Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda

(1)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banten merupakan salah satu daerah perikanan potensial yang ada di Indonesia karena dikelilingi oleh tiga wilayah perairan yaitu Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Luas wilayah perairan Selat Sunda mencapai 5618 km2 dengan panjang garis pantai pada bagian provinsi Banten 253 km (Boer dan Aziz 2007). Terdapat beberapa PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) di provinsi Banten, salah satunya adalah PPP Labuan, yang memiliki tiga TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yaitu TPI lama, TPI baru, serta TPI pasar. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan berasal dari Perairan Selat Sunda. Nelayan Labuan melakukan kegiatan penangkapan ikan pelagis di sekitar Pulau Panaitan, Pulau Rakata dan Pulau Rakata Kecil.

Menurut Rahardjoet al. (1999), PPP Labuan dijadikan sentra pengembangan perikanan laut di wilayah perairan Selat Sunda. Kegiatan perikanan di Labuan mulai mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah kapal penangkapan yang melakukan kegiatan bongkar muat. Pada tahun 2010 jumlah trip kapal pukat cincin yang menangkap ikan tembang sebanyak 217 trip dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 295 trip (Buku Besar Data Harian TPI Baru Labuan 2010). Besarnya potensi yang ada, memungkinkan PPP Labuan dapat dijadikan sentra pengembangan komoditas unggulan (Rahardjo et al.1999).

Beberapa jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan meliputi ikan kurisi, ikan tembang, ikan tongkol, ikan kembung banjar, ikan selar, ikan layur dan beberapa jenis ikan lain. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu jenis ikan pelagis dominan yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan. Hal ini dapat dibuktikan statistik perikanan PPP Labuan yang menunjukkan bahwa ikan tembang merupakan hasil tangkapan terbanyak ketiga (Buku Besar Data Harian TPI Baru Labuan 2010). Nelayan ikan tembang di PPP Labuan melakukan kegiatan penangkapan menggunakan alat tangkap pukat cincin dengan kapal motor. Penangkapan ikan tembang dilakukan sepanjang tahun, dengan puncak musim penangkapan pada bulan Oktober (Rahmi 2012).


(2)

2

Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara rasional agar sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda tetap lestari. Sesuai Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Dominan tertangkapnya sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan sumberdaya ikan tersebut telah terjadi secara terus menerus. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi besarnya stok dan kelestarian ikan tembang di alam, khususnya wilayah Perairan Selat Sunda. Jika pengelolaan terhadap sumberdaya ikan dilakukan secara tepat, maka akan dapat memasok protein (hewani) secara stabil. Pada saat yang sama, akan memberikan kontribusi sosial dan ekonomi yang besar seperti pengembangan sektor perikanan, penciptaan lapangan kerja dan sebagainya. Dalam hal ini terdapat makna pentingnya pengelolaan sumberdaya perikanan (JICA 2009).

Dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan diperlukan informasi yang bersifat biologis dan matematis. Menurut Widodo dan Suadi (2006), langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan pengumpulan data dasar mengenai biologi, ekonomi dan sosial perikanan. Kemudian data yang diperoleh diolah ke dalam bentuk informasi yang berguna untuk membuat keputusan pengelolaan. Oleh karena itu, perlu kajian mengenai pola pertumbuhan ikan tembang di perairan Selat Sunda untuk dapat mengetahui pertumbuhan sumberdaya ikan tersebut agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan (RPP) wilayah Perairan Selat Sunda, sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut dapat berkelanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

Ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda sebagian besar didaratkan di PPP Labuan. Berikut adalah data hasil tangkapan ikan tembang tahun 2007 hingga 2011 (Tabel 1).


(3)

3

Tabel 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan tahun 2007 2011

Tahun Hasil Tangkapan (kg) Upaya (trip) CPUE

2007 2440 19 128,42

2008 -* -* -*

2009 391649 2472 158,43

2010 16429 217 75,71

2011 27964 295 94,79

Keterangan : * data tidak ada, akibat terjadi kebakaran di TPI Sumber : TPI baru Labuan, Banten

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda berfluktuasi. Pada tahun 2007, hasil tangkapan ikan tembang sangat sedikit, hal ini disebabkan karena kegiatan penangkapan hanya terjadi pada bulan Januari dan Februari saja. Kemudian hasil tangkapan meningkat pada tahun 2009, turun pada tahun 2010 dan meningkat kembali pada tahun 2011. Berdasarkan data tersebut tidak menutup kemungkinan jika jumlah sumberdaya ikan tembang di perairan tersebut akan semakin menurun.

Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Penelitian kajian stok mengenai ikan tembang yang tertagkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten ini dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan tembang yang ada di wilayah penangkapan perairan Selat Sunda, karena kajian stok mengenai ikan tembang pada wilayah penangkapan Perairan Selat Sunda sudah pernah dikaji beberapa tahun yang lalu, sehingga perlu kajian terbaru untuk dapat dijadikan pembanding dengan penelitian sebelumnya untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan Rencana Pengeloaan Perikanan.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek pertumbuhan ikan tembang di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten yang meliputi hubungan panjang dan bobot ikan serta parameter pertumbuhan.


(4)

4

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi yang terkait dengan kajian stok ikan tembang untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan tembang di Labuan, Banten yang berkelanjutan dan lestari.


(5)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan TembangSardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847)

Ikan tembang merupakan ikan permukaan, hidup di perairan pantai dan bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200 meter (Syakila 2009). Klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae Subfamili : Incertae sedis Genus :Sardinella

Spesies :Sardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847) Nama umum :Fringescale sardinella(fishbase.org)

Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) (Syakila 2009)

Gambar 1. Ikan tembang(Sardinella fimbriata)

Ikan tembang memiliki bentuk badan pipih dan memanjang. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata hampir lurus, dari bagian belakang mata hingga bagian depan dasar sirip punggung berbentuk agak cembung. Tinggi badan lebih besar daripada panjang kepala. Kepala dan badan bagian atas abu-abu kehijauan, sedangkan bagian bawah putih keperakan (Peristiwady 2006).


(6)

6

Ikan tembang memiliki rangka yang terdiri dari tulang benar dan bertutup insang. Kepala simetris, badan tidak seperti ular. Tidak seluruh sisik terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor tidak bercincin-cincin. Hidung tidak memanjang ke depan dan tidak membentuk rostrum. Pipi atau kepala tidak berkelopak keras dan tidak berduri. Sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku atau berbelah. Badannya bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras pada punggung. Tidak bersirip punggung tambahan seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat. Bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).

Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dengan jumlah jari-jari lemah sebanyak 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah berjumlah 16-19, tapis insang halus berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan tembang merupakan ikan pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, namun ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat padaSardinella fimbriata, Valenciennes dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama padaSardinella lemuru, Bleeker (Syakila 2009).

2.2 Sebaran Frekuensi Panjang

Umur ikan dapat diketahui dengan mengkaji bagian tubuh ikan yaitu sisik dan otolith pada bagian kepala ikan memiliki lingkaran-lingkaran tahunan yang digunakan sebagai metode untuk menghitung komposisi umur ikan pada perairan beriklim subtropis. Lingkaran yang terbentuk pada sisik dan otolith pada ikan disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan perairan pada musim yang berbeda. Dalam mengkaji umur ikan dengan metode frekuensi panjang, sifat-sifat reproduksi


(7)

7

dan pertumbuhan ikan perlu dipelajari. Untuk dapat mengetahui umur ikan yang berdasarkan frekuensi panjang digunakan asumsi bahwa ikan yang berada dalam satu kelompok umur, mempunyai tendensi membentuk suatu distribusi normal panjang disekitar panjang rata-ratanya. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang digunakan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre dan Venema 1999). Di Laguna Ologe, Lagos, Nigeria panjang rata-rata ikan tembang yang tertangkap dengan spesies S. maderensis adalah 129,7 mm (Johnson dan Ndimele 2010).

2.3 Hubungan Panjang dan Bobot

Analisis hubungan panjang bobot dimanfaatkan untuk mengetahui aspek pertumbuhan, misalnya melihat berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 1997). Hubungan antara dua variabel tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi.

Hasil analisis hubungan panjang dengan bobot akan menghasilkan suatu persamaan, yang dapat digunakan untuk menduga bobot ikan melalui data panjang yang didapatkan, serta nilai konstata b, yaitu pangkat dari suatu persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi, yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Pola pertumbuhan ikan tembang yang tertangkap di Teluk Banten memiliki persamaan hubungan panjang bobot, W = 0,00025 L2,282 (Cresidanto 2010), dengan nilai b berkisar antara 1,71-2,42. Hal ini menunjukkan bahwa pola petumbuhan dari ikan tersebut bersifat allometrik negatif, yaitu pertambahan panjang ikan tembang lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobotnya (Cressidanto 2010). Di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita (2007), diperoleh persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L2,664untuk ikan tembang jantan dan untuk ikan tembang betina W = 0,0007 L2,091. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Palabuhanratu yang memperoleh W = 0,000009 L2,990 (Syakila 2009) dan Sungai


(8)

8

Nkoro, Nigeria yang memperoleh W = 0,0478 L3,580 pada spesies S. maderensis

dengan koefisien determinasi sebesar 94,7% (Abowei 2009).

2.4 Pertumbuhan

Dalam biologi perikanan, pertumbuhan merupakan salah satu aspek paling intensif yang dipelajari. Pertumbuhan merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kondisi individual maupun populasi. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam periode waktu (Moyle dan Cech 1988). Sedangkan pada populasi pertumbuhan merupakan peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan dari lingkungannya. Menurut Lagler et al.

(2002) in Zakaria (2003) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam antara lain, keturunan, ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan pakan dan faktor luar antara lain, ketersediaan pakan bagi ikan dan kondisi lingkungan perairan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan pakan yang dikonsumsi yaitu suhu, oksigen terlarut dan salinitas (Peter 2002 in

Zakaria 2003).

Parameter pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan metode Ford Walford yang membutuhkan data panjang rata-rata dari beberapa kelompok ukuran yang sama (Sparre dan Venema 1999). Parameter-parameter yang dikaji dalam menduga pertumbuhan adalah panjang asimptotik (L ) merupakan panjang maksimum ikan secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K) dan t0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre dan Venema 1999).

Berdasakan hasil penelitian Cressidanto (2010), ikan tembang yang tertangkap di Teluk Banten memiliki panjang total maksimum 171 mm dengan panjang asimptotik (L ) 180,22 mm, koefisien pertumbuhan (K) 0,59 bulan-1dan umur ikan pada saat panjang ikan 0 mm sebesar -0,32 bulan. Di Teluk Palabuhanratu diperoleh nilai koefisien pertumbuhan ikan tembang sebesar 1,07 bulan-1 dengan L 170,02 mm. Sedangkan di Perairan Laut Flores memperoleh nilai K sebesar 0,29 bulan-1 dengan L 380,4 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Aripin dan Showers (2000), ikan tembang yang tertangkap di perairan Tawi-Tawi Filipina, mempunyai koefisien pertumbuhan 0,75 bulan-1dengan nilai L 225 mm.


(9)

3.

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten (Gambar 2).

Gambar 2. Peta daerah penelitian Sumber: Dinas Hidro-Oseanografi 2010

3.2 Informasi Alat Tangkap

Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan tembang di perairan Selat Sunda adalah pukat cincin, pancing obor dan jaring insang. Pukat cincin merupakan alat tangkap utama yang digunakan dalam menangkap ikan tembang, dengan ukuran mata jaring 2 inch pada bagian badan jaring dan 1¾ inch


(10)

10

pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing obor dan jaring insang, ikan tembang bukan merupakan tujuan utama penangkapan.

3.3 Pengumpulan Data Primer

Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan ikan contoh dilakukan selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran panjang dan bobot ikan untuk menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan tembang di Selat Sunda.

Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB). Pada masing-masing gundukan ikan tembang, ikan contoh dipilih secara acak sebanyak lebih kurang 100 ekor. Jumlah ikan contoh yang diambil proporsional terhadap masing-masing kelas ukuran panjang (Gambar 3).

Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris (Lampiran 1) panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan tembang yang ditimbang adalah bobot basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Bobot basah total ikan tembang ditimbang menggunakan timbangan digital (Lampiran 1) dengan skala terkecil 0,0001 gram. Pengukuran bobot basah total merupakan pengukuran bobot yang mudah dilakukan di lapangan.

Pengumpulan data dan informasi lain yang terkait dalam kegiatan penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan nelayan ikan tembang di PPP Labuan, Banten. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data unit penangkapan (pemilik kapal, nelayan dan jumlah anak buah kapal), daerah penangkapan, serta kegiatan operasi. Pemilihan responden dilakukan dengan metode


(11)

11

pengambilan contoh responden sesuai dengan tujuan, dengan jumlah responden sebanyak tiga puluh orang.

Gambar 3. Kerangka pengambilan contoh di lokasi penelitian

3.4 Analisis Data

3.4.1 Sebaran kelompok umur

Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan menggunakan program Microsoft Excel 2007 (Lampiran 2 dan 3), kemudian dibuat kurva sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jikafiadalah frekuensi ikan

dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, , N), µj adalah rata-rata panjang kelompok

umur ke-j, j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah

proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j(j= 1, 2, , G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga ̂ , , ̂ adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):

PPP Labuan, Banten

Contoh yang akan dianalisis PCAB

(proporsional terhadap panjang ikan) ± 100 ekor ikan contoh

Nelayan 2

Gundukan ikan 2 Gundukan ikan 2

Gundukan ikan 2 Gundukan ikan 2


(12)

12

=

=

√ yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan

nilai tengah µj dan simpangan baku j, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i.

Parameter pertumbuhan ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, j,pjsehingga diperoleh dugaan ̂ , ̂.

3.4.2 Hubungan panjang dan bobot

Model hubungan panjang bobot mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dianalisis. Asumsi hukum kubik ini adalah bahwa idealnya seluruh ikan dimana setiap pertambahan panjang akan menyebabkan pertambahan berat. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena panjang dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies ikan, sehingga untuk menganalisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan digunakan hubungan sebagai berikut (Effendie, 1979):

=

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah intersep (perpotongan hubungan kurva panjang-bobot dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot.

Nilai dan diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu: log = log + log

Koefisien a dan b didapatkan dari hasil analisis regresi dengan ln W sebagai variabel y dan Ln L sebagai variabel x sehingga didapatkan persamaan regresi :

y = a + bx.

Pengaruh nilai b terhadap fungsi bobot, dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dari hasil analisis menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.


(13)

13

3.4.3 Pertumbuhan

3.4.3.1 Sebaran frekuensi panjang

Penentuan sebaran frekuensi panjang menggunakan data panjang total ikan tembang (S. fimbriata) yang tertangkap di Selat Sunda.

Langkah-langkah dalam menganalisis sebaran frekuensi panjang: Langkah 1 : Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan, Langkah 2 : Menentukan interval (lebar selang kelas),

Langkah 3 : Menentukan frekuensi dari masing-masing kelas panjang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 pada menu

Data Analysiskemudian pilih menuHistogram.

3.4.3.2 Plot Ford Walford

Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):

= 1 − ( )

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy. Untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi :

− = . ( ).[1 − ]

Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimptotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) dan t0adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Kemudian kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan :

− = [ − ][1 − ]

atau :

= [1 − ] +

Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier = + , jika Ltsebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1sebagai ordinat (y).


(14)

14

( ) = +

Dengan demikian akan terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama dengan L [1 e-K]. Dengan demikian, nilai K dan L diperoleh dengan cara:

= − ln ( ) dan

= 1 −

Nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diduga melalui persamaan Pauly (1983) dalam Sparre dan Venema (1999):

log(− ) = − 0,3922 − 0,2752( ) − 1,038(log )

Keterangan:

Lt = Panjang ikan pada saat umur t (mm) L = Panjang asimptotik ikan (mm) K = Koefisien pertumbuhan (bulan-1) t = Umur ikan (bulan)

t0 = Umur ikan pada saat panjang ikan nol (bulan)

3.4.4 Pendugaan umur ikan dengan modus panjang tertentu

Dalam menduga umur ikan untuk masing-masing panjang yang didapatkan dari hasil penelitian (Lo) dapat menggunakan rumus pertumbuhan Von Bertalanffy yang disubstitusikan menjadi sebagai berikut:

=

1 − + ( . )

Pada prinsipnya untuk menduga umur ikan (t) yang paling tepat untuk dipolotkan ke dalam kurva pertumbuhan Von Bertalanffy, dapat dilakukan dengan mencari nilai jumlah kuadrat deviasi panjang terkecil. Deviasi panjang adalah selisih antar panjang ikan hasil pengamatan (Lo) dan panjang ikan harapan berdasarkan model von Bertalanffy (Le), dapat dirumuskan sebagai berikut:


(15)

15

= ( − )

Selanjutnya gunakan umur dugaan tersebut (sumbu x) untuk menentukan letak titik-titik modus panjang (sumbu y) hasil pengamatan pada gambar kurva pertumbuhan.

Keterangan:

t = Umur ikan (bulan)

Lo =Observed length, panjang hasil pengamatan/modus panjang (mm)

Le =Expected length, panjang harapan dihitung berdasarkan kurva pertumbuhan Von Bertalanffy (mm)


(16)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan

PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.

PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.

Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.

Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan

PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.

PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.

Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.

Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011

Banyar 26% Tenggiri 2% Selar 1% Tongkol 52% Tembang 19%

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan

PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.

PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.

Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.

Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011

Tenggiri 2%


(17)

17

Berdasarkan Gambar 4, ikan tembang berada pada urutan ketiga sebagai hasil tangkapan ikan pelagis yang didaratan di PPP Labuan. Daerah penangkapan nelayan di Kecamatan Labuan berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI) 512 yaitu meliputi wilayah perairan Samudera Hinda bagian selatan, Selat Sunda dan Laut Jawa. Namun nelayan hanya melakukan penangkapan di wilayah perairan Selat Sunda terutama disekitar Pulau Sebuku, Pulau Sebesi, Pulau Rakata Kecil, Pulau Krakatau dan Pulau Panaitan.

Pemasaran ikan tembang hanya untuk pasar lokal saja. Bentuk produk yang dijual berupa ikan segar dan ikan asin. Hal ini bertujuan agar ikan tetap awet dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Harga jual ikan tembang bervariasi tergantung pada ketersediaannya di pasar, harga ikan tembang segar berkisar antara Rp 3000-Rp 5000.

4.1.2 Hubungan panjang bobot

Analisis hubungan panjang bobot (Gambar 5) menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan tembang di perairan Selat Sunda, dengan jumlah contoh sebanyak 614 ekor ikan tembang. Berikut ini adalah hubungan panjang bobot ikan tembang untuk keseluruhan pengambilan contoh di PPP Labuan, Banten.

Gambar 5. Hubungan panjang dan bobot ikan tembang di perairan Selat Sunda W = 0,00001L2,927

R² = 0,802 n = 614

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

0 50 100 150 200

B o b o t (g ra m )


(18)

18

Hasil analisis hubungan panjang bobot, mendapatkan nilai b sebesar 2,927. Dengan demikian, diperoleh persamaan hubungan panjang dan bobot ikan tembang sebagai berikut:

dengan koefisien determinasi sebesar 80,2 % dan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 6) nilai b ikan tembang di Perairan Selat Sunda berkisar antara 2,572-3,282.

4.1.3 Pemisahan kelompok umur

Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang menggunakan metode NORMSEP disajikan pada Gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Kelompok umur ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda April

n = 54

Juni n = 51

Juli n = 61

Agustus n = 41

September n = 34

Oktober n = 37


(19)

19

Gambar 7. Kelompok umur ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda April

n = 45

Juni n = 49

Juli n = 38

Agustus n = 54

September n = 65

Oktober n = 63


(20)

20

Berdasarkan Gambar 6 dan 7 di atas dapat dilihat bahwa pergeseran modus kelompok umur yang sama pada ikan jantan dan betina terjadi pada bulan Juli hingga Oktober.

4.1.4 Parameter pertumbuhan

Berdasarkan hasil pemisahan kelompok umur, didapatkan data modus panjang ikan (Lampiran 7 dan 8) yang selanjutnya akan dianalisis untuk menduga parameter pertumbuhan ikan tembang. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang yaitu koefisien pertumbuhan (K), panjang asimptotik (L ) dan umur teoritis ikan pada saat panjang ikan 0 (t0) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda

Parameter Jantan Betina

L (mm) 181,94 190,45

K (bulan-1) 0,33 0,26

t0(bulan) -0,31 -0,38

t* (bulan) 20,12 24,65

Keterangan : *umur dugaan saat Lt= L

Berdasarkan Tabel 2 diperoleh persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tembang jantan dan betina di Perairan Selat Sunda berturut-turut adalah sebagai berikut:

= 181,94 1 − [ , ( , )]

dan

= 190,45 1 − [ , ( , )]

Dari persamaan pertumbuhan di atas maka dapat diketahui panjang ikan tembang dari berbagai umur relatif, sehingga dapat dihitung pertambahan panjang ikan tembang untuk setiap bulannya hingga mencapai panjang asimptotiknya (Gambar 8 dan 9). Kurva dugaan parameter pertumbuhan ikan tembang yang diperoleh dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang total ikan (mm) hingga ikan berumur 20 bulan.


(21)

21

Gambar 8. Kurva pertumbuhan ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda

Gambar 9. Kurva pertumbuhan ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda

Berdasarkan dari kurva pertumbuhan di atas, dapat diketahui panjang rata-rata ikan yang dihasilkan selama penelitian dan digunakan dalam menganalisis pendugaaan parameter pertumbuhan, serta umur dugaannya sebagai berikut.

0 40 80 120 160 200

-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

P a n ja n g t o ta l (m m ) Waktu (bulan) 0 40 80 120 160 200

-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

P a n ja n g t o ta l (m m ) Waktu (bulan)

Lt= 190,45 (1 e[-0,26(t + 0,38)]) L

Lt= 181,94 (1 e[-0,33(t + 0,31)])


(22)

22

Tabel 3. Panjang rata-rata ikan serta umur dugaan

Jantan Betina

̂(bulan) Lt(mm) ̂(bulan) Lt(mm)

3,3 128,16 3,8 128,14

4,3 144,56 4,8 143,84

5,3 150,19 5,8 150,22

6,3 162,78 6,8 162,67

4.2 Pembahasan

Hubungan panjang bobot ikan sangat penting artinya dalam ilmu dinamika populasi, antara lain untuk memberikan pernyataan secara matematis hubungan antara panjang dan bobot ikan, menduga variasi bobot dugaan untuk panjang tertentu. Berdasarkan grafik hubungan panjang bobot (Gambar 5) diperoleh persamaan W = 0,00001 L2,927dengan koefisien determinasi sebesar 80,2%.

Penelitian sebelumnya mengenai hubungan panjang bobot ikan tembang juga pernah dilakukan di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita (2007), yang menghasilkan persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L2,664 untuk ikan tembang jantan dan W = 0,0007 L2,091 untuk ikan tembang betina. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Banten, diperoleh persamaan W = 0,00025 L2,282 (Cresidanto 2010) dan di Teluk Palabuhanratu diperoleh W = 0,000009 L2,990 (Syakila 2010). Semua nilai b yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya di beberapa perairan di Indonesia tidak berbeda nyata dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu berkisar antara 2,572-3,282. Akan tetapi untuk ikan-ikan yang tergolong genus Sardinella nilai b dapat berbeda untuk spesies yang berbeda. Abowei (2009) melaporkan bahwa persamaan hubungan panjang bobot S. maderensis di Sungai Nkoro, Nigeria adalah W = 0,0478 L3,580 dengan koefisien determinasi sebesar 94,7.

Pola pertumbuhan setiap spesies ikan berbeda-beda, begitupun juga dengan spesies ikan yang sama namun hidup di wilayah perairan yang berbeda. Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor dalam berupa genetik ikan tersebut dan faktor luar berupa kondisi perairan (suhu dan salinitas), waktu penangkapan, kapal penangkapan, ketersediaan makanan di perairan tersebut (Osman 2004 in Lelono 2007). Menurut Bachrin (2008), ikan tembang dapat hidup pada kisaran suhu 28o C-31oC, dengan suhu optimum 29oC, karena ikan pelagis kecil cenderung memilih


(23)

23

kondisi yang berhubungan erat dengan kondisi lingkungan (Laevastu dan Hayes 1981). Menurut Amri (2008), Perairan Selat Sunda memiliki kisaran suhu antara 27oC-30,5oC dan tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syamsudinet al. (2003) yang berkisar antara 28oC-29,5oC. Menurut Gunarso (1985), suhu tidak terlalu memberikan gambaran bagaimana pengaruhnya terhadap perikanan, sebab perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis, memiliki variasi suhu tahunan yang kecil bila dibandingkan dengan perairan lain, seperti misalnya perairan subtropis. Selain suhu, salinitas juga mempengaruhi pola pertumbuhan ikan, karena metabolisme dalam tubuh mempengaruhi pertumbuhan ikan. Di Perairan Selat Sunda kisaran salinitasnya antara 31 -33,7 (Amri 2008). Sementara salinitas optimum untuk ikan tembang adalah 34 (Bachrin 2008).

Berdasarkan Gambar 6 dan 7 didapatkan satu kelompok ukuran ikan tembang jantan pada bulan April hingga Oktober. Sedangkan untuk ikan tembang betina didapatkan dua kelompok umur pada bulan pengamatan April dan Agustus dan untuk bulan lainnya hanya ditemukan satu kelompok umur. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran (Lampiran 4 dan 5) terlihat nilai indeks separasi pada bulan April dan Agustus yang lebih dari dua (I > 2), hal ini menunjukkan bahwa pemisahan kelompok ukuran ikan tembang dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan metode Battacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap kemungkinan bagi suatu pemisahan dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran tersebut (Hasseblad 1996, McNew dan Summerfelt 1978 serta Clark 1981inSparre dan Venema 1999).

Parameter pertumbuhan model Von Bertalanffy (K dan L ) diduga dengan menggunakan metode Ford Walford. Metode ini merupakan metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang yang sama (Sparre dan Venema 1999). Kelompok ukuran ikan tembang ini dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang yaitu panjang


(24)

24

rata-rata, jumlah populasi dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran disajikan pada Lampiran 4 dan 5.

Kelompok ikan yang modus panjangnya bergeser dari 128,16 mm (jantan) dan 128,14 (betina) pada bulan Juli menjadi 162,78 mm (jantan) dan 162,67 mm (betina) pada bulan Oktober, pada penelitian ini sangat mungkin berasal dari satu kohort. Pada bulan Juli ikan-ikan tersebut diduga berumur 3,3 bulan (jantan) dan 3,8 bulan (betina) (Tabel 3) atau berkisar antara 3 dan 4 bulan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diduga setidaknya pada 3 atau 4 bulan sebelumnya yaitu pada bulan April atau Mei telah terjadi musim pemijahan.

Panjang total maksimum ikan tembang yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan adalah 185 mm yang diduga dicapai pada umur 13 bulan dan merupakan ikan tembang betina. Panjang ini lebih kecil dibanding panjang asimptotik ikan tembang yang didapatkan yaitu 190,45 mm dengan koefisien pertumbuhan 0,26 bulan-1. Panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar 180 mm (Shelvinawati 2012), yang diduga dicapai pada umur 11 bulan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar ikan yang tertangkap belum matang gonad. Hasil analisis beberapa penelitian sebelumnya mengenai parameter ikan tembang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter pertumbuhan ikan tembang dari beberapa hasil penelitian

Sumber Lokasi

Koefisien pertumbuhan

(bulan-1)

Panjang asimptotik (mm) Syakila (2009) Teluk Palabuhanratu 1,07 170,02

Cresidanto (2010) Teluk Banten 0,59 180,22

Penelitian ini (2012) Selat Sunda 0,26 190,45

Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan di beberapa perairan yang berbeda. Diperoleh nilai koefisien pertumbuhan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu sebesar 1,07 bulan-1 dengan L 170,02 mm, sedangkan di Perairan Teluk Banten diperoleh nilai K 0,59 bulan-1 dengan L 180,22 mm. Berdasarkan selang kepercayaan 95% (Lampiran 6), L ikan tembang yang tertangkap di Perairan Selat Sunda tidak berbeda nyata dengan kedua penelitian sebelumnya pada dua wilayah yang berbeda. Penelitian lain mengenai parameter pertumbuhan ikan


(25)

25

tembang di Perairan Laut Flores memperoleh nilai K sebesar 0,29 bulan-1dengan L 380,4 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Aripin dan Showers (2000), ikan tembang yang tertangkap di Perairan Tawi-Tawi Filipina, mempunyai koefisien pertumbuhan 0,75 bulan-1dengan nilai L 225 mm. Sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema (1999) yaitu ikan-ikan yang berumur panjang mempunyai nilai K cukup kecil sehingga membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Semakin cepat laju pertumbuhannya, maka akan semakin cepat pula ikan tersebut mencapai panjang asimptotiknya (L ).

Pada kurva pertumbuhan (Gambar 8 dan 9) dapat dilihat bahwa terdapat empat titik panjang rata-rata ikan yang dihasilkan selama penelitian, panjang rata-rata inilah yang digunakan dalam menduga parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda. Terdapat juga umur dugaan pada keempat titik tersebut (Lampiran 9 dan 10). Berdasarkan umur dugaan tersebut dapat dinyatakan bahwa ikan-ikan yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten merupakan ikan-ikan yang berumur tua. Pada kurva juga terlihat perbedaan laju pertumbuhan ikan tembang selama rentang hidupnya. Pertumbuhan panjang ikan tembang yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptotik, dimana ikan tidak akan bertambah panjang lagi. Pertumbuhan cepat bagi ikan yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada ikan tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel-sel yang rusak (Jalilet al.2001).

Terjadinya perbedaan kecepatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di lingkungan hidup ikan, karena kecepatan pertumbuhan tersebut akan berlainan pada tahun yang berlainan juga, terutama pada ikan yang masih muda ketika kecepatan tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Hal ini besar kemungkinan disebabkan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Dwiponggo 1982 in Harahap dan Djamali 2005). Cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (Sumanet al.2006).


(26)

26

JICA (2009) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan bukan hanya dengan tidak melakukan kegiatan penangkapan untuk tetap dapat menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, namun dalam kondisi yang berkesinambungan tetap dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan yang sesuai dengan nilai tangkapan maksimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya (MSY). Sehingga kegiatan penangkapan dan pengelolaan untuk mempertahankan stok sumberdaya perikanan di laut dapat berlangsung secara berkesinambungan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan tembang di Peraiaran Selat Sunda adalah dengan melakukan pengontrolan terhadap ukuran ikan yang tertangkap, yaitu dengan memodifikasi alat tangkap yang lebih selektif. Ikan-ikan yang boleh ditangkap adalah Ikan-ikan-Ikan-ikan yang sudah mencapai ukuran matang gonad (Lm) atau minimal sudah pernah satu kali melakukan siklus pemijahan. Pada penelitian kali ini panjang ikan pertama kali matang gonad adalah 180 mm (Shelvinawati 2012). Selain itu, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi upaya penangkapan pada bulan-bulan tertentu, yaitu ada bulan Juni-Juli, karena diduga pada bulan-bulan tersebut terjadi puncak musim pemijahan ikan tembang di Perairan Selat Sunda (Shelvinawati 2012).


(27)

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Hubungan panjang bobot ikan tembang di Selat Sunda memiliki persamaan W = 0,00001 L2,927. Pada selang kepercayaan 95% nilai b ini berkisar antara 2,572-3,282. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian di beberapa perairan lain di Indonesia.

2. Berdasarkan kurva pertumbuhan model Von Bertalanffy, dapat diketahui bahwa panjang asimptotik (L ) ikan tembang jantan sebesar 181,94 mm dan 190,45 mm untuk ikan betina.

3. Setidaknya pada bulan April atau Mei telah terjadi musim pemijahan ikan tembang di sekitar Perairan Selat Sunda.

5.2 Saran

Penelitian pertumbuhan ini hendaknya mengambil ikan contoh yang berumur muda hingga yang berumur tua, sehingga nilai K yang diperoleh akan lebih akurat. Selain itu, ikan contoh yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim sehingga informasi yang diperoleh lebih menyeluruh. Untuk mengkonfirmasi dugaan musim pemijahan pada bulan April atau Mei, perlu dilakukan penelitian tingkat kematangan gonad ikan tembang secara peiodik terutama antara bulan Januari sampai dengan Juni.


(28)

KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN IKAN TEMBANG

(

Sardinella fimbriata

Cuvier dan Valenciennes 1847)

DI PERAIRAN SELAT SUNDA

ELFRIDA MEGAWATI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(29)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Elfrida Megawati C24080072


(30)

RINGKASAN

Elfrida Megawati. C24080072. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Kiagus Abdul Aziz.

Banten merupakan salah satu daerah perikanan potensial yang ada di Indonesia karena dikelilingi oleh tiga wilayah perairan yaitu Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Luas wilayah Perairan Selat Sunda mencapai 5618 km2 dengan panjang garis pantai pada bagian Provinsi Banten 253 km. Salah satu PPP yang terdapat di Banten adalah PPP Labuan, Banten. Ikan tembang merupakan salah satu ikan pelagis yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan dan merupakan salah satu ikan pelagis yang dominan tertangkap, sehingga diduga hal tersebut menyebabkan aktivitas penangkapan kian meningkat. Sehingga diperlukan upaya untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan tembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek pertumbuhan ikan tembang meliputi pola pertumbuhan dan parameter pertumbuhan.

Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin yang berukuran mata jaring 2 inch pada bagian badan jaring dan 1¾ inch pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten. Analisis data yang dilakukan adalah sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang bobot, sebaran dan pendugaan parameter pertumbuhan (K, L , t0).

Ikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Sardinella fimbriata dan berjumlah 614 ekor ikan contoh. Sebaran frekuensi panjang ikan tembang jantan berkisar antara selang kelas panjang 100-189 mm. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang bobot, diperoleh persamaan = 1 × 10 , , dengan koefisien determinasi sebesar 80,2%. Melalui analisis pendugaan parameter pertumbuhan, didapatkan nilai K (koefisien pertumbuhan), L (panjang asimptotik) dan t0pada ikan jantan dan betina berturut-turut adalah sebagai berikut, K sebesar 0,33 dan 0,26 bulan-1, L sebesar 181,94 dan 190,45 mm, dengan t0-0,31 dan -0,38 bulan. Berdasarkan selang kelas nilai b, tidak terdapat perbedaan nyata dengan nilai b pada beberapa penelitian sebelumnya di Perairan Indonesia, begitupun juga dengan nilai L . Sebagian besar ikan yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten belum matang gonad.


(31)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda

Nama : Elfrida Megawati

NIM : C24080072

Program studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Ir. Kiagus Abdul Aziz, MSc. NIP. 19570928 198103 1 006 NIP. 130349 009

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajamen Sumberdaya Periran

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, MSc. NIP. 19660728 199103 1 002


(32)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas begitu besar kasih karunia dan berkat-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi yang berjudul Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda

dibuat untuk mengetahui pola pertumbuhan dan parameter pertumbuhan ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pengelolaan perikanan tembang di Selat Sunda demi pemanfaatan yang berkelanjutan.

Demikianlah skripsi ini disusun, semoga bermanfaat agar dapat memenuhi syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Perikanan. Saran dan kritik atas skripsi ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Juli 2012


(33)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku pembimbing skripsi pertama serta Bapak Ir. Kiagus Abdul Aziz, MSc. selaku pembimbing skripsi kedua atas bimbingan dan dukungannya kepada penulis.

2. Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS. selaku pembimbing akademik sekaligus dosen penguji tamu penulis atas segala dukungan dan bimbingannya dalam menjalankan kegiatan akademik selama di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3. Kedua orang tua saya Mama Dorista dan Bapak Fortes John atas segala dukungan moril dan materil kepada penulis selama kegiatan perkuliahan hingga penulisan skripsi, serta kepada abang Junjungan dan adik Li Sahn Yang.

4. Dimas Pradika atas dukungan morilnya selama kegiatan perkuliahan di MSP hingga penulisan skripsi.

5. Teman-teman terdekat saya selama di TPB dan MSP, Nadia Indah PS, Ade Irma Listiani, Rina Shelvinawati, Nissa Izzani, Fawzan Bhakti Soffa, Rio Putra Ramadhan, Rendra Danang Saputra dan Nugraha Bagoes Soegesty atas segala dukungan serta kebersamaan mengahadapi suka dan duka selama di MSP.

6. Teman-teman penelitian MSPi, Rani Y, Fauzia, Rikza, Hilda, Fadilatul, serta rekan-rekan MSP 45 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, bantuan dan kebersamaannya selama kegiatan penelitian dan perkuliahan.

7. Adik-adik kelas angkatan 46 dan 47 yang mendukung penulis dalam penyelesaiaan penulisan skripsi.


(34)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Maret 1990 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Fortes John Dulles Siboro dan Dorista Gultom. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu SDN Pekayon 05 Pagi, Jakarta Timur (1996-2002). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SMPN 91, Jakarta Timur (2002-2005) dan SMAN 99 Cibubur, Jakarta Timur (2005-2008). Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (Himasper) (2009-2010) dan anggota Divisi Advokasi dan Pendidikan Himasper (2010-2011), serta menjadi panitia di acara seminar nasional Seminar Series Membangun Negara Maritim . Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Dinamika Populasi (2011-2012), Biologi Perikanan (2011-2012), serta Pengkajian Stok Ikan (2011-2012).

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda .


(35)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan ... 3 1.4 Manfaat ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Ikan Tembang Sardinella fimbriata (Cuvier dan Valenciennes

1847) ... 5 2.2 Sebaran Frekuensi Panjang... 6 2.3 Hubungan Panjang dan Bobot ... 7 2.4 Pertumbuhan ... 8

3. METODE PENELITIAN... 9 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian ... 9 3.2 Informasi Alat Tangkap ... 9 3.3 Pengumpulan Data Primer ... 10 3.4 Analisis Data... 11 3.4.1 Sebaran kelompok umur ... 11 3.4.2 Hubungan panjang dan bobot ... 12 3.4.3 Pertumbuhan ... 13 3.4.3.1 Sebaran frekuensi panjang ... 13 3.4.3.2 Plot Ford Walford ... 13 3.4.4 Pendugaan umur ikan dengan modus panjang tertentu... 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 16 4.1 Hasil ... 16 4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan... 16 4.1.2 Hubungan panjang bobot ... 17 4.1.3 Pemisahan kelompok umur... 18 4.2 Pembahasan ... 22

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 27 5.1 Kesimpulan ... 27 5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA... 28


(36)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di Perairan

Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan tahun 2007 2011 ... 3 2. Parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda ... 20 3. Panjang rata-rata ikan serta umur dugaan ... 22 4. Parameter pertumbuhan ikan tembang dari beberapa hasil penelitian.... 24


(37)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Ikan tembang(Sardinella fimbriata)... 5 2. Peta daerah penelitian ... 9 3. Kerangka pengambilan contoh di lokasi penelitian ... 11 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan ... 16 5. Hubungan panjang dan bobot ikan tembang di perairan Selat Sunda .... 17 6. Kelompok umur ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda ... 18 7. Kelompok umur ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda ... 19 8. Kurva pertumbuhan ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda... 21 9. Kurva pertumbuhan ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda... 21


(38)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian... 33 2. Sebaran data panjang bobot ikan tembang jantan di Perairan Selat

Sunda pada bulan penelitian April-Oktober 2011 ... 34 3. Sebaran data panjang bobot ikan tembang betina di Perairan Selat

Sunda pada bulan penelitian April-Oktober 2011 ... 35 4. Analisis sebaran frekuensi panjang ikan tembang jantan di perairan

Selat Sunda dengan FISAT II ... 36 5. Analisis sebaran frekuensi panjang ikan tembang betina di perairan

Selat Sunda dengan FISAT II ... 39 6. Perhitungan Selang Kelas 95% nilai L dan b ... 42 7. Pemisahan kelompok umur ikan tembang jantan di perairan Selat

Sunda... 43 8. Pemisahan kelompok umur ikan tembang betina di perairan Selat

Sunda... 44 9. Perhitungan umur dugaan panjang rata-rata ikan jantan yang

didapatkan selama penelitian. ... 45 10. Perhitungan umur dugaan panjang rata-rata ikan betina yang


(39)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banten merupakan salah satu daerah perikanan potensial yang ada di Indonesia karena dikelilingi oleh tiga wilayah perairan yaitu Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Luas wilayah perairan Selat Sunda mencapai 5618 km2 dengan panjang garis pantai pada bagian provinsi Banten 253 km (Boer dan Aziz 2007). Terdapat beberapa PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) di provinsi Banten, salah satunya adalah PPP Labuan, yang memiliki tiga TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yaitu TPI lama, TPI baru, serta TPI pasar. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan berasal dari Perairan Selat Sunda. Nelayan Labuan melakukan kegiatan penangkapan ikan pelagis di sekitar Pulau Panaitan, Pulau Rakata dan Pulau Rakata Kecil.

Menurut Rahardjoet al. (1999), PPP Labuan dijadikan sentra pengembangan perikanan laut di wilayah perairan Selat Sunda. Kegiatan perikanan di Labuan mulai mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah kapal penangkapan yang melakukan kegiatan bongkar muat. Pada tahun 2010 jumlah trip kapal pukat cincin yang menangkap ikan tembang sebanyak 217 trip dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 295 trip (Buku Besar Data Harian TPI Baru Labuan 2010). Besarnya potensi yang ada, memungkinkan PPP Labuan dapat dijadikan sentra pengembangan komoditas unggulan (Rahardjo et al.1999).

Beberapa jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan meliputi ikan kurisi, ikan tembang, ikan tongkol, ikan kembung banjar, ikan selar, ikan layur dan beberapa jenis ikan lain. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu jenis ikan pelagis dominan yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan. Hal ini dapat dibuktikan statistik perikanan PPP Labuan yang menunjukkan bahwa ikan tembang merupakan hasil tangkapan terbanyak ketiga (Buku Besar Data Harian TPI Baru Labuan 2010). Nelayan ikan tembang di PPP Labuan melakukan kegiatan penangkapan menggunakan alat tangkap pukat cincin dengan kapal motor. Penangkapan ikan tembang dilakukan sepanjang tahun, dengan puncak musim penangkapan pada bulan Oktober (Rahmi 2012).


(40)

2

Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara rasional agar sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda tetap lestari. Sesuai Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Dominan tertangkapnya sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan sumberdaya ikan tersebut telah terjadi secara terus menerus. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi besarnya stok dan kelestarian ikan tembang di alam, khususnya wilayah Perairan Selat Sunda. Jika pengelolaan terhadap sumberdaya ikan dilakukan secara tepat, maka akan dapat memasok protein (hewani) secara stabil. Pada saat yang sama, akan memberikan kontribusi sosial dan ekonomi yang besar seperti pengembangan sektor perikanan, penciptaan lapangan kerja dan sebagainya. Dalam hal ini terdapat makna pentingnya pengelolaan sumberdaya perikanan (JICA 2009).

Dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan diperlukan informasi yang bersifat biologis dan matematis. Menurut Widodo dan Suadi (2006), langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan pengumpulan data dasar mengenai biologi, ekonomi dan sosial perikanan. Kemudian data yang diperoleh diolah ke dalam bentuk informasi yang berguna untuk membuat keputusan pengelolaan. Oleh karena itu, perlu kajian mengenai pola pertumbuhan ikan tembang di perairan Selat Sunda untuk dapat mengetahui pertumbuhan sumberdaya ikan tersebut agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan (RPP) wilayah Perairan Selat Sunda, sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut dapat berkelanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

Ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda sebagian besar didaratkan di PPP Labuan. Berikut adalah data hasil tangkapan ikan tembang tahun 2007 hingga 2011 (Tabel 1).


(41)

3

Tabel 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan tahun 2007 2011

Tahun Hasil Tangkapan (kg) Upaya (trip) CPUE

2007 2440 19 128,42

2008 -* -* -*

2009 391649 2472 158,43

2010 16429 217 75,71

2011 27964 295 94,79

Keterangan : * data tidak ada, akibat terjadi kebakaran di TPI Sumber : TPI baru Labuan, Banten

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda berfluktuasi. Pada tahun 2007, hasil tangkapan ikan tembang sangat sedikit, hal ini disebabkan karena kegiatan penangkapan hanya terjadi pada bulan Januari dan Februari saja. Kemudian hasil tangkapan meningkat pada tahun 2009, turun pada tahun 2010 dan meningkat kembali pada tahun 2011. Berdasarkan data tersebut tidak menutup kemungkinan jika jumlah sumberdaya ikan tembang di perairan tersebut akan semakin menurun.

Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Penelitian kajian stok mengenai ikan tembang yang tertagkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten ini dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan tembang yang ada di wilayah penangkapan perairan Selat Sunda, karena kajian stok mengenai ikan tembang pada wilayah penangkapan Perairan Selat Sunda sudah pernah dikaji beberapa tahun yang lalu, sehingga perlu kajian terbaru untuk dapat dijadikan pembanding dengan penelitian sebelumnya untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan Rencana Pengeloaan Perikanan.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek pertumbuhan ikan tembang di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten yang meliputi hubungan panjang dan bobot ikan serta parameter pertumbuhan.


(42)

4

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi yang terkait dengan kajian stok ikan tembang untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan tembang di Labuan, Banten yang berkelanjutan dan lestari.


(43)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan TembangSardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847)

Ikan tembang merupakan ikan permukaan, hidup di perairan pantai dan bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200 meter (Syakila 2009). Klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae Subfamili : Incertae sedis Genus :Sardinella

Spesies :Sardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847) Nama umum :Fringescale sardinella(fishbase.org)

Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) (Syakila 2009)

Gambar 1. Ikan tembang(Sardinella fimbriata)

Ikan tembang memiliki bentuk badan pipih dan memanjang. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata hampir lurus, dari bagian belakang mata hingga bagian depan dasar sirip punggung berbentuk agak cembung. Tinggi badan lebih besar daripada panjang kepala. Kepala dan badan bagian atas abu-abu kehijauan, sedangkan bagian bawah putih keperakan (Peristiwady 2006).


(44)

6

Ikan tembang memiliki rangka yang terdiri dari tulang benar dan bertutup insang. Kepala simetris, badan tidak seperti ular. Tidak seluruh sisik terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor tidak bercincin-cincin. Hidung tidak memanjang ke depan dan tidak membentuk rostrum. Pipi atau kepala tidak berkelopak keras dan tidak berduri. Sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku atau berbelah. Badannya bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras pada punggung. Tidak bersirip punggung tambahan seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat. Bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).

Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dengan jumlah jari-jari lemah sebanyak 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah berjumlah 16-19, tapis insang halus berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan tembang merupakan ikan pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, namun ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat padaSardinella fimbriata, Valenciennes dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama padaSardinella lemuru, Bleeker (Syakila 2009).

2.2 Sebaran Frekuensi Panjang

Umur ikan dapat diketahui dengan mengkaji bagian tubuh ikan yaitu sisik dan otolith pada bagian kepala ikan memiliki lingkaran-lingkaran tahunan yang digunakan sebagai metode untuk menghitung komposisi umur ikan pada perairan beriklim subtropis. Lingkaran yang terbentuk pada sisik dan otolith pada ikan disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan perairan pada musim yang berbeda. Dalam mengkaji umur ikan dengan metode frekuensi panjang, sifat-sifat reproduksi


(45)

7

dan pertumbuhan ikan perlu dipelajari. Untuk dapat mengetahui umur ikan yang berdasarkan frekuensi panjang digunakan asumsi bahwa ikan yang berada dalam satu kelompok umur, mempunyai tendensi membentuk suatu distribusi normal panjang disekitar panjang rata-ratanya. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang digunakan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre dan Venema 1999). Di Laguna Ologe, Lagos, Nigeria panjang rata-rata ikan tembang yang tertangkap dengan spesies S. maderensis adalah 129,7 mm (Johnson dan Ndimele 2010).

2.3 Hubungan Panjang dan Bobot

Analisis hubungan panjang bobot dimanfaatkan untuk mengetahui aspek pertumbuhan, misalnya melihat berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 1997). Hubungan antara dua variabel tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi.

Hasil analisis hubungan panjang dengan bobot akan menghasilkan suatu persamaan, yang dapat digunakan untuk menduga bobot ikan melalui data panjang yang didapatkan, serta nilai konstata b, yaitu pangkat dari suatu persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi, yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Pola pertumbuhan ikan tembang yang tertangkap di Teluk Banten memiliki persamaan hubungan panjang bobot, W = 0,00025 L2,282 (Cresidanto 2010), dengan nilai b berkisar antara 1,71-2,42. Hal ini menunjukkan bahwa pola petumbuhan dari ikan tersebut bersifat allometrik negatif, yaitu pertambahan panjang ikan tembang lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobotnya (Cressidanto 2010). Di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita (2007), diperoleh persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L2,664untuk ikan tembang jantan dan untuk ikan tembang betina W = 0,0007 L2,091. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Palabuhanratu yang memperoleh W = 0,000009 L2,990 (Syakila 2009) dan Sungai


(46)

8

Nkoro, Nigeria yang memperoleh W = 0,0478 L3,580 pada spesies S. maderensis

dengan koefisien determinasi sebesar 94,7% (Abowei 2009).

2.4 Pertumbuhan

Dalam biologi perikanan, pertumbuhan merupakan salah satu aspek paling intensif yang dipelajari. Pertumbuhan merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kondisi individual maupun populasi. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam periode waktu (Moyle dan Cech 1988). Sedangkan pada populasi pertumbuhan merupakan peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan dari lingkungannya. Menurut Lagler et al.

(2002) in Zakaria (2003) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam antara lain, keturunan, ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan pakan dan faktor luar antara lain, ketersediaan pakan bagi ikan dan kondisi lingkungan perairan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan pakan yang dikonsumsi yaitu suhu, oksigen terlarut dan salinitas (Peter 2002 in

Zakaria 2003).

Parameter pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan metode Ford Walford yang membutuhkan data panjang rata-rata dari beberapa kelompok ukuran yang sama (Sparre dan Venema 1999). Parameter-parameter yang dikaji dalam menduga pertumbuhan adalah panjang asimptotik (L ) merupakan panjang maksimum ikan secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K) dan t0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre dan Venema 1999).

Berdasakan hasil penelitian Cressidanto (2010), ikan tembang yang tertangkap di Teluk Banten memiliki panjang total maksimum 171 mm dengan panjang asimptotik (L ) 180,22 mm, koefisien pertumbuhan (K) 0,59 bulan-1dan umur ikan pada saat panjang ikan 0 mm sebesar -0,32 bulan. Di Teluk Palabuhanratu diperoleh nilai koefisien pertumbuhan ikan tembang sebesar 1,07 bulan-1 dengan L 170,02 mm. Sedangkan di Perairan Laut Flores memperoleh nilai K sebesar 0,29 bulan-1 dengan L 380,4 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Aripin dan Showers (2000), ikan tembang yang tertangkap di perairan Tawi-Tawi Filipina, mempunyai koefisien pertumbuhan 0,75 bulan-1dengan nilai L 225 mm.


(47)

3.

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten (Gambar 2).

Gambar 2. Peta daerah penelitian Sumber: Dinas Hidro-Oseanografi 2010

3.2 Informasi Alat Tangkap

Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan tembang di perairan Selat Sunda adalah pukat cincin, pancing obor dan jaring insang. Pukat cincin merupakan alat tangkap utama yang digunakan dalam menangkap ikan tembang, dengan ukuran mata jaring 2 inch pada bagian badan jaring dan 1¾ inch


(48)

10

pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing obor dan jaring insang, ikan tembang bukan merupakan tujuan utama penangkapan.

3.3 Pengumpulan Data Primer

Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan ikan contoh dilakukan selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran panjang dan bobot ikan untuk menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan tembang di Selat Sunda.

Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB). Pada masing-masing gundukan ikan tembang, ikan contoh dipilih secara acak sebanyak lebih kurang 100 ekor. Jumlah ikan contoh yang diambil proporsional terhadap masing-masing kelas ukuran panjang (Gambar 3).

Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris (Lampiran 1) panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan tembang yang ditimbang adalah bobot basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Bobot basah total ikan tembang ditimbang menggunakan timbangan digital (Lampiran 1) dengan skala terkecil 0,0001 gram. Pengukuran bobot basah total merupakan pengukuran bobot yang mudah dilakukan di lapangan.

Pengumpulan data dan informasi lain yang terkait dalam kegiatan penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan nelayan ikan tembang di PPP Labuan, Banten. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data unit penangkapan (pemilik kapal, nelayan dan jumlah anak buah kapal), daerah penangkapan, serta kegiatan operasi. Pemilihan responden dilakukan dengan metode


(49)

11

pengambilan contoh responden sesuai dengan tujuan, dengan jumlah responden sebanyak tiga puluh orang.

Gambar 3. Kerangka pengambilan contoh di lokasi penelitian

3.4 Analisis Data

3.4.1 Sebaran kelompok umur

Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan menggunakan program Microsoft Excel 2007 (Lampiran 2 dan 3), kemudian dibuat kurva sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jikafiadalah frekuensi ikan

dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, , N), µj adalah rata-rata panjang kelompok

umur ke-j, j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah

proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j(j= 1, 2, , G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga ̂ , , ̂ adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):

PPP Labuan, Banten

Contoh yang akan dianalisis PCAB

(proporsional terhadap panjang ikan) ± 100 ekor ikan contoh

Nelayan 2

Gundukan ikan 2 Gundukan ikan 2

Gundukan ikan 2 Gundukan ikan 2


(50)

12

=

=

√ yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan

nilai tengah µj dan simpangan baku j, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i.

Parameter pertumbuhan ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, j,pjsehingga diperoleh dugaan ̂ , ̂.

3.4.2 Hubungan panjang dan bobot

Model hubungan panjang bobot mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dianalisis. Asumsi hukum kubik ini adalah bahwa idealnya seluruh ikan dimana setiap pertambahan panjang akan menyebabkan pertambahan berat. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena panjang dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies ikan, sehingga untuk menganalisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan digunakan hubungan sebagai berikut (Effendie, 1979):

=

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah intersep (perpotongan hubungan kurva panjang-bobot dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot.

Nilai dan diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu: log = log + log

Koefisien a dan b didapatkan dari hasil analisis regresi dengan ln W sebagai variabel y dan Ln L sebagai variabel x sehingga didapatkan persamaan regresi :

y = a + bx.

Pengaruh nilai b terhadap fungsi bobot, dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dari hasil analisis menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.


(51)

13

3.4.3 Pertumbuhan

3.4.3.1 Sebaran frekuensi panjang

Penentuan sebaran frekuensi panjang menggunakan data panjang total ikan tembang (S. fimbriata) yang tertangkap di Selat Sunda.

Langkah-langkah dalam menganalisis sebaran frekuensi panjang: Langkah 1 : Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan, Langkah 2 : Menentukan interval (lebar selang kelas),

Langkah 3 : Menentukan frekuensi dari masing-masing kelas panjang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 pada menu

Data Analysiskemudian pilih menuHistogram.

3.4.3.2 Plot Ford Walford

Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):

= 1 − ( )

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy. Untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi :

− = . ( ).[1 − ]

Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimptotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) dan t0adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Kemudian kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan :

− = [ − ][1 − ]

atau :

= [1 − ] +

Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier = + , jika Ltsebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1sebagai ordinat (y).


(52)

14

( ) = +

Dengan demikian akan terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong dengan absis sama dengan L [1 e-K]. Dengan demikian, nilai K dan L diperoleh dengan cara:

= − ln ( ) dan

= 1 −

Nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diduga melalui persamaan Pauly (1983) dalam Sparre dan Venema (1999):

log(− ) = − 0,3922 − 0,2752( ) − 1,038(log )

Keterangan:

Lt = Panjang ikan pada saat umur t (mm) L = Panjang asimptotik ikan (mm) K = Koefisien pertumbuhan (bulan-1) t = Umur ikan (bulan)

t0 = Umur ikan pada saat panjang ikan nol (bulan)

3.4.4 Pendugaan umur ikan dengan modus panjang tertentu

Dalam menduga umur ikan untuk masing-masing panjang yang didapatkan dari hasil penelitian (Lo) dapat menggunakan rumus pertumbuhan Von Bertalanffy yang disubstitusikan menjadi sebagai berikut:

=

1 − + ( . )

Pada prinsipnya untuk menduga umur ikan (t) yang paling tepat untuk dipolotkan ke dalam kurva pertumbuhan Von Bertalanffy, dapat dilakukan dengan mencari nilai jumlah kuadrat deviasi panjang terkecil. Deviasi panjang adalah selisih antar panjang ikan hasil pengamatan (Lo) dan panjang ikan harapan berdasarkan model von Bertalanffy (Le), dapat dirumuskan sebagai berikut:


(53)

15

= ( − )

Selanjutnya gunakan umur dugaan tersebut (sumbu x) untuk menentukan letak titik-titik modus panjang (sumbu y) hasil pengamatan pada gambar kurva pertumbuhan.

Keterangan:

t = Umur ikan (bulan)

Lo =Observed length, panjang hasil pengamatan/modus panjang (mm)

Le =Expected length, panjang harapan dihitung berdasarkan kurva pertumbuhan Von Bertalanffy (mm)


(1)

Lampiran 6.Perhitungan Selang Kelas 95% nilai L dan b

SK 95% ⇒ ± / √

2,927 ± (2,571) ,, 2,572 < < 3,282

SK 95% ⇒ ± / √

190,45 ± (3,182) , 167,59 < < 213,31


(2)

Lampiran 7. Pemisahan kelompok umur ikan tembang jantan di perairan Selat Sunda

Tanggal Pengamatan Jumlah Kelompok Ukuran Panjang Ikan (mm) Umur dugaan (bulan)

30 April 2011 1 156,12 ± 5,96

29 Juni 2011 1 141,38 ± 9,80

28 Juli 2011 1 128,16 ± 6,48 3,3

28 Agustus 2011 1 144,56 ± 8,83 4,3

30 September 2011 1 150,19 ± 6,32 5,3


(3)

Lampiran 8. Pemisahan kelompok umur ikan tembang betina di perairan Selat Sunda

Tanggal Pengamatan Jumlah Kelompok Ukuran Panjang Ikan (mm) Umur dugaan (bulan)

30 April 2011 1 159,07 ± 5,19

2 177,79 ± 4,45

29 Juni 2011 1 146,32 ± 10,00

28 Juli 2011 1 128,14 ± 7,02 3,8

28 Agustus 2011 1 125,63 ± 4,00

2 143,84 ± 6,77 4,8

30 September 2011 1 150,22 ± 8,60 5,8


(4)

Lampiran 9. Perhitungan umur dugaan panjang rata-rata ikan jantan yang didapatkan selama penelitian.

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,1 123,05 128,16 26,07 3,2 124,97 128,16 10,17

4,1 139,64 144,56 24,2 4,2 141,02 144,56 12,55

5,1 151,55 150,19 1,86 5,2 152,54 150,19 5,54

6,1 160,11 162,78 7,11 6,2 160,82 162,78 3,83

Jumlah 59,24 Jumlah 32,09

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,3 126,82 128,16 1,78 3,4 128,62 128,16 0,21

4,3 142,35 144,56 4,89 4,4 143,64 144,56 0,85

5,3 153,50 150,19 10,96 5,4 154,43 150,19 17,94

6,3 161,51 162,78 1,61 6,4 162,18 162,78 0,36

Jumlah 19,24 Jumlah 19,36

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,5 130,35 128,16 4,81 3,6 132,03 128,16 14,99

4,5 144,88 144,56 0,1 4,6 146,09 144,56 2,34

5,5 155,32 150,19 26,33 5,6 156,19 150,19 35,97

6,5 162,82 162,78 0 6,6 163,44 162,78 0,44

Jumlah 31,24 Jumlah 53,74

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,7 133,66 128,16 30,2 3,8 135,23 128,16 49,94

4,7 147,26 144,56 7,27 4,8 148,38 144,56 14,63

5,7 157,03 150,19 46,72 5,8 157,84 150,19 58,46

6,7 164,04 162,78 1,6 6,8 164,63 162,78 3,41

Jumlah 85,79 Jumlah 126,44

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,9 136,75 128,16 73,74 4 138,22 128,16 101,16

4,9 149,48 144,56 24,17 5 150,53 144,56 35,68

5,9 158,62 150,19 71,08 6 159,38 150,19 84,45

6,9 165,19 162,78 5,8 7 165,73 162,78 8,73


(5)

Lampiran 10. Perhitungan umur dugaan panjang rata-rata ikan betina yang didapatkan selama penelitian.

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,1 114,28 128,14 192,17 3,2 116,26 128,14 141,2

4,1 131,91 143,84 142,27 4,2 133,43 143,84 108,29

5,1 145,46 150,22 22,61 5,2 146,63 150,22 12,86

6,1 155,88 162,67 46,11 6,2 156,78 162,67 34,72

Jumlah 403,16 Jumlah 297,07

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,3 118,19 128,14 99,09 3,4 120,06 128,14 65,23

4,3 134,92 143,84 79,65 4,4 136,36 143,84 55,97

5,3 147,77 150,22 5,99 5,4 148,88 150,22 1,79

6,3 157,65 162,67 25,17 6,4 158,51 162,67 17,35

Jumlah 209,9 Jumlah 140,34

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,5 121,89 128,14 39,03 3,6 123,67 128,14 19,94

4,5 137,76 143,84 36,91 4,6 139,13 143,84 22,15

5,5 149,96 150,22 0,07 5,6 151,01 150,22 0,63

6,5 159,34 162,67 11,12 6,6 160,14 162,67 6,38

Jumlah 87,13 Jumlah 49,1

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,7 125,41 128,14 7,45 3,8 127,10 128,14 1,08

4,7 140,47 143,84 11,37 4,8 141,77 143,84 4,3

5,7 152,04 150,22 3,31 5,8 153,04 150,22 7,94

6,7 160,93 162,67 3,02 6,8 161,70 162,67 0,94

Jumlah 25,15 Jumlah 14,26

t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2 t (bulan) Le (mm) Lo (mm) d2

3,9 128,75 128,14 0,37 4 130,35 128,14 4,89

4,9 143,03 143,84 0,65 5 144,26 143,84 0,18

5,9 154,01 150,22 14,36 6 154,96 150,22 22,44

6,9 162,45 162,67 0,05 7 163,17 162,67 0,25


(6)

Elfrida Megawati. C24080072. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Kiagus Abdul Aziz.

Banten merupakan salah satu daerah perikanan potensial yang ada di Indonesia karena dikelilingi oleh tiga wilayah perairan yaitu Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Luas wilayah Perairan Selat Sunda mencapai 5618 km2 dengan panjang garis pantai pada bagian Provinsi Banten 253 km. Salah satu PPP yang terdapat di Banten adalah PPP Labuan, Banten. Ikan tembang merupakan salah satu ikan pelagis yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan dan merupakan salah satu ikan pelagis yang dominan tertangkap, sehingga diduga hal tersebut menyebabkan aktivitas penangkapan kian meningkat. Sehingga diperlukan upaya untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan tembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek pertumbuhan ikan tembang meliputi pola pertumbuhan dan parameter pertumbuhan.

Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin yang berukuran mata jaring 2 inch pada bagian badan jaring dan 1¾ inch pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten. Analisis data yang dilakukan adalah sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang bobot, sebaran dan pendugaan parameter pertumbuhan (K, L , t0).

Ikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Sardinella fimbriata dan berjumlah 614 ekor ikan contoh. Sebaran frekuensi panjang ikan tembang jantan berkisar antara selang kelas panjang 100-189 mm. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang bobot, diperoleh persamaan = 1 × 10 , , dengan koefisien determinasi sebesar 80,2%. Melalui analisis pendugaan parameter pertumbuhan, didapatkan nilai K (koefisien pertumbuhan), L (panjang asimptotik) dan t0pada ikan jantan dan betina berturut-turut adalah sebagai berikut, K sebesar 0,33 dan 0,26 bulan-1, L sebesar 181,94 dan 190,45 mm, dengan t0-0,31 dan -0,38 bulan. Berdasarkan selang kelas nilai b, tidak terdapat perbedaan nyata dengan nilai b pada beberapa penelitian sebelumnya di Perairan Indonesia, begitupun juga dengan nilai L . Sebagian besar ikan yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten belum matang gonad.