Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata

PERENCANAAN LANSKAP DESA BARENGKOK
KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
MENUJU KAWASAN AGROWISATA

AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan
Agrowisata adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Amzyella Bethlin Simamora
NIM A44080043

ABSTRAK
AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA. Perencanaan Lanskap Desa Barengkok
Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata. Dibimbing
oleh TATI BUDIARTI dan AFRA DN MAKALEW.
Desa Barengkok merupakan salah satu desa penghasil manggis terletak di
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki
luas + 450 Ha dengan lahan pertanian seluas 62,2% dari total keseluruhan desa.
Desa ini juga memiliki visi untuk menjadi desa agropolitan yang mandiri. Potensi
yang dimiliki oleh desa ini, yaitu potensi pertanian dan sumber daya manusianya
menjadikan perencanaan kawasan agrowisata sesuai untuk diterapkan di desa ini.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perencanaan kawasan wisata berbasis
pertanian di Desa Barengkok berdasarkan potensi lanskap dan potensi
masyarakatnya guna membantu pencapaian visi Desa Barengkok menjadi desa
agropolitan yang mandiri dan berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah proses

perencanaan oleh Gold (1980) dengan pendekatan sumber daya, yang terdiri dari
inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan lanskap. Untuk menentukan kesesuaian
ruang, digunakan analisis deskriptif dan analisis spasial. Hasil perencanaan berupa
ruang penerimaan seluas 0,57 Ha (0,13%), ruang produksi 432,41 Ha (95,42%),
ruang rekreasi dan wisata 13,62 Ha (3,03%), dan ruang konservasi 6,4 Ha (1,42%).
Kata kunci: agrowisata, buah tropis, rekreasi

ABSTRACT
AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA. Landscape Planning in Desa Barengkok,
Leuwiliang, Bogor towards an Agritourism Village. Supervised by TATI
BUDIARTI and AFRA DN MAKALEW.
Desa Barengkok is a village located in Leuwiliang, Bogor, Province of West
Java. This village has + 450 Ha area whereas agricultural land has largest amount
about 62,2% of the total village’s area. Be an independent agropolitan village is
such a vision of Desa Barengkok. Landscape planning of agritourism becomes most
potential thing to be developed in this village because of its potency in agricultural
sector and human resources. This study was purposed to propose landscape planning
in Desa Barengkok as an agricultural tourism area according to its landscape and
society potency to pursue the village’s vision as an independent agropolitan and
sustainable village. The planning process by Gold (1980) was used with resources

approach, which consists of preparation, inventory, analysis, synthesis, and landscape
planning stages. Descriptive and spatial analysis were used to determine the suitability
of the space. The results showed that 0,57 Ha welcome area (0,13%), 432,41 Ha
production zone (95,42%), 13,62 Ha tourism zone (3,03%), and 6,4 Ha
conservation zone (1,42%)
Keywords: agritourism, recreation, tropical fruits

PERENCANAAN LANSKAP DESA BARENGKOK
KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
MENUJU KAWASAN AGROWISATA

AMZYELLA BETHLIN SIMAMORA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata
Nama
: Amzyella Bethlin Simamora
NIM
: A440800043

Disetujui oleh

Dr Ir Tati Budiarti, MS
Pembimbing I

Dr Ir Afra DN Makalew MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasihNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah wisata pertanian
atau agrowisata, dengan judul Perencanaan Lanskap Desa Barengkok Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor menuju Kawasan Agrowisata.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Ayah dan Mama tersayang yang selalu mendoakan dan memberi dukungan
moral serta materi kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini;
2.
Ibu Dr Ir Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi I yang dengan
sabar membimbing, memberikan arahan, kiritik, dan saran kepada penulis

selama berlangsungnya penelitian hingga penulisan skripsi;
3.
Ibu Dr Ir Afra DN Makalew, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen pembimbing skripsi II yang dengan sabar membimbing,
menyemangati, dan memberi masukan kepada penulis selama perkuliahan di
mayor arsitektur lanskap berlangsung hingga penulisan skripsi ini;
4.
Bapak Ir Qodarian Pramukanto, MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan pandangan, wawasan, dan masukan kepada penulis dalam
perbaikan skripsi ini;
5.
Kelurahan Desa Barengkok yang telah memberikan izin, Bapak Oib, Bapak
Hj Miskar, Bapak Hj Jaja, dan masyarakat desa atas persepsi dan preferensi
yang diberikan secara informatif selama proses penelitian ini berlangsung;
6.
Seluruh staf dan dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB atas ilmu,
dukungan moral, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis;
7.
Ompung br. Samosir, Ompung br. Lingga, dan seluruh keluarga terkasih yang
senantiasa mendoakan penulis;

8.
Kakak Yohana Meyrida Simamora dan Adik Godvin Triastama Simamora
tercinta atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis;
9.
Ignatius Adityo Widodo yang selalu memberikan dukungan dan menjadi
sumber inspirasi penulis;
10. Om Albertus Widodo dan Tante Maria Immaculata Kusrini selaku keluarga
terdekat yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis;
11. Kak Balqis Nailufar atas informasi mengenai Desa Barengkok dan semangat
yang telah diberikan kepada penulis;
12. ARL 42, 43, 44, 45, dan 46, khususnya Teh Lya, Teh Rindha, Teh Cindy,
Winda, Sora, Teris, Danur, Fathiin, Eja, Mario, Mukhlis, Andre, Enjoy, Vivi,
Dian, Nael, Lidya, Ndaru, Wika, Renny, Tyas, Nindy, Yaomi, Firman, dan
Bryan atas pertemanan dan kebersamaannya selama penulis berkuliah di IPB;
13. Saci, Evi, Erti, Riris, Lia, Feby, Adik Grace, Adik Isa, dan Adik Laura selaku
sahabat dan saudari tercinta atas keceriaan dan kebersamaan yang telah dilalui
selama penulis berkuliah di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013
Amzyella Bethlin Simamora


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

Kerangka Pikir

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Lanskap Perdesaan


3

Perencanaan Lanskap

4

Rekreasi dan Wisata

5

Agrowisata

7

Wisata Perdesaan

9

Potensi Buah Tropis
METODE


10
12

Tempat dan Waktu Penelitian

12

Alat dan Bahan

12

Metode Penelitian

13

Batasan Studi

16

KONDISI UMUM

17

Administrasi dan Geografis

17

Aksesibilitas

19

Fasilitas dan Utilitas

19

Sejarah Desa Barengkok

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Aspek Fisik

21

Lokasi dan Aksesibilitas

22

Fasilitas dan Utilitas

22

Topografi dan Kemiringan

23

Tanah

27

Iklim

29

Kualitas Visual dan Akustik

32

Hidrologi

34

Tata Guna Lahan

38

Aspek Biofisik

43

Vegetasi

43

Budidaya Jamur Tiram

45

Satwa

47

Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat

46

Demografi

46

Kebudayaan

47

Kelembagaan

48

Persepsi dan Preferensi Masyarakat

49

Aspek Wisata

52

Lanskap Alam

53

Pertanian

53

Perkebunan

53

Perikanan

53

Peternakan

53

Hasil Analisis dan Sintesis

55

Konsep Dasar

56

Pengembangan Konsep

64

Perencanaan Lanskap
SIMPULAN DAN SARAN

67
88

Simpulan

89

Saran

89

DAFTAR PUSTAKA

90

LAMPIRAN

92

RIWAYAT HIDUP

95

DAFTAR TABEL
1 Jenis, spesifikasi, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
2 Nilai kelayakan potensi wisata
3 Kriteria penilaian dan skor kesesuaian ruang rekreasi
4 Jarak (km) Desa Barengkok terhadap desa sekitar di Kecamatan
Leuwiliang Tahun 2012
5 Jumlah sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Barengkok
6 Luas kelas lereng Desa Barengkok
7 Rata-rata curah hujan, suhu, dan kelembaban udara Desa Barengkok
dari tahun 2008 hingga 2012
8 Kecepatan angin rata-rata dari tahun 2011 hingga 2012
9 Luas penggunaan lahan Desa Barengkok
10 Luas penutupan lahan Desa Barengkok
11 Produksi manggis di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten
Bogor tahun 2010
12 Sebaran penduduk Desa Barengkok menurut mata pencaharian tahun
2012
13 Sebaran penduduk Desa Barengkok menurut pendidikan tahun 2012
14 Preferensi penduduk berdasarkan hasil kuesioner
15 Analisis nilai kelayakan potensi agrowisata Desa Barengkok
16 Hasil analisis dan sintesis tapak
17 Konsep aktivitas rekreasi dan wisata
18 Rencana pembagian ruang, fungsi, dan luas ruang Desa Barengkok
19 Rencana sirkulasi kawasan agrowisata Desa Barengkok
20 Masa panen vegetasi produksi Desa Barengkok
21 Rencana vegetasi Desa Barengkok
22 Rencana ruang, aktivitas, dan fasilitas kawasan agrowisata
23 Rencana daya dukung kawasan agrowisata Desa Barengkok
24 Rencana daya dukung obyek wisata Taman Rekreasi Pertanian Desa
Barengkok

13
14
15
19
20
23
29
30
38
38
44
46
47
52
55
57
66
70
72
74
77
78
80
81

DAFTAR GAMBAR
1
2
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

Kerangka pikir penelitian
Peta lokasi penelitian di kawasan Desa Barengkok, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Tahapan penelitian perencanaan kawasan agrowisata (Gold 1980)
Batas administratif Desa Barengkok
Peta lokasi dan batas tapak Desa Barengkok
Peta aksesibilitas menuju Desa Barengkok
Kondisi jalan sekunder yang menghubungkan antar kampung di Desa
Barengkok
Peta analisis aksesibilitas Desa Barengkok
Peta topografi Desa Barengkok
Peta analisis kemiringan lereng Desa Barengkok
Peta analisis kesesuaian ruang rekreasi dari kemiringan lereng Desa
Barengkok
Peta jenis tanah Kabupaten Bogor
Pengaruh vegetasi terhadap iklim mikro
Kondisi visual bad view pada tapak
Kondisi visual good view pada tapak
Peta analisis visual Desa Barengkok
DAS Provinsi Jawa Barat
Desa Barengkok pada DAS Cisadane
Sub DAS Sungai Cianten (a) dan Sungai Citeureup (b)
Peta analisis hidrologi Desa Barengkok
Peta analisis kesesuaian ruang rekreasi dari kondisi hidrologi Desa
Barengkok
Peta penutupan lahan Desa Barengkok
Pemanfaatan lahan Desa Barengkok
Rencana pola ruang Desa Barengkok sampai dengan tahun 2025
Rencana struktur ruang Kecamatan Leuwiliang sampai dengan tahun
2025
Peta analisis kesesuaian ruang rekreasi dari kondisi tata guna lahan
Desa Barengkok
Kebun manggis (a) dan Kebun campuran (b)
Jenis ternak dan budidaya ikan yang dikembangbiakan warga
Karakteristik penduduk dari hasil kuesioner
Persepsi penduduk dari hasil kuesioner
Peta potensi agrowisata Desa Barengkok
Peta analisis komposit kesesuaian ruang rekreasi
Block plan Desa Barengkok
Diagram konsep ruang
Diagram konsep sirkulasi
Matriks hubungan antar ruang
Rencana ruang Desa Barengkok
Rencana sirkulasi Desa Barengkok
Rencana vegetasi Desa Barengkok
Rencana lanskap Desa Barengkok

2
12
16
17
18
19
21
22
24
25
26
28
31
32
32
33
34
34
35
36
37
39
40
41
41
42
43
45
50
51
54
62
63
64
65
68
69
73
75
83

40
41
42
43
44

Detail 1 rencana tapak taman rekreasi pertanian Desa Barengkok
Detail 2 rencana tapak taman rekreasi pertanian Desa Barengkok
Detail 3 rencana tapak taman rekreasi pertanian Desa Barengkok
Potongan jalan di taman rekreasi pertanian Desa Barengkok
Ilustrasi suasana kawasan agrowisata Desa Barengkok

84
85
86
87
88

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner persepsi dan preferensi penduduk Desa Barengkok
2 Hasil kuesioner masyarakat tentang karakteristik penduduk dari hasil
kuesioner
3 Hasil kuesioner masyarakat tentang preferensi penduduk dari hasil
kuesioner

92
93
94

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan perdesaan pada umumnya mempunyai kegiatan utama di bidang
pertanian. Kawasan perdesaan di Indonesia diharapkan mampu menjadi kawasan
perdesaan yang mandiri agar masyarakatnya dapat sejahtera secara berkelanjutan.
Salah satu kawasan pedesaan di Indonesia yang memiliki visi untuk menjadi
kawasan agropolitan yang mandiri adalah Desa Barengkok yang berada di
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Berdasarkan masterplan Bappeda
Kabupaten Bogor (2005) Desa Barengkok yang berada di Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor termasuk salah satu desa potensial yang diarahkan menjadi Desa
Pusat Pertumbuhan (DPP). Desa Barengkok sejak tahun 2002 masuk dalam desa
pendukung kawasan Agropolitan I dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
Kabupaten Bogor dalam kawasan komoditas manggis. Manggis merupakan
komoditas unggulan di kecamatan Leuwiliang termasuk di Desa Barengkok.
Desa Barengkok adalah desa yang dilalui oleh Sungai Cianten yang berhulu
di hutan-hutan di kawasan Taman Nasional Halimun dan merupakan sub DAS dari
Sungai Cisadane. Desa Barengkok mempunyai potensi sumber daya alam dan
budaya yang khas. Desa ini mempunyai potensi kebun manggis dan durian serta
area persawahan yang ditanami padi. Selain pertanian, kegiatan ekonomi yang
berbasis lahan di desa ini adalah perikanan air tawar.
Bercermin dari permasalahan yang dihadapi desa ini, yakni visi desa yang
belum sepenuhnya terwujud, maka diperlukan suatu konsep yang mampu
menyejahterakan masyarakat Desa Barengkok secara mandiri. Konsep ini
diharapkan dapat mempertahankan fungsi lahan pertanian dan meningkatkan nilai
hasil pertanian. Selain itu, konsep ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan
petani melalui produk dan jasa wisata pertanian. Desa wisata berbasis pertanian
atau yang lebih dikenal dengan istilah agrowisata merupakan salah satu konsep
yang dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut. Pengembangan wisata
pertanian di Desa Barengkok diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan
kesejahteraan petani di desa ini. Potensi lanskap pertanian yang dimiliki Desa
Barengkok perlu dianalisis dalam suatu bentuk penelitian untuk menentukan
kawasan potensial dengan tujuan pengembangan lanskap wisata pertanian
berdasarkan potensi lanskap dan potensi masyarakatnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perencanaan lanskap kawasan
wisata dan rencana tapak taman rekreasi berbasis pertanian di Desa Barengkok
berdasarkan potensi lanskap dan potensi masyarakatnya guna membantu
pencapaian visi Desa Barengkok menjadi desa agropolitan yang mandiri dan
berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi dan informasi
tentang lanskap perdesaan yang dimiliki oleh Desa Barengkok untuk dapat
dipertimbangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dan instansi terkait serta bagi

2
masyarakat tani Desa Barengkok untuk keperluan pengembangan lanskap kawasan
agrowisata di desa tersebut.
Kerangka Pikir
Berdasarkan Pedoman Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
2008, Desa Barengkok memiliki visi menjadi desa agropolitan yang mandiri.
Potensi Desa Barengkok adalah masyarakat petani, kebudayaan setempat, dan lahan
pertanian seluas 280 Ha dari 450 Ha luas wilayah desa. Dari data penggunaan lahan
diperoleh data fisik dan biofisik yang selanjutnya diperlukan untuk analisis daya
dukung dan kesesuaian lahan. Data sosial dan budaya akan dianalisis mengenai
persepsi dan preferensi masyarakat untuk rekomendasi konsep wisata pertanian.
Hasil analisis berupa zonasi kawasan yang sesuai untuk dikembangkan menjadi
lanskap wisata pertanian Desa Barengkok sehingga kemandirian desa dapat tercapai.
Secara diagramatis kerangka pikir disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

3
T

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Perdesaan
Kawasan atau lanskap perdesaan menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional didefinisikan sebagai wilayah yang
mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perdesaan
dicirikan sebagai area dengan kepadatan penduduk rendah, penduduk
terkonsentrasi dalam bentuk klaster yang disebut desa, hubungan sosial masyarakat
masih sangat akrab dan saling bantu, kegiatan didominasi oleh kegiatan pertanian
tanaman keras, tanaman tumpang sari, peternakan sapi, kambing, unggas, kolam
ikan, dan masih banyak ditemukan hewan liar seperti burung, tikus, tupai, ular, dan
lain sebagainya. Kawasan perdesaan dapat terdiri dari beberapa klaster desa dan
tidak terikat oleh batas-batas atau fungsi pemerintahan desa.
Kawasan perdesaan di Indonesia tersebar pada daerah-daerah yang secara
geografis berbeda seperti di daerah pesisir pantai atau kepulauan, daerah
pegunungan, daerah pedalaman, atau wilayah terisolir. Kawasan perdesaan dapat
dicirikan berdasarkan sumberdaya yang dimiliki, seperti misalnya desa tambang
atau desa wisata. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 tahun 1972
tentang Pelaksanaan Klasifikasi dan Tipologi, desa di Indonesia digolongkan dalam
tiga tingkatan, yakni; 1) Desa swadaya merupakan desa yang paling terbelakang
dengan budaya kehidupan tradisional dan sangat terikat dengan adat istiadat. Desa
ini biasanya memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat rendah, sarana dan
prasarana minim, serta sangat tergantung pada alam; 2) Desa swakarsa merupakan
desa yang mengalami perkembangan lebih maju dibandingkan desa swadaya. Desa
ini telah memiliki landasan lebih kuat dan berkembang lebih baik serta lebih
kosmopolit dibandingkan desa swadaya. Penduduk desa swakarsa mulai melakukan
peralihan mata pencaharian dari sektor primer ke sektor lain; 3) Desa swasembada
merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih tinggi dalam berbagai bidang
terkait dengan aspek sosial dan ekonomi. Sarana dan prasarana yang lebih lengkap
dengan perekonomian yang mengarah pada industri barang dan jasa dan sektor
primer dan sekunder lebih berkembang (Arsyad 2011).
Masalah-masalah pokok perdesaan pada umumnya adalah kemiskinan,
sumberdaya manusia masyarakat desa, masalah kelembagaan, dan keterbatasan
infrastruktur. Ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
secara layak, ketidakmerataan pemilikan aset, dan pendapatan wilayah perdesaan
sering memperburuk kondisi masyarakat sehingga masyarakat desa mengalami
kemiskinan. Masalah sumberdaya manusia ini berkaitan dengan tingkat
pertumbuhan alami, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat produktivitas
yang rendah dan tingkat pengangguran di perdesaan. Kelembagaan di bidang
ekonomi, sosial, politik, dan budaya yang terdapat di perdesaan belum sepenuhnya
berfungsi dengan baik. Keterbatasan infrasturktur fisik, ekonomi, dan sosial yang
masih terbatas di daerah perdesaan seharusnya disediakan dengan prinsip
kebutuhan lokal (local needs) dan ketepatgunaan (appropriateness) (Arsyad 2011).

4
Perencanaan Lanskap
Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang
digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk
pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dilakukan melalui beberapa
pendekatan, antara lain:
1. pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif
aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan
situasi sumberdaya
2. pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk
memberikan kemungkinan yang dapat dilakukan pada masa mendatang
3. pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi
kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia
4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas
berdasarkan pertimbangan perilaku manusia
Menurut Laurie (1986), perencanaan tapak merupakan bentuk pendekatan
ke masa depan terhadap suatu lahan yang diikuti imajinasi dan kepekaan terhadap
analisis tapak. Untuk menghasilkan rencana dan rancangan area rekreasi yang baik,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dianalisis. Menurut Nurisjah dan
Pramukanto (1995), hal-hal yang perlu diperhatikan adalah potensi dan kendala
tersedia, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan
sumberdaya dan penggunanya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan
pelaksanaan ulang yang dilakukan, dan pemantauan hasil perencanaan dan
perancangan. Untuk itu perlu mengetahui dan memahami prinsip dasar dalam
perencanaan. Menurut Gold (1980), prinsip umum dalam perencanaan terutama
perencanaan suatu kawasan rekreasi adalah:
1. semua orang harus melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi
2. rekreasi harus dikoordinasikan dengan kemungkingan-kemungkinan
rekreasi yang lain untuk menghindari duplikasi
3. rekreasi harus berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti
kesehatan, pendidikan, dan rekreasi
4. fasilitas-fasilitas harus dapat beradaptasi dengan permintaan di masa
yang akan datang
5. fasilitas dan program-programnya secara finansial harus dapat
dilaksanakan
6. masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan
7. perencanaan harus merupakan proses yang berkelanjutan dan
membutuhkan evaluasi
8. perencanaan lokal dan regional harus berintegrasi
9. terlebih dahulu harus ada lahan yang akan dikembangkan menjadi taman
atau tempat wisata
10. fasilitas-fasilitas yang ada harus membuat lahan menjadi seefektif
mungkin dalam menyediakan tempat yang sebaik-baiknya demi
kenyamanan, keamanan, dan kebahagiaan pengunjung
Perencanaan lanskap kawasan wisata alam merupakan suatu perencanaan
yang menyesuaikan dengan bentuk program rekreasi yang menjaga kelestarian
suatu lanskap. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar

5
atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia
yang menunjang keinginan, kepuasan, kenyamanannya, dan proses perencanaan
dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusia dalam
menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson 1980).
Rekreasi dan Wisata
Rekreasi merupakan apa yang terjadi yang berhubungan dengan kepuasan diri
dari sebuah pengalaman (Gold 1980). Selanjutnya, menurut Douglas (1992)
rekreasi adalah kegiatan yang menyenangkan dan konstruktif serta menambah
pengetahuan dan pengalaman mental dari sumberdaya alam dalam ruang dan waktu
yang terluang. Dilihat dari sudut tempat kegiatan rekreasi dilakukan, terdapat
rekreasi di dalam ruangan dan rekreasi di luar ruangan. Rekreasi di luar ruangan
termasuk di dalamnya rekreasi alam. Rekreasi alam terbuka merupakan suatu
kegiatan rekreasi yang dilakukan tanpa dibatasi adanya bangunan, yang
berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya
alam seperti air, hujan, pemandangan alam, atau kehidupan bebas.
Program rekreasi di luar ruangan atau alam pada umumnya direncanakan
untuk penciptaan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang mendukung
tindakan dan aktivitas rekreasi manusia guna mendukung keinginan, kenyamanan
dan kepuasannya. Rekreasi dapat berbentuk rekreasi fisik (olah raga, berjalan-jalan)
dan rekreasi psikis yang melibatkan pikiran dan kenyamanan. Kategori aktivitas
rekreasi ini antara lain mencakup aktivitas berjalan (hiking, bersepeda,
menunggang kuda, berlayar), aktivitas sosial (olah raga, berkemah, piknik),
aktivitas estetik/artistik (fotografi, melukis, melihat, dan menikmati pemandangan),
aktivitas yang bersifat petualangan (mendaki gunung, memanjat tebing, arung
jeram, out bond), dan aktivitas untuk kelangsungan hidup (survival) seperti
memancing dan berburu (Nurisjah 2008).
Wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan
manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat
tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat
tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk
mencari nafkah tetap (Nurisjah 2008). Menurut Freyer (1993) dalam Damanik
(2006), produk wisata adalah semua produk yang diperuntukkan bagi atau
dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata. Menurut
Wardiyanta (2006), obyek wisata adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik
wisatawan dan dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan. Obyek wisata juga
dapat berupa kegiatan, misalnya kegiatan masyarakat keseharian, tarian, karnaval,
dan lain-lain. Obyek wisata bersifat statis, yakni penjualannya di tempat, tidak
dibawa pergi. Oleh karena itu, supaya dapat menikmatinya, seseorang perlu aktif
mendekatinya. Seringkali wisatawan harus melakukan perjalanan dari tempat
tinggalnya menuju ke lokasi obyek wisata untuk dapat menikmatinya.
Menurut Damanik (2006) potensi wisata adalah semua obyek (alam,
budaya, buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan
nilai daya tarik bagi wisatawan karena memiliki peluang untuk dijadikan sebagai
daya tarik wisata. Semua potensi wisata masih tergolong embrio obyek dan daya
tarik wisata. Setelah unsur-unsur aksesibilitas, amenitas, dan hospitality menyatu
dengan potensi obyek tersebut maka ia merupakan produk wisata yang siap
dikonsumsi oleh wisatawan.

6
Di dalam pasar wisata, banyak pelaku yang terlibat. Meskipun peran mereka
berbeda-beda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam perencanaan agrowisata.
Damanik (2006) mengemukakan bahwa pelaku wisata terdiri dari :
1. Wisatawan
Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan.
2. Industri pariwisata
Industri pariwisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang
dan jasa bagi pariwisata.
3. Pendukung Jasa Wisata
Kelompok ini adalah usaha yang tidak hanya secara khusus
menawarkan produk dan jasa wisata, tetapi seringkali bergantung pada
wisatawan sebagai pengguna jasa produk tersebut
4. Pemerintah
Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan
peruntukkan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan
pariwisata.
5. Masyarakat Lokal
Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan
wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena
sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi
sekaligus menentukan kualitas produk wisata.
6. Lembaga Swadaya Masyarakat
Organisasi non-pemerintah yang melakukan aktivitasnya di kawasan
wisata baik secara partikuler maupun bekerjasama dengan masyarakat.
Pariwisata adalah industri yang berkaitan dengan perjalanan untuk
mendapatkan rekreasi. Menurut Adisasmita (2010) pariwisata meliputi berbagai
jenis karena beragamnya keperluan dan motif perjalanan wisata, misalnya
parawisata pantai, parawisata etnik, pariwisata agro, pariwisata perkotaan,
pariwisata sosial, dan pariwisata alternatif. Menurut Soemarno (2008), pariwisata
adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain
dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan. Pariwisata adalah
salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar
hidup, serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Hakekat pariwisata
dapat dirumuskan sebagai seluruh kegiatan wisatawan dalam perjalanan dan
persinggahan sementara dengan motivasi yang beraneka ragam sehingga
menimbulkan permintaan barang dan jasa.
Kawasan yang ditunjuk sebagai obyek wisata alam harus mengandung
potensi daya tarik alam, baik flora, fauna, beserta ekosistemnya, formasi geologi,
dan gejala alam. Kawasan yang demikian nantinya mampu mendukung
pengembangan selanjutnya sesuai dengan fungsi dan memenuhi motivasi
pengunjung. Motivasi pengunjung pada hakekatnya akan timbul karena lima
kelompok kebutuhan (Soemarno 2008), yaitu :1) adanya daya tarik, 2) angkutan
jasa dan kemudahan yang melancarkan perjalanan, 3) perjalanan, 4) akomodasi,
dan 5) makanan dan minuman.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pengembangan
pariwisata menurut Soemarno (2008) adalah :

7
1. tersedianya obyek dan atraksi wisata, yaitu segala sesuatu yang menjadi
daya tarik bagi orang yang mengunjungi suatu kawasan wisata, misalnya
keindahan alam kebun buah-buahan, taman teknologi, tata cara produksi,
adat istiadat masyarakat, festival tradisional produk buah,
2. adanya fasilitas aksesibilitas, yaitu sarana dan prasarana perhubungan
dengan segala fasilitasnya sehingga memungkinkan para wisatawan dapat
mengunjungi suatu kawasan wisata tertentu, dan
3. tersedianya fasilitas amenitas, yaitu sarana kepariwisataan yang dapat
memberi pelayanan pada wisatawan selama dalam perjalanan wisata yang
dilaksanakannya.
Agrowisata
Menurut Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri pariwisata, Pos
dan Teleomunikasi No. 204/KPTS/HK050/4/1989 dan No. KM.47/PW.004/MPPT89 tanggal 6 April 1989, bahwa wisata agro adalah suatu bentuk kegiatan pariwisata
yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk
memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang
agro yang dilakukan secara terus menerus. Agrowisata atau wisata pertanian
merupakan penggabungan antara aktivitas wisata dengan aktivitas pertanian
(Nurisjah, 2001). Secara spesifik, wisata agro atau wisata pertanian adalah
rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan
sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai
sistem, skala, dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan,
pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian ini. Pengalaman yang
disajikan kepada wisatawan tidak hanya pemandangan kawasan pertanian yang
panoramik dan kenyamanan di alam pertanian, tetapi juga aktivitas petani beserta
teknologi khas yang digunakan dan dilakukan dalam lahan pertanian, tersedianya
produk segar pertanian yang dapat dinikmati wisatawan, nilai sejarah lokasi,
arsitektur, atau kegiatan tertentu budaya pertanian yang khas, dan kombinasi dari
berbagai ciri tersebut.
Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), agrowisata merupakan upaya
dalam rangka menciptakan produk wisata baru (diversivikasi). Prinsip –prinsip
yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata, yaitu sebagai berikut:
1) perencanaan agrowisata sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat
agrowisata itu berada, 2) perencanaan dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana
mungkin, 3) perencanaan mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial
masyarakat sekitar, 4) perencanaan selaras dengan sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sumber dana dan teknik-teknik yang ada, selanjutnya 5) perlu dilakukan
evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.
Lebih lanjut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) menjelaskan ruang lingkup
dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan di Indonesia meliputi bidang
sebagai berikut :
1. Kebun Raya memiliki kekayaan berupa tanaman yang berasal dari berbagai
spesies. Daya tarik yang dapat ditawarkan kepada wisatawan mencakup
kekayaan flora yang ada, keindahan pemandangan di dalamnya dan
kesegaran udara yang memberikan rasa nyaman.

8
2. Perkebunan dengan tanaman yang bisa diusahakan meliputi tanaman keras
dan tanaman lainnya oleh perkebunan swasta nasional maupun asing,
BUMN, dan perkebunan rakyat. Berbagai kegiatan obyek wisata
perkebunan dapat berupa pra produksi, produksi, dan pasca produksi.
3. Tanaman pangan dan hortikultura dengan kegiatan wisata meliputi usaha
tanaman padi, palawija, dan hortikultura seperti bunga, jejamuan, buah, dan
sayur. Berbagai proses kegiatan mulai dari pra panen, pasca panen berupa
pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya dapat dijadikan obyek
agrowisata.
4. Perikanan dengan lingkup kegiatan wisatanya berupa budidaya perikanan
sampai proses pasca panen. Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya
wisata di antaranya pola tradisional dalam perikanan serta kegiatan lain,
seperti memancing ikan.
5. Peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain pola beternak, cara
tradisional dalam peternakan serta budidaya hewan ternak.
Dalam mewujudkan suatu kawasan wisata yang baik harus memperhatikan
daya dukung dari kawasan tersebut. Daya dukung rekreasi menurut Gold (1980)
merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami dari segi fisik dan sosial
untuk dapat mendukung aktivitas rekreasi dan dapat memberikan kualitas
pengalaman rekreasi yang diinginkan. Ismaun (1990) mengatakan bahwa secara
umum ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan adalah: 1)
wisata di daerah perkebunan, 2) wisata di daerah pertanian tanaman pangan, 3)
wisata di daerah peternakan, dan 4) wisata di daerah perikanan. Menurut
Tirtawinata dan Fachruddin (1996), adanya agrowisata mampu memberikan
manfaat sebagai berikut: 1) meningkatkan konservasi lingkungan, 2) meningkatkan
nilai estetika dan keindahan alam, 3) memberikan nilai rekreasi, 4) meningkatkan
kegiatan ilmiah dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan 5) mendapatkan
keuntungan ekonomi.
Tirtawinata (1996) menjelaskan bahwa agrowisata sebagai obyek wisata
selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi
kebutuhan prasarana dan sarananya. Fasilitas pelayanan didirikan di lokasi yang
tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Dalam penyediaan
fasilitas, hendaknya dilakukan dua pendekatan. Pendekatan pertama dengan
memanfaatkan semua obyek, dari prasarana, sarana, hingga fasilitas lingkungan
yang masih berfungsi dengan baik dan melakukan perbaikan bila diperlukan.
Langkah kedua yakni membangun prasarana, sarana, dan fasilitas yang masih
dianggap kurang. Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan adalah seperti berikut: a)
jalan menuju lokasi, b) pintu gerbang, c) tempat parkir, d) pusat informasi, e) papan
informasi, f) sirkulasi di dalam kawasan agrowisata, g) shelter, h) menara pandang,
i) pondok wisata/guest house, j) sarana penelitian, k) toilet, l) tempat ibadah, dan
m) tempat sampah.
Upaya pengembangan agrowisata secara garis besar mencakup aspek
pengembangan sumberdaya manusia dan alam, promosi, dukungan sarana dan
kelembagaan (Deptan 2012). Menurut Nurisjah (2001), kawasan agrowisata dapat
ditata dan dikembangkan dengan menggunakan lima konsep sebagai berikut : 1)
mengakomodasi kepentingan dan keinginan serta kepuasan wisatawan, 2)
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan wilayah yang terkait dengan kegiatan
agrowisata yang akan dikembangkan, 3) melestarikan budaya pertanian tradisional

9
dan juga lingkungan alaminya, 4) diarahkan untuk suatu kegiatan rekonstruksi dan
penataan suatu kawasan sebagai suatu aset budaya pertanian wilayah, dan 5)
sebagai sarana introduksi dan pasar dari teknologi dan produk pertanian unggulan
daerah.
Dalam artian luas Nurisjah (2001) berpendapat bahwa aktivitas pertanian
adalah semua aktivitas untuk kelangsungan hidup manusia yang terkait dengan
pemanenan energi matahari dari tingkat yang primitif (pemburu dan pengumpul)
sampai model pertanian yang efisien dan canggih. Aktivitas pertanian ini mencakup
persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan
hasil, dan juga pasar hasil pertanian. Aktivitas agrowisata dapat berupa mengajak
wisatawan berjalan-jalan untuk menikmati dan mengapresiasi kegiatan pertanian
dan kekhasan serta keindahan alam binaannya sehingga daya apresiasi dan
kesadaran untuk semakin mencintai budaya dan melestarikan alam semakin
meningkat. Dalam aktivitas agrowisata ini, petani yang berada di dalam kawasan
wisata agro tidak hanya dapat menjadi obyek atau bagian dari sistem pertanian
yang ditawarkan pada aktivitas wisata tetapi juga dapat bertindak sebagai pemilik
atau pengelola kawasan wisata tersebut.
Wisata Perdesaan
Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang,
kawasan perdesaan didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan
utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Di Indonesia, istilah desa adalah
pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan yang dipimpin
oleh Kepala Desa. Menurut Peraturan Permerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliiki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Wikimedia Foundation 2012).
Menurut Sajogyo (1982), potensi desa merupakan kemampuan yang dapat
diaktifkan dalam pembangunan mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja
manusia itu sendiri. Komponen-komponen potensi desa pada dasarnya meliputi
unsur-unsur sebagai berikut: a) alam, b) lingkungan hidup manusia, c) penduduk,
d) usaha-usaha manusia, dan e) prasarana-prasarana yang telah dibuat
Simonds (1983) menyatakan bahwa terdapat ciri-ciri yang khas pada
lanskap perdesaan, yaitu: 1) lahan tersedia luas; 2) suasana bebas, pandangan
terbuka menuju halaman, pepohonan dan langit merupakan kualitas lanskap
penting; 3) pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan
alam; 4) corak lanskap mayor dapat dibentuk; 5) karakter dan suasana lanskap alami
dominan; 6) Tanah dan permukaan lahan merupakan elemen visual yang kuat; 7)
lanskap yang menyenangkan merupakan salah satu bentuk transisi; 8) struktur
merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap; 9) Lanskap perdesaan bersifat
lembut yaitu daun, warna langit, dan bayangan awan; 10) tapak perdesaan
berimplikasi area yang luas dan pergerakkan: pola jalur kendaraan dan pejalan kaki
menyatu dengan batas-batas kepemilikan; 11) Indigenous material dari tapak

10
perdesaan (macam-macam batuan, kerikil, hingga mineral) membentuk karakter
lanskap, penggunaan material ini menciptakan ketertarikan dengan sumber daya
setempat.
Berdasarkan pendapat Salim pada Nurisjah (2001) untuk pengembangan
wisata agro ini, ada tiga hal yang harus diketahui dan diperhatikan yaitu: 1) wisata
agro merupakan suatu kegiatan yang didasarkan pada keaslian agroekosistem, 2)
dalam mengembangkan aktivitas wisata agro harus bersendi pada riset ilmiah, 3)
wisata agro merupakan suatu pemandangan alamiah yang bertumpu pada bentuk
lanskap regional. Selanjutnya ada dua azas yang harus diakomodasikan pada
aktivitas pengembangannya, yaitu: 1) azas manfaat, dalam arti penyelenggaraan
program wisata agro dapat memberikan manfaat politik, ekonomi, sosial, budaya,
maupun lingkungan; 2) azas pelestarian dalam arti penyelenggaraan program wisata
agro diarahkan berperan guna meningkatkan pelestarian plasma nutfah sebagai
sumberdaya utama bagi kelestarian alam dan lingkungan.
Potensi Buah Tropis
1. Manggis
Manggis (Garcinnia mangostana Linn) merupakan tanaman budidaya di
daerah tropis. Tumbuhan ini tumbuh subur pada kondisi dengan intensitas sinar
matahari yang tinggi, kelembapan tinggi, dan musim kering yang pendek (untuk
menstimulasi perbungaan). Pada kondisi kering, diperlukan irigasi untuk menjaga
kelembabapan tanah. Tumbuhan ini dapat ditanam hingga ketinggian 1000 m dpl
dengan kisaran suhu 20-400 C) di daerah tropis. Pertumbuhan maksimal manggis
berlangsung di daerah dataran rendah.
Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi,
Indonesia juga memiliki sumber tanaman herbal melimpah salah satunya adalah
manggis. Hampir semua bagian tanaman buah menyimpan khasiat. Secara
tradisional manggis digunakan sebagai obat sariawan, wasir, dan luka karena
kemampuannya untuk antiinflamasi atau antiperadangan. Senyawa bioaktif seperti
xanthone, antosianin, dan tianin pada buah manggis berkhasiat mencegah dan
menyembuhkan kanker, mencegah penyakit yang mematikan, mengurangi berat
badan, menghilangkan rasa sakit, mencegah penyakit jantung, melawan radikal
bebas, mengurangi tekanan darah tinggi, memelihara pencernaan, menjaga saluran
kencing, mengatasi gangguan pernapasan, menyembuhkan asma, mengobati dan
mencegah diabetes, memelihara kemampuan mental, meningkatkan energi,
menurunkan kolesterol, mengatasi batu ginjal dan mencegah gangguan penglihatan.
Permintaan ekspor manggis dari Cina, Eropa, dan Timur Tengah membanjir,
namun permintaan ekspor tersebut belum dapat terpenuhi. Tahun 2012, jumlah
permintaan ekspor manggis lebih dari 300 peti kemas yang setiap petinya dapat
menampung delapan belas ton manggis. Akan tetapi, jumlah manggis yang dapat
diekspor hanya 200 ton (3,7%) dari total permintaan ekspor manggis sebesar 5400
ton. Hal ini disebabkan oleh jumlah panen yang terbatas. Sementara itu, harga
manggis di pasar tradisional relatif murah karena manggis yang dipasarkan adalah
sisa ekspor, sehingga mutunya tidak lebih baik dari pada yang dipasarkan ke luar
negeri. Jika produsen dapat menghasilkan buah manggis dengan mutu yang merata
dan konstan, sudah pasti harga tersebut akan jauh lebih tinggi (Kompas 2012).

11
Kawasan perencanaan sentra manggis di Kabupaten Bogor terdapat di
Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Jasinga. Pada kawasan perencanaan
mengingat lahan yang relatif luas, beberapa kegiatan budidaya seperti penanaman,
penyiangan, dan panen dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja di luar rumah
tangga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan yang ringan banyak dilakukan
oleh tenaga kerja keluarga. Istri dan anak lelaki merupakan tenaga kerja keluarga
yang paling dominan membantu petani dalam pekerjaan (Bappeda, 2005).
Berdasarkan Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2003) dalam
Nailufar (2011), untuk meningkatkan mutu dan produktivitas manggis di sentra
produksi, diperlukan adanya kriteria pemilihan lokasi agar dapat menghasilkan
buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing khususnya di pasar luar
negeri. Pemilihan lokasi yang dilakukan pada saat pra-panen dalam upaya
penerapan sistem jaringan mutu pada tanaman manggis, berdasarkan pada
a. studi kelayakan lahan dan agroklimat (tipe iklim A, tanpa bulan kering sampai
dengan tipe iklim C bulan kering 4-6 bulan), dengan curah hujan antara 1.2502.500 mm/tahun atau rata-rata 1500-1700 mm/tahun dengan suhu udara 22320C, menurut Smith Ferguson;
b. kemiringan lahan < 20% dengan ketinggian tempat < 800 meter dpl;
c. menerapkan teknik konservasi pada lahan miring dan sistem surjan pada lahan
sawah;
d. jenis tanah yang adalah Latosol, Podzolik Merah Kuning, dan Andosol dengan
syarat gembur, memiliki zat hara yang cukup dan drainase yang baik dan tidak
bercadas, keasaman tanah (pH) 5-7’
e. kedalaman air tanah dangkal (50-200 cm) dan dekat dengan sumber air;
f. letak lahan bebas residu pestisida, bahan beracun dan berbahaya seperti limbah
B
2. Durian
Salah satu buah tropis lain yang tumbuh di Kabupaten Leuwiliang dan
banyak digemari oleh masyarakat umum adalah durian (Durio zibethinus). Buah
tropis yang berasal dari asia tenggara ini memiliki potensi ekspor yang cukup tinggi.
Pada tahun 2012 dari bulan Mei sampai Agustus, negara di Asia, antara lain
Singapura, Jepang, Korea, Hongkong, dan Taiwan serta Amerika Serikat dan
Kanada menjadi pasar buah tropis yang dijuluki ‘King of Fruits’ ini.
Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia dan
Thailand) yang juga mengekspor durian, Indonesia memiliki paling banyak varietas
asli durian. Salah satu kebun komersial buah durian di Indonesia terletak di
Kabupaten Leuwiliang, Jawa Barat. Dengan permintaan ekspor yang terus
meningkat, buah durian memiliki potensi untuk dikembangkan. Beberapa penyebab
kebun durian skala komersial masih belum berkembang di Indonesia adalah
investor belum mengetahui peluang tersebut, kurangnya informasi hasil penelitian
tentang durian di Indonesia, dan pengelolaan pasca panen buah durian yang belum
optimal.

12

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Penelitian dilakukan selama
enam bulan, dimulai pada Desember 2012 sampai dengan Maret 2013 dan
penyusunan skripsi hingga Oktober 2013.

Sumber: www.google.com

Sumber: google earth (2012)

Sumber: Bappeda Kab. Bogor

Gambar 2 Peta lokasi penelitian di kawasan Desa Barengkok, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, peralatan
tulis menulis, software AutoCAD, Adobe Photoshop CS5, ArcView GIS 3.2,
Microsoft Word, dan Microsoft Excel. Untuk pengambilan data sosial dilakukan
wawancara dengan kuisioner. Bahan digunakan dalam penelitian ini adalah data
fisik (keadaan tapak, iklim, tanah, topografi, hidrologi, vegetasi dan satwa, sirkulasi,
fasilitas dan utilitas), data berupa peta (peta lokasi, peta tata guna lahan, peta
topografi, peta vegetasi), dan foto-foto kondisi eksisting tapak. Data sosial berupa
hasil wawancara dengan kuisioner. Jenis dan sumber data yang akan digunakan
dapat dilihat di Tabel 1.

13
Tabel 1 Jenis, spesifikasi, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
No.

Jenis Data

Data Fisik
1.
Lokasi dan
Aksesibilitas

Spesifikasi

Cara Pengambilan

Sumber

Lokasi, batas, dan
luasan

Studi Pustaka, Survey

Bakosurtanal

2.

Fasilitas dan
utilitas

Fasilitas dan utilitas
pendukung wisata

Survey

Lapang

3.

Topografi

Kemiringan lereng

Studi Pustaka

Bakosurtanal

4.

Tanah

Jenis dan kriteria

Studi Pustaka

BAPPEDA

5.

Iklim

Curah hujan
Suhu
Kelembaban
Kecepatan angin

Studi Pustaka

BMKG

6.

Sense of
quality

Akustik
Visual

Survey

Lapang

7.

Hidrologi

8.

Tata Guna
Lahan

Kualitas air
Sumber air
Penggunaan Lahan
Penutupan Lahan

Survey
Survey
Studi pustaka
Survey

Lapang
Lapang
Desa Barengkok
Lapang

Jenis pertanian,
perkebunan, dan
peternakan masyarakat

Survey dan wawancara

Lapang

Wawancara

Penduduk
setempat

Survey dan wawancara

Pemerintah dan
penduduk
setempat

Survey dan wawancara

Pemerintah dan
penduduk
setempat

Data Biofisik
9.
Vegetasi dan
satwa

Data Sosial dan Budaya
11.
Persepsi dan
preferensi
penduduk
12.
Kependuduk Demografi, jenis
an dan
pekerjaan, dan organisasi
kelembagaan atau kelompok yang
lokal
terbentuk di masyarakat
masyarakat
setempat
13.
Kebudayaan
Tradisi, pola hidup, dan
kesenian yang dimiliki
masyarakat setempat

Metode Penelitian
Penelitian ini mengikuti proses perencanaan yang dikemukakan Gold (1980)
dengan pendekatan sumberdaya. Penelitian ini dibatasi hingga proses perencanaan
dengan hasil berupa rencana lanskap (landscape plan). Tahapan yang digunakan
terdiri dari:
1. Inventarisasi
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan didapat dari BAPPEDA,
Bakosurtanal, BMKG, Pemerintah Daerah Kecamatan Lewiliang dan Desa
Barengkok. Data sekunder yang dikumpulkan berupa peta administrasi Kabupaten

14
Bogor, peta topografi, peta tanah, dan peta tata guna lahan. Data lain yang
dibutuhkan adalah data kependudukan, ekonomi, dan data-data pendukung lainnya.
Data primer yang dikumpulkan berupa data vegetasi dan satwa, data fasilitas
dan utilitas, sense of quality, data sirkulasi tapak, dan kuisioner mengenai persepsi
dan preferensi masyarakat. Data primer diambil dengan metode survey dan
wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai alat sampling dalam
memperoleh persepsi dan preferensi desa untuk pengambilan keputusan. Kegiatan
wawancara dibagi menjadi dua, yaitu wawancara kepada pemerintah dan
masyarakat.
2. Analisis
Setelah seluruh data terkumpul, tahap berikutnya adalah menganalisis data.
Kegiatan ini untuk mengetahui potensi yang dapat dikembangkan dalam tapak,
kendala yang muncul dari tapak, potensi penggunaan lahan, dan rencana
pengembangan sehingga dapat berkelanjutan. Data yang diperoleh dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif untuk menentukan alternatif pengembangannya.
Analisis dilakukan terhadap seluruh data baik primer maupun sekunder
yang diperoleh pada tahap inventarisasi. Analisis persepsi dan preferensi
masyarakat diperoleh dari penyebaran kuesioner. Potensi-potensi wisata pertanian
yang dianggap memiliki daya tarik bagi pengunjung Desa Barengkok juga turut
dianalisis untuk dikembangkan menjadi obyek agrowisata.
Penentuan obyek agrowisata eksisting pada tapak dilakukan dengan analisis
penilaian kelayakan potensi agrowisata berdasarkan aspek aksesibilitas, obyek dan
atraksi wisata, letak dari jalan utama, dan fasilitas wisata yang tersedia. Penilaian
ini bertujuan untuk menentukan embrio obyek agrowisata yang potensial dan sangat
potensial untuk dikembangkan. Skoring dan variabel nilai kelayakan dapat dilihat
pada Tabel 2. Penentuan kelayakan tidak potensial, potensial, dan sangat potensial
berdasarkan jumlah total keseluruhan empat variabel penilaian.
Tabel 2 Nilai kelayakan potensi wisata
Variabel

Aksesibilitas

Obyek dan atraksi wisata

Letak dari jalan utama

Fasilitas wisata yang tersedia

Standar
Kelayakan

Skor

S1
S2
S3
S4
S1
S2
S3
S4
S1
S2
S3
S4
S1
S2
S3
S4

60-80
40-59
20-49
0-19
60-80
40-59
20-49
0-19
60-80
40-59
20-49
0-19
60-80
40-59
20-49
0-19

Kelayakan
(dari keempat aspek)

- Sangat Potensial (SP)
- Potensial (P)
- Tidak Potensial (TP)

Nilai
(dari total skor
keempat aspek)

220-320
210-209
110-209

*sangat baik = S1, baik = S2, buruk = S3, sangat buruk = S4 Sumber : Spillane (1994) dengan
modifikasi

15
Analisis deskriptif dilakukan pada semua aspek untuk melihat potensi dan
kendala apa saja yang terdapat pada tapak, kemudian dilakukan pembahasan terkait
solusi yang dapat mengembangkan potensi dan mengatasi kendala. Analisis daya
dukung tapak menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003),
dihitung berdasarkan standar rata-rata individu dalam m2/orang dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
DD = A/S

T= DD x K

K = N/R

Keterangan : DD
= Daya Dukung
A
= Area yang digunakan wisatawan
S
= Standar rata-rata indiv