PENAMPILAN KARAKTER MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BAWANG MERAH
23 8.
Disaring dengan krus Gooch yang telah diketahui bobotnya. 9.
Dicuci dengan 3 x 10 ml larutan alkohol pencuci, selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu 30
10. Residu yang ditimbang adalah KC1O
C selam 1 jam, dan akhirnya ditimbang.
4
Analisis ANR daun
Sampel daun untuk dianalisis ANR disiapkan dari 6 varietas bawang merah yang dicoba dan perlakuan tidak dipupuk serta dipupuk. Selanjutnya sampel daun
dianalisis dengan prosedur: g.
1. Sampel daun bawang merah diambil pada saat umur tanaman 40 hst.
2. Daun dibersihkan dengan aquades kemudian dikeringkan di atas tissue
setelah itu ditimbang seberat 1 g. 3.
Helaian daun diiris tipis-tipis dengan ukuran tebalnya + 1 mm. 4.
Irisan daun tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 5 ml larutan buffer fosfat 1.2 M pH 7 dan diinkubasi selama 12 jam.
5. Setelah diinkubasi cairan dalam tabung dibuang dan diganti dengan 5 ml
larutan buffer baru yang ditambah 0.1 ml larutan NaNO
3
6. Sementara diinkubasi, disiapkan reagen pewarna yang terdiri dari 0.2 ml
larutan 3 1 N Sulfanilamid dan 0.2 ml larutan 0.02 1 N Naptilendiamin dan dimasukkan dalam tabung reaksi.
5 ml dan dicatat waktunya sebagai awal inkubasi. Lama waktu inkubasi adalah dua jam.
7. Setelah tercapai waktu inkubasi dua jam larutan dalam tabung diambil dengan
pipet ukur sebanyak 0.1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi reagen pewarna. Setelah itu ditunggu kurang lebih sepuluh menit
atau sampai terbentuk warna merah sebagai tanda telah terjadi reaksi ion nitrit oleh enzim nitrat reduktase
8. Larutan tersebut dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbsinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. 9.
Perhitungan aktivitas nitrat reduktase ANR dengan rumus sebagai berikut: ANR =
1000 1
1 1000
50 x
WI x
BB x
x Astndr
Asampel
24
Keterangan : A sampel
= Absorban A stndr
= Diukur dari larutan campuran reagen pewarna dengan akuades BB
= Bobot basah sampel g WI
= Waktu inkubasi jam
Analisis kandungan klorofil Wintermans Mots, 1965
1. Sampel daun diambil pada saat tanaman telah berumur 40 hst.
2. Daun dibersihkan dengan akuades kemudian dikeringkan di atas tissue
setelah itu dipotong-potong lalu ditimbang sebanyak 1 g. 3.
Daun yang telah ditimbang ditambah aseton 1 ml kemudian ditumbuk sampai halus dengan mortar.
4. Hasil tumbukan ditambah aseton sebanyak 10 ml dan disaring selanjutnya
dimasukan ke dalam tabung reaksi lalu disentrifuges. 5.
Cairan hasil sentrifuges dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur absorbsinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 663 nm dan 645 nm.
6. Perhitungan kandungan klorofil dengan rumus sebagai berikut:
Kandungan klorofil a mg per g =
1000 1
1 1000
50 x
WI x
BB x
x Astndr
Asampel Keterangan :
A sampel = Absorban
A stndr = Diukur dari larutan campuran reagen pewarna dengan akuades
BB = Bobot basah sampel g
WI = Waktu inkubasi jam
Hasil analisis tanah tempat percobaan mempunyai sifat yaitu pH tanah 6.33 agak masam, kandungan N tersedia 188.9 ppm sedang, kandungan P
tersedia 8.2 ppm rendah, dan kandungan K tersedia 0.7 me sedang. Analisis data dengan uji F dan dilanjutkan uji jarak ganda Duncan taraf UJGD 5 .
Pengujian korelasi fenotipik dan genotipik dilakukan pada karakter yang diamati. Metode analisis korelasi menurut rumus dari Singh Chaudhary 1979.
Hasil dan Pembahasan
Salah satu komponen produksi tanaman bawang merah adalah jumlah anakan per rumpun. Ternyata jumlah anakan meningkat dengan meningkatnya
kesuburan tanah. Pada dua kondisi kesuburan tiap genotipe bawang merah
25 mempunyai tanggap yang berbeda pada karakter jumlah anakan. Jumlah anakan
pada genotipe Bima Tarno, Bima Curut dan Tiron tidak tanggap terhadap peningkatan kesuburan, tetapi genotipe Bima, Kuning dan S Philip meningkatnya
kesuburan, meningkatkan jumlah anakan. Jumlah anakan terbanyak pada kondisi tidak dipupuk adalah Tiron, sedangkan yang paling sedikit Bima Curut. Jumlah
anakan pada genotipe bawang merah hasil tinggi lebih sedikit dibandingkan genotipe hasil rendah, sehingga jumlah anakan yang banyak berakibat kecilnya
ukuran umbi dan berkurangnya hasil. Jadi pemilihan genotipe bawang merah hasil tinggi tidak perlu anakan yang banyak. Jumlah anakan pada bawang merah
berpengaruh negatif terhadap hasil dan diameter umbi Putrasamedja 2006. Tabel 1. Interaksi pada karakter jumlah anakan per rumpun dari enam genotipe
bawang merah pada dua kesuburan tanah Genotipe
Kesuburan Tidak dipupuk
Dipupuk Bima
8.84 b y 9.83 b x
Bima Tarno 8.55 b x
8.67 c x Bima Curut
8.50 b x 8.89 c x
Kuning 9.17 b y
10.56 b x Tiron
10.39 a x 10.61 b x
S Philip 10.22 a y
11.67 a x
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf x, y yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Dilihat jumlah umbi per rumpun, tampak genotipe bawang merah Bima, Kuning, dan S Philip terjadi peningkatan jumlah anakan dengan peningkatan
kondisi kesuburan tanah. Pada kondisi tidak dipupuk genotipe bawang merah S Philip, Tiron dan Kuning lebih banyak jumlah umbinya dibandingkan Bima
Tarno, Bima dan Bima Curut. Jumlah umbi pada kondisi dipupuk S Phlilip terbanyak, sama dengan Tiron dan Kuning, sedangkan yang paling sedikit adalah
Bima Tarno Tabel 2. Hal ini menunjukkan tanggap genotipe bawang merah berbeda, pada kelompok S Philip, Tiron, dan Kuning terjadi peningkatan jumlah
umbi per rumpun yang paling banyak diikuti Bima, selanjutnya Bima Tarno serta terkecil Bima Curut. Jadi genotipe bawang merah hasil tinggi Bima, Bima
Tarno, Bima Curut mempunyai jumlah umbi yang lebih sedikit dibandingkan
26 genotipe hasil rendah Kuning, Tiron, S Philip. Pemilihan genotipe bawang
merah hasil tinggi mempertimbangkan jumlah umbi dan ukuran umbi, karena umbi banyak berakibat ukuran umbi kecil sehingga daya hasilnya rendah. Jumlah
umbi sedikit adalah salah satu ciri dari bawang merah hasil tinggi Putrasamedja Soedomo 2007. Terdapat korelasi negatif antara hasil dengan jumlah anakan
Awale et al., 2011. Korelasi negatif antara jumlah umbi dengan ukuran umbi sehingga perlu dipertimbangkan dalam seleksi Mohanty 2001.
Tabel 2. Interaksi pada karakter jumlah umbi per rumpun dari enam genotipe bawang merah pada dua kesuburan tanah
Genotipe Kesuburan
Tidak dipupuk Dipupuk
Bima 7.22 b y
12.78 b x Bima Tarno
6.89 b y 11.56 c x
Bima Curut 7.22 b y
11.78 c x Kuning
8.11 a y 14.55 a x
Tiron 8.33 a y
14.77 a x S Philip
8.56 a y 15.00 a x
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf x, y yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Semua genotipe bawang merah yang dicoba meningkat diameter umbinya dengan meningkat kondisi kesuburan tanah. Pada kondisi tidak dipupuk genotipe
bawang merah Bima dan Bima Tarno terbesar umbinya dan terkecil adalah S Philip yang sama dengan Tiron maupun Kuning. Pada kondisi dipupuk genotipe
Bima Curut mempunyai ukuran diameter umbi terbesar, berbeda dengan Bima dan Bima Tarno, sedangkan terkecil adalah Tiron Tabel 3. Hal ini tampak
bahwa ukuran umbi dipengaruhi oleh tingkat kesuburan dan ada perbedaan tanggap genotipe bawang merah. Umbi yang besar dan jumlah yang banyak akan
memberikan hasil yang tinggi Limbongan Monden 1999.
27 Tabel 3. Interaksi pada karakter diameter umbi mm dari enam genotipe
bawang merah pada dua kesuburan tanah Genotipe
Kesuburan Tidak dipupuk
Dipupuk Bima
26.17 a y 31.70 b x
Bima Tarno 23.37 b y
31.57 b x Bima Curut
26.13 a y 33.03 a x
Kuning 22.23 c y
27.17 d x Tiron
22.20 c y 28.40 c x
S Philip 21.90 c y
27.63 d x
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5 .
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf x, y yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Dari Tabel 4 tampak bahwa bobot umbi dari genotipe bawang merah meningkat bobot umbinya dengan meningkatnya kesuburan tanah. Pada kondisi tidak
dipupuk, genotipe Bima Curut terberat hasil bobot umbinya, dan yang terrendah produksi bobot umbinya adalah Kuning. Berbeda dengan pada kondisi dipupuk,
kelompok Bima Tarno, Bima Curut dan Bima terbesar produksinya, ini berbeda dengan S Phlip, Tiron dan Kuning yang hasilnya lebih rendah. Hal ini terlihat
bahwa pada kondisi dipupuk dan tidak dipupuk genotipe bawang merah hasil tinggi lebih besar produksi bobot umbinya dibanding dengan genotipe hasil
rendah. Genotipe hasil tinggi menghasilkan bobot umbi yang tinggi dari pada genotipe rendah hasil rendah. Karakter yang mendukung genotipe bawang merah
hasil tinggi terlihat adanya tanaman yang tinggi, diameter daun besar, ukuran dan umbi yang besar. Jadi komponen pertumbuhan dan komponen hasil yang tinggi
akan menghasilkan bobot umbi yang besar. Percobaan komponen hasil bawang menunjukkan bahwa karakter yang mendukung bawang hasil tinggi adalah tinggi
tanaman, panjang daun, diameter daun, jumlah umbi, ukuran umbi, dan bobot umbi Melke Ravishanker 2006.
28
Tabel 4. Interaksi pada karakter bobot umbi per rumpun g dari enam genotipe bawang merah pada dua kesuburan tanah
Genotipe Kesuburan
Tidak dipupuk Dipupuk
Bima 74.06 ab y
120.21 a x Bima Tarno
70.97 b y 121.35 a x
Bima Curut 77.01 a y
121.13 a x Kuning
59.24 d y 93.66 b x
Tiron 64.02 c y
94.73 b x S Philip
63.47 c y 96.85 b x
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf x, y yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Semua genotipe bawang merah meningkat kandungan unsur hara K dengan meningkatnya keseburan, kecuali genotipe bawang merah Bima. Akumulasi hara
K jaringan genotipe bawang merah Bima tertinggi pada kondisi tidak dipupuk, diikuti Bima Tarno, S Philip, Bima Curut, dan terakhir Tiron. Sebaliknya pada
kondisi dipupuk, semua genotipe bawang merah akumulasi kandungan K-nya sama Tabel 5. Akumulasi hara K jaringan belum dapat membedakan genotipe
bawang merah hasil tinggi dengan hasil rendah. Mengingat pemupukan tidak berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan dan hasil Satsijati Pudji 1995;
Gunadi 2009. Tabel 5. Interaksi pada karakter akumulasi hara K jaringan dari enam
genotipe bawang merah pada dua kesuburan tanah Genotipe
Kesuburan Tidak dipupuk
Dipupuk Bima
0.81 a x 0.85 a x
Bima Tarno 0.75 ab y
0.87 a x Bima Curut
0.70 ab y 0.88 a x
Kuning 0.72 ab y
0.85 a x Tiron
0.67 b y 0.81 a x
S Philip 0.72 ab y
0.84 a x
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5 .
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf x, y yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
29 Aktivitas nitrat reduktase ANR meningkat dengan meningkatnya kondisi
kesuburan Tabel 6. Pada kondisi tidak dipupuk, ANR terbesar dicapai genotipe Kuning yang sama dengan Bima Curut, diikuti Bima, S Philip, Bima Tarno dan
Tiron. Kondisi dipupuk, yang tertinggi ANR-nya adalah Bima Curut, diikuti Kuning, Bima, Phlipin, Bima Tarno, Bima, dan Tiron. Tampaknya genotipe
bawang merah yang hasil tinggi terjadi peningkatan ANR yang lebih besar dibandingkan genotipe hasilnya rendah dengan meningkatnya kesuburan, kecuali
genotipe Bima Tarno Tabel 6. Tampaknya ANR belum mampu membedakan genotipe hasil tinggi dan rendah. Mengingat kondisi tanah tergolong masih cukup
untuk tanaman bawang merah, sehingga aktifitas metabolisma N antar genotipe sama.
Tabel 6. Interaksi pada karakter ANR µggjam dari enam genotipe bawang merah pada dua kesuburan tanah
Genotipe Kesuburan
Tidak dipupuk Dipupuk
Bima 37.97 b y
39.65 c x Bima Tarno
36.02 c x 37.29 d x
Bima Curut 40.16 a y
43.95 a x Kuning
40.67 a x 41.31 b x
Tiron 35.43 c x
36.81 d x S Philip
36.79 bc x 37.88 d x
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf x, y yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5 .
Dari genotipe bawang merah tersebut menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada genotipe hasil tinggi Bima, Bima Tarno, Bima Curut lebih tinggi dari pada
genotipe hasil rendah Kuning, Tiron, S Philip Tabel 7. Tampak bahwa pada genotipe bawang merah hasil tinggi pertumbuhannya lebih cepat dari hasil
pengamatan di lapang. Genotipe bawang merah daya hasil tinggi mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi dari pada genotipe hasil rendah. Ada hubungan
yang positif antara tinggi tanaman dengan hasil umbi Awale et al., 2011. Hal ini membantu kegiatan seleksi untuk mendapatkan bawang merah hasil tinggi dengan
pemilihan tanaman yang tinggi. Tampaknya peningkatan kesuburan
30 meningkatkan tinggi tanaman bawang merah Tabel 7. Hasil tinggi pada
tanaman bawang merah dibutuhkan perbaikan kesuburan. Karakter jumlah daun pada kondisi dipupuk memberikan jumlah daun yang
lebih banyak dari pada tidak dipupuk Tabel 7. Hal ini terdapat indikasi bahwa semakin subur tanaman bawang merah semakin baik pertumbuhannya. Genotipe
bawang merah hasil rendah mempunyai jumlah daun lebih banyak Kuning, Tiron, S Philip dari pada hasil tinggi kecuali Bima yang sama dengan genotipe
hasil rendah. Jumlah daun yang banyak akan meningkatkan kompetisi cahaya sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis dan akhirnya menurunkan hasil
bawang merah. Hal ini dapat digunakan karakter seleksi bahwa jumlah daun yang banyak pada tanaman bawang merah mempunyai daya hasil rendah. Selain itu,
diameter dan panjang daun menentukan hasil bawang merah. Korelasi positif antara diameter dan panjang daun dengan hasil sehingga dapat dijadikan karakter
seleksi untuk bawang hasil tinggi Kalloo et al., 1982. Dilihat karakter diameter daun bawang merah menunjukkan bahwa kondisi
dipupuk dapat meningkatkan diameter daun Tabel 7. Genotipe bawang merah hasil tinggi Bima, Bima Tarno, Bima Curut secara umum lebih besar diameter
daunnya dibandingkan hasil rendah Kuning, Tiron, dan S Philip. Semakin besar diameter daun akan meningkatkan luas daun sehingga fotosintesisnya akan lebih
besar dan dapat meningkatkan hasil. Jadi genotipe bawang merah hasil tinggi ditandai dengan diameter daun yang besar. Ada korelasi positif antara hasil
bawang merah dengan diameter daun, dan panjang daun Awale et al., 2011. Dari tabel 7 tampak bahwa pada kondisi tidak dipupuk hasil umbi bawang
merah per m
2
lebih rendah dibanding dengan kondisi dipupuk. Hal ini tampak bahwa peningkatan kesuburan pada bawang merah terjadi peningkatan hasil.
Genotipe hasil tinggi memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan genotipe hasil rendah. Ini menandakan bahwa pada genotipe produksi tinggi mempunyai sifat
hasil tinggi dan sebaliknya genotipe bawang merah hasil rendah. Kemampuan genotipe bawang hasil tinggi adalah salah satu sifat genetik yang dimiliki bawang
merah dan dapat diturunkan. Pada varietas bawang merah yang akan dilepas, penampilan daya hasil lebih tinggi di banyak lingkungan harus dimiliki varietas
31 bawang merah tersebut dibandingkan varietas kontrol Putrasamedja, 2007;
Soedomo, 2006; Mahantesh et al., 2007. Tabel 7. Penampilan tinggi tanaman cm, jumlah daun, diameter daun mm dan
bobot umbi kgm
2
Genotipe dari enam genotipe bawang merah serta perbedaan
pada dua kesuburan tanah Tinggi
tanaman cm Jumlah daun
Diameter daun mm
Bobot umbi kgm
2
Bima 46.15 a
45.04 ab 60.50 a
1.89 a Bima Tarno
44.52 a 41.70 b
60.30 a 1.90 a
Bima Curut 47.92 a
39.36 b 60.20 a
1.93 a Kuning
36.86 b 51.97 a
49.80 b 1.59 b
Tiron 37.64 b
50.58 a 49.70 b
1.58 b S Philip
35.79 b 51.28 a
51.00 b 1.57 b
Kesuburan Tidak dipupuk
37.33 b 40.50 b
44.20 b 1.32 b
Dipupuk 45.62 a
52.81 a 66.30 a
2.16 a
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Gambar 2a tampak bahwa pada kondisi tidak dipupuk genotipe bawang merah Bima berpenampilan lebih baik dari pada varietas Kuning pada kondisi
dipupuk. Secara umum, hasil panen tampak kondisi dipupuk lebih baik dari pada tidak dipupuk dan varietas hasil tinggi Bima, Bima Tarno dan Bima Curut lebih
baik dari varietas hasil rendah Kuning, Tiron dan S Philip Gambar 2b. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe bawang merah hasil tinggi pertumbuhan dan
hasilnya lebih baik dari pada genotipe hasil rendah.
Gambar 2. Penampilan di lahan pada kondisi tidak dipupuk dari varietas Bima
dibandingkan varietas Kuning dipupuk a dan hasil panen tiap varietas yang dicoba pada dua kondisi kesuburan b
Dipupuk Kuning
Bima Tidak dipupuk
a b
Tidak dipupuk
Dipupuk
32
Akumulasi hara N jaringan bawang merah meningkat dengan pemberian pemupukan. Akumulasi kandungan hara N dari tiap genotipe bawang merah,
menunjukkan sama antara genotipe, kecuali Bima Curut dan sama dengan Bima Tabel 8. Akumulasi N yang relatif sama antar genotipe hasil tinggi dengan
rendah, karena hasil analisis kandungan N tanah percobaan masih tergolong sedang 188,916 ppm, sehingga antar genotipe tidak berbeda akumulasi N
jaringannya. Kondisi N tanah yang demikian tergolong cukup untuk tanaman bawang merah Hardjowigeno 1995. Pemupukan N belum dapat meningkatkan
secara nyata kandungan N jaringan tanaman bawang merah Ashandi et al., 2005. Pemberian N belum mampu meningkatkan komponen pertumbuhan dan hasil
Sumarni Rosliani 2010. Kandungan N jaringan belum dapat membedakan antara genotipe hasil yang tinggi dan rendah.
Akumulasi hara P jaringan bawang merah meningkat dengan meningkatnya kondisi kesuburan tanah. Akumulasi hara P terkecil adalah genotipe bawang
merah Bima Curut, dan berbeda dengan Bima, Bima Tarno, Kuning, Tiron, serta S Philip Tabel 8. Belum diperoleh perbedaan antara genotipe bawang merah
hasil tinggi dengan hasil rendah pada akumulasi hara P. Penelitian yang telah dilakukan ternyata peningkatan hara P belum mampu meningkatkan secara nyata
kandungan hara P jaringan bawang merah Ashandi et al., 2005. Sama dengan tanaman tomat, peningkatan kesuburan dengan pemupukan P tidak meningkatkan
kandungan P jaringan umur 45 hst Subhan et al., 2009. Kandungan klorofil a meningkat dengan meningkatnya kesuburan tanah.
Kandungan klorofil a tidak berbeda antara genotipe bawang merah yang dicoba kecuali genotipe Tiron yang terrendah Tabel 8. Tampaknya tidak ada perbedaan
dari genotipe bawang merah hasil tinggi dengan rendah pada kandungan klorofil a nya. Diduga kondisi tanah tidak dipupuk kurang tercekam N, ditunjukkan dengan
hasil analisis kandungan N 188,9 ppm yang masih dalam kondisi sedang. Hal ini tergolong cukup untuk tanaman bawang merah Hardjowigeno 1995.
Percobaan penambahan N terhadap jumlah klorofil ternyata, pada kondisi N rendah kandungan klorofil lebih rendah dari pada kondisi N cukup Peng et al.,
1996.
33 Pemupukan meningkatkan jumlah klorofil b tanaman bawang merah.
Kandungan klorofil b tertinggi adalah genotipe bawang merah Bima Curut, diikuti S Philip, Tiron, Bima Tarno, Bima, dan terakhir Kuning Tabel 8. Ternyata
kandungan klorofil b belum dapat membedakan genotipe bawang merah hasil tinggi dengan rendah. Mengingat kondisi tidak dipupuk kandungan N tanah masih
cukup untuk bawang merah, maka belum dapat dilihat perbedaan kandungan klorofil b dari genotipe bawang merah yang diuji. Kondisi kesuburan berpengaruh
terhadap jumlah klorofil, kekurangan N dapat menurunkan jumlah klorofil. Kandungan N daun berhubungan positif dengan jumlah klorofil, kandungan N
yang tinggi meningkatkan jumlah klorofil Peng et al., 1995; Balasubramanian et al., 2000.
Tabel 8. Penampilan akumulasi hara N jaringan , akumulasi hara P jaringan , kandungan klorofil a dan b mgg dari enam genotipe bawang
merah serta perbedaan pada dua kesuburan tanah
Genotipe Akumulasi
hara N jaringan
Akumulasi hara P
jaringan Kandungan
klorofil a mgg
Kandungan klorofil b
mgg Bima
1.03 ab 0.22 a
50.27 a 99.29 d
Bima Tarno 1.03 ab
0.21 a 51.19 a
102.35 c Bima Curut
0.96 b 0.18 b
51.13 a 109.48 a
Kuning 1.06 a
0.21 a 51.22 a
99.47 d Tiron
1.04 a 0.21 a
46.24 b 103.63 c
S Philip 1.04 a
0.21 a 52.59 a
106.50 b Kesuburan
Tidak dipupuk 0.82 b
0.17 b 43.20 b
89.65 b Dipupuk
1.24 a 0.25 a
57.68 a 117.25 a
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf a, b, c yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf 5
Tampak pada Gambar 3 menunjukkan bahwa laju pemanjangan akar yang cepat pada pertumbuhan periode 35 sampai 42 hst dan mulai menurun pada
periode 42 sampai 49 hst, kecuali genotipe Bima dan Bima Tarno dalam kondisi tidak dipupuk. Laju terbesar pemanjangan akar dipeoleh genotipe Bima Curut
dan terendah Bima Tarno. Ada perbedaan laju pemanjangan akar antara kondisi dipupuk dengan tidak dipupuk terutama pada periode 35-42 hst. Pada periode 42-
49 hst kondisi dipupuk, laju perpanjangan akar yang cepat adalah Bima Curut dan
34 yang sama adalah Tiron. Laju perpanjangan akar periode 35 sampai 42 hst lebih
cepat dari pada periode 42 sampai 49 hst. Genotipe bawang merah hasil tinggi secara umum lebih cepat dibanding dengan genotipe daya hasil rendah.
Gambar 3. Pemanjangan akar mmtanhr dari 6 genotipe bawang merah pada
dua periode tumbuh dan kondisi dipupuk maupun tidak dipupuk Berbeda dengan pemanjangan akar, akumulasi bahan kering tajuk terbesar
pada periode 42-49 hst Gambar 4. Ini terlihat bahwa pertumbuhan mulai dari akar selanjutnya ke arah tajuk. Jadi periode 35 sampai 42 hst adalah laju
pertumbuhan akar yang cepat diikuti laju pertumbuhan tajuk pada periode 42 sampai 49 hst. Akibatnya periode ini merupakan periode kritis untuk
pertumbuhan. Pada bawang ada korelasi antara hasil dengan bahan kering, indek panen dan diameter umbi, sehingga dapat dijadikan karakter seleksi Cheema et
al., 2003; Sendek et al., 2009. Akumulasi bahan kering tajuk pada kondisi dipupuk lebih besar
dibandingkan tidak dipupuk dan laju terbesar pada periode 42 sampai 49 hst, kecuali genotipe Bima Curut. Pada umumnya laju akumulasi tajuk genotipe
bawang merah hasil tinggi lebih cepat dari pada yang hasil rendah Gambar 4. Menurut Raihani et al., 1996, pada tanaman kedelai semakin tinggi laju
akumulasi bahan kering akan memberikan hasil yang tinggi. Hasil tanaman padi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Bima Bima
Tarno Bima
Curut Kuning
Tiron Philipin
P er
pa nj
ang an
aka r
m m
t an
hr
Genotip bawang merah S Philip
35-42 hst tdk dipupuk
S Philip
35-42 hst dipupuk
42-49 hst tdk dipupuk
42-49 hst dipupuk
35 diindentifikasi dengan indek panen dan akumulasi bahan kering Yang et al.,
2002.
Gambar 4. Akumulasi bahan kering tajuk gtanhr dari 6 genotipe bawang merah pada dua periode tumbuh dan kondisi dipupuk maupun tidak
dipupuk Gambar 5 menunjukkan bahwa laju akumulasi bahan kering akar pada
kondisi dipupuk lebih besar dari pada tidak dipupuk. Laju akumulasi bahan kering akar pada perode 35 sampai 42 hst lebih besar dari pada 42 sampai 49 hst.
Hal ini sejalan dengan perpanjangan akar Gambar 3. Pada genotipe bawang merah hasil tinggi mempunyai laju akumulasi bahan kering akar yang lebih besar
dari pada hasil rendah. Pada tanaman padi ada hubungan bahwa semakin tinggi laju akumulasi bahan kering maka semakin tinggi hasil tanaman tersebut
Suprayogi Ismangil 2004. Peningkatan akumulasi bahan kering tanaman padi yang tinggi pada fase pertumbuhan akan meningkatkan hasil Zhang et al., 2010.
Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan akar yang besar meningkatkan penyerapan
0,00 0,10
0,20 0,30
0,40 0,50
0,60 0,70
Bima Bima Tarno Bima Curut
Kuning Tiron
Philipin
A kum
ul as
i ba
ha n ke
ri g
t aj
uk g
t an
hr
Genotip bawang merah
S Philip 35-42 hst tdk
dipupuk 35-42 hst
dipupuk 42-49 hst tdk
dipupuk 42-49 hst
dipupuk
36 hara dan air lebih besar sehingga menunjang pertumbuhan tajuk yang besar untuk
melakukan fotosintensis yang besar sehingga dapat memberikan hasil yang besar.
Gambar 5. Akumulasi bahan kering akar gtanhr dari 6 genotipe bawang merah pada dua periode tumbuh dan kondisi dipupuk maupun tidak
dipupuk
Hasil analisis korelasi menunjukkan terdapat korelasi genotipik dan fenotipik bobot umbi per rumpun berkorelasi positif dengan semua karakter yang
diamati kecuali jumlah anakan Tabel 9. Adapun karakter hasil berkorelasi fenotipik positif dengan diameter umbi, akumulasi bahan kering akar, tinggi
tanaman, akumulasi bahan kering tajuk, diameter daun, akumulasi N jaringan, akumulasi P jaringan, kandungan klorofil a, akumulasi K jaringan, kandungan
klorofil b, jumlah umbirumpun, jumlah daun, dan ANR. Korelasi genotipik hasil dengan akumulasi bahan kering tajuk, diameter daun, akumulasi P jaringan,
kandungan klorofil a, akumulasi N jaringan, akumulasi bahan kering akar, 0,00
0,20 0,40
0,60 0,80
1,00 1,20
1,40
Bima Bima
Tarno Bima
Curut Kuning
Tiron Philipin
Akum ulasi bahan kering akar gtanhr
Genotip bawang merah S Philip
35-42 hst tdk dipupuk
35-42 hst dipupuk
42-49 hst tdk dipupuk
42-49 hst dipupuk
37 kandungan klorofil b, akumulasi K jaringan, tinggi tanaman, jumlah
umbirumpun, diameter umbi, dan jumlah daun. Dari hal ini maka seleksi bawang merah hasil tinggi dapat dipilih yang mudah diamati dan praktis digunakan seperti
tinggi tanaman, jumlah daun, diameter daun, jumlah umbi, dan diameter umbi. Penelitian korelasi yang telah dilakukan ternyata ada korelasi positif hasil umbi
bawang dengan bobot umbi, diameter umbi, bobot daun, panjang daun, bahan kering Kohli Prabal 2000; Cheema et al., 2003; Sendek et al., 2009; Jamila et
al., 2009. Pada tanaman terong dan timun ada korelasi positif genotipik dan fenotipik antara hasil dengan jumlah biji, bobot buah dan diameter buah Danquah
Ofori 2012; Cramer Wehner 2000.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Genotipe bawang merah hasil tinggi bercirikan tanamannya tinggi, pertumbuhan yang cepat, diameter daun besar, jumlah anakan dan umbi
sedang, diameter umbi besar, hasil umbi per rumpun dan per m
2
2. Genotipe yang hasil tinggi ditandai dengan laju perpanjangan akar, laju
akumulasi bahan kering tajuk maupun akar yang tinggi dibandingkan yang produksi rendah. Akumulasi N, P, K, ANR dan kandungan klorofil tidak
dapat digunakan pembeda genotipe bawang merah hasil tinggi dan rendah. tinggi.
3. Laju pertumbuhan terbesar pada akar saat periode umur antara 35 sampai 42
hst, dan tajuk saat umur 42-49 hst. 4.
Terdapat korelasi antara hasil dengan semua karakter yang diamati kecuali jumlah anakan, sehingga karakter yang berkorelasi dengan hasil dapat
digunakan sebagai karakter seleksi.
Tabel 9. Korelasi fenotipik dan genotipik antar sifat bawang merah yang diamati
a = Bobot umbirumpun b=Tinggi tanaman
c=Jumlah daun d = Diameter daun
e = Jumlah anakan f = Jumlah umbirumpun
g=Diameter umbi h=Akumulasi N jaringan
i = Akumulasi P jaringan j = Akumulasi K jaringan
k=ANR l=klorofil a
m=klorofil b n = akumulasi bahan kering tajuk
o = akumulasi bahan kering akar = nyata taraf 5 tn=tidak nyata taraf 5
= Angka yang berada dalam kolom dan baris diagonal bagian atas korelasi fenotipik = Angka yang berada dalam kolom dan baris diagonal bagian bawah korelasi genotipik
Karakter a
b c
d e
f g
h i
j k
l m
n o
a 0.86
0.53 0.85
-0.00tn 0.67
0.88 0.85
0.82 0.80
0.40 0.82
0.79 0.86
0.87 b
0.79 0.35
0.83 -0.29tn
0.34 0.89
0.57 0.51
0.67 0.45
0.55 0.54
0.81 0.87
c 0.52
0.33tn 0.32tn
0.17tn 0.64
0.45 0.67
0.69 0.46
0.20tn 0.62
0.55 0.42
0.51 d
0.86 0.84
0.35 -0.31tn
0.32tn 0.84
0.58 0.57
0.61 0.44
0.56 0.50
0.80 0.85
e 0.31tn
-0.26tn 0.22tn
-0.28tn 0.62
-0.07tn 0.35
0.39 0.12tn -0.20tn
0.36 0.33tn
-0.24tn 0.03tn
f 0.69
0.32tn 0.60
0.30tn 0.60
0.60 0.93
0.87 0.66
0.21tn 0.86
0.86 0.44
0.64 g
0.67 0.69
0.33tn 0.73
-0.26tn -0.43
0.80 0.74
0.80 0.49
0.77 0.76
0.88 0.95
h 0.81
0.53 0.62
0.58 0.37
0.93 0.80
0.92 0.78
0.35 0.92
0.92 0.68
0.82 i
0.83 0.50
0.63 0.57
0.37 0.87
0.74 0.91
0.74 0.19tn
0.86 0.74
0.58 0.78
j 0.79
0.69 0.49
0.62 0.11tn
0.68 0.79
0.77 0.73
0.37 0.80
0.73 0.64
0.78 k
0.38 0.47
0.18tn 0.42
-0.19tn 0.19tn
0.48 0.34
0.18tn 0.35
0.37 0.33
0.52 0.51
l 0.83
0.56 0.65
0.55 0.33tn
0.82 0.78
0.89 0.85
0.80 0.34
0.91 0.68
0.80 m
0.80 0.55
0.57 0.49
0.32tn 0.86
0.75 0.90
0.72 0.72
0.30tn 0.88
0.67 0.74
n 0.88
0.82 0.82
0.81 -0.25tn
0.44 0.88
0.67 0.53
0.64 0.53
0.66 0.62
0.87 o
0.81 0.85
0.85 0.88
0.15tn 0.65
0.91 0.79
0.71 0.75
0.51 0.78
0.72 0.84
38
39 Saran yang dapat diberikan adalah karakter seleksi yang dapat digunakan
untuk pemilihan genotipe bawang merah hasil tinggi adalah tinggi tanaman, diameter daun, diameter umbi, jumlah umbirumpun, laju panjang akar 35-42 hst, laju
akumulasi bahan keriang tajuk 42-49 hst dan akar 35-42 hst, serta hasil yang tinggi.
41