pola rekrutmen ikan lemuru
27 Hubungan upaya dan CPUE ikan tembang
28 Model produksi surplus ikan tembang dengan pendekatan model Schaefer
29 Strategi pengelolaan sumberdaya ikan tembang (Sardinella fimbriata) dan
lemuru (Amblygaster sirm) di perairan Selat Sunda

31
32
33
45

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nisbah kelamin ikan tembang jantan dan betina secara keseluruhan
2 Nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina secara keseluruhan
3 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan tembang jantan,
dan betina
4 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan lemuru jantan dan
betina
5 Pendugaan ukuran pertama kali tertangkap ikan tembang jantan dan betina
6 Pendugaan ukuran pertama kali tertangkap ikan lemuru jantan dan betina
7 Hubungan panjang dan tinggi ikan tembang dan lemuru serta ukuran mata
jaring alat tangkap purse seine
8 Proporsi tingkat kematangan gonad ikan tembang jantan
9 Proporsi tingkat kematangan gonad ikan tembang betina
10 Proporsi tingkat kematangan gonad ikan lemuru jantan
11 Proporsi tingkat kematangan gonad ikan lemuru betina
12 Indeks kematangan gonad ikan tembang jantan dan betina berdasarkan
tingkat kematangan gonad
13 Indeks kematangan gonad ikan tembang jantan dan betina berdasarkan
waktu pengambilan contoh
14 Indeks kematangan gonad ikan lemuru jantan dan betina berdasarkan
tingkat kematangan gonad
15 Indeks kematangan gonad ikan lemuru jantan dan betina berdasarkan
waktu pengambilan contoh
16 Hubungan fekunditas terhadap panjang total (a) dan bobot (b)
17 Hubungan fekunditas terhadap panjang total (a) dan bobot (b)
18 Sebaran diameter telur ikan tembang betina TKG IV
19 Sebaran diameter telur ikan lemuru betina TKG IV
20 Hubungan panjang bobot ikan tembang
21 Hubungan panjang bobot ikan tembang
22 Pola pertumbuhan ikan tembang dan lemuru setiap bulan
23 Faktor kondisi rata-rata ikan tembang dan lemuru
24 Faktor kondisi rata-rata ikan tembang jantan dan betina berdasarkan
tingkat kematangan gonad
25 Faktor kondisi rata-rata ikan lemuru jantan dan betina berdasarkan tingkat
kematangan gonad
26 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan tembang jantan, betina, dan
gabungan
27 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan lemuru jantan, betina, dan
gabungan

51
51
51
54
56
58
60
61
61
61
61
62
62
62
62
63
64
65
65
66
66
67
68
69
69
70
73

28 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan tembang jantan, betina, dan
gabungan menggunakan ELEFAN 1
29 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan lemuru jantan, betina, dan
gabungan menggunakan NORMSEP
30 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan tembang jantan, betina, dan
gabungan
31 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan lemuru jantan, betina, dan
gabungan
32 Pola rekrutmen ikan tembang
33 Pola rekrutmen ikan lemuru
34 Mortalitas ikan tembang jantan, betina, dan gabungan
35 Mortalitas ikan lemuru jantan, betina, dan gabungan
36 Standardisasi alat tangkap ikan tembang
37 Standardisasi alat tangkap ikan lemuru
38 Model produksi surplus ikan tembang
39 Model produksi surplus spesies lemuru
40 Nilai index of preponderance (IP) ikan tembang berdasarkan TKG
41 Nilai index of preponderance (IP) ikan lemuru berdasarkan TKG
42 Tumpang tindih relung makanan ikan tembang dan lemuru
43 Uji nilai tengah parameter L∞, K, dan t0 ikan tembang
44 Uji nilai tengah parameter mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan
(F), mortalitas total (Z), laju eksploitasi (E) ikan tembang
45 Uji nilai tengah parameter ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan
tembang
46 Uji nilai tengah parameter ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan
tembang
47 Uji nilai tengah parameter panjang asimtotik (L∞), koefisien pertumbuhan
(K), dan t0 ikan lemuru tahun 2014-2015
48 Uji nilai tengah parameter mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan
(F), mortalitas total (Z), laju eksploitasi (E) ikan lemuru tahun 2014-2015
49 Uji nilai tengah parameter ukuran pertama kali matang gonad (Lm) dan
ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan lemuru tahun 2014-2015

76
77
78
79
80
81
82
85
88
89
91
92
94
94
96
100
100
101
102
102
102
102

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan Selat Sunda yang terletak di sebelah barat Provinsi Banten memiliki
potensi sumberdaya perikanan yang cukup tinggi, diantaranya adalah ikan tembang
(Sardinella fimbriata) dan lemuru (Amblygaster sirm) yang termasuk kedalam
family Clupeidae (FAO 1999). Ikan tersebut merupakan ikan pelagis kecil yang
memiliki nilai ekonomis dan ekologis penting. Ikan tembang dan lemuru salah satu
target tangkapan yang banyak ditangkap oleh nelayan dan dominan didaratkan di
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Komposisi tangkapan ikan
tembang sebesar 26% dan merupakan komposisi terbesar diantara ikan pelagis kecil
lainnya, sedangkan komposisi tangkapan ikan lemuru sebesar 4% (Gambar 6). Saat
ini, permintaan pasar terhadap ikan tembang dan lemuru semakin meningkat karena
banyak dimanfaatkan, baik dalam bentuk ikan segar maupun olahan (tepung ikan,
ikan asin, pindang, dan ikan kaleng) (Pradeep 2014). Produksi ikan tembang dan
lemuru berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung mengalami penurunan dengan
upaya penangkapan yang terus meningkat yang dapat terlihat dari data jumlah alat
tangkap purse seine dan kapal yang beroperasi (Gambar 1).
3000

9000

Produksi (ton)

7000
2000

6000
5000

1500
4000
1000

3000
2000

500

Upaya penangkapan (trip)

8000
2500

Tembang
Lemuru
Upaya penangkapan

1000
0

0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Tahun

Gambar 1 Produksi ikan tembang dan lemuru tahun 2008-2014
(Sumber: DKP Pandeglang 2014)
Dampak yang terjadi apabila kegiatan penangkapan terus dilakukan adalah
terjadinya perubahan status stok sumberdaya ikan menjadi kondisi tangkap lebih
(overfishing). Kondisi ini diperburuk dengan sifat kepemilikan sumberdaya
perikanan sebagai common property dan terjadinya illegal fishing (Purwaningsih et
al. 2012). Selain itu, menurunnya populasi ikan juga dapat disebabkan karena faktor
kondisi lingkungan. Penyebab tersebut harus dikontrol dan diminimalisir,
setidaknya salah satu langkah harus dilakukan agar kelestarian sumberdaya ikan
bisa tetap terjaga dengan baik.

2
Indikator biologi yang dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan
pengelolaan di antaranya adalah aspek reproduksi. Penentuan Tingkat Kematangan
Gonad, Indeks Kematangan Gonad, dan diameter telur sangat penting dilakukan
untuk mengetahui ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, dan tipe
pemijahan ikan (Effendie 2002). Aspek biologi reproduksi merupakan mata rantai
dalam siklus hidup ikan dan menentukan kelangsungan hidup ikan. Selain itu
pengaruh multi spesies perlu dipertimbangkan dalam penangkapan yang
bertanggung jawab. Ikan tembang dan lemuru ditangkap dengan menggunakan alat
tangkap yang sama, salah satunya menggunakan purse seine. Suatu konsekuensi
penting dari efek multi spesies dalam penangkapan adalah tidak mungkin
menangkap secara serentak pada tingkat hasil maksimum lestari dari tiap spesies.
Hal ini karena dalam suatu kumpulan ikan pada suatu kawasan tertentu merupakan
campuran beberapa spesies ikan. Tiap unsur dari kumpulan spesies tersebut
mempunyai parameter dan ciri biologinya sendiri dan akan membutuhkan suatu
sistem penangkapan yang spesifik (Guillen et al. 2013), sehingga perlu dihitung
nilai potensi lestari dari masing-masing spesies.
Tingginya tingkat pemanfaatan dan kondisi stok yang cenderung menurun
serta minimnya informasi mengenai aspek biologi ikan, dikhawatirkan akan
mengganggu kelestarian sumberdaya ikan tembang dan lemuru. Pengelolaan
sumberdaya ikan perlu dilakukan secara terkontrol diikuti dengan monitoring demi
keberlanjutan sumberdaya ikan yang lestari. Akan tetapi informasi ilmiah yang
sangat kurang menyebabkan sulitnya melakukan proses pengelolaan yang tepat dan
didasarkan pada indikator data biologi dan ekologi. Oleh karena itu diperlukan
adanya kajian lebih lanjut dalam pengelolaan sumberdaya ikan tembang dan lemuru
sehingga sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal, lestari, dan
berkelanjutan. Apabila pemanfaatan ikan ini tidak dikontrol dari sekarang, maka
akan mengancam kelestarian bagi sumberdaya ikan tembang dan lemuru di masa
mendatang.

Perumusan Masalah
Tingginya kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan tembang dan
lemuru secara terus-menerus dapat menyebabkan kondisi stok ikan menjadi
overexploited. Dugaan ini terlihat dari gejala yang ditemukan antara lain semakin
kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, jumlah hasil tangkapan yang cenderung
semakin menurun, dan wilayah penangkapan yang semakin jauh. Oleh karena itu
diperlukan studi untuk melihat kondisi aktual sehingga dapat menjamin kelestarian
sumberdaya ikan di masa mendatang.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan dengan membuat strategi
pengelolaan terhadap ikan tembang dan lemuru di perairan Selat Sunda. Dalam
membuat strategi pengelolaan diperlukan data untuk mendapatkan informasi terkait
kondisi biologis ikan tembang dan lemuru, yaitu mencakup aspek reproduksi,
dinamika populasi, dan hubungan ketergantungan antara ikan tembang dan lemuru
di perairan. Apabila strategi tersebut dapat diterapkan dengan baik, maka
sumberdaya ikan dapat lestari dan berkelanjutan. Perumusan permasalahan dalam
penelitian disajikan pada Gambar 2.

3

Tingginya kegiatan eksploitasi terhadap
sumberdaya ikan tembang dan lemuru, serta
kurangnya pemahaman tentang informasi
potensi lestari sumberdaya ikan.

Diperlukan studi pengelolaan
sumberdaya ikan tembang
agar dapat melihat kondisi
aktual

Overexploitated dan
Overfishing

Gejala yang ditemukan antara lain:
 Semakin kecilnya ukuran ikan yang
tertangkap.
 Jumlah
hasil
tangkapan
yang
cenderung semakin menurun.
 Wilayah penangkapan yang semakin
jauh.

Membuat sebuah strategi dalam pengelolaan
sumberdaya ikan tembang dan lemuru

Gambar 2 Perumusan masalah sumberdaya ikan tembang dan lemuru di perairan
Selat Sunda.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi biologis ikan
tembang (Sardinella fimbriata) dan lemuru (Amblygaster sirm) di perairan Selat
Sunda melalui pengkajian aspek reproduksi dan dinamika populasi.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam menyusun strategi pengelolaan sumberdaya ikan
tembang (Sardinella fimbriata) dan lemuru (Amblygaster sirm) di perairan Selat
Sunda.

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan Agustus 2015 dengan
interval waktu pengambilan contoh selama satu bulan. Ikan tembang dan lemuru
yang dikumpulkan selama penelitian berasal dari hasil tangkapan nelayan di

4
perairan Selat Sunda yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan
Pandeglang, Banten (Gambar 3). Analisis sampel dilakukan di Laboratorium
Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi spesies ikan
dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(P2O-LIPI).

Gambar 3 Lokasi penangkapan ikan tembang dan lemuru di perairan Selat Sunda

Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan adalah ikan tembang, ikan lemuru, es batu,
aquades, dan formalin 4% untuk mengawetkan gonad ikan. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian meliputi cool box, alat bedah, botol sampel, mikroskop,
timbangan digital ketelitian 0.5 g untuk pengukuran bobot ikan dan 0.00005 g untuk
pengukuran bobot gonad ikan, penggaris ketelitian 0.5 mm, kaca preparat, cawan
petri, pipet tetes, gelas ukur, kamera digital, data sheet, alat tulis.

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan selama penelitian berupa data primer yang diperoleh
menggunakan teknik Penarikan Contoh Acak Berlapis (Stratified Random
Sampling). Ikan contoh diambil dari tiap tumpukan ikan yang dipilih secara acak
dengan ukuran ikan yang beragam (besar, sedang, kecil). Data sekunder diperoleh
dari laporan tahunan statistik perikanan tangkap PPP Labuan dan Dinas Kelautan
Perikanan Kabupaten Pandeglang, Banten tahun 2008 sampai 2014. Jumlah sampel
ikan yang diambil kemudian dibawa ke laboratorium Biologi Perikanan, Bagian

5
Manajemen Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB
untuk dilakukan analisis.

Analisis Laboratorium
Setiap bulan dilakukan analisis laboratorium sampel ikan tembang dan
lemuru dengan diukur panjang total (mm), tinggi (mm), dan ditimbang bobotnya
(g), kemudian dibedah untuk diamati organ reproduksinya. Jenis kelamin
ditentukan dengan melihat secara morfologis gonad masing-masing ikan contoh
yang telah dibedah. Penentuan TKG dapat dilakukan melalui pengamatan
morfologi gonad secara langsung dengan menggunakan modifikasi Cassie in
Effendie (2002) (Tabel 2). Gonad ikan kemudian ditimbang bobotnya
menggunakan timbangan ketelitian 0.00005 g, lalu diawetkan dengan formalin 4%.
Gonad ikan yang telah diawetkan kemudian dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
anterior, tengah, dan posterior masing-masing bagian ditimbang, kemudian diambil
gonad contoh dari masing-masing bagian, lalu ditimbang dan diencerkan dengan
aquades sebanyak 10 mL; kemudian diambil 1 mL gonad yang sudah diencerkan
untuk dihitung fekunditasnya.
Diameter telur contoh diukur pada tiga bagian gonad yaitu bagian anterior,
tengah dan posterior; masing-masing bagian sebanyak 50 butir. Telur contoh
dideretkan di atas gelas objek lalu dilakukan pengamatan dengan menggunakan
mikroskop pada perbesaran 4 x 10 yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler
yang sebelumnya sudah ditera dengan mikrometer objektif.

Analisis Data
Nisbah kelamin
Penentuan nisbah kelamin dilakukan dengan membandingkan jumlah ikan
jantan dan betina berdasarkan perbedaan ciri-ciri morfologi gonad. Persamaan
untuk menghitung nisbah kelamin adalah sebagai berikut:
NK=

nJ
nB

(1)

NK adalah nisbah kelamin, nJ adalah jumlah ikan jantan (individu), dan nB adalah
jumlah ikan betina (individu).
Keseragaman sebaran nisbah kelamin dilakukan pengujian Chi square (χ )
(Steel & Torrie 1993) dengan rumus sebagai berikut:
χ2 =

∑ oi - ei
ei

2

(2)

�2 adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mendekati
sebaran Chi square, oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang diamati
(individu) dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina

6
(individu). Nilai-nilai �2 yang diperoleh dibandingkan dengan �2 tabel pada taraf
nyata 5% dan derajat bebas (n-1).
Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) dan Ukuran pertama kali
tertangkap (Lc)
Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) menggunakan
sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang gonad yang diplotkan dengan
ukuran panjang ikan (Krebs 1989). Perhitungannya menggunakan persamaan
Spearman-Karber yang dikembangkan oleh Udupa (1986):
d
m = x k + - d ∑ Pi
2

(3)

m adalah logaritma dari kelas panjang pada kematangan pertama, d adalah selisih
logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang, k adalah jumlah kelas panjang, xk
adalah logaritma nilai tengah panjang ikan yang telah matang gonad (Pi = 1).
Mengantilogkan persamaan di atas, maka didapat ukuran pertama kali matang
gonad (Lm).
Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) dihitung menggunakan metode
kantung berlapis (covered conden method) yang hasil perhitungannya akan
membentuk kurva ogif berbentuk sigmoid. Panjang ikan pertama kali tertangkap
diduga melalui metode Beverton & Holt (1957) in Sparre & Venema (1999) :
SL =

1
a + exp (a-bL)

(4)

Nilai a (intercept) dan b (slope) dapat dihitung melalui dugaan regresi linear sebagai
berikut:
1
-1) = a-bL
ln (
SLc

(5)

SL adalah nilai estimasi, L adalah nilai tengah panjang kelas (mm), a dan b adalah
konstanta SLc adalah frekuensi kumulatif relatif. Adapun Lc dapat dihitung melalui
rumus :
Lc =

−a
b

(6)

Musim pemijahan
Penentuan musim pemijahan didasarkan pada nilai Indeks Kematangan
Gonad dan keberadaan ikan berTKG IV yang diplotkan dengan waktu
pengamatan. Tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan pada ciri
morfologis gonad yang dikembangkan oleh Cassie dan dimodifikasi oleh Effendie
& Subardja (1979) (Tabel 1).

7
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologis (Cassie 1956 in Effendie 1979)
No

TKG

1

I

2

II

3

III

4

IV

5

V

Jantan
Testis seperti benang, lebih pendek, ujungnya di rongga tubuh,
transparan
Ukuran testis lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih
jelas dari TKG I
Permukaan testis nampak bergerigi, warna makin putih, dalam
keadaan diawetkan mudah putus
Seperti TKG III tampak lebih
jelas testis makin pejal dan
rongga tubuh mulai penuh,
warna putih susu

Betina
Ovari seperti benang, panjang
sampai
ke
depan
tubuh,
transparan, permukaan licin
Ukuran lebih besar, pewarnaan
gelap kekuningan, telur belum
terlihat jelas
Ovari berwarna kuning, secara
morfologi telur sudah kelihatan
butirnya dengan mata
Ovari makin besar, telur berwarna
kuning, mudah dipisahkan, butir
minyak tak tampak, mengisi 1/22/3 rongga tubuh, usus terdesak

Testis bagian belakang kempis Ovari berkerut, dinding tebal,
dan bagian dekat pelepasan butir telur sisa terdapat di dekat
masih berisi
pelepasan. Banyak telur seperti
pada tingkat II

Penentuan Indeks Kematangan Gonad (IKG) menggunakan rumus sebagai
berikut (Effendie 1979):
IKG (%) =

BG
x100
BT

(7)

BG adalah bobot gonad (g) dan BT adalah bobot tubuh (g).
Potensi reproduksi
Potensi reproduksi ikan dapat diestimasi dari nilai fekunditas yang dihitung
pada ikan yang memiliki tingkat kematangan gonad IV dengan menggunakan
metode gabungan (gravimetri dan volumetrik) (Effendie 1979):
F=

GVX
Q

(8)

F adalah fekunditas (butir), G adalah bobot gonad total (g), V adalah volume
pengenceran (mL), X adalah jumlah telur dalam 1 mL, dan Q adalah bobot rata-rata
gonad contoh (g).

Hubungan fekunditas dengan panjang total dan bobot
Persamaan yang digunakan untuk menentukan hubungan fekunditas
terhadap panjang total dan bobot adalah sebagai berikut:
F = aLb

(9)

F = aWb

(10)

8
F adalah fekunditas (butir), L adalah panjang (mm), W adalah bobot (g), a adalah
intercept dan b adalah slope.
Tipe pemijahan
Tipe pemijahan ikan ditentukan berdasarkan data sebaran diameter telur
ikan contoh yang sudah mencapai TKG IV yang diukur menggunakan mikroskop
pada perbesaran 4 x 10 yang telah ditera dengan mikrometer. Telur contoh yang
diambil sebanyak 50 butir dari telur yang telah dihitung fekunditasnya. Pengukuran
diameter telur dilakukan pada bagian gonad anterior, tengah, dan posterior.
Kemudian ditentukan selang kelas dari data diameter telur, lalu dihitung frekuensi
diameter telur ikan pada tiap selang kelas. Data yang telah diperoleh dikonversi
terlebih dahulu, dengan cara mengalikan dengan nilai konversi 0.025. Kemudian
ditentukan jumlah kelas dan selang kelas dari data diameter telur, lalu dihitung
frekuensi pada tiap selang kelas. Sebaran diameter telur ikan dapat
mengindikasikan tipe pemijahan ikan termasuk ke dalam pemijahan total atau
bertahap (partial).
Pola pertumbuhan
Model yang digunakan dalam menduga hubungan panjang dan bobot
(Effendie 1979) merupakan hubungan eksponensial sebagai berikut:
(11)

W = a Lb

W adalah bobot (g), L adalah panjang (mm), a adalah intercept, b adalah slope.
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dimana t-hitung akan
dibandingkan dengan t-tabel dengan menggunakan selang kepercayaan 95%.
Pengujian nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan dengan uji-t (uji parsial) dengan hipotesis:
H0 : b = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik
H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik
Hipotesis digunakan untuk menduga pola pertumbuhan dari nilai b. Jika
didapatkan b = 3 maka pertambahan bobot seimbang dengan pertambahan panjang
(isometrik). Bila didapatkan b < 3 maka pertambahan panjang lebih cepat dibanding
pertambahan bobotnya (allometrik negatif). Jika b > 3 maka pertambahan bobot
lebih cepat dibanding pertambahan panjangnya (allometrik positif).
b-3
thitung = |
|
Sb

; S2b =

s2
∑ni=1 x2i -

1
n

∑ni=1 xi

2

(12)

Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan tembang dan lemuru, maka
kaidah keputusan yang diambil adalah (Walpole 1993):
Jika nilai t-hitung > t-tabel maka keputusannya menolak hipotesis nol (H0).
jika nilai t-hitung < t-tabel maka keputusannya menerima hipotesis nol (H0).

9
Faktor kondisi
Faktor kondisi dihitung berdasarkan pola pertumbuhan yang diperoleh dari
analisis hubungan panjang bobot ikan. Apabila pertumbuhan ikan bersifat isometrik,
maka formula yang digunakan adalah sebagai berikut (Effendie 1979):
K=

105 W

(13)

L3

dan apabila pola pertumbuhannya bersifat allometrik, maka formula yang digunakan
adalah sebagai berikut (Effendie 1979):
K=

W

(14)

b

aL

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan (g), dan L adalah panjang total ikan
(mm).
Identifikasi kelompok umur
Identifikasi kelompok umur dilakukan dengan metode NORMSEP (Normal
Separation) dan ELEFAN 1 yang terdapat pada program FAO-ICLARM Stock
Assesment Tool (FISAT II). Sebaran frekuensi panjang yang telah ditetapkan dalam
masing-masing kelasnya kemudian diplotkan ke dalam sebuah grafik untuk melihat
jumlah distribusi normalnya. Pada grafik tersebut dapat diduga pergeseran sebaran
kelas panjang setiap pengambilan contoh, yang menggambarkan jumlah kelompok
umur (kohort) yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok umur yang
sama. Pergeseran tersebut menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada.
Apabila terjadi pergeseran modus sebaran frekuensi panjang berarti terdapat lebih
dari satu kohort. Apabila terdapat lebih dari satu kohort, maka dilakukan pemisahan
distribusi normal. Sparre & Venema (1999) menyatakan bahwa metode yang dapat
digunakan untuk memisahkan distribusi komposit ke dalam distribusi normal
adalah metode Bhattacharya (1967) in Spare & Venema (1999) dengan bantuan
software program FISAT II. Menurut Boer (1996) bahwa fungsi objektif yang
digunakan untuk menduga {�,
̂ �,
̂ �̂ } adalah fungsi kemungkinan maksimum
(maximum likehood function):
N

G

L = ∑ fi log ∑ pj qij
i=1

(15)

j=1

Frekuensi ikan pada kelas panjang ke-i (i = 1, 2, ...,N) merupakan fi, μj
adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang
kelompok umur ke-j dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j =1,
2, .., G).
qij =

1
σj√2π

e

1 xi - μj
2 σj

2

(16)

Fungsi di atas merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai
tengah μj, simpangan baku σj, dan xi merupakan titik tengah kelas panjang ke-i yang

10
merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah μj dan simpangan
baku σj. xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan
dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap μj, σj dan pj
sehingga diperoleh dugaan �̂�, ��, �̂� yang akan digunakan untuk menduga
parameter pertumbuhan.
Parameter pertumbuhan
Analisis parameter pertumbuhan ikan dilakukan dengan menghitung umur
ikan ketika panjangnya sama dengan nol (t0), koefisien pertumbuhan (K), panjang
asimtotik ikan (L∞). Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling
sederhana dalam menduga persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dengan
interval waktu pengambilan contoh yang sama dengan formula sebagai berikut:
Lt = L∞ (1-e-K(t-t0 )

(17)

Lt adalah ukuran ikan pada umur t satuan waktu (mm), L∞ adalah panjang maksimum
atau panjang asimptotik (mm), K adalah koefisien pertumbuhan (bulan -1), dan t0 adalah
umur ikan pada saat panjang sama dengan nol. (bulan)
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan K dan L∞ dilakukan dengan
menggunakan metode Ford-Walford yang diturunkan dari model von Bertalanffy untuk
t = t+1, sehingga persamaannya menjadi:
Lt+1 = L∞ (1-e-K(t+1-t0 )
persamaan (14) disubtitusikan ke persamaan (15) maka diperoleh:

(18)

Lt+1 -Lt = (L∞ -Lt ) 1-e-K
(19)
Lt+1 = L∞ 1-e-K + (Lt .e-K )
Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panjang ikan yang
dipisahkan interval waktu yang konstan (1 = tahun, bulan atau minggu) (Pauly
1984). Persamaan (16) merupakan persamaan linier dan jika Lt (sumbu X) diplotkan
dengan Lt+1 (sumbu Y) maka garis lurus yang dibentuk akan memiliki kemiringan
(slope) b = e−K dan titik potong dengan sumbu X, yaitu a = L∞ 1-e-K . Dengan
demikian, nilai K dan L∞ diperoleh melalui hubungan :
K = -ln b

(20)

a
1-b

(21)

L∞ =

Umur teoritis ikan pada saat panjang = 0 dapat diduga secara terpisah
menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1984) yaitu:
Log (-t0) = 0.3922 – 0.2575 (log L∞) – 1.038 (log K)

(22)

Pola rekrutmen
Penentuan pola rekrutmen berdasarkan waktu dikerjakan dengan alat bantu
aplikasi FISAT II dengan menggunakan data sebaran frekuensi panjang yang telah
ditetapkan. Penghitungan ini meliputi pendugaan seluruh data sebaran frekuensi

11
panjang ke dalam skala waktu satu tahun berdasarkan model pertumbuhan von
Bertalanffy (Pauly 1982) menggunakan prosedur NORMSEP (Normal Separation).
Adapun data yang diperlukan untuk memperoleh plot pola rekrutmen berdasarkan
waktu tersebut adalah parameter-parameter pertumbuhan (L∞, K, dan t0) yang
sebelumnya telah diperoleh melalui model von Bertalanffy.
Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) dapat diduga dari kurva hasil tangkapan yang
dikonversikan ke data komposisi panjang yang dilinearkan sesuai dengan
pernyataan Sparre & Venema (1999) dengan langkah mengkonversikan data
panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan pertumbuhan von
Bertalanffy.
1
L
t L = t0 Ln (1- )
(23)
K
L∞

Selanjutnya menghitung waktu yang diperlukan ikan untuk tumbuh dari L1 hingga
ke L2 (Δt).
1
L∞ -L1
(24)
∆t = t L2 -t L1 =
Ln (1)
K
L∞ -L2
∆t

dan menghitung t +
yaitu melalui persamaan:
2
1
L1 +L2
L1 +L2
= t0 Ln (1)
t
(25)
K
2L∞
2
Kemudian persamaan tersebut diturunkan sebagai kurva hasil tangkapan yang
dilinearkan yang dikonversikan ke panjang:

C(L1 ,L2 )
L1 +L2
= c-Z t (
)
∆t(L1 ,L2 )
2
Berdasarkan persamaan di atas didapat t
Ln

Ln

C(L1 ,L2 )
∆t(L1 ,L2 )

(26)
L1 +L2
2

sebagai absis (x) dan

sebagai ordinat (y). Penentuan laju mortalitas alami diduga dengan

menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1991) dengan
persamaan:
Ln M = 0.152- 0.279 Ln L∞ + 0.6543 Ln K +(0.463 Ln T)

(27)

M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik pada persamaan
pertumbuhan Von Bertalanffy dan T adalah rata-rata suhu permukaan tahunan (oC).
Laju mortalitas penangkapan (F) dapat diduga dengan menggunakan persamaan:
F=Z–M

(28)

Laju ekspkoitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) terhadap laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):
E=

F
F
=
F+M Z

(29)

12
enurut Gulland (1971) in Pauly (1984) bahwa laju mortalitas penangkapan (F) atau
laju eksploitasi optimum adalah:
Foptimum = M dan Eoptimum = 0.5

(30)

Standardisasi alat tangkap
Standardisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya
penangkapan, sehingga diasumsikan upaya penangkapan suatu alat tangkap dapat
menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap yang dijadikan
standar. Alat tangkap standar adalah alat tangkap yang dominan menangkap jenis
ikan tertentu dan memiliki nilai Fishing Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai
FPI dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Sparre & Venema 1999) :
Ci
fi

(31)

CPUEi
CPUEs

(32)

CPUEi =
FPIi =

CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i (ton/unit),
C adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i (unit), f adalah jumlah upaya
penangkapan jenis alat tangkap ke-i (unit), FPI adalah faktor upaya tangkap pada
jenis alat tangkap ke-i,CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat
tangkap yang di jadikan standar (ton/unit).
Model produksi surplus
Model produksi surplus menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya
(effort) dalam pendugaan potensi ikan tembang dan lemuru. Model Produksi
Surplus dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Model ini dapat diterapkan apabila
diketahui dengan baik hasil tangkapan per unit upaya tangkap (CPUE) atau
berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Tingkat
upaya penangkapan optimum (fMSY) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY)
dari unit penangkapan dengan model Schaefer (1954) in Sparre & Venema (1999)
dapat diketahui melalui persamaan berikut:
Y= af + bf2

(33)

Persamaan di atas menggambarkan hubungan antara hasil tangkapan (Y)
dengan upaya penangkapan (f). Upaya penangkapan optimum (fMSY) diperoleh
dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (Y) terhadap upaya
penangkapan (f) yakni dY/df = 0:
dY
(34)
= a+2bf = 0
df
a = -2bf
-a
(35)
fMSY =
2b
a2
(36)
MSY =
4b

13
Tidak semua populasi ikan mengikuti model linear seperti model Schaefer,
sehingga Garrod (1969) & Fox (1970) in Sparre & Venema (1999) mengajukan
model alternatif dengan formula:
Y = f ea+bf
fMSY dapat diperoleh pada saat dY/df = 0, sehingga:

(37)

1
b
1
MSY = e a-1
b
fMSY =

(38)
(39)

Kedua model tersebut kemudian dibandingkan nilai koefisien determinasi
(R2) dari hasil masing-masing regresi. Model yang mempunyai nilai R2 lebih besar
menunjukkan model tersebut mempunyai keterwakilan yang tinggi dengan keadaan
sebenarnya. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch
(TAC) dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus dan berdasarkan prinsip
kehati-hatian (FAO 1995), sehingga dapat ditentukan TAC = 90% x MSY.
Hubungan ketergantungan antar spesies
Terdapat beberapa hubungan timbal balik antar spesies atau ketergantungan
antar spesies yaitu hubungan kompetisi (competition), mangsa-pemangsa (preypredor), dan hubungan bebas (independent). Spesies ikan yang dikaji dalam
penelitian ini yaitu ikan tembang dan lemuru. Hubungan antar spesies dalam
kegiatan penangkapan secara matematis dapat ditulis melalui:
dx1
x1
= F X1 ,X2 = r1 x1 (1- ) -ax1 x2
dt
K1
dx2
x1
= F X1 ,X2 = r2 x2 (1- ) -bx1 x2
dt
K2

(40)
(41)

x1 adalah biomassa spesies tembang; x2 adalah biomassa spesies lemuru; r1 adalah
laju pertumbuhan alami spesies ke-1; r2 adalah laju pertumbuhan alami spesies ke2; K1 adalah daya dukung lingkungan spesies ke-1; K2 adalah daya dukung
lingkungan spesies ke-2. Setelah nilai a dan b diketahui, maka jenis hubungan antar
spesies dapat ditentukan melalui Tabel 2.
Tabel 2 Hubungan antar spesies berdasarkan ketergantungan ekologi
Ketergantungan ekologi
Kompetisi
Predator-prey (x1 = predator dan x2 = prey)
Mutualisme
Komensalisme (x1 = komensal)
Amensalisme (x1 = amensal)

(Sumber : Anderson & Seijo 2010)

Spesies 1
∂x / ∂x < 0
∂x / ∂x
>0
∂x / ∂x
>0
∂x / ∂x
>0
∂x / ∂x < 0

Spesies 2
∂x / ∂x < 0
∂x / ∂x < 0
∂x / ∂x
>0
∂x / ∂x = 0
∂x / ∂x = 0

14
Tumpang tindih relung makanan
Tumpang tindih relung makanan dihitung berdasarkan perhitungan indeks
bagian terbesar (Index of Preponderance, IP) yang dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Natarajan & Jhingran 1961 in Effendie (2002):
IPi =

Vi Oi
x 100
∑��= Vi Oi

(42)

IPi adalah indeks bagian terbesar jenis organisme makanan ke-i, Vi adalah
persentase volume jenis organisme makanan ke-i, Oi adalah persentase frekuensi
kejadian jenis organisme makanan ke-i, N adalah jumlah jenis organisme makanan.
Penentuan nilai tumpang tindih makanan menggunakan rumus sebagai
berikut (Krebs 1989) :
Ch =

l
2 ∑ni=1 ∑m
j=1 ∑k=1 Pij Pik

2
∑ni=1 ∑m
j=1 Pij

+

∑ni=1 ∑lk=1 P2ik

(43)

Ch adalah tingkat kesamaan jenis makanan, Pij adalah proporsi spesies ke-i
kelompok ikan ke-j, Pik adalah proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-k, n adalah
jumlah jenis organisme makanan, m,l adalah jumlah kelompok ukuran ikan.
Pij didapat dengan rumus sebagai berikut:
∑ni=1 Volume Organisme ke-i
Pij =
∑ Volume

(44)

P ∶ Proporsi spesies ke-i kelompok ikan ke-j

Pengujian hipotesis statistik (uji nilai tengah)
Apabila ragam suatu populasi diketahui dan ingin menguji hipotesis bahwa
nilai tengah populasi pertama (µ 1) sama atau tidak sama dengan nilai tengah
hipotesis alternatifnya (µ 2) (Walpole 1993), maka hipotesis yang digunakan:
H0 : µ 1 = µ 2
H1 : µ 1 ≠ µ2
t=

x̅ 1 - x̅ 2 -(μ1 -μ2 )

√sp (1⁄n1 )(1⁄n2 )

s2p =

n1 -1 s21 + n2 -1 s22
n1 + n2 -2

db = n1 + n2 -2

(45)

(46)

(47)

�̅ adalah rata-rata contoh pertama, �̅ adalah rata-rata contoh kedua, n1 adalah
jumlah contoh pertama, n2 adalah jumlah contoh kedua, s1 adalah simpangan baku

15
contoh pertama, s2 adalah simpangan baku contoh kedua, s21 adalah ragam contoh
pertama, s22 adalah ragam contoh kedua, db adalah derajat bebas.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Morfologi dan klasifikasi ikan tembang dan lemuru
Morfologi ikan tembang dan lemuru menurut FAO (1999) disajikan pada
Gambar 4 dan 5.

1 cm

Gambar 4 Ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Klasifikasi ikan tembang menurut FAO (1999) adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Clupeiformes
Family
: Cluipeidae
Genus
: Sardinella
Species
: Sardinella fimbriata
Nama umum : Fringescale sardinella
Nama lokal : Tembang

1 cm

Gambar 5 Ikan lemuru (Amblygaster sirm)

16
Klasifikasi ikan lemuru menurut FAO (1999) adalah sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Clupeiformes
Family
: Clupeidae
Genus
: Amblygaster
Species
: Amblygaster sirm
Nama umum : Spotted sardinella
Nama lokal : Lemuru
Komposisi hasil tangkapan
Hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten cukup
beragam dan umumnya didominasi sumberdaya ikan pelagis yang dominan
didaratkan di TPI 2. Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Provinsi
Pandeglang, Banten diketahui bahwa komposisi hasil tangkapan ikan tembang
sebesar 26% dan ikan lemuru sebesar 4%. Ikan tembang dan lemuru biasa hidup
bergerombol (schooling) dan dominan tertangkap dengan alat tangkap purse seine.
Harga jual ikan tembang berkisar Rp. 3000–6000/kg dan ikan lemuru berkisar Rp.
5000–9000/kg. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan disajikan
pada Gambar 6.
Layang
17%
Tongkol
24%

Kembung
17%

Lemuru
4%

Selar
6%
Tetengkek
6%

Tembang
26%

Gambar 6 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan dengan alat tangkap
purse seine (DKP Pandeglang 2013)
Wilayah penankapan ikan tembang di perairan dekat garis pantai, yaitu
sekitar Teluk Labuan, Tanjung Lesung, Sumur, Pulau Panaitan, Rakata, Pulau
Sebesi, Tanjung Alang-alang. Umumnya daerah penangkapan berada dalam jarak
yang dapat ditempuh dalam satu hari (one day fishing). Alat tangkap utama yang
digunakan adalah purse seine yang dioperasikan menggunakan kapal motor 12-15
GT. Jenis purse seine yang digunakan adalah mini purse seine dengan panjang
jaring 200-300 m dan tinggi 70-90 m. Kapal purse seine biasanya dibantu dengan
kapal yang lebih kecil yang biasa disebut kapal obor atau kapal penganak. Operasi
penangkapan ikan tembang juga dilengkapi lampu. Hal ini sesuai dengan sifat ikan
tembangikan tembang yang fototaksis positif (menyukai keberadaan cahaya).

17
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin ikan tembang dan lemuru berdasarkan waktu pengambilan
contoh disajikan pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3 Nisbah kelamin ikan tembang jantan dan betina TKG IV
Pengambilan
contoh
16-Apr-15
15-Mei-15
19-Jun-15
08-Jul-15
13-Agu-15
Total

Jumlah (n)
Jantan
Betina
0
0
14
20
4
5
10
8
31
28
59
61

n
0
34
9
18
59
120

Nisbah Kelamin
(Jantan:Betina)
0.70:1
0.80:1
1.25:2
1.11:1
0.97:1

χ
hitung

1.06
0.11
0.22
0.15
0.03

Keterangan: χ tabel = 3.84 *:berbeda nyata.

Tabel 4 Nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina TKG IV
Pengambilan
contoh
16-Apr-15
15-Mei-15
19-Jun-15
08-Jul-15
13-Agu-15
Total

n
0
53
16
77
33
179

Jumlah (n)
Jantan
Betina
0
0
18
35
5
11
40
37
14
19
77

102

Nisbah Kelamin
(Jantan:Betina)
0.51:1
0.45:1
1.08:1
0.74:1
0.75:1

χ
hitung