UJI DAYA HASIL MUTAN BAWANG MERAH DAN KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU

59 dan dikumpulkan dengan sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm pada suhu 4 °C. Pelet DNA disuspensikan dalam 250 µl H 2 O akuades steril. Selanjutnya konsentrasi DNA diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan kualitas DNA dengan membagi hasil pembacaan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dengan pada panjang gelombang 280 nm. Analisis Kuantitas dan Kualitas DNA Kuantitas dan kemurnian DNA dari masing-masing hasil ekstraksi ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan membaca absorban pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Pembacaan A 260 =1 berarti konsentrasi DNA yang didapat sebesar 50 µgml. Konsentrasi DNA yang didapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: DNA µgml = A 260 x faktor pengenceran x 5 Kemurnian DNA ditetapkan berdasarkan nilai rasio A 260 A 280 Batas kemurnian yang biasa dipakai dalam analisis molekular mempunyai rasio A 260 A 280 DNA yang telah dipotong dan yang tidak dipotong dengan ensim restriksi dielektroforesis dengan elektroforesis gel agarose 0.8 bv menggunakan bufer TAE, voltase konstan sebesar 60 volt selama 2 jam. DNA yang telah dielektroforesis direndam dalam larutan etidium bromida 0.5 mgl selama 20 menit, dibilas dengan aquades secukupnya, divisualisasi di atas UV transiluminator, dan dipotret dengan menggunakan kamera digital. Dari tahapan ini diharapkan akan didapat preparasi DNA yang berukuran besar high molecular weight DNA, tidak terdegradasi selama proses ekstraksi dan pemurnian tidak smear pada hasil elektroforesisnya, dan dapat dipotong dengan baik oleh enzim restriksi yang digunakan Hind III, hasil DNA smear pada hasil sekitar 1.8-2.0 Sambrook et al., 1989. Kualitas DNA diuji berdasarkan kemampuannya untuk dipotong menggunakan enzim restriksi EcoRI. Pemotongan DNA menggunakan 20 µl volume reaksi yang terdiri dari: 1µl enzim restriksi EcoRI Promega; 2 µl bufer H; 0.2µl BSA dan 5µg DNA dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 4 jam. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1µl EDTA 0.5M, kemudian ditambah 4 µl loading buffer. 60 elektroforesisnya. DNA yang didapat digunakan sebagai templat untuk tahapan percobaan selanjutnya. Amplifikasi DNA total tanaman dilakukan melalui mesin PCR dengan menggunakan 20 jenis primer acak. Primer yang digunakan hanyalah primer yang dapat mengamplifikasi DNA total hasil isolasi. Selanjutnya dilakukan optimasi terhadap campuran reaksi dan program amplifikasi PCR untuk diperoleh hasil yang dipastikan konsisten dan dapat diulangi. Adapun campuran reaksi dan program amplifikasi yang digunakan sebagai berikut. Campuran reaksi PCR yang dibuat untuk setiap penggandaan DNA sampel yaitu terdiri atas 1 X buffer reaksi 50 mM KCl, 10 mM tris-HCl pH 8, dan 0.01 triton X-100, 100 µM dNTP, 3mM MgCl 2 Analisis keragaman genetik dengan cara diamati seluruh pola pita DNA yang diamplifikasi oleh setiap primer. Hasil amplifikasi PCR diinterpretasi berdasarkan ada tidaknya pita yang dihasilkan. Bila terdapat pita diberi nilai ‘1’ dan bila tidak ada pita diberi nilai ‘0’. Berdasarkan ada tidaknya pita yang dihasilkan tersebut disusun matrik data biner yang kemudian dihitung jarak genetika antar masing-masing mutan dengan koefisien jarak Jaccard. Model pengelompokan dari mutan yang diamati dibentuk pohon pilogenikdendrogram dengan analisis Sequential agglomerative, hierarchial and nested SHAN clustering, metode UPGMA unweighted pair-group method arithmetic. , 0.4 µM primer, 0.75 unit DNA taq polimerase dan 30ng DNA genom. Volume total reaksi adalah 25 µl. Amplifikasi DNA berlangsung selama 40 siklus dengan program PCR tahap I pre-PCR 94 °C 4 menit; tahap II 94°C selama 1 menit; tahap III 50 °C selama 1 menit; tahap IV 72°C selama 1,30 menit dan tahap V 72 °C selama 5 menit. Sesudah didapatkan primer yang dimaksud dilanjutkan dengan amplifikasi DNA genom dengan ke 3 jenis primer dari OPA-08 GTGACGTAGG, OPA-20 GTTGCGATCC, dan phi080 CACCCGATGC. DNA hasil penggandaanamplifikasi setelah ditambah dengan 5 µl bromofenol blue dielektroforesis pada gel agarose 1 persen dengan tegangan 110 volt selama 2 jam. Pita DNA hasil amplifikasi selanjutnya diamati pada UV transluminator dan dilanjutkan dengan pemotretan kamera digital. 61 Penghitungan jarak genetik dan analisis pengelompokan di atas dilakukan dengan program komputer Numerical Taxonomy System NTSYS-pc. Hasil dan Pembahasan Pengamatan tinggi tanaman dari mutan bawang merah yang dicoba berkisar antara 15 sampai 60 cm dan rataannya 43 cm. Tinggi tanaman mutan bawang merah antara 35.1 sampai 55 cm termasuk terbanyak yaitu 270 mutan Gambar 6. Mutan bawang merah tertinggi didapat dari mutasi hasil persilangan antara TironTimor dan terendah adalah hasil mutasi persilangan TironSibolangit. Tinggi tanaman ini lebih tinggi dari pada tanaman bawang merah yang dicoba pada musim kemarau dengan rataan 37 cm Putrasamedja 2010, tetapi lebih rendah dibanding dengan tanaman bawang merah musim hujan 76 cm Soedomo 2006. Gambar 6. Penampilan tinggi tanaman cm dari 300 mutan bawang merah hasil mutasi Jumlah daun pertanaman dari mutan bawang merah yang dicoba antara 3 sampai 7 buah, dengan rataan 5 buah Gambar 7. Jumlah daun yang paling banyak umumnya dihasilkan dari hasil mutasi persilangan antara SibolangitBima Juna dan yang paling sedikit umumnya dihasilkan dari mutasi hasil persilangan Ju ml ah mu tan 62 TimorBima Juna. Berdasarkan klasifikasi bawang Upov 2008 ternyata jumlah daun mutan-mutan bawang yang dicoba termasuk sedikit sampai banyak. Gambar 7. Penampilan jumlah daun dari 300 mutan bawang merah hasil mutasi Jumlah anakan per rumpun dari mutan bawang merah yang dicoba antara 1 sampai 4 buah, dengan rataan 3 buah. Jumlah mutan bawang merah yang mempunyai anakan 3 sampai 4 sebanyak 170 mutan dan antara 1 sampai 2 sebanyak 130 mutan Gambar 8. Umumnya jumlah anakan yang banyak dihasilkan dari mutasi hasil persilangan antara BimaTiron. Sedikitnya jumlah anakan ini diduga karena tanaman berasal dari biji. Percobaan bawang merah dari biji diperoleh anakan yang sedikit, sehingga perlu ditanam jarak tanam yang lebih sempit Sumarni et al., 2005. Jumlah anakan serupa 1 sampai 4 anakan telah diperoleh pada percobaan bawang merah dilakukan pada musim hujan Putrasamedja 1995. Hasil umbi per rumpun dari 300 mutan bawang merah yang dicoba berada antara 15 sampai 51 grumpun, dengan rataannya 35 grumpun. Jumlah mutan bawang merah yang terbanyak 102 mutan bobot umbinya antara 35 sampai 45 grumpun Gambar 9. Hasil umbi per rumpun terberat, yaitu lebih dari 45 grumpun sebanyak 30 mutan. Mutan bawang merah ini dapat dilanjutkan untuk pengujian selanjutnya. J um lah m ut an 63 Gambar 8. Penampilan jumlah anakan per rumpun dari 300 mutan bawang merah hasil mutasi Gambar 9. Penampilan bobot umbirumpun dari 300 mutan bawang merah hasil mutasi Dilihat ketahanan terhadap penyakit bercang ungu dari mutan bawang merah yang dicoba tergolong antara tahan sampai rentan Gambar 10. Mutan bawang merah yang tergolong rentan sebanyak 7 mutan dan yang tergolong tahan sebanyak 13 mutan, yang tergolong agak tahan serta agak rentan berturut-turut adalah 171 dan 109 mutan. Dilihat tetua dari kombinasi persilangan tergolong rentan sampai agak tahan. Varietas Maja dan Kuning tergolong rentan terhadap J um lah m ut a n J um lah m ut an 64 penyakit bercak ungu dan varietas Timor serta Bima tergolong agak tahan terhadap penyakit bercak ungu Soedomo 2006. Dari hal tersebut diduga terjadi mutasi balik pada gen ketahanan terhadap penyakit bercak ungu. Hasil studi genetik menunjukkan bahwa ketahanan terhadap penyakit bercak ungu dikendalikan oleh gen resesif Ekanayake Ewart 1997. Sebanyak 13 mutan bawang merah yang tahan terhadap penyakit bercak ungu dapat dilanjutkan untuk pengujian ketahanan. Gambar 10. Penampilan Intensitas serangan penyakit bercak ungu pada 300 mutan bawang merah hasil mutasi Ada hubungan antara kandungan antosianin dengan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak ungu. Mutan bawang merah rentan terhadap penyakit bercak ungu ternyata kandungan antosianin lebih rendah dibanding mutan yang tahan Gambar 11. Ada variasi kandungan antosianin pada bawang merah dan antosianin yang tinggi ternyata meningkatkan ketahanan terhadap penyakit Hurst et al., 1985; Arifin et al., 1999. Hal ini karena akumulasi antosianin adalah respon tanaman terhadap cekaman abitik dan biotik Brosche Strid 2003. J um lah m ut an 65 Gambar 11. Kandungan antosianin daun dari 10 mutan bawang merah yang tahan T, agak tahan AT dan rentan R Hasil elektroforesis pada penanda RAPD tampak terdapat variasi pola pita. Primer OPA-08 dan phi-080 dapat membedakan antara 10 mutan bawang merah dari pada primer OPA-20 Gambar 12. Hal ini menunjukkan bahwa primer OPA-08 dan phi-080 dapat digunakan untuk pembeda mutan bawang merah pada penanda RAPD. Gambar 11 ini selanjutnya dianalisis genetik dengan interpretasi dari pola pita yang dihasilkan dari tiap primer. Hasil interpretasi kemudian dianalisis dengan jarak Jaccard dan pengelompokan dengan NTSYS. Gambar 12. Hasil penanda RAPD dengan primer OPA-08 a, OPA-20 b dan phi-080 c pada 10 mutan bawang merah hasil mutasi a b c R T T T AT AT AR AT AT AT 18 2 5 1 6 13 12 4 8 19 Nomor mutan 66 Berdasarkan primer yang digunakan dalam pengelompokan berdasarkan RAPD pada tingkat kemiripan 75 persen, diperoleh 3 kelompok mutan bawang merah yang dicoba. Adapun kelompok kesatu ada 6 mutan bawang merah 5, 19, 3, 15, 12 dan 4, kelompok kedua terdapat 2 mutan 10 dan 4 dan kelompok ketiga terdapat 2 mutan 16 dan 17 Gambar 13. Berdasasarkan pola pita RAPD dapat mendeteksi kesamaan maupun perbedaan antar mutan bawang merah yang diuji. Terdapat mutan bawang merah yang mempunyai nilai kesamaan 100 mutan 5 dengan 19; mutan 12 dengan 14, ini menunjukkan kurang beragam dan tidak untuk bahan persilangan. Mutan bawang yang baik untuk persilangan yang keragamannya tinggi. Kesamaan antara mutan tersebut, karena salah satu tetuanya sama Tiron untuk mutan 5 dan 19. Selain itu, diduga karena ada urutan DNA yang sama sehingga hasil RAPD sama. Diperoleh pola RAPD yang sama dengan nilai kesamaan 100 pada pamelo dan jarak pagar Agisimanto Supriyanto 2007; Surahman et al., 2009. Identifikasi dengan RAPD juga dilakukan pada bawang persia Ebrahimi et al., 2009, dan pisang Sukartini 2008. Gambar 13. Dendogram 10 mutan bawang merah berdasarkan penanda RAPD Simpulan dan Saran Dari hasil dan pembahasan dapat ditarik simpulan : 1. Diperoleh mutan bawang merah yang tahan terhadap penyakit bercak ungu sebanyak 13 mutan. 1 8 2 8 5 1 1 9 6 1 3 1 2 1 7 67 2. Diperoleh mutan bawang merah yang mempunyai daya hasil lebih dari 45 grumpun sebanyak 30 mutan. 4. Kandungan antosianin lebih tinggi pada mutan bawang merah yang tahan terhadap penyakit bercak ungu dari pada mutan rentan. 5. Hasil penanda RAPD terdapat 3 kelompok mutan bawang merah yang dicoba. Dari hal tersebut perlu dilakukan uji lebih lanjut pada mutan bawang merah yang tahan terhadap penyakit bercak ungu dan daya hasil lebih tinggi. 69

VI. UJI DAYA HASIL LANJUT DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU PADA MUTAN

BAWANG MERAH ADVANCE YIELD TRIAL AND EVALUATION OF PURPLE BLOTCH DISEASE RESISTANCE IN SHALLOT MUTANTS Abstract Purple blotch disease is one of important diseases in shallot that can significantly reduce shallot growth and yield. Control of this disease may be done through agronomic practises and the use of resistance varieties. The objectives of this research were: 1 to evaluate resistance to purple blotch disease of shallot mutants during M 1 V 2 , 2 to obtain high yielding shallot varieties, as compared to 5 control varieties. The present study has obtained eleven shallot mutants which had greater yield potential compared to control variety G 2,03,1 ;G 2,06,1 ; G 1,02,2 ; G 2,03,2, G 1,03,1 ; G 3,02,2 ; G 3,06,2 ; G 2,01,2 ; G 3,12,2 ; G 1,14,1 and G 1,12,1 . There three shallot mutants which are resistance to purple blotch disease G 2,06,1 ; G 2,03,2 ; G 3,06,2 , two susceptible mutants G 1,15,1 ; G 3,14,1 and one very susceptible mutant G 2,15,1 Keywords: genotype, purple blotch disease, yield potential, Abstak Salah satu penyakit utama pada tanaman bawang merah adalah bercak ungu. Penyakit ini dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Penanggulangan dapat dengan pola bercocok tanam dan varietas tahan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. menguji ketahanan terhadap penyakit bercak ungu pada mutan bawang merah pada generasi mutasi 1 vegetatif 2 M 1 V 2 dan 2. mendapatkan daya hasil mutan bawang merah dibandingkan 5 varietas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh 11 mutan bawang merah yang hasil umbinya lebih tinggi dari 5 varietas kontrol G 2-03-1 , G 2-06-1 , G 1-02-2 , G 2-03-2 , G 1-03-1 , G 3-02-2 , G 3-06-2 , G 2-01-2 , G 3-12-2 , G 1-14-1 dan G 1-12-1 . Dari 11 mutan tersebut terdapat 3 mutan tahan bercak ungu G 2-06-1 , G 3-06-2 , dan G 2-01-2 . Kata kunci : mutan, bercak ungu, daya hasil, M 1 V Penyakit bercak ungu pada tanaman bawang merah yang disebabkan oleh fungi Alternaria porri Ell. Cif. dapat menurunkan hasil. Penyakit bercak ungu dapat menurunkan kandungan karbohidrat, protein, lemak, dan hara tanaman, sehingga menurunkan hasil Shehu Aliero 2010. Kerugian yang ditimbulkan 2 Pendahuluan 70 oleh penyakit ini berkisar antara 30 sampai 100 persen Surjaningsih 1994; Suhardi et al., 1999; Schwartz 2004. Proses infeksi dari fungi A. porri diawali konidia jatuh pada permukaan daun, kemudian berkecambah dan masuk pada tanaman melalui luka, dinding sel dan stomata. Kegiatan selanjutnya tumbuh dan berkembang untuk timbulnya gejala penyakit Theresa et al., 1994. Lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit bercak ungu adalah kelembaban yang tinggi 77-85 dan suhu hangat 25-27 Saat ini telah dilakukan mutasi pada biji-biji hasil persilangan setengah dialel dari 7 varietas bawang merah untuk mendapatkan hasil tinggi. Mutasi dilakukan dengan dosis 10 krad dan telah sampai pada generasi vegetatif 2. C. Pola bercocok tanam, dan penggunaan varietas akan berpengaruh pada terjadinya penyakit bercak ungu Arboleya et al., 2003; Allen 2005. Varietas bawang merah seperti Kuning, Bima, Maja, Timor, Tiron, dan S Philip berdasarkan pengujian ketahanan terhadap penyakit bercak ungu termasuk agak tahan sampai agak rentan Suhardi et al., 1994; Soedomo 2006; Putrasamedja Soedomo 2007. Hal ini perlunya dirakit bawang merah yang tahan terhadap penyakit bercak ungu. Mutasi adalah salah satu metoda untuk meningkatkan keragaman, frekuensi laju mutasi pada malai sebesar 4.3 sampai 8.4 persen dan pada biji antara 4.3 sampai 7.1 persen Yamaguchi et al., 2006. Mutasi dengan sinar gamma dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit hawar, blas, dan mosaik serta hama wereng pada tanaman padi Agrawal et al., 2005; Syed et al., 2005; Mohamad et al., 2005; Khin 2006; Balooch et al., 2006, mosaik pada kacang hijau Pandiyan et al.,, 2008, karat daun pada kacang tanah Badigannavar et al., 2005. Selain itu, mutasi dapat meningkatkan hasil dan kualitas serta toleransi terhadap lingkungan salin, kekeringan, genangan Cheema 2006; Gonzalez et al., 2008; Yamaguchi et al., 2005; Mathusamy et al., 2005; Ananda 2005; Jia et al., 2006. Dosis yang gunakan untuk mutasi dengan sinar gamma bervariasi antara 1 sampai 70 krad. Pada peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit antara 10 sampai 20 krad Mohamad et al., 2006; Khin et al., 2006; Agrawal et al., 2005; Luzi et al., 2008. 71 Penampilan mutan bawang merah pada generasi vegetatif 1, diperoleh 3 mutan yang daya hasil lebih tinggi dari mutan lain. Hal ini perlu dilakukan pengujian pada generasi vegetatif 2 untuk ketahanan terhadap penyakit bercak ungu dan daya hasilnya dibandingkan dengan varietas Bima, Katumi, Tiron, Kuning dan Sumenep. Tujuan penelitian ini untuk: 1. menguji ketahanan terhadap penyakit bercak ungu pada mutan bawang merah pada generasi mutasi 1 vegetatif 2 dan 2. mendapatkan daya hasil mutan bawang merah dibandingkan 5 varietas kontrol. Bahan dan Metode Waktu dan tempat Percobaan dilakukan di rumah plastik kebun percobaan Fakultas Pertanian Unsoed desa Karangwangkal Purwokerto. Waktu percobaan dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2011. Materi dan metode penelitian Percobaan menggunakan umbi dari hasil mutasi biji dengan dosis 10 krad sinar gamma mutasi 1 vegetatif 2. Genotipe bawang merah yang digunakan sebanyak 86 mutan dan 5 varietas sebagai kontrol Bima, Katumi, Kuning, Sumenep dan Tiron Tabel 19. Bawang merah yang ditanam diinokulasi dengan konidia dari fungi A. porri sebanyak 3x10 6 . konidiaml. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok RAK dengan 6 kali ulangan. Penanaman dilakukan di rumah plastik Fakultas Pertanian Unsoed. Penanaman dilakukan pada polibag dengan bobot tanah sebesar 10 kg kering angin. Karakter yang diamati meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, bobot umbi, bobot brangkasan, bobot umbi per rumpun dan ketahanan terhadap bercak ungu. Penanaman dilakukan di polibag dengan tanah seberat 10 kg kering angin dan diberi pupuk kandang 20 gpolibag. Setiap polibag ditanam sebanyak satu bibit dan setelah tanam dipupuk NPK sebanyak 80 mgpolibag. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman, dan penyiangan. 72 Analisis data yang digunakan adalah augmented dilanjutkan dengan LSI taraf 5 , untuk perbandingan mutan bawang merah dengan 5 varietas kontrol. Evaluasi ketahanan terhadap penyakit bercak ungu sesuai Prihatiningsih 1990 dan Heruprayitno 1989 yang dimodifikasi. Inokulasi dengan 3x10 6 konidiaml hasil biakan fungi A. porri dilakukan pada waktu tanaman sudah mempunyai 5 daun. Tabel 19. Genotipe bawang merah generasi M 1 V 2 No dan varietas kontrol yang digunakan PesilanganVarietas Jumlahkode 1 TironBima Juna 6 mutan: G a-01-b 2 TimorBima Juna 6 mutan: G 3 a-02-b KuningTiron 6 mutan: G 4 a-03-b TironSibolangit 6 mutan: G 5 a-04-b TimorSibolangit 6 mutan: G 6 a-05-b TironTimor 6 mutan: G 7 a-06-b BimaTiron 6 mutan: G 8 a-07-b BimaTimor 6 mutan: G 9 a-08-b BimaSibolangit 6 mutan: G 10 a-09-b BimaBima Juna 6 mutan: G 11 a-10-b KuningBima Juna 6 mutan: G 12 a-11-b KuningSibolangit 6 mutan: G 13 a-12-b KuningBima 6 mutan: G 14 a-13-b TimorMaja 6 mutan: G 15 a-14-b KuningTimor 3 mutan: G 16 a-15-b Bima 17 Katumi 18 Kuning 19 Sumenep 20 Tiron a: 1,2,3 b:1,2,3 Inokulasi dilakukan dengan cara disemprotkan pada daun tanaman. Pengamatan intensitas serangan penyakit bercak ungu dilakukan mulai 6-18 hari setelah inokulasi. Persentase rumpun yang terserang dihitung berdasarkan rumus : a P = ---------- X 100 a + b Keterangan : P : Persentase rumpun tanaman terserangan a : Jumlah daun yang terserang 73 b : Jumlah daun yang sehat Intensitas serangan dihitung berdasar rumus : Σ n x v I = ___________ x 100 Z x N Keterangan : I : Intensitas serangan n : Jumlah daun dari tiap kategori serangan v : Nilai skor tiap kategori serangan N : Jumlah daun sampel yang diamati Z : Nilai skor serangan tertinggi Kategori serangan tiap daun tanaman x berdasarkan skor sebagai berikut : 0 = x = tidak ada gejala serangan 1 = 0 x 2 = 20 x 40 bagian daun yang terserang 20 bagian daun yang terserang 3 = 40 x 60 bagian daun yang terserang 4 = 60 x 80 bagian daun yang terserang 5 = 80 x 100 bagian daun yang terserang Tabel 20. Kriteria ketahanan terhadap penyakit bercak ungu sebagai berikut No. Kriteria Intensitas Serangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Imun I Tahan T Agak Tahan AT Agak Rentan AR Rentan R Sangat Rentan SR 0 x 5 5 x 10 10 x 25 25 x 50 50 x Sumber : Said 1976 yang dimodifikasi 74 Hasil dan Pembahasan Pengujian 86 mutan bawang merah yang dibandingkan 5 varietas kontrol ini dilakukan di rumah plastik yang diinokulasi A. porri sebagai kondisi adanya penyakit bercak ungu. Usaha peningkatkan kelembaban dengan pembasahan karung goni di sekitar polybag. Dari 86 mutan bawang merah ada 1 mutan mati G 2-08-2 Karakter jumlah umbi dari 85 mutan bawang merah yang dicoba dibanding dengan 5 varietas pembanding dapat dilihat pada Tabel 21. Ternyata , yang tampaknya sangat rentan terhadap penyakit bercak ungu. Faktor lingkungan yang mendukung perkembangan biakan fungi A. porri adalah suhu dan kelembababan, sehingga meningkatkan virulensi fungi dan perkembang- biakannya Rotem 1998; Schwartz 2004. Data pengujian lengkap ada di Lampiran 1, dari data tersebut dapat disajikan pada Tabel 21 dan 22. Tinggi tanaman pada mutan bawang merah yang dicoba terdapat 84 mutan bawang merah yang tergolong tidak lebih tinggi dengan 5 varietas kontrol, dan hanya 1 mutan yang lebih tinggi dari 5 varietas kontrol Tabel 21. Hal ini diduga tinggi tanaman tetua bawang merah berasal antara 33 sampai 44 cm, sehingga mutan tersebut secara umum sama dengan 5 varietas kontrolnya. Hasil yang diperoleh dalam seleksi tanaman induk bawang merah adalah sekitar 25 sampai 44 cm Soedomo 2006. Mutasi pada tanaman padi diperoleh keragaman tinggi tanaman dan peningkatan hasil Mohamad et al., 2006. Penampilan jumlah daun mutan bawang merah ternyata tidak diperoleh mutan yang lebih banyak jumlah daunnya dibanding dengan 5 varietas kontrol Tabel 21. Jumlah daun dan luas daun yang besar akan meningkatkan fotosintesi, sehingga dapat meningkatkan hasil. Ada perbedaan kecepatan tumbuh dan jumlah daun Soedomo 2006. Ditambahkan bahwa diameter dan panjang daun berkorelasi positif dengan hasil Mothanty 2001. Jumlah anakan dari mutan bawang merah tidak diperoleh mutan yang lebih banyak jumlah anakannya dibandingkan 5 varietas kontrol Tabel 21. Mutan bawang merah yang jumlah anakan banyak tidak selalu diikuti hasil umbi yang tinggi, karena ukuran umbi juga penentu hasil umbi Soedomo 2006. 75 tidak diperoleh mutan bawang merah yang jumlah umbinya lebih banyak dari pada 5 varietas kontrol. Jumlah umbi merupakan salah satu faktor menentukan hasil umbi bawang merah. Selain itu, ukuran umbi adalah penentu hasil umbi bawang merah Kusuma et al., 2009. Tabel 21. Hasil pengujian LSI pada 85 mutan bawang merah dibandingkan 5 varietas kontrol pada karakter tinggi tanaman cm, jumlah daun, jumlah anakan dan jumlah umbi No Pengujian LSI Jumlah mutan bawang merah pada karakter Tinggi tanaman Jumlah daun Jumlah anakan Jumlah umbi 1 Tidak lebih besar dari 5 varietas kontrol 84 85 85 85 2 Lebih besar dari 5 varietas kontrol 1 Berdasarkan diameter umbi bawang merah ternyata diperoleh sebanyak 52 mutan bawang merah yang lebih besar umbinya dibandingkan 5 varietas kontrol dan 33 mutan bawang merah yang tidak lebih besar dari 5 varietas kontrol Tabel 22. Selain itu, ternyata umbi dari mutan bawang merah yang diameter umbinya besar berstruktur keras dan padat sehingga umbinya lebih berat. Hal ini akan memberikan hasil umbi bawang merah yang tinggi pada umbi yang ukuran besar. Ukuran umbi dan kandungan bahan kering umbi berkorelasi positif dengan hasil Mahantesh et al., 2007. Bobot brangkasan bawang merah dari mutan yang dicoba dapat dilihat pada Tabel 22. Ternyata ada 5 mutan bawang merah yang lebih berat dibandingkan 5 varietas bawang merah kontrol. Sebanyak 80 mutan tidak lebih berat dari pada 5 varietas kontrol pada karakter bobot brangkasan. Ada korelasi antara bobot bangkasan dengan hasil, sehingga mutan bawang merah yang lebih berat brangkasannya dapat menghasilkan bobot umbi yang lebih tinggi dibanding varietas kontrol. Terdapat korelasi positif antar hasil dengan bobot kering tajuk bawang, panjang daun, dan ukuran umbi Awale et al., 2011. Jumlah mutan bawang merah yang mempunyai bobot umbirumpun lebih berat dari 5 varietas kontrol diperoleh sebanyak 11 mutan. Hal ini berpotensi dilanjutkan dalam pengujian selanjutnya, untuk menjadi mutan hasil tinggi.