Potensi Keolahragaan Untuk Pengembangan

4.2. Potensi Keolahragaan Untuk Pengembangan

Bidang keolahragaan di Kabupaten Banyuwangi saat ini tumbuh dengan pesat antara ditandai oleh banyaknya even olahraga baik yang berskala lokal, regional, nasional maupun internasional. Even berskala internasional yang rutin diselenggarakan antara lain Tour de Ijen. Lomba balap sepeda Banyuwangi Tour

de Ijen yang digelar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada 7-9 Desember 2012 lalu diikuti sebanyak 115 atlet yang tergabung dalam tim profesional dari 16 negara. Negara yang meramaikan Banyuwangi Tour de Ijen antara lain Australia, Belanda, Jerman, Inggris, Iran, Irlandia, China, Singapura, Thailand, Malta, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru dan Filipina. Lomba balap sepeda Banyuwangi Tour de Ijen telah resmi terdaftar dalam agenda rutin Organisasi Balap Sepeda Internasional (UCI). Selain sebagai even olahraga Banyuwangi Tour de Ijen diharapkan menjadi promosi publik yang dapat memberikan dampak positif bagi Kabupaten Banyuwangi, sekaligus untuk membangun sebuah kesan bahwa Banyuwangi menjadi destinasi utama wisata internasional.

Selain itu even internasional lain yang diselenggarakan adalah Red Island International Surfing Competition 2013 yang diselenggarakan pada bulan mei 2013 dan diikuti oleh Kompetisi akan diikuti oleh kurang lebih 192 peselancar dari

20 negara dan akan dihadiri oleh kurang lebih 10.000 orang yang meliputi penonton dan pendukung acara serta memperebutkan hadial total USD 4.600 (sumber: http://banyuwangiredislandsurfing.com).

Adapun beberapa even olahrga yang diselenggarakan di Kabupaten Banyuwangi antara lain:

Tabel 1 Agenda Olahraga di Kabupaten Banyuwangi

No

Nama Kegiatan

Skala

1. Tour de Ijen Internasional

2. Red Island International Surfing Competition Internaional

3. Pekan Olahraga Pelajar Daerah (2014) Regional

4. Pekan Olahraga SD dan MI Regional

5. Kejurda Basket Regional (Jawa Bali)

No

Nama Kegiatan

Skala

6. Kejurda Bulu Tangkis Regional (Jawa Bali)

7. Kejurda Sepakbola Regional (Jawa Bali)

8. Kejurda Balap Sepeda Regional (Jawa Bali)

9. Liga Premier Indonesia

Nasional

10. Pro Liga Volley Ball

Nasional

Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi

Selain itu dalam rangka pengembangan keolahragaan; Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Pemuda dan Olahraga serta Koni secara aktif memberikan pembinaan kepada cabang-cabang olahraga yang ada. Pembinaan tidak saja ditujukan pada atlet namun juga kepada pelatih dan wasit serta menyediaan sarana olahraga. Berdasarkan data Dinas Pemuda dan Olahraga terdapat 26 cabang olahraga yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi.

Beberapa cabang olahraga yang memiliki atlet terbanyak antara lain bola volley sebanyak 24.280 atlet 6 diantaranya berstatus atlet nasional, cabang olahraga sepakbola dengan atlet sebanyak 8.450 atlet dan 2 diantaranya atlet nasional. Atlet nasional terbanyak diisi oleh cabang olahraga atletik dengan 9 atlet. Cabang olahraga selam juga memiliki 6 atlet kelas nasional. Adapun keberadaan Cabang Olahraga di Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Keberadaan Cabang-Cabang Olah Raga Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012

JUMLAH NO CABANG OR

PELATIH

WASIT

ATLET CLUB

5 Bola Volley 826 10

8 Drum Band

9 Judo

10 Karate

11 FKTI

12 Menembak

13 Panahan

14 Panjat

16 Tebing

JUMLAH NO CABANG OR

PELATIH

WASIT

ATLET CLUB

16 Angkat Besi

17 Dan Berat

24 Tenis Meja

35 2 Keterangan : LK Lokal, RG Regional, NAS Nasional

Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi secara aktif terlibat dalam even olahraga regional dan nasional serta internasional. Pada Pekan Olahraga Provinsi IV yang diselenggarakan di Madiun tahun 2013, Kabupaten Banyuwangi mengirimkan 217 atlet untuk mengikuti kompetisi pada 23 cabang olah raga (Cabor) Porprov. Cabang olahraga unggulan dalam even tersebut antara lain yakni atletik, wushu, taekwondo, panjat tebing, voli pantai dan silat. Adapun hasil perolehan medali dalam Porprov IV tersebut adalah:

Tabel 3 Perolehan Medali PORPROV IV Madiun 2013

2 Kota Kediri

3 Kota Malang

4 Kab.Malang

9 Kab.Pasuruan

10 Banyuwangi

11 Pasuruan

19 Kab.Mojokerto

25 Kab.Probolinggo

31 Kab.Kediri

32 Pacitan

33 Kab.Madiun

0 0 2 Sumber : KONI Provinsi Jawa Timur

38 Situbondo

Pada even tersebut Kabupaten Banyuwangi berada pada posisi 10 dengan perolehan 6 emas, 12 perak dan 14 perunggu. Posisi ini lebih baik dibandingkan Porprov III yang berada pada posisi 15. Selain Porprov masih banyak even olahraga yang diikuti oleh atlet Kabupaten Banyuwangi.

4.3. Identifikasi Sarana Prasarana Olah Raga Yang Telah Ada dan Kebutuhan Sarana Prasarana dalam Pengembangan Keolahragaan

Sarana dan prasarana keolahragaan di Kabupaten Banyuwangi yang telah ada saat ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4 Lapangan Olahraga Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 LAPANGAN

No Cabang Olahraga

5 Bola Volley

8 Drum Band

14 Panjat Tebing

15 Pencak Silat

16 Angkat Besi Dan

18 Senam Artistik

21 Sepak Takraw

24 Tenis Meja

2 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi

26 Wushu

Berdasarkan jumlah lapangan yang tersedia dibandingkan dengan jumlah atlet yang ada maka intensitas penggunaan sebagai berikut:

Tabel 5 Jumlah Lapangan, Atlet dan Perbandingan Intensitasnya

Atlet No

Jumlah

Cabang OR

Atlet/ Club/

Club /Lap.

Permanen Permanen

5 Bola Volley

8 Drum Band

10 Forki/ Karate

14 Panjat Tebing

15 Pencak Silat

16 Angkat Besi dan Berat

20 Sepak Bola

21 Sepak Takraw

22 Taekwondo

Atlet No

Jumlah

Cabang OR

Atlet/ Club/

Club /Lap.

Permanen Permanen

24 Tenis Meja

35 2 18 1 18 1 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi, data diolah

26 Wushu

Berdasarkan tabel tersebut beberapa cabang olahraga yang intensitas penggunaannya tinggi dapat diurutkan sebagai berikut (urutan menggunakan acuan jumlah atlet per lapangan permanen) :

Tabel 6 Perbandingan Penggunaan Lapangan

Perbandingan No

Cabang OR

Club/

Atlet /Lap. Club /Lap.

Atlet/ Lap.

Lap.

Permanen Permanen

1 Sepak Bola

7 Pencak Silat

9 Angkat Besi dan Berat

12 Forki/ Karate

13 Drum Band

14 Panjat Tebing

15 Bola Volley

23 Tenis Meja

10 1 0 0 Sumber : Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi, data diolah

26 Sepak Takraw

Untuk mencapai hasil pengembangan keolahragaan yang optimal, tiap cabang olahraga seyogyanya mempunyai lapangan permanen utamanya untuk olahraga yang lapangan olahraganya membutuhkan bangunan dengan standar tertentu. Cabang olahraga sepakbola misalnya bila menggunakan data lapangan olahraga secara keseluruhan perbandingan adalah 20 atlet per lapangan sedangkan apabila menggunakan lapangan permanen jumlahnya menjadi 2.160 atlet per lapangan. Cabang olahraga renang juga mempunyai perbandingan 1.604 atlet per satu kolam renang. Untuk olahraga sepeda ada 300 atlet dalam satu lapangan. Tentu dengan sedemikian banyak atlet pengaturan jadwal penggunaan lapangan menjadi sangat rumit. Untuk cabang olahraga unggulan antara lain yakni atletik, wushu, taekwondo, panjat tebing, voli pantai dan silat ketersediaan lapangan olahraga sudah cukup memadai kecuali atletik. Pembangunan Untuk mencapai hasil pengembangan keolahragaan yang optimal, tiap cabang olahraga seyogyanya mempunyai lapangan permanen utamanya untuk olahraga yang lapangan olahraganya membutuhkan bangunan dengan standar tertentu. Cabang olahraga sepakbola misalnya bila menggunakan data lapangan olahraga secara keseluruhan perbandingan adalah 20 atlet per lapangan sedangkan apabila menggunakan lapangan permanen jumlahnya menjadi 2.160 atlet per lapangan. Cabang olahraga renang juga mempunyai perbandingan 1.604 atlet per satu kolam renang. Untuk olahraga sepeda ada 300 atlet dalam satu lapangan. Tentu dengan sedemikian banyak atlet pengaturan jadwal penggunaan lapangan menjadi sangat rumit. Untuk cabang olahraga unggulan antara lain yakni atletik, wushu, taekwondo, panjat tebing, voli pantai dan silat ketersediaan lapangan olahraga sudah cukup memadai kecuali atletik. Pembangunan

4.4. Urgensi Pembangunan Wisma Atlet

Pembangunan Wisma Atlet penting untuk dilaksanakan dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Saat ini di Kabupaten Banyuwangi belum terdapat pusat pembinaan dan akomodasi atlet yang representatif dan komprehensif. Hal ini penting mengingat makin intensifnya pembinaan keolahragaan di Kabupaten Banyuwangi membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.

2. Pada tahun 2015, Kabupaten Banyuwangi dipercaya menjadi Tuan Rumah Pekan Olahraga Provinsi V (Porprov V) Jawa Timur. Pada porprov ini dipertandingan 35 cabang olahraga dan 1 cabang olahraga eksibisi. Sebagai tuan rumah tentunya Kabupaten Banyuwangi membutuhkan persiapan yang lebih baik termasuk untuk pelatihan atlet yang bertanding di Porprov. Keberadaan Wisma Atlet ini diharapkan dapat mengoptimalkan pelatihan atlet.

3. Even olahraga Porprov ini membutuhkan dukungan sarana dan prasarana keolahrgaan yang memadai termasuk sarana akomodasi. Saat ini di Kabupaten Banyuwangi tercatat terdapat 67 hotel dan 2 hotel berbintang dengan kapasitas 2011 kamar. Jumlah ini masih sangat kurang mengingat pada Porprov sebelumnya di Madiun jumlah atlet sebanyak 5.524 orang dari 30 cabor yang dipertandingkan. Berdasarkan data yang dihimpun beritajatim.com, Porprov IV diikuti total 8.568 orang. Rinciannya, 5.524 atlet, 1.764 offisial, 844 pelaksana pertandingan, 170 wakil PB Porprov dan 266 LO. Dengan jumlah ini dibutuhkan setidaknya 4.300 kamar akomodasi. Wisma Atlet diharapkan dapat menjadi alternatif lokasi akmodasi.

BAB 5 ANALISIS KELAYAKAN LOKASI

5.1. Analisis Kesesuaian dengan Rencana Tataruang (Land Use)

Alternatif lokasi pembangunan Wisma Atlet adalah di sekitar Gelanggang Olahraga. Lokasi A menempati area yang saat ini ditempati oleh restoran Ikan Bakar Gajahmada. Lokasi B menempati area di belakang kolam renang GOR sedangkan Lokasi C menempati lokasi Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Gambar 7 Alternatif Lokasi Wisma Atlet

Ketiga alternatif lokasi ini masuk kedalam wilayah administratif kecamatan Giri. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 08 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032, Kecamatan Giri masuk kedalam Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara.

Lokasi

Sumber : RTRW Kab. Banyuwangi Tahun 2012-2032

Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara yang meliputi Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Licin dan Glagah ditetapkan sebagai pusat pengembangan seluruh Kabupaten Banyuwangi . Adapun fungsi utama dari Kota Banyuwangi adalah :

 Pusat pemerintahan skala kabupaten  Pusat perdagangan dan jasa skala kabupaten  Pusat fasilitas umum skala kabupaten  Pusat pendidikan skala kabupaten  Pusat pergudangan skala kabupaten

Sedangkan untuk wilayah belakangnya meliputi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Licin dan Glagah, dan berfungsi sebagai :

 Kawasan pertanian,  Kawasan perkebunan,  Kawasan perikanan,  Kawasan peternakan  Kawasan industri,  Kawasan pelabuhan,  Kawasan lindung  Kawasan wisata

Dengan arahan pengembangan tersebut, keberadaan Wisma Atlet sebagai penyedia layanan jasa masih diperbolehkan untuk dibangun.

Berdasarkan peraturan zonasi Rencana Detail Tata Ruang Banyuwangi Utara lokasi yang dimaksud masuk dalam Zona Sarana Pemerintahan (SU1) untuk lokasi A dan Lokasi C sedangkan Lokasi B masuk dalam Zona RTH Lapangan/Taman (RTH 2). Ketiga Lokasi masuk kedalam Kawasan Blook Sheet H RDTR Banyuwangi Utara dan merupakan kawasan dominan perumahan, selain itu dalam perencanaan tata bangunan dan lingkungan ini sarana & prasrana pendukung permukiman sangat diperlukan untuk keseimbangan dan kedinamisan kawasan perkotaan.

Untuk Lokasi A dan Lokasi C yang masuk dalam Kawasan Sarana Umum Zona Sarana Umum (SU) jenis penggunaan ruang yang diperbolehkan adalah :

a. Ruang terbuka hijau (RTH), permukiman, perdagangan dan jasa.

b. Pemakaman dan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dengan syarat-syarat tertentu.

Sedangkan untuk Lokasi B yang masuk zonasi kawasan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan ketentuan umum penggunaannya adalah sebagai berikut:

a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;

b. penerapan konsep taman kota pada lokasi yang potensial di seluruh kabupaten untuk menjaga kualitas ruang dan estetika lingkungan;

c. diizinkan seluruh kegiatan untuk menambah RTH agar mencapai 30% (tiga puluh persen);

d. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dalam hal ini Wisma Atlet masuk kedalam bangunan penunjang Gelanggang Olahraga.

e. rencana pengelolaan RTH sepanjang perbatasan wilayah kabupaten adalah minimum 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan garis batas wilayah kecuali pada kawasan perbatasan yang sudah padat bangunan-bangunan mengacu pada rencana pola ruang;rencana pengelolaan ruang terbuka sepanjang jalur instalasi listrik tegangan tinggi mengacu pada ketentuan yang berlaku; dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau diprioritaskan pada fungsi utama kawasan dan kelestarian lingkungan yang sekaligus berfungsi sebagai tempat evakuasi bencana;

f. dilarang seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH; dan

g. pengawasan ketat dari pemerintah terkait kegiatan budidaya yang mempengaruhi fungsi RTH atau menyebabkan alih fungsi RTH.

5.2. Analisa Penentuan Lokasi

5.2.1. Konsep Pembangunan Wisma Atlet

Wisma Atlet yang akan dibangun di sekitar Gelanggang Olahraga ini diharapkan dapat dapat mendukung peningkatan prestasi olahraga di Kabupaten Banyuwangi. Wisma Atlet diproyeksikan sebagai tempat akomodasi para atlet yang mengikuti pemusatan latihan secara intensif. Selain fungsi utama sebagai sarana penunjang atlet tersebut Wisma Atlet diproyeksikan memiliki nilai komersial dengan memberikan layanan jasa hospitality yang setara dengan layanan hotel berbintang 2 (dua) kepada masyarakat umum atau pihak yang berkepentingan dengan atlet. Konsep pengembangannya seperti pada Hotel Atlet Century di Senayan Jakarta atau Grand Elty Atlet Hotel Samarinda.

Pertimbangan pemberian layanan hospitality ini antara lain:

1. Pemusatan latihan tidak berlangsung sepanjang tahun sehingga terdapat kamar-kamar atlet yang tidak digunakan secara optimal.

2. Pengelolaan yang lebih profesional dengan standar pelayanan yang tinggi sesuai taraf hotel berbintang.

3. Biaya investasi, biaya pemeliharaan dan perawatan gedung yang tinggi.

4. Makin banyaknya even budaya, olahraga dan seni yang diadakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membutuhkan akomodasi yang memadai.

5. Meningkatkan pendapatan asli Daerah melalui pajak hotel dan restoran serta pembagian dividen.

6. Meningkatkan citra Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pemberian pelayanan hospitality ini nantinya diatur semikian rupa sehingga fungsi utama sebagi wisma atlet tetap terlayani dengan baik.

5.2.2. Potensi Pasar Industri Perhotelan

Industri layanan jasa perhotelan tidak terlepas dari keadaan perekonomian global dan nasional. Pada tahun 2013 perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa perkembangan positif di akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013 seperti tercapainya kesepakatan di AS mengenai penurunan defisit anggaran (fiscal cliff, meningkatkan optimisme prospek pertumbuhan global yang lebih baik di tahun 2013. Walaupun demikian, masih terdapat berbagai faktor risiko ke depan yang perlu diwaspadai seperti proses negosiasi penetapan pagu utang (debt ceilnng dan pemotongan belanja secara otomatis (automatic spending cut di AS, kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tertahan di China, Jepang dan India, serta penyelesaian krisis Eropa.

Perkiraan pertumbuhan perekonomian global yang lebih tinggi diikuti dengan perkiraan kegiatan volume perdagangan dan harga komoditas yang meningkat. Bank Indonesia memprakirakan volume perdagangan dunia tumbuh sebesar 4,1%. Sejalan dengan lebih tingginya pertumbuhan volume perdagangan dunia, harga komoditas nonmigas diprakirakan juga akan mengalami peningkatan sebesar 1,7%.

Tabel 7 Proyeksi PDB Dunia Proyeksi

Negara/Kawasan

PDB Dunia

3.1 3.4 3.9 Jepang

2.2 0.8 1.1 Amerika Serikat

Proyeksi

Negara/Kawasan

Kawasan Eropa

0.8 Negara Kawasan

0.7 Eropa Lain China

Sumber: Bank Indonesia

Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2012 cukup menggembirakan di tengah perekonomian dunia yang melemah dan diliputi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 6,2%, dengan inflasi yang terkendali pada tingkat yang rendah (4,3%) sehingga berada pada kisaran sasaran inflasi 4,5±1%. Di tengah menurunnya kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Hal ini didukung oleh kondisi ekonomi makro dan sistem keuangan yang kondusif sehingga memungkinkan sektor rumah tangga dan sektor usaha melakukan kegiatan ekonominya dengan lebih baik. Selain itu, kuatnya permintaan domestik di tengah melemahnya kinerja ekspor menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih tinggi, namun sejumlah risiko dan tantangan perlu diantisipasi. Sejalan dengan membaiknya perekonomian dunia, terutama pada semester II 2013, perekonomian Indonesia diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,3-6,8% dengan inflasi tetap terjaga sesuai dengan sasaran Bank Indonesia sebesar 4,5±1%. Permintaan domestik diprakirakan tetap menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi. Namun sejumlah tantangan dan risiko perlu diantisipasi untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan. Pertama, konsumsi BBM yang terus meningkat di tengah semakin menurunnya produksi migas dalam negeri akan terus meningkatkan impor migas dan beban subsidi sehingga semakin menambah tekanan terhadap kesinambungan fiskal dan defisit transaksi berjalan. Kedua, struktur perekonomian dengan ketergantungan impor yang tinggi khususnya untuk barang modal dan bahan baku, dalam jangka pendek dapat menimbulkan kerentanan terhadap keseimbangan eksternal ketika kegiatan investasi terus mengalami peningkatan. Dengan latar belakang tersebut, kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan pada upaya pencapaian keseimbangan internal dan eksternal. Dalam hubungan ini, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran.

Arah kebijakan tersebut akan dilakukan melalui lima pilar bauran kebijakan. Pertama, kebijakan moneter akan ditempuh secara konsisten untuk mengarahkan inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran yang ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga pergerakan rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia. Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan.

Di sepanjang tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Jatim diproyeksikan tumbuh pada batas bawah dari rentang 7,00% s.d 7,25% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan 2012. Namun demikian, pertumbuhan ini diperkirakan masih yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa maupun nasional. Masih tingginya konsumsi masyarakat seiring meningkatnya proporsi usia produktif di Jawa Timur masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jatim. Selain itu, adanya momentum PILKADA pada Agustus 2013 diperkirakan turut mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim baik dari konsumsi rumah tangga maupun pemerintah. Namun demikian, konsumsi barang tahan lama khususnya kendaraan bermotor roda empat akan sedikit tertahan jika kebijakan pengurangan subsidi BBM jadi diberlakukan pada tahun ini. Sementara itu, berbagai upaya pemerintah melalui perbaikan infrastruktur, penyederhanaan birokrasi pengajuan izin usaha serta upaya peningkatan kerjasama investasi melalui kunjungan antar negara/daerah diharapkan dapat terus mendorong minat investor asing dan dalam negeri.

Selanjutnya, optimisme pengusaha akan perbaikan kinerja ekspor luar negeri Jatim dengan berbagai strategi perusahaan dan pemerintah diharapkan terus mengalami perbaikan, khususnya dengan adanya insentif pemerintah untuk mengembangkan produk hortikultura dan pertanian organik di beberapa sentra produksi Jatim. Mencermati perkembangan sektor industri pengolahan yang diperkirakan akan membaik pada triwulan II dan III, yang dipicu oleh meningkatnya konsumsi domestik dengan berbagai momentum perayaan keagamaan akan mempengaruhi perbaikan transaksi impor luar negeri terutama untuk intermediate goods yang menjadi bahan baku sektor industri pengolahan. Secara keseluruhan, transaksi perdagangan luar negeri diperkirakan kembali mencatat nilai netekspor. Indikator berikutnya yaitu belanja modal pemerintah berdasarkan data rencana APBD 2013 diperkirakan mengalami peningkatan dengan didukung membaiknya awareness pemerintah daerah tingkat kab/kota.

Di sisi penawaran, meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam kegiatan wisata turut mendorong kinerja subsektor hotel dan restoran, ditambah dengan Di sisi penawaran, meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam kegiatan wisata turut mendorong kinerja subsektor hotel dan restoran, ditambah dengan

Sejumlah isu penting seputar perkembangan industri pariwisata di Indonesia serta peluang investasi khususnya di sektor perhotelan menunjukkan bahwa kekuatan pariwisata domestik Indonesia sangat signifikan hal ini terlihat dari pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) yang setiap tahun tumbuh sekitar 5%. Sehingga bila tahun 2013 pergerakan wisnus sebesar 250 juta, pada tahun 2022 mendatang diproyeksikan menjadi 400 juta. Tingginya pergerakan wisnus ini dipicu oleh meningkatnya kelas menengah masyarakat Indonesia terutama kelompok muda.

Pariwisata Indonesia juga ditopang oleh kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang tahun lalu tumbuh 5,04%, yakni dari 7,6 juta pada 2011 meningkat menjadi 8 juta pada 2012, sementara target tahun 2013 ditetapkan sebesar 8,6 juta untuk target moderat dan 9 juta target optimistis. Selain itu sektor pariwisata juga didukung oleh meningkatnya nilai investasi pariwisata. Tahun 2012 jumlah nilai investasi sektor pariwisata sebesar US$869.8 juta terdiri atas US$786.3 juta PMA dan US$101.5 juta Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau mengalami pertumbuhan hingga 210,86% dibandingkan tahun sebelumnya 2011 dengan total investasi sebesar US$279.8 juta.

Diperkirakan untuk mengantisipasi pertumbuhan wisatawan dibutuhkan tambahan kamar hotel sebanyak 100 ribu kamar atau sebanyak 700 hingga 800 hotel baru dalam dekade mendatang. Hotel merupakan usaha jasa pelayanan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas; kamar tidur (kamar tamu), makanan dan minuman, pelayanan-pelayanan penunjang lainnya tempat rekreasi, fasilitas olah raga, dan laundry. Hotel merupakan salah satu jenis akomodasi yang sangat dikenal oleh masyarakat, di samping akomodasi komersil lainnya. Usaha perhotelan sekarang ini sudah merupakan suatu industri hotel yang memerlukan sumber dana dan sumber daya manusia dalam jumlah besar, dengan resiko kerugian atau keuntungan yang besar pula.

Secara umum karakteristik khusus industri perhotelan dapat digambarkan dalam kerangka industri yang dapat dijadikan dasar dalam menjalankan industri perhotelan adalah berikut ini :

1. Capital Intensive Membangun dan mengusahakan sebuah Hotel memerlukan Modal yang besar, Investasinya berjangka panjang , "yield"nya rendah dan lamban.

2. Labor Intensive Hotel mengerjakan pekerja terampil yang berlatar belakang pendidikan hotel dalam jumlah yang besar, baik karena jasa pelayanan belum banyak yang dapat digantikan oleh mesin, juga karena hotel beroperasi

24 jam yang memerlukan 3 shift.

3. Sensitif dalam persaingan Elastisitas permintaan (demand) oleh karena penurunan jumlah kunjungan wisatawan atau jumlah hotel-hotel dengan kelas dan type sama yang berlebihan disuatu tempat, akan cepat berdampak kepada perang tarif. Belum lagi soal Citra, Brand Name, Kompetitor lama dan baru, Selera Konsumen, Marketing Mix dan lain-lain.

4. Sensitif terhadap perubahan kondisi Kondisi Ekonomi, Sosial, Budaya, Politik dan Keamanan serta Ketertiban/Kepastian Hukum sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan dan kegiatan usaha perhotelan pada umumnya.

5. Heterogen dalam pelayanan Service outputnya (produktifitas kerja karyawan) bervariasi, baik dalam cara, kualitas, waktu maupun tempatnya.

6. Produk dan Jasa yang dijual adalah intangble Contoh barang dan jasa yang dijual tidak bisa dibawa-bawa untuk ditunjukkan kepada calon pembeli, sehingga harus pandai-pandai meyakinkan mereka dengan berbagai cara yang dapat menarik perhatian calon konsumen misalnya dengan menggunakan media promosi berupa gambar-gambar/brochures dan berbagai penwaran yang dapat menarik pengunjung.

7. Produknya perhisable Barang yang dijual tidak dapat disimpan atau ditimbun : misalnya pada kamar yang tidak terjual pada suatu hari berarti hilanglah pemasukan pada hari itu.

8. Inseparability dengan gedung dan lokasinya Produknya harus dikonsumsi ditempat produk itu dihasilkan, sehingga pembeli harus mendatangi hotel.

Menurut hasil penelitian, pengeluaran wisatawan mancanegara di Indonesia untuk akomodasi merupakan yang tertinggi dibandingkan lain-lain pengeluaran selama kunjungannya. Oleh adanya produk-produk dan jasa dalam aktivitas pariwisata itulah maka usaha-usaha tersebut kemudian disebut sebagai sebuah industri. Tersedianya hotel-hotel yang baik meningkatkan citra suatu Negara, terutama yang sedang berkembang, karena merupakan prasyarat bagi orang- orang yang melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya, bagi para wisatawan, para investor, pengusaha/pedagang , diplomat asing maupun masyarakat dan pengguna jasa lainnya. Hotel memberikan kesempatan kerja Menurut hasil penelitian, pengeluaran wisatawan mancanegara di Indonesia untuk akomodasi merupakan yang tertinggi dibandingkan lain-lain pengeluaran selama kunjungannya. Oleh adanya produk-produk dan jasa dalam aktivitas pariwisata itulah maka usaha-usaha tersebut kemudian disebut sebagai sebuah industri. Tersedianya hotel-hotel yang baik meningkatkan citra suatu Negara, terutama yang sedang berkembang, karena merupakan prasyarat bagi orang- orang yang melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya, bagi para wisatawan, para investor, pengusaha/pedagang , diplomat asing maupun masyarakat dan pengguna jasa lainnya. Hotel memberikan kesempatan kerja

Saat ini di Kabupaten Banyuwangi baru terdapat 2 Hotel berbintang dan 67 hotel kelas melati dengan kapasitas total sebanyak 2011 kamar. Sehingga peluang pembangunan hotel masih sangat memungkinkan utamanya untuk pasar hotel berbintang.

5.2.3. Penentuan Lokasi

Berdasarkan konsep pengembangan Wisma Atlet; penentuan lokasi menjadi sangat unik karena harus mengakomodasikan standar pelayanan wisma atlet dengan standar pelayanan hotel. Dalam beberapa kriteria wisma talet dan hotel berbeda misalnya berkait dengan aksesibiltas. Perpaduan konsep wisma atlet dan hotel inilah yang nantinya dijadikan sebagai strategi branding pemasaran. Wisma Atlet ini direncanakan akan menggunakan standar hotel bintang 2.

Sebelum dilakukan penentuan lokasi berdasarkan kriteria yang dispesifikan terlebih dahulu dilakukan analisis kelayakan luas area di lokasi terpilih. Hotel bintang 2 membutuhkan setidaknya luas area minimal 2.500 m2 (berdasarkan benchmarking hotel Santika). Berdasarkan pengukuran awal terhadap lokasi yang ditentukan luas masing-masing lokasi adalah sebagai berikut (pengukuran dilakukan dengan menggunakan patokan batas visual yang ditunjukan):

 Lokasi A : Luas area 1.478 M2 dengan keliling 164 meter  Lokasi B

: Luas area 4.287 M2 dengan keliling 254 meter  Lokasi C

: Luas area 6.959M2 dengan keliling 333 meter Dari sisi luas lahan, Lokasi A kurang memungkinkan untuk dijadikan sebagai alternatif lokasi pembangunan Wisma Atlet, akan tetapi Lokasi A dapat diproyeksikan digunakan sebagai Dormitory. Dormitory biasanya terdiri dari beberapa kamar yang diisi 4 sampai 10 orang. Selanjutnya pada lokasi B dan Lokasi C akan dilakukan penentuan lokasi yang lebih sesuai.

Adapun kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi adalah sebagai berikut

A. Faktor Kenyamanan

Faktor kenyamanan adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat kenyamanan seseorang dalam memilih lingkungan hotel, faktor ini juga berhubungan dengan tingkat ketenangan masyarakat terhadap kemungkinan sewaktu-waktu terjadi bencana banjir, tingginya tingkat pilihan ini disebabkan karena rumah selain sebagai tempat berteduh juga berfungsi untuk memberikan rasa aman, oleh karenanya masyarakat memerlukan jaminan untuk mendukung fungsi akomodasinya.

Faktor kebersihan lingkungan menjadi prioritas masyarakat dalam pemilihan akomodasinya. Lingkungan yang bersih menjamin kenyamanan bagi penghuninya. Ditambah lagi kondisi jalan yang nyaman dan bebas dari lubang dapat membuat perasaan nyaman bagi tamu hotel dan atlet yang menggunakan fasilitas kendaraan bermotor. Kondisi jalan yang nyaman ini akan menjadikan perjalanan dari dan menuju ke tempat aktivitas semakin lancar.

B. Faktor Pelayanan

Faktor pelayanan terutama menyangkut kualitas tingkat pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat di lingkungan hotel. Pelayanan di daerah hunian seperti ketersediaan fasilitas olahraga (nilai utama wisma atlet), pedestrian dan fasilitas umum lainnya akan menambah rasa nyaman untuk menghuni suatu kawasan.

Untuk kondisi jalan lingkungan pengaruhnya lebih dilihat pada aspek estetika jalan lingkungan disekitar perumahan. Kondisi jalan lingkungan yang rusak akan membuat lingkungan sekitar menjadi tidak tertata dengan baik, dan sebaliknya kodisi jalan lingkungan yang baik akan menimbulkan perasaan nyaman bagi penghuni. Begitu juga dengan kondisi tapak.

C. Faktor Aksesibilitas dan Lingkungan

Faktor aksesibilitas adalah kemudahan pencapaian, secara umum berkaitan dengan kondisi jalan lingkungan serta keberadaan jalur kendaraan umum. Aksesibitas suatu daerah menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih lokasi tempat tinggal, kemudahan yang dipunyai suatu daerah untuk mencapai tempat bekerja, sekolah, berbelanja dan sebagainya merupakan faktor penarik bagi berkembangnya daerah tersebut.Keberadaan jalur kendaraan umum ternyata merupakan salah satu pertimbangan yang dilakukan masyarakat terutama dalam pemilihan lokasi akomodasi.

Selain itu keberadaan penghijauan terutama pepohonan yang rindang merupakan aspek yang juga harus terpenuhi untuk kenyamanan masyarakat, karena banyaknya pohon rindang pada suatu lokasi hotel akan menambah keindahan pada lokasi tersebut, dan juga dapat berfungsi sebagai penangkal polusi udara dan suara. Disamping itu, lingkungan yang aman menjadi prioritas bagi para penghuni perumahan. Minimnya tindakan kriminalitas seperti pencurian, perampokan dan perampasan akan menambah rasa nyaman suatu kawasan hunian.

Secara rinci variabel yang dispesifikan dalam penentuan lokasi adalah sebagai berikut:

Tabel 8 Faktor Penentu Lokasi Wisma Atlet

A KENYAMANAN

Aksesibilitas Jalan

Kebersihan Lingkungan

Kondisi Tapak

2 FAKTOR PELAYANAN

Fasilitas olahraga

Fasilitas Umum

3 FAKTOR LINGKUNGAN Jaringan Air dan Listrik

Keberadaan angkutan umum

Status lahan

Lahan Pengganti

Teknik analisis yang digunakan untuk pemilihan lokasi pembangunan Wisma Atlet menggunakan metode kuantitatif subyektif penilaian alternatif lokasi, dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria pemilihan lokasi. Penentuan kriteria pemilihan lokasi berdasarkan hasil kajian pustaka. Kriteria-kriteria tersebut diberi bobot (skor) dengan menggunakan skala penilaian 1 sampai dengan 3. Nilai 3 untuk bobot terkuat dan nilai 1 untuk bobot terlemah. Pembobotan masing-masing faktor ini akan digunakan sebagai dasar dalam memberikan penilaian terhadap setiap alternatif lokasi pembangunan Wisma Atlet.

Selanjutnya untuk mendapatkan ranking dari kriteria yang digunakan maka digunakan teknik analisa Zero-One. Hasil analisa Zero – One adalah sebagai berikut:

Tabel 9 Penentuan Ranking dengan Zero – One Variabel

A B C D E F G H I Total Aksesibilitas Jalan

Kode

Kebersihan

Lingkungan Kondisi Tapak

Fasilitas olahraga

Fasilitas Umum

Jaringan Air dan Listrik

Keberadaan angkutan

umum Status lahan

2 Sumber: Hasil perhitungan Keterangan:

Lahan Pengganti

X : kriteria yang sama

1 : kriteria yang lebih penting

0 : kriteria yang kurang penting

Tabel 10 Ranking Kriteria

A B C D E F G H I Ranking Fasilitas olahraga

Variabel

Kode

Status lahan

Jaringan Air dan Listrik

Aksesibilitas Jalan

Kondisi Tapak

Fasilitas Umum

Lahan Pengganti

Kebersihan

Lingkungan Keberadaan angkutan

umum

Sumber: Hasil perhitungan

Selanjutnya dilakukan pembobotan setiap kriteria menggunakan rumus sebagai berikut:

Bobot = (N-t +1) /N

Dimana: N

= jumlah kriteria t

= urutan ranking Hasil pembototan adalah sebagai berikut:

Tabel 11 Bobot Kriteria Variabel

Fasilitas olahraga

D 1 1,0000

Status lahan

H 2 0,8889

Jaringan Air dan Listrik

F 3 0,7778

Aksesibilitas Jalan

A 4 0,6667

Kondisi Tapak

C 5 0,5556

Fasilitas Umum

E 6 0,4444

Lahan Pengganti

Lingkungan Keberadaan angkutan

G 9 0,1111

umum

Sumber: Hasil perhitungan

Pembobotan kriteria selanjutnya diuraikan sebagai berikut:

A. Aksebilitas Jalan

Lokasi B terletak di jalan lingkungan GOR dibelakang kolam renang sedangkan di Lokasi C terletak di Jalan Kusuma Bangsa. Jalan utama yang terdekat dengan lokasi pembangunan Wisma Atlet adalah Jalan Gajah Mada. Jarak lokasi A dengan Jalan Gajah Mada sekitar 417 meter sedangkan jarak lokasi B ke Jalan Gajah Mada kurang lebih 835 meter.

Berdasarkan uraian diatas maka pembobotan untuk Kriteria aksesibilitas jalan utama adalah sebagai berikut:

Kriteria

Aksesibilitas Jalan

Kode Kriteria

>5 KM Keterangan Bobot

3 2 1 Lokasi B

Lokasi C

B. Kebersihan Lingkungan

Lokasi B dan lokasi C terletak pada lingkungan yang relatif homogen karena jarak keduanya relatif dekat. Untuk kebersihan lingkungan; kedua lokasi relatif terjaga karena dalam pengawasan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Banyuwangi. Untuk lokasi B terdapat lokasi pemilahan sampah sementara sehingga agak sedikit mengganggu.

Kriteria

Kebersihan Lingkungan

Kode Kriteria

Keterangan Indikator

Lokasi B

Lokasi C

C. Kondisi Tapak

Tapak sangat penting dalam arsitektur karena merupakan salah satu nilai jual bangunan.

Gambar 8 Perpsektif Tapak

Pada lokasi B terdapat sudut bebas yang memiliki keindahan yaitu kearah utara berupa persawahan yang masih asri, arah barat pemandangan kolam renang dan arah selatan rimbunan pepohonan. Sedangkan lokasi C arah ketimur terdapat pemandangan berupa lapangan tenis dan atletik dan keutara arah pemandangan indoor area.

Kriteria

Kondisi Tapak

Kode Kriteria

Indikator

Keterangan Bobot

Lokasi B

Lokasi C

D. Fasilitas Olahraga

Lokasi B dan Lokasi C terletak dalam komplek yang sama yaitu di area Gelangang olahraga sehingga akses terhadap lapangan olahraga relatif dekat. Untuk lkasi A misalnya lebih dekat untuk ke kolam renang, lapangan sepakkbola, dan lintasan atletik. Sedangkan Lokasi C lebih dekat ke lapangan tenis dan lapangan indoor.

Kriteria

Fasilitas Olahraga

Kode Kriteria

Indikator

Keterangan Bobot

Lokasi B

Dalam jarak 1 km Lokasi C

Dalam jarak 1 km

E. Fasilitas Umum

Lokasi B dan C relatif dekat dengan fasilitas umum utamanya sekolah. Selain itu terdapat juga beberapa rumah makan, perkantoran, hotel dan tempat ibadah. Sekolah yang dekat dengan lokasi antara lain TK Al Qomar, SMK PGRI 1 Giri, SMKN 1 Banyuwangi, SMU Negeri 1 Glagah, SMP Negeri Glagah, dan Smu 1 Giri Kabupaten Banyuwangi. Selain itu dalam jarak kurang dari 1 km terdapat 2 masjid dan kantor polsek Giri. Selain itu terdapat juga minimarket dan layanan perbankan dalam jarak yang relatif dekat.

Dari gambar 8 tampak build up building yang ada cukup mendukung keberadaan Wisma Atlet.

Kriteria

Fasilitas

Kode Kriteria

Belum Keterangan

Terbangun n

Bobot

Lokasi B

Build up fasilitas Lokasi C

pendukung

Gambar 9 Fasilitas Umum Sekitar Lokasi

F. Jaringan Air dan Listrik

Lokasi B dan C merupakan area terbangun sehingga pasokan air dan listrik telah tersedia. Sedangkan untuk lokasi B untuk jaringan air dan membutuhkan penambahan saluran menuju lokasi karena letaknya yang relatif menjorok kedalam.

Kriteria

Jaringan Air dan Listrik

Kode Kriteria

Air dan listrik

Ket.

Listrik tersedia, Indikator

Air dan

tersedia perlu

Listrik

penambahan

air tidak tersedia

sarana

Bobot

3 2 1 Lokasi B

Lokasi C

G. Angkutan Umum

Secara spesifik tidak tersedia angkutan umum reguler yang melewati kedua lokasi. Jalan terdekat yang dilewati angkutan umum adalah Jln. Gajah Mada menggunakan angkutan kota lin 4 dengan rute Terminal Blambangan – Terminal Brawijaya via Jl. Gajah Mada – Letkol Istiqlah.

Kriteria

Angkutan Umum

Kode Kriteria

tersedia Bobot

Reguler

tertentu

Lokasi B

Lokasi C

H. Status Lahan

Lokasi B dan C merupakan aset pemerintah sehingga tidak memerlukan pembebasan lahan.

Kriteria

Status Lahan

Kode Kriteria

Hak milik Ket. Indikator

Aset

Hak Milik

Lokasi B

Sertifikah dalam Lokasi C

proses penerbitan

Untuk lokasi C saat ini digunakan sebagai Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan sehingga apabila digunakan sebagai Wisma Atlet perlu lahan pengganti dan bangunan pengganti. Proses tukar guling lahan membutuhkan proses yang panjang dan biaya pengadaan tanah yang relatif besar.Untuk lokasi B perlu lahan pengganti Ruang Terbuka Hijau yang dialihgunakan sebagai Wisma Atlet.

Kriteria

Lahan Pengganti

Kode Kriteria

Perlu Lahan dan Ket.

Tidak perlu

Perlu Lahan

Indikator Bangunan

pengganti

Pengganti

Pengganti Bobot

Lokasi B

Lokasi C

Setelah dilakukan pembobotan, langkah terakhir adalah pemilihan lokasi terbaik dengan memilih nilai skor yang tertinggi.

Tabel 12 Penentuan Lokasi dengan Matriks Evaluasi Alternatif Kriteria

A B C D E F G H I Total Lokasi

Bobot 0,667 0,222 0,556 1,000 0,444 0,778 0,111 0,889 0,333 Lokasi B

Nilai 3,000 2,000 3,000 3,000 3,000 2,000 1,000 3,000 2,000 22,000 Jumlah 2,000 0,444 1,667 3,000 1,333 1,556 0,111 2,667 0,667 13,444

Lokasi C

Nilai 3,000 3,000 2,000 3,000 3,000 3,000 1,000 3,000 1,000 22,000 Jumlah 2,000 0,667 1,111 3,000 1,333 2,333 0,111 2,667 0,333 13,556 Jumlah

= bobot x nilai Total

= jumlah A+B + C + D+ E + F + G + H + I Berdasarkan tabel diatas berdasarkan 9 kriteria yang dispesifikan memiliki nilai

yang hampir sama yaitu untuk lokasi B sebesar 13,444 dan lokasi C sebesar 13,556. Nilai yang hampir sama ini antara lain dikarenakan letak lokasi yang berdekatan sehingga kondisinya cenderung homogen. Kedua lokasi memungkinkan untuk dibangun Wisma Atlet dengan tambahan pertimbangan masing masing lokasi sebagai berikut:

A. Lokasi B Kelebihan

1. Lokasi saat ini hanya terdapat bangunan berupa Tempat Penampungan Sampah dan 2 bangunan non permanen sehingga tidak membutuhkan anggaran untuk pembongkaran

2. Lokasi agak kedalam sehingga rekayasa lalu-lintas lebih mudah dilakukan

3. Dekat dengan lokasi kolam renang sehingga bisa dilakukan interkoneksi dengan Wisma Atlet untuk menambah nilai jual utamanya untuk tamu umum.

4. Relatif jauh dari lokasi penduduk sehingga dampak sosial dapat diminimalisir.

Kekurangan

1. Merupakan Kawasan Ruang Terbuka Hijau yang masuk dalam penilaian Adipura sehingga perlu adanya lahan RTH pengganti dan mengembalikan keaneragaman hayati seperti yang ada saat ini.

2. Pengembangan lokasi relatif terbatas. Untuk ke arah utara terdapat sungai sehingga perlu jembatan sedangkan arah ke timur terbatas pada perumahan penduduk.

3. Lokasi relatif jauh dari jalan utama sehingga perlu rekayasa akses misalkan dengan membuat jalan masuk dari sisi utara kolam memanjang kearah timur.

B. Lokasi C Kelebihan

1. Akses ke lokasi relatif lebih mudah dibandingkan dengan Lokasi B.

2. Area lebih luas sehingga memudahkan penataan lanscape bangunan Wisma Atlet.

3. Lahan pada lokasi C merupakan lahan padat sehingga tidak membutuhkan pengurukan.

4. Peraturan zoning yang lebih terbuka.

Kekurangan

1. Saat ini lokasi masih ditempati oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan sehingga untuk pengalihfungsian membutuhkan lahan dan bangunan pengganti yang membutuhkan anggaran yang relatif besar serta waktu yang relatif lama.

2. Perlu rekayasa lalu lintas yang lebih komplek dibandingkan Lokasi B.

5.3. Analisa Kebutuhan Fisik Bangunan

Penentuan kebutuhan fisik bangunan diperhitungkan dengan menggunakan acuan standar wisma atlet dan standar hotel agar tercapai kondisi bangunan yang optimal dan memberikan keuntungan finansial. Berdasarkan ketersediaan sarana olahraga yang telah ada di sekitar lokasi adalah sebagai berikut: Lapangan olahraga outdoor

1. Renang

2. Atletik

3. Tenis lapangan

4. Sepakbola Lapangan indoor

5. Bulutangkis

6. Bola volley

Selain itu pada lapangan indoor dapat juga dipertandingkan olahraga antara lain:

7. Basket

8. Tenis meja

12. Judo Dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana olahraga yang ada dan jumlah atlet level regional maka komposisinya adalah sebagai berikut:

Tabel 13 Estimasi Kebutuhan Kamar

Asumsi Lolos NO

Jumlah

Asumsi Lolos

CABANG OR

3 Bola Volley

7 Karate Tradisional

8 Pencak Silat

10 Senam Artistik

116 Kebutuhan Kamar

87 58 Berdasarkan tabel diatas kebutuhan ruang kamar adalah antara 58-116

kamar. Berdasarkan data jumlah kontingen Pekan Olahraga Provinsi IV di Madiun terdapat 217 atlet terbagi dalam 23 cabang olahraga. Dengan menggunakan asumsi 1 kamar untuk 2 atlet (twin sharing) maka dibutuhkan ruang kamar sebanyak 109 kamar. Untuk rasionalisasi dan antisipasi volatilitas bisnis perhotelan maka estimasi moderat untuk Wisma Atlet adalah 100 ruang kamar.

5.3.1. Analisis Program Fungsi dan Program Ruang

Ruang yang menjadi kebutuhan para atlet adalah ruang yang dapat mengakomodasikan seluruh kegiatan harian atlet dengan baik. Mobilitas kegiatan harian atlet sangat ditentukan oleh keberadaan ruang ini. Ruang Ruang yang menjadi kebutuhan para atlet adalah ruang yang dapat mengakomodasikan seluruh kegiatan harian atlet dengan baik. Mobilitas kegiatan harian atlet sangat ditentukan oleh keberadaan ruang ini. Ruang

1. Hunian (unit kamar)

2. Cafetaria

3. Ruang briefing

4. Ruang serbaguna

5. Poliklinik (test fisik)

6. Ruang test psikis

7. Ruang bersama/kumpul

8. Hall of fame

9. Kantor pengelola

10. Lapangan latihan

11. Kebutuhan ruang lainnya, seperti lobby, mini market, warnet, laundry, ATM, musholla, ruang utilitas, parkir, dan sebagainya.

Berikut ini adalah tabel analisis kebutuhan ruang di dalam wisma atlet dengan pembagian yang lebih rinci berdasarkan aktivitas di dalam ruang tersebut, persyaratan/suasana ruang, dan sifat ruang.

Tabel 14 Analisis Kebutuhan Ruang Wisma Atlet

Aktivitas Utama

Ruang

Persyaratan/Suasana Sifat

Istirahat

Hunian

Bersih,kering,

Private

pencahayaan baik,penghawaan

baik, proteksi suara baik.

Makan

Cafetaria

Bersih, pencahayaan baik, Public

 Ruang makan

penghawaan baik, sirkulasi

 Ruang penyajian

gerak baik.

 Dapur  Ruang cuci  Gudang  Ruang pengelola  Ruang ganti  Toilet pengunjung  Toilet pengelola  Ruang kasir

Briefing

Ruang briefing

Bersih, kering,

Semi Private

 Briefing area

pencahayaan baik,

 Toilet

penghawaan baik, tenang,

 Gudang kecil

sirkulasi gerak baik.

Aktivitas Utama

Ruang

Persyaratan/Suasana Sifat

Konferensi pers, dsb Ruang serbaguna

Bersih, kering,

Semi Public

 Hall serbaguna

pencahayaan baik,

 Backstage

penghawaan baik, tenang,

 Ruang

sirkulasi gerak baik.

operasional  Toilet

 Gudang  Gudang alat

Bersih, kering, tidak bau, Public kesehatan

Test fisik dan

Poliklinik

 Receptionist

pencahayaan baik,

 Ruang tunggu

penghawaan baik, tenang,

 Ruang test fisik

sirkulasi gerak baik.

 Ruang dokter  Kamar rawat  Laboratorium  Ruang diagnosa  Apotek  Toilet  Ruang pengelola

Test psikis

Ruang test psikis

Bersih, kering, tidak bau, Semi Private

pencahayaan baik, penghawaan baik, tenang.

Santai, kumpul, dsb

Lounge dan

Bersih, pencahayaan baik, Semi Public

Ruang bersama/

penghawaan baik, sirkulasi

kumpul

gerak baik.

Pameran

Hall of fame

Bersih, kering,

Public

 Ruang pamer

pencahayaan baik,

 Ruang pengelola

penghawaan baik, sirkulasi

 Gudang

gerak baik.

 Toilet

Kerja Pengelola

Kantor pengelola

Bersih, kering,

Private

(office)

pencahayaan baik, penghawaan baik, proteksi suara baik.

Melayani

Lobby

Bersih, pencahayaan baik, Public

 Receptionist

penghawaan baik, sirkulasi

 Ruang ganti

gerak baik.

 Ruang tunggu  Ruang pengelola  Toilet

Olahraga

Fitness center

Bersih, pencahayaan baik, Semi Private penghawaan baik, sirkulasi gerak baik.

Aktivitas Utama

Ruang

Persyaratan/Suasana Sifat

Belanja

Mini market

Bersih, kering,

Public

pencahayaan baik, penghawaan baik, sirkulasi gerak baik.

Internet

Warnet

Bersih, kering,

Public

pencahayaan baik, penghawaan baik, sirkulasi gerak baik.

Transaksi

ATM

Bersih, nyaman, sirkulasi Publik

gerak baik.

Cuci

Laundry

Bersih, pencahayaan baik, Semi Public penghawaan baik, sirkulasi gerak baik.

Kontrol ME

Ruang utilitas

Bersih, kering, proteksi Private

baik, sirkulasi baik.

Parkir

Parkir

Bisa tertutup bisa terbuka, Public sirkulasi baik.

Olahraga Lapangan olahraga Bisa tertutup bisa terbuka, Semi Public sirkulasi gerak baik. Santai

Taman

Terbuka, nyaman, tenang, Public sirkulasi baik.

5.3.2. Analisis Luasan Ruang

Setelah didapatkan hasil kebutuhan ruang yang dibutuhkan pada wisma atlet, berikutnya ditentukan luasan ruang. Analisis luasan ruang ini ditentukan berdasarkan standart ruang, kapasitas ruang, dan jumlah ruang. Bangunan wisma atlet, tentu ruang yang dominan adalah kamar tidur atlet. Kamar tidur ini akan dirancang masing-masing kamar dihuni oleh dua orang, karena menurut Dra. Yuanita Nasution, M.App.Sc, Psi (2001) atlet akan lebih merasa relaks apabila memiliki teman sekamar, namun tidak boleh terlalu banyak, dua orang adalah jumlah ideal. Ukuran kamar tersebut masing-masing memiliki luas 26 m2 mengikuti standar luas kamar hotel tipe deluxe. Lebih jauh lagi, maka total jumlah luas kamar yang dibutuhkan adalah dengan luas 100 kamar x 26 m2 = 2.600 m2. Berikut ini adalah tabel analisis luasan ruang untuk fasilitas-fasilitas penunjang

dari wisma atlet :

Tabel 15 Analisis Luasan Ruang Fasilitas Penunjang Standart

Total Luasan Ruang

Kapasitas Luasan Ruang

Jumlah Ruang

Ruang (m 2 )

(Orang)

(m 2 )

Ruang (m 2 )

Cafetaria

316 m2

- Ruang makan

1 ruang 240 m2 - Ruang penyajian

1,2 m2/orang 200 orang

240 m2

14 m2 - Dapur

3,5 m2/orang

20 m2 - Ruang cuci

5 m2/orang

4 m2 - Gudang

2 m2/orang

4 m2 - Ruang pengelola

4 m2/orang

9 m2 - Ruang ganti

9 m2/orang

9 m2 - Toilet pengunjung 1,5 m2/orang

1,5 m2/orang

9 m2 - Toilet pengelola

6 m2 - Ruang kasir

1,5 m2/orang

1 m2 Ruang briefing

1 m2/orang

72 m2 - Toilet

- Briefing area

1,2 m2/orang

9 m2 - Gudang kecil

1,5 m2/orang

3 m2 Ruang serbaguna

3 m2/orang

1 ruang 500 m2 - Backstage

- Hall serbaguna

2,5 m2/orang 200 orang

500 m2

50 m2 - Ruang operasional

2,5 m2/orang

12 m2 - Toilet

4 m2/orang

15 m2 - Gudang

1,5 m2/orang

4 m2 - Gudang alat

4 m2/orang

4 m2 Poliklinik

4 m2/orang

12 m2 - Ruang tunggu

- Receptionist

4 m2/orang

18 m2 - Ruang test fisik

1,2m2/orang

1 ruang 35m2 - Ruang dokter

3,5 m2/orang

10 orang

35 m2

9 m2 - Kamar rawat

9 m2/orang

35 m2 - Laboratorium

3,5m2/orang

14 m2 - Ruang diagnosa

3,5m2/orang

14 m2 - Apotek/Ruang

3,5 m2/orang

12 m2 obat

6 m2/orang

12 m2 - Toilet

1,5 m2/orang

9 m2 - Ruang pengelola Ruang test psikis

9 m2/orang

3,5 m2/orang

Meeting room

2,5 m2/orang

Hall of fame

97 m2

- Ruang pamer

75 m2 - Ruang pengelola

2,5 m2/orang

9 m2 - Gudang

9 m2/orang

4 m2 - Toilet

4 m2/orang

1,5 m2/orang

3 orang

4,5 m2

2 ruang

9 m2

Total Luasan Ruang

Standart

Kapasitas Luasan Ruang

Jumlah Ruang

Ruang (m 2 )

(Orang)

(m 2

Ruang (m 2 )

Office

4 m2/orang 50 orang

80 m2 - Ruang ganti

- Receptionist

4 m2/orang

12 m2 - Ruang tunggu

1,5m2/orang

18 m2 - Ruang pengelola

1,2 m2/orang

9 m2 - Toilet

9 m2/orang

9 m2 Fitness Center

1,5 m2/orang

3,5 m2/orang

Mini market

3,5 m2/orang

Media room

1,5 m2/orang

- Parkir mobil 12,5m2/mobil

- 500 m2 - Parkir motor

40 mobil

200 m2 - Parkir bus

2 m2/motor 100motor

49 m2/bus

3 bus

147 m2

Total Luasan Ruang Fasilitas Penunjang 2.808,5 m 2 Luas ruang adalah 2.600 m2 +2.734,5 m 2 = 5.334,5 m 2

Ditambah dengan sirkulasi sebanyak 20%

= 1.066,9 m 2

Luas total ruang adalah

= 6.401,4 m 2

5.3.3. Analisis Hubungan Ruang

A. Hubungan Ruang Secara Umum

Gambar 10 Hubungan Ruang Secara Umum

Hubungan ruang secara umum dianalisis dengan mengaitkan hubungan kegiatan harian pelaku dengan kebutuhan ruang yang telah didapatkan sebelumnya. Erat tidaknya suatu hubungan ruang tergantung bagaimana pergerakan/mobilitas dan pencapaian antar kegiatan harian pelakunya. Beberapa ruang yang memiliki sifat dan fungsi yang hampir sama dapat dijadikan satu dengan dasar system of setting sebagai salah satu faktor yang membangun pengaturan perilaku khususnya para atlet.

B. Hubungan Ruang Secara Khusus - Cafetaria

Gambar 11 Hubungan uang di Dalam Cafetaria

Gambar 12 Hubungan Ruang di Dalam Ruang Briefing

Gambar 13 Hubungan Ruang dalam Ruang Serbaguna

Gambar 14 Hubungan Ruang di Dalam Poliklinik

Gambar 15 Hubungan Ruang di Dalam Hall of Fame

BAB 6 ANALISA ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

6.1. Analisa Aspek Sosial Ekonomi

Bangunan hotel merupakan bangunan yang memiliki kerentanan sebagai pemicu permasalah sosial. Sumber permasalahan utamanya berkait dengan dampak yang ditimbulkan. Dampak ini akan menimbulkan gangguan bila tidak dikelola dengan baik. Komponen lingkungan yang menjadi parameter sosial dan budaya pada analisis studi kelayakan Wisma Atlet ini meliputi:

a. Keadaan dan bentuk struktur masyarakat, kualitas hidup dan hubungan di antara hal tersebut.

Struktur masyarakat yang dimaksud dalam hal ini adalah kependudukan, pertumbuhan dan mobilitas penduduk. Struktur masyarakat Banyuwangi dari tahun ke tahun lebih mudah mengalami perubahan yang signifikan, yang dapat dipengaruhi dari jumlah kependudukan, pertumbuhan maupun mobilitas penduduk. Kabupaten Banyuwangi sendiri yang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang strategis dimana letak geografisnya berbatasan dengan kabupaten lainnya mengakibatkan Kabupaten Banyuwangi mendapat pengaruh/dampak dari aktivitas pembangunan dari Kabupaten tersebut, ini terlihat pada pengaruh perdagangan, pariwisata budaya dan sebagainya. Adanya rencana pembangunan Wisma Atlet, akan membawa dampak/pengaruh untuk struktur masyarakat di kabupaten Banyuwangi tersebut. Mobilitas penduduk merupakan suatu pergerakan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi.

Pembangunan Wisma Atlet akan meningkatkan persediaan lapangan pekerjaan. Pergeseran struktur ekonomi yang ditandai makin menyempitnya lapangan kerja bidang pertanian. Selain itu, lapangan pekerjaan di Banyuwangi seperti pertanian sudah jarang mungkin tidak lagi digeluti oleh masyarakat terutama masyarakat kaum muda. Hal ini disebabkan menipisnya lahan pertanian. Dengan alasan tersebut, masyarakat lebih memilih bekerja sebagai wiraswasta atau pekerja non pertanian seperti bekerja di sektor perhotelan.

b. Hubungan timbal balik antara sosial, budaya, lingkungan dan ekonomi.

Hal ini berkaitan langsung dan tidak langsung dengan budaya, proses sosial, pranata sosial, kelembagaan, hirarki masyarakat, ekonomi rumah tangga, ekonomi sumberdaya alam, dan perekonomian lokal. Sangat erat kaitannya Hal ini berkaitan langsung dan tidak langsung dengan budaya, proses sosial, pranata sosial, kelembagaan, hirarki masyarakat, ekonomi rumah tangga, ekonomi sumberdaya alam, dan perekonomian lokal. Sangat erat kaitannya

Adanya saling keterikatan ini, maka akan mempermudah proses pembangunan di kabupaten Banyuwangi. Secara internal keberadaan suatu Wisma Atlet sebagai titik simpul akomodasi meletakkan posisinya sebagai sarana berkumpulnya manusia, sehingga disadari atau tidak akan ada trasmisi budaya karena individu/manusia yang berkumpul di hotel berasal dari berbagai latar belakang budaya. Transmisi budaya ini bisa meliputi bahasa, gaya berpakaian, gaya hidup, dsb. Pada zaman modern ini sangat mudah terjadinya akulturasi budaya, sehingga arena publik seperti Wisma Atlet dapat dijadikan tempat terjadinya akulturasi budaya, karena di wilayah ini akan terdapat banyak manusia yang mempunyai budaya masing-masing.

Adanya pembangunan Wisma Atlet dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk melestarikan budaya yaitu dengan menjual barang-barang khas kabupaten Banyuwangi, seperti pakaian yang berlambang Kabupaten Banyuwangi, makanan maupun minuman khas Banyuwangi, dan barang- barang khas lainnya. Sehingga selain mendapatkan keuntungan pendapatan ekonomi juga melestarikan budaya kabupaten Banyuwangi. Masyarakat akan menerima pembangunan Wisma Atlet ini, karena harapan masyarakat sekitar dapat merubah kehidupan sosial mereka.

c. Perilaku, persepsi, cita-cita dan norma masyarakat.

Adanya integrasi antar moda tersebut diharapkan memberikan dampak positif khususnya untuk kemajuan pembangunan Kabupaten Banyuwangi dan untuk seluruh lapisan masyarakat pada umumnya.

Adanya pembangunan Wisma Atlet ini, seluruh stakeholder pasti mempunyai keragaman persepsi yang muncul dengan berbagai san latar belakang kepentingan, motivasi dan respon yang melatarbelakangi hal tersebut. Stakeholder yang berpengaruh pada pembangunan wisma atlet ini ini diantaranya, pemerintah, pengguna jasa transportasi, masyarakat sekitar, dan tokoh masyarakat. Tujuan dibangunannya Wisma Atlet ini dapat difungsikan secara optimal oleh seluruh komponen stakeholder.

Potensi benturan sosial di sekitar Wisma Atlet berkait dengan penolakan warga diharapkan dapat diminimalisir karena lokasinya yang agak kedalam dan jauh dari pemukiman (lihat lingkaran hijau pada Gambar 16). Potensi benturan kepentingan lain yaitu keberadaan Wisma Atlet Gelora (lingkaran merah pada gambar 16). Wisma Atlet Gelora ini merupakan penginapan milik swasta dengan jumlah kamar 20 buah dan sedang dalam proses penambahan kapasitas. Kesamaan nama Wisma Atlet berpotensi membingungkan pengguna jasa. Untuk antisipasi perlu adanya kajian branding nama yang lebih representatfi misalkan Wisma Atlet diganti nama menjadi Hotel Atlet.

Gambar 16 Potensi Kerawanan

6.2. Taksiran Dampak Lingkungan

Pembangunan Wisma Atlet akan menimbulkan dampak lingkungan yang membutuhkan pengelolaan agar tidak menimbulkan gejolak. Dampak tersebut terjadi pada tahap pra konstruksi, tahap konstruksi dan operasional.

6.2.1. Dampak Lingkungan Tahap Pra Konstruksi

a. Kegiatan Survey dan Investigasi Awal Kegiatan survey lapangan dan investigasi awal merupakan kegiatan pra kondisi

di lapangan untuk mendapatkan data-data awal terkait dengan rencana pembangunan Wisma Atlet dan juga kondisi awal lingkungan sekitar proyek. Kegiatan survey lapangan dapat menimbulkan dampak persepsi negatif dan keresahan masyarakat, yaitu adanya kemungkinan kecurigaan, kekhawatiran dan protes masyarakat yang belum mengetahui rencana kegiatan pembangunan Wisma Atlet ini.

b. Tapak dan perijinan Untuk memastikan batas-batas petak lokasi pembangunan Wisma Atlet maka

persiapan kegiatan pembangunan konstruksi Wisma Atlet diawali dengan kegiatan Wisma Atlet tapak dan perijinan. Wisma Atlet tapak dan perijinan dimaksudkan untuk menentukan lokasi proyek pembangunan Wisma Atlet dan melakukan pelengkapan perijinan yang berlaku di Kabupaten Banyuwangi yang disyaratkan dalam setiap proses kegiatan dalam proyek pembangunan Wisma Atlet. Dampak potensial yang diprakirakan timbul adalah adanya persepsi positif maupun keresahan masyarakat.

c. Penyampaian informasi/ Sosialisasi Kegiatan sosialisasi dengan masyarakat sekitar, merupakan kegiatan informasi

awal bahwa akan dilakukan kegiatan pembangunan Wisma Atlet , yang bertujuan untuk mendapatkan masukan yang berupa saran pendapat dan tanggapan masyarakat secara langsung terhadap rencana proyek, masukan dan tanggapan tersebut akan dijadikan sebagai bahan kajian dan telaahan dalam penyusunan UKL-UPL. Dari kegiatan publikasi rencana kegiatan tersebut juga akan diketahui semua aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan proyek. Kegiatan sosialisasi pada masyarakat yang dilakukan untuk memberikan informasi awal tentang rencana proyek, kemungkinan akan memberikan dampak adanya persepsi positif dari masyarakat, keresahan masyarakat terutama dari masyarakat yang menempati hunian terdekat dengan rencana Pembangunan Wisma Atlet. Keresahan tersebut dapat berlanjut pada adanya gangguan kamtibmas.

6.2.2. Tahap Konstruksi

a. Mobilisasi tenaga kerja Tenaga kerja yang akan terserap selama tahap konstruksi cukup besar

jumlahnya, dimana pekerja tersebut terdiri dari tenaga kerja terdidik, tenaga terampil serta tenaga kerja kasar. Dampak potensial yang diprakirakan akan jumlahnya, dimana pekerja tersebut terdiri dari tenaga kerja terdidik, tenaga terampil serta tenaga kerja kasar. Dampak potensial yang diprakirakan akan

a. Mobilisasi material dan alat berat Kegiatan ini meliputi pengangkutan material untuk keperluan konstruksi dan pengangkutan material sisa yang dihasilkan dari kegiatan pembersihan lahan. Material diangkut dari lokasi pengambilan bahan menuju lokasi pembangunan menggunakan dump truck. Material yang dipergunakan antara lain pasir, sirtu, batukali, besi, bata merah dan PC. Dampak potensial yang diprakirakan akan timbul adalah penurunan kualitas udara, gangguan kesehatan, peningkatan kebisingan, dan penigkatan volume lalu lintas.

b. Pembangunan dan Pengoperasian Base Camp Base camp secara khusus merupakan pusat kegiatan manajemen proyek, penyimpanan material, peralatan serta tempat tinggal tenaga kerja. Pengoperasian base camp adalah aktivitas sehari-hari tenaga kerja. Dampak potensial yang diprakirakan akan timbul adalah peningkatan volume air limbah, peningkatan volume sampah, dan gangguan kamtibmas.

c. Pematokan dan pemagaran Kegiatan pematokan dan pemagaran dilakukan untuk memperjelas lokasi proyek dan untuk mengurangi dispersi debu dan kebisingan ke lingkungan sekitar. Kegiatan ini diprakirakan berpotensi menimbulkan dampak persepsi positif pada masyarakat.

d. Penyiapan Lahan Termasuk dalam kegiatan penyiapan lahan adalah pembersihan, cut and fill dan perataan lahan yang sebelumnya adalah lahan persawahan sehingga diperlukan perataan dan pemadatan yang cukup. Dalam kegiatan penyiapan lahan akan menggunakan beberapa alat berat seperti buldozer, maupun excavator dan dump truk untuk mengangkut sisa hasil pembersihan lahan. Kegiatan penyiapan lahan diprakirakan dapat menimbulkan dampak terjadinya penurunan kualitas udara dengan adanya peningkatan kadar debu, gangguan kesehatan, peningkatan kebisingan, berkurangnya keanekaragaman flora, peningkatan limpasan air permukaan, dan peningkatan volume sampah.

e. Pembangunan Konstruksi Wisma Atlet dan Fasilitas Penunjang Pembangunan konstruksi Wisma Atlet terdiri dari rangka bangunan dengan struktur konstruksi beton bertulang. Dampak potensial yang diprakirakan akan timbul adalah penurunan kualitas udara, gangguan kesehatan, peningkatan kebisingan, dan peningkatan potensi kecelakaan kerja.

f. Penataan Landscape Pada saat hampir terselesainya proyek pembangunan Wisma Atlet, maka kawasan terbuka (RTH) ditanami dengan tanaman penghijauan dan berkonsep ekologi serta estetika. Dampak potensial yang diprakirakan akan timbul dari kegiatan penghijauan adalah peningkatan bertambahnya keanekaragaman flora dan fauna, peningkatan kualitas udara, dan peningkatan peresapan air ke dalam tanah.

g. Demobilisasi alat berat Setelah kegiatan pembangunan Wisma Atlet selesai maka akan dilakukan demobilisasi peralatan ke tempat asal peralatan tersebut melalui jalan Desa, maupun jalan Kabupaten di wilayah Kecamatan dan sekitarnya. Kegiatan demobilisasi alat-alat berat karena sifatnya bertahap maka dapat menimbulkan dampak adanya penurunan kualitas udara, gangguan kesehatan, peningkatan kebisingan, dan peningkatan volume lalu-lintas.

h. Demobilisasi sisa material Kegiatan demobilisasi sisa material dilakukan setelah pembangunan Wisma Atlet selesai. Kegiatan ini bertujuan mengangkut material-material sisa konstruksi yang sudah tidak diperlukan lagi. Kegiatan demobilisasi sisa material diprakirakan menimbulkan dampak penurunan kualitas udara, gangguan kesehatan, peningkatan kebisingan, dan peningkatan volume lalu-lintas.

i. Demobilisasi tenaga kerja Setelah kegiatan pada tahap konstruksi Wisma Atlet dan infrastruktur lingkungannya selesai maka akan dilakukan demobilisasi tenaga kerjaKegiatan demobilisasi tenaga kerja yang terjadi pada tahap konstruksi dapat menimbulkan dampak hilangnya kesempatan kerja dan penurunan pendapatan bagi pekerja yang telah habis masa kontraknya sesuai jadwal pekerjaan yang telah ditentukan.

6.2.3. Tahap Operasional

Operasional Wisma Atlet merupakan tahapan yang paling berpotensi menimbulkan dampak khususnya bagi masyarakat di sekitar lokasi. Adapun kegiatan-kegiatannya meliputi:

a. Operasional Wisma Atlet Kegiatan operasional Wisma Atlet merupakan kegiatan pelayanan transportasi pada masyarakat yang berpotensi menimbulkan dampak kepada adanya peningkatan kesempatan kerja, kecemburuan sosial, gangguan kamtibmas, peningkatan peluang usaha, peningkatan pendapatan, peningkatan volume lalu-lintas, penurunan kualitas udara, a. Operasional Wisma Atlet Kegiatan operasional Wisma Atlet merupakan kegiatan pelayanan transportasi pada masyarakat yang berpotensi menimbulkan dampak kepada adanya peningkatan kesempatan kerja, kecemburuan sosial, gangguan kamtibmas, peningkatan peluang usaha, peningkatan pendapatan, peningkatan volume lalu-lintas, penurunan kualitas udara,

b. Pemeliharaan Lingkungan Selama masa operasional maka pemeliharaan lingkungan Wisma Atlet harus mendapat perhatian secara terus menerus. Pemeliharaan gedung Wisma Atlet yang dilakukan, antara lain meliputi kegiatan perbaikan atau pemeliharaan bangunan gedung serta fasilitas penunjangnya termasuk perbaikan utilitas baik di dalam maupun di luar gedung. Diprakirakan bahwa kegiatan pemeliharaan Wisma Atlet akan memberikan dampak positip adanya peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan kesehatan masyarakat.

Tabel 16 Matrik identifikasi Dampak Potensial

Komponenen Lingkungan

Tahap

Konstruksi Operasi I.FISIK KIMIA A.Kualitas Udara dan Kebisingan

Pra Kostruksi

Kualitas Udara Kebisingan Potensi Kebakaran

B.Hidrologi

Kualitas air permukaan Kuantitas air

permukaan/limpasan Potensi Limbah cair

C. Ruang Lahan dan tanah

Tata guna lahan/fungsi lahan Tata ruang Keretakan bangunan

D. Transportasi

Peningkatan volume lalin

E. Infeksi Nosokomial

F. Volume Sampah

Sampah domestik

II. BIOLOGI

Komunitas flora dan fauna

III. SOSEKBUD

A. Sosial Ekonomi

Pendapatan Kesempatan kerja Kecemburuan sosial Peluang Usaha

Komponenen Lingkungan

Tahap

Pra Kostruksi

Konstruksi Operasi

B. Sosial Budaya

Keresahan masyarakat Kambtibmas Persepsi masyarakat

IV. KESEHATAN MASY.

Kesehatan masyarakat K3

V. KESEHATAN LINGK.

6.3. Arahan Pengelolaan Lingkungan

Dalam merumuskan rencana pengelolaan lingkungan, pertimbangan utama adalah pengendalian sumber penyebab dampak agar dampak yang masuk ke dalam lingkungan dapat dicegah atau dikurangi. Tindakan pencegahan dan atau mengurangi dampak tersebut dapat dilakukan melalui aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sikap manusia yang terlibat dalam aktivitas rencana kegiatan. Untuk dampak sosial-ekonomi-budaya, tindakan pencegahan dapat dilakukan melalui pendekatan yang intensif kepada instansi yang terkait dan masyarakat yang terkena dampak sedini mungkin, selanjutnya rencana pengelolaan lingkungan dirumuskan untuk mengendalikan dampak yang masuk ke dalam lingkungan. Selain itu pertimbangan ekonomi selalu diperhatikan agar perhitungan biaya/manfaat ekonomi masih tetap menguntungkan, dengan kata lain penanganan dampak masih layak secara ekonomi. Beberapa pendekatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan pada setiap tahap kegiatan adalah sebagai berikut :

6.3.1. Pendekatan Teknologi

Pendekatan teknologi merupakan pendekatan dengan memanfaatkan teknologi yang ada dalam melakukan pencegahan, pengendalian dan penanggulangan dampak. Pendekatan teknologi pada prinsipnya memusatkan perhatian pada alternatif cara-cara teknologi apa saja yang tepat dan dapat digunakan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam menangani dampak lingkungan yang ditimbulkan. Teknologi yang dipergunakan tentunya harus disesuaikan dengan dampak yang diperkirakan akan timbul, antara lain sebagai berikut :

 Pada Tahap Pra konstruksi Pada tahap pra konstruksi rencana kegiatan Pembangunan Wisma Atlet tidak ada pengelolaan dengan pendekatan teknologi, dikarenakan memang belum melangkah kepada bangunan fisik gedung dan hanya menyangkut rencana desain yang perlu diketahui oleh masyarakat.

 Pada Tahap Konstruksi

Pada tahap konstruksi rencana kegiatan Pembangunan Wisma Atlet terdapat kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan, diantaranya kegiatan mobilisasi material dan alat berat, pembangunan dan pengoperasian base camp, penyiapan lahan, pembangunan pondasi dan lantai kerja, pembangunan konstruksi Wisma Atlet dan fasilitas penunjang, pembangunan jalan dan saluran drainase, penataan landscape, demobilisasi alat berat, dan demobilisasi material. Dari contoh kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting tersebut terdapat beberapa pendekatan teknologi dalam pengelolaan dampak yaitu :

a. Untuk mengelola dampak terjadinya penurunan udara dan kebisingan saat mobilisasi alat dan material, dilakukan pengaturan lalu-lintas, pengaturan waktu (menghindari jam sibuk jalan sekitar), dan pengoperasian kendaraan proyek serta pengiriman material proyek sehingga tidak menimbulkan keresahan atau konflik dengan masyarakat.

b. Melengkapi kendaraan truk pengangkut dengan penutup agar material tidak tercecer terutama untuk material yang mudah terdispersi ke udara, saat kegiatan mobilisasi alat dan material

c. Penentuan letak penimbunan material yang akan digunakan untuk keperluan proyek yang aman dari gangguan keamanan

d. Pemilihan alat berat yang memenuhi syarat secara teknis operasional dan menghasilkan emisi gas buang sekecil mungkin mobilisasi peralalatan dan material

e. Pembersihan jalan yang kotor oleh ceceran tanah pada radius kurang lebih sampai 500 meter saat mobilisasi peralalatan dan material

f. Pemasangan rambu-rambu atau warning light yang dapat menunjukkan posisi pelaksanaan proyek sehingga tidak mengganggu masyarakat sekitar proyek saat melakukan mobilisisasi alat dan bahan berlangsung

g. Melakukan pembasahan atau penyiraman pada areal proyek yang rawan debu terutama saat kegiatan pembersihan lahan dan pembangunan konstruksi Wisma Atlet berlangsung

h. Melakukan revegetasi segera berdasar peraturan yang ada di Kabupaten Banyuwangi terkait masalah penanaman pohon (RTH)

i. Pemasangan Pagar Keliling sementara (seng) saat konstruksi Wisma Atlet berlangsung j. Pendataan kondisi bangunan sekitar sebelum dan sesudah masa konstruksi k. Menyiapkan tempat pembuangan sampah dan penyediaan air bersih yang memadai bagi pekerja i. Pemasangan Pagar Keliling sementara (seng) saat konstruksi Wisma Atlet berlangsung j. Pendataan kondisi bangunan sekitar sebelum dan sesudah masa konstruksi k. Menyiapkan tempat pembuangan sampah dan penyediaan air bersih yang memadai bagi pekerja

m. Penyediaan lahan sementara dengan jumlah terbatas di dalam area proyek untuk menampung adanya peluang warung makan bagi pekerja proyek

 Tahap Operasional

A. Untuk mengelola dampak terjadinya banjir dilakukan dengan mengkaji kelayakan kapasitas saluran baik di dalam lokasi proyek maupun saluran di sekitar proyek termasuk daya tampung gorong-gorong dan debit limpasan air permukaan baik akibat tertutupnya lahan oleh bangunan dan melakukan kajian sistem drainase. Perlu dilakukan pula pertimbangan pembangunan saluran dengan saluran irigasi yang sudah ada saat ini.

B. Pengelolaan sampah Wisma Atlet yang tepat dan benar sesuai dengan Pedoman Sanitasi Wisma Atlet yang ada.

C. Untuk membuang dan mengelola air limbah harus dilakukan dengan pembangunan infrastruktur kamar mandi dan WC yang memenuhi syarat kesehatan dilakukan dengan pembuatan IPAL sesuai dengan sifat dan karakteristik limbah Wisma Atlet.

D. Untuk mengelola kemacetan lalu-lintas atau peningkatan kinerja jalan diupayakan dengan melakukan pemasangan rambu lalu-lintas secara jelas, dan pengaturan lalu lintas, pengelolaan parkir internal Wisma Atlet, pemberian rambu eksternal dan internal Wisma Atlet

E. Pemeliharaan sarana sanitasi gedung Wisma Atlet yang memadai (air bersih, air limbah, sampah)

F. Penyediaan alat-alat pemadam kebakaran di dalam dan di luar gedung sesuai rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

6.3.2. Pendekatan Sosial-Ekonomi-Budaya

Pendekatan sosial ekonomi merupakan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam upaya mencegah, menanggulangi dan menangani dampak besar dan penting yang terjadi terhadap lingkungan terutama lingkungan sosial –ekonomi–budaya melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada interaksi sosial dan bantuan peran serta pemerintah. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya gesekan antara masyarakat sekitar proyek dan pemrakarsa proyek tersebut secara prinsip dapat berupa:

 Tahap Pra Konstruksi Pada rencana kegiatan Pembangunan Wisma Atlet di tahap pra konstruksi,

yaitu survey dan investigasi awal memberikan dampak adanya persepsi negatip dan keresahan masyarakat. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan : yaitu survey dan investigasi awal memberikan dampak adanya persepsi negatip dan keresahan masyarakat. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan :

b. Melakukan dialog dengan masyarakat berkaitan dengan adanya gagasan, masukan dan aspirasi masyarakat yang penting terhadap rencana proyek sehingga gesekan dan konflik dengan masyarakat sekitar proyek dapat dihindari.

c. Melakukan pertemuan (dialog) dengan warga dalam rangka mencari solusi pemecahan masalah berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan fisik proyek;

d. Melakukan kegiatan pengamanan lingkungan secara bersama-sama antara pemrakarsa dan masyarakat sekitar proyek

e. Melakukan keterbukaan pemrakarsa untuk meningkatkan community development kepada masyarakat sekitar proyek terutama pada saat proyek telah berjalan

f. Melakukan kesepakatan untuk meredam adanya kekhawatiran warga terhadap adanya gangguan –gangguan yang mungkin seperti gangguan kebisingan yang lebih tinggi, kerusakan bangunan/ retak akibat pemancangan, banjir maupun masalah sosial lainnya seperti masalah tenaga kerja

 Tahap Konstruksi Pada tahap konstruksi terdapat beberapa kegiatan yang menimbulkan

dampak penting yaitu mobilisasi tenaga kerja, pembangunan dan pengoperasian base camp, dan kegiatan pembangunan konstruksi pondasi dan lantai kerja, kegiatan pembangunan konstruksi Wisma Atlet dan fasilitas penunjang, dan demobilisasi tenaga kerja. Pendekatan sosial yang dilakukan adalah:

a. Memberikan prioritas penerimaan tenaga kerja sesuai dengan jumlah kebutuhan dan jenis keahliannya.

b. Keterbukaan pemrakarsa dalam rekruitmen tenaga kerja dengan mekanisme pengaturan melalui kantor Kelurahan.

c. Tenaga kerja pendatang wajib lapor RT dan RW setempat.

d. Adanya gangguan kesehatan masyarakat baik pekerja maupun penduduk sekitar proyek dapat dilakukan dengan keringanan biaya pengobatan kesehatan selama tahap konstruksi/ pelaksanaan proyek dan penggantian (kompensasi) apabila terdapat kerusakan pada rumah/tempat tinggal masyarakat sekitar proyek.

e. Penyimpanan peralatan dan material proyek dengan aman sehingga terhindar dari pencurian, dengan pengoperasian petugas keamanan 24 jam, sehingga keresahan masyarakat dapat dikurangi.

f. Pemakaian base camp seminimal mungkin untuk tempat tinggal sementara tenaga proyek untuk mengurangi permasalahan sosial dengan masyarakat sekitar.

g. Pemberian informasi secara terus menerus dan rutin kepada masyarakat sekitar menjelang tahap konstruksi sampai konstruksi berakhir sehingga masyarakat mengetahui tahapan kegiatan proyek.

h. Bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena sawah yang dikelola telah berubah peruntukan maka dilakukan dengan memberikan prioritas pekerjaan yang dapat terserap oleh masyarakat tersebut.

 Tahap Operasional Pada tahap operasional, pengoperasian Wisma Atlet dapat menimbulkan

dampak pada komponen lingkungan sosial ekonomi budaya. Upaya yang dilakukan :

a. Meningkatkan community development atau wujud lain seperti kompensasi lain seperti alokasi dana pembangunan di wilayah Kecamatan yang dapat dipertimbangkan untuk ditingkatkan anggarannya dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

b. Mengoperasikan Wisma Atlet secara keseluruhan secara benar dan memenuhi syarat-syarat teknis dan kesehatan yang berlaku sehingga tidak membuat keresahan masyarakat.

c. Membuka Pusat Pengaduan atau Pos Pengaduan dari Pemrakarsa maupun dari masyarakat guna menjalin komunikasi dengan warga dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan Wisma Atlet secara konsisten.

6.3.3. Pendekatan Institusional

Pendekatan institusional adalah pendekatan yang dilakukan melalui mekanisme kerjasama antara kelembagaan baik kelembagaan pemerintah maupun swasta yang akan ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Pendekatan institusional dilakukan untuk mendapatkan pengelolaan lingkungan yang lebih efektif dan efisien. Bentuk pendekatan institusional ini antara lain berupa :

a. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pemrakarsa proyek oleh instansi yang berwenang seperti Badan Lingkungan Hidup.

b. Pembentukan institusi/ wadah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan yang didalamnya duduk wakil-wakil dari pemrakarsa, kelurahan dan masyarakat, terutama pada saat survey, sosialisasi dengan melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan pada masyarakat.

c. Pemrakarsa harus selalu berkoordinasi dengan institusi terkait baik di tingkat Kabupaten, Kecamatan bahkan Kelurahan, RT maupun RW setempat.

d. Melakukan koordinasi dengan Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, serta instansi lain yang terkait seperti Satpol PP dan lain-lain.

e. Pemrakarsa menjamin akan melaksanakan peraturan-peraturan dalam bidang lingkungan hidup baik berupa Undang-undang hingga Perda dan SK Bupati Kabupaten Banyuwangi.

Secara umum berdasarkan penilaian aspek sosial ekonomi, budaya dan lingkungan; pembangunan Wisma Atlet layak untuk dilanjutkan. Adapun faktor yang mendukung kelayakan secara sosial ekonomi, budaya dan lingkungan antara lain sebagai berikut:

a. Rencana lokasi secara eksisting merupakan Gelangang Olahraga, sehingga diharapkan masyarakat mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap rencana pembangunan Wisma Atlet.

b. Pembangunan Wisma Atlet akan meningkatkan aktifitas ekonomi dan diharapkan masyarakat sekitar dapat menikmati dampak ekonomi ini

c. Secara sosial budaya, area yang akan terdampak pembangunan Wisma Atlet sejak dahulu merupakan area yang sarat aktifitas olahraga sehingga diharapkan gegar budaya akibat pembangunan Wisma Atlet dapat diminimalisir.

BAB 7 ANALISIS KELAYAKAN KEUANGAN

Berdasarkan perhitungan jumlah kamar, nilai investasi yang ditanamkan adalah Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah), dengan asumsi biaya investasi untuk hotel standar bintang 2 adalah sekitar Rp. 275.000.000 – Rp. 300.000.000 per room bay (Kamar). Investasi dilakukan dalam 2 tahun dengan masing masing sebesar Rp. 15.000.000.000,00. Berdasarkan uraian kajian kelayakan keuangan di atas maka total investasi akan dibandingkan dengan arus kas yang dihasilkan dari setiap periode proyek.

7.1. Asumsi-asumsi

1. Asumsi Umum

a. Asumsi pajak yang digunakan sepanjang periode penilaian adalah sebesar 25%, sesuai dengan UU Perpajakan No. 36/2008;

b. Asumsi jumlah hari kerja dalam 1 (satu) tahun adalah 365 hari;

c. Asumsi Pajak Pertambahan Nilai adalah sebesar 10,00%

d. Asumsi Pajak Daerah (Pajak Hotel dan Restoran) adalah sebesar 10 persen

2. Asumsi Penjualan Kamar dan Lain-lain

Asumsi penjualan kamar dan lain-lain didasarkan pada jumlah dan harga kamar tersedia yang di kalkulasi dengan jumlah hari dalam setahun sehingga didaptkan Room Nights Available yang kemudian di kalkulasi dengan occupancy rate yang menghasilkan Room Nights Sold. Total Penjualan adalah Room Nights Sold di kalkulasi dengan harga kamar per-room. Penggunaan oleh atlet dihitung sebagai penjualan.

2021 2022 2023 Room Nights Sold

Rate Room Nights Available

Revenue Room

3. Asumsi Weighted Average Cost of Capital (WACC)

WACC dihitung berdasarkan data yang diperoleh di pasar. Berikut adalah asumsi yang digunakan untuk mengestimasi tingkat diskonto yang akan digunakan dalam Studi Kelayakan ini:

 Cost of Debt (Tingkat bunga Utang)

Tingkat suku bunga pinjaman yang digunakan adalah 10,08% berdasarkan tingkat suku bunga pinjaman dalam mata uang Rupiah pada Bank Persero per Desember 2012 (sumber:www.bi.go.id);

 Cost of Equity (Biaya ekuitas) Tingkat biaya ekuitas (cost of equity) untuk Perseroan diperoleh dengan mempertimbangkan faktorfaktor sebagai berikut:

 Risk - free rate (tingkat suku bunga bebas Risiko) Sebagai Risk Free Rate digunakan yield SUN 10 tahun per Desember 2012 yaitu sebesar 5,3907% (sumber: Kontan E-Paper edisi 1 Oktober 2012) yang disesuaikan dengan tingkat default spread Indonesia (Ba1) yaitu sebesar 2,4% (sumber: Damodaran, Country Default Spreads and Risk Premiums) untuk mendapatkan sehingga tingkat Risk Free Rate efektif yang digunakan yaitu sebesar 2,99%;

 Relevered Beta Relevered beta yang digunakan adalah beta dari rata-rata beberapa Industri perhotelan di Asia yaitu sebesar 0,83;

 Equity Risk Premium Berdasarkan data yang kami peroleh, equity risk premium untuk Indonesia adalah 9,38% yang disesuaikan dengan premium per Januari 2012 (sumber: Damodaran).

Berdasarkan asumsi tersebut, berikut ini merupakan rincian perhitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang akan digunakan sebagai tingkat diskonto yaitu:

Tabel 17 Weighted Average Cost of Capital Analysis (WACC)

WACC Calculation Capital Structure Debt-to-Total Capitalization

15,5% Equity-to-Total Capitalization

84,5% Cost of Debt

10,08% Cost of Debt Tax Rate

25,0% After-tax Cost of Debt

7,6% Cost of Equity

2,99% Risk-free Rate

9,38% Levered Beta

0,83 Cost of Equity

10,8% Specific Risk

2,0% WACC

12,29% Berdasar pada hasil analisis atas risiko-risiko industri perhotelan, telah dipertimbangkan

bahwa tanah serta proyek hotel yang menjadi objek dari analisa kelayakan masih berada dalam tahap pembangunan dimana terdapat risiko realisasi atas proyek hotel. Melihat dari sudut pandang konsumsi dan pemasaran perhotelan, tingkat hunian (occupancy rate) di wilayah Kabupaten tidak dapat diukur secara pasti karena sedikitnya hotel yang memiliki kualitas setara dengan proyek Wisma Atlet dimana direncanakan akan memiliki bahwa tanah serta proyek hotel yang menjadi objek dari analisa kelayakan masih berada dalam tahap pembangunan dimana terdapat risiko realisasi atas proyek hotel. Melihat dari sudut pandang konsumsi dan pemasaran perhotelan, tingkat hunian (occupancy rate) di wilayah Kabupaten tidak dapat diukur secara pasti karena sedikitnya hotel yang memiliki kualitas setara dengan proyek Wisma Atlet dimana direncanakan akan memiliki

7.2. Perhitungan Cash flow Wisma Atlet tahun 201 3-2022

Berikut hasil perhitungan Cash Flow Wisma Atlet Tahun 2013-2022:

Tabel 18 Perhitungan Cash Flow Wisma Atlet

Biaya Departemental

Biaya Operasi

Laba Kotor Operasional

Biaya hunian dan Insentif

Laba Sebelum Pajak

Laba Bersih

Residual Value

Total FCFF After Residual

Value Discount Rate

Discount Period

Discount Factor

PV of FCFF

Biaya Departemental

Biaya Operasi

Laba Kotor Operasional

Biaya hunian dan Insentif

Laba Sebelum Pajak

Laba Bersih

Residual Value Total FCFF After Residual

Value Discount Rate

Discount Period

Discount Factor

PV of FCFF

Dari hasil perhitungan pada tabel 17 maka diperoleh hasil sebagai berikut: Periode Proyeksi 2013 - 2022

Discount Rate 12,29% Net Present Value

5.349.967.768 Internal Rate of Return

17,83% Benefit Cost Ratio

1,178 Payback Period

Memperhatikan hasil perhitungan tersebut maka proyek ini secara finansial layak dibangun.

Keterangan Periode Proyeksi 2013 - 2022

Ringkasan Kelayakan Finansial

Kelayakan

Discount Rate

Net Present Value

NPV bernilai Positif Internal Rate of Return

IRR lebih tinggi dari Discount Rate

Benefit Cost Ratio

BCR lebih dari 1 Payback Period

(dalam tahun)

7.3. Pentahapan pembangunan

Pembangunan Wisma Atlet dengan pembiayaan yang mencapai Rp. 30 Milyar diharapkan dapat dipenuhi dengan sharing dengan pihak ketiga dengan pola kerjasama yang sesuai dengan peraturan. Namun demikian perlu adanya skenario apabila proyek ini dibiyai sepenuhnya dengan APBD. Biaya pembangunan sebesar Rp. 30 Milyar tentu akan sangat membebani APBD apabila dilakukan seketika. Untuk itu perlu pentahapan agar pembangunan Wisma Atlet dapat berjalan optimal. Untuk tahap awal agar dapat beroperasi setidaknya yang perlu dibangun adalah sarana penunjang seluas 2600 m2 dan Ruang hunian sebanyak 50 Room (Half capacity).

Adapun kebutuhan pembiayaan untuk Half Capacity ini adalah sebagai berikut: Luas sarana pendukung adalah 2.600m2

= 2600 m 2 Luas Ruang (50 x 24 m2)

= 1.200 m 2 Sirkulasi 20%

= 760 m 2 Luas total ruang adalah

= 4.560 m

Asumsi harga satuan per meter persegi = Rp. 4.500.000,00 Kebutuhan investasi

= Rp. 18.240.000.000,00

Dengan pembangunan Wisma Atlet dengan skenario Half Capacity maka biaya yang dibutuhkan adalah Rp. 18.240.000.000,00. Pada skenario ini bangunan Wisma Atlet telah siap untuk peningkatan dan penambahan ruang dimasa datang. Berdasarkan perhitungan keuangan pada tabel 19 maka kelayakan keuangan dengan skenario Half Capacity adalah sebagai berikut:

Keterangan Periode Proyeksi 2013 - 2022

Ringkasan Kelayakan Finansial Kelayakan

Discount Rate

12,29%

Net Present Value

NPV bernilai Positif Internal Rate of Return

IRR lebih tinggi dari

12,59%

Discount Rate Benefit Cost Ratio

BCR lebih dari 1 Payback Period

(dalam tahun)

Berdasarkan data tersebut pembangunan Wisma Atlet dengan kapasitas separuh masih layak secara ekonomi.

Tabel 19 Perhitungan Cash Flow Wisma Atlet Half Capacity

Biaya Departemental

Biaya Operasi

Laba Kotor Operasional

Biaya hunian dan Insentif

Laba Sebelum Pajak

Laba Bersih

Residual Value

Total FCFF After Residual

Value Discount Rate

Discount Period

Discount Factor

PV of FCFF

Biaya Departemental

Biaya Operasi

Laba Kotor Operasional

Biaya hunian dan Insentif

Laba Sebelum Pajak

Laba Bersih

CAPEX FCFF

Residual Value Total FCFF After Residual

Value Discount Rate

Discount Period

Discount Factor

PV of FCFF

BAB 8 ANALISIS KELAYAKAN MODEL MANAJEMEN

8.1. Ketersediaan dan Kualitas Sumber Daya

Perencanaan dan ketersediaan sumber daya manusia hotel mengacu pada elemen-elemen sebagai berikut :

1. Elemen pertama disebut dengan provider (PR), ialah orang - orang yang menyediakan pelayanan (pada bagian dapat diambil contoh Roomboy/maid, Houseman, Supervisor dan sebagainya) yang mana mereka mempunyai hubungan dengan para tamu baik secara langsung maupun tidak langsung. Situasi kerja mereka dipengaruhi oleh sistem, prosedur atau instruksi kerja yang sudah ditetapkan oleh perusahaan dan oleh perilaku, sikap dan norma- norma yang melekat pada diri masing -masing serta situasi lingkungan. Pada elemen pertama (PR) mempunyai 3 unsur yang merupakan satu kesatuan dalam Hospitality Industry adalah:

A. Produk (product) adalah produk yang dihasilkan oleh bagian hotel, seperti kebersihan, kerapihan, kelengkapan, kenyaman dan keamanan kamar - kamar tamu;

B. Perilaku dan sikap (behaviour) adalah perilaku dan sikap dari pemberi pelayanan yang mempunyai tanggung jawab untuk mendistribusikan produk kepada para tamu;

C. Suasana lingkungan (environment) tempat bekerja.

2. Elemen kedua, adalah yang disebut dengan receiver (RE), ialah orang atau orang - orang yang menerima pelayanan, dan dalam kaitan ini adalah para tamu hotel dengan berbagai pengalaman , ide dan kultur yang berbeda - beda.

3. Elemen ketiga, disebut dengan transfer (TR), adalah suatu keadaan yang tercipta oleh interaksi antara kedua elemen sebelumnya.

Tenaga kerja yang akan digunakan diharapkan memiliki latar belakang sekolah dan pendidikan maupun pengalaman kerja di bidang perhotelan. Berikut merupakan perencanaan jumlah dan komposisi pegawai hotel:

Tabel 20 Jumlah dan Komposisi Pegawai Hotel

1. Administrations and General : Hotel Manager

1 orang Manajer General Affair

1 orang JM

Administrations Officer

1 orang Supervisor

2. Finance : Chief Accountant

1 orang JM

General Cashier

1 orang Supervisor

Level A/R - Income

Posisi

Jumlah

1 orang Supervisor

3. Sales & Marketing : Sales Executive

2orang JM

4. Front Office : Front Desk Supervisor

1 orang Supervisor Front Desk Agent

4 orang Rank & File Supervisor Night Clerk

1 orang

5. Rooms/Guest Service : HKC/GS Supervisor

1 orang Supervisor Rooms Attendence/Guest Service

7 orang Rank & File Public Area Attendence

4 orang Rank & File

6. Security : Security Guard

6 orang Rank & File Jumlah

32 orang

8.2. Model Pengelolaan

Pembangunan Wisma Atlet tidak dapat dilepaskan dari komplek sarana olahraga yang ada di sekitarnya. Pembangunan Wisma Atlet yang menelan biaya yang tidak sedikit dan biaya proyek ini tentunya tidak dapat ditanggung sendiri oleh pemerintah Kabupaten. Proyek ini memerlukan bantuan lain baik dari pihak swasta atau pemerintah pusat serta masyarakat diharapkan dapat mengurangi beban biaya dana rencana pembangunan. Oleh karena itu, pihak pemerintah Kabupaten bisa melibatkan pihak swasta. Agar lebih menarik akan lebih baik pembangunan Wisma Atlet disatukan dalam infrastruktur komplek sarana olah raga terpadu. Sebelum melakukan kerja sama dengan pihak swasta sebagai investor dalam pengembangan sarana infrastruktur komplek Gelanggang Olahraga ini, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa aspek keuntungan dan kerugiannya.

Pertama, bangunan yang bersifat public service (non profitable), yaitu pembangunan infrastruktur yang bertugas mengembang tugas pelayanan masyarakat dalam hal ini hidang keolahragaan cukup tinggi, dimana kemungkinan mendatangkan keuntungan secara finansial sangat rendah, dilaksanakan dengan pendanaan pemerintah sepenuhnya, meliputi stadion utama dan stadion atletik. Peran pemerintah sangat dominan, baik dalam pengendalian dan pengawasan, sedang dalam hal konstruksi dan pengelolaannya dapat diserahkan ke pihak swasta melalui kerjasama dengan resiko investasinya cukup rendah bagi pihak swasta, bentuk kerjasama dengan mitra swasta dalam pembangunan infrastruktur yang sesuai adalah turn-key delivery, sedang dalam pengelolaannya dapat dilaksanakan oleh badan pengelola atau melaui kerjasama pengelolaan dengan mitra swasta melalui manajemen kontrak.

Kedua, yaitu bangunan yang bersifat semi publik (semi profit), dilaksanakan dengan pendanaan dari swasta. Pada bangunan semi profit masih dimungkinkan adanya keuntungan finansial serta mampu membiayai keperluan operasional dan pemelihranaan fasilitas infrastruktur yang meliputi: indoor stadium, aquatic center, tennis court. Kerjasama dengan swasta adalah melalui BOT (build operate transfer) untuk pembangunan dan pengelolaan, serta KSO (kerjasama operasional) untuk pengelolaan.

Ketiga, yaitu bangunan yang bersifat komersil (profit), dilaksanakan dengan pendanaan dominan dari swasta. Dalam pembangunan ini dituntut untuk menghasilkan profit yang tinggi sehinggan pemerintah tidak perlu menganggarkan dana subsidi APBD, meliputi wisma atlet. Peran pemerintah sangat minim, baik itu dalam hal perencanaan, pembangunan, pendanaan, pengawasan, pengelolaan, dan pemeliharaan. Bentuk kerjasama dengan mitra swasta yang sesuai adalah dengan concession agreement.

Dari beberapa aspek keuntungan dan kerugian tersebut, pemerintah dapat mempertimbangkan bentuk kerja sama dengan pihak swasta yang nantinya akan dilakukan dalam pengembangan komplek Wisma Atlet dan komplek Gelanggang Olahraga ini. Pemerintah bisa menggunakan bentuk kerjasama seperti: Service Contract-Public Owner, Management Contract (Operating-Maintenance), Leasing Contract-Public Owner, Build-Operate-Transfer (BOT), maupun Concession Agreement-Public Owner.

Untuk pengelolaan hotel saat ini telah ada konsep kemitraan dengan jaringan hotel. Pada model kemitraan ini setelah lahan dan lokasi tersedia, mitra (dalam hal ini pemerintah kabupaten) menyiapkan dana pembangunan hotel, sekaligus isinya. Dana paket awal termasuk perizinan pembangunan hotel dari pemerintah setempat, biaya teknisi, biaya konsultasi, dan biaya persiapan (preopening). Pengelola dan mitra kemudia menetapkan sistem bagi hasil. Total pendapatan yang diperoleh hotel akan dimasukkan pada rekening mitra. Tapi, mitra harus membayar biaya operasional hotel, 50 persen sampai 60 persen dari total pendapatan.

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

9.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan kriteria yang dispesifikan dalam analisa lokasi termasuk kesesuaian dengan tata ruang, lokasi B dan Lokasi C mempunyai nillai yang hampir sama yaitu nilai lokasi B adalah 13,444 sedangkan nilai Lokasi C adalah sebesar 13,556. Letak dan kondisi lokasi yang cenderung berdekatan memungkinkan pembangunan Wisma Atlet dilakukan baik pada Lokasi B maupun Lokasi C.

2. Kebutuhan investasi untuk pembangunan Wisma Atlet adalah sebesar Rp. 30.000.000.000 (tiga puluh milyar rupiah) dengan kapasitas ruang kamar sebanyak 100 kamar dan luas bangunan 6.401,4m2. Mengingat tingginya biaya investasi pembangunan dapat dilakukan bertahap dengan skenario Half Capacity untuk 50 kamar dengan luas bangunan 4.560 m2 dengan investasi sebesar Rp. 18.240.000.000,00 (delapan belas milyar dua ratus empat puluh juta rupiah) .

3. Berdasarkan analisa sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, Wisma Atlet layak untuk dilanjutkan dengan tetap memperhatikan pengelolaaan dampak yang mungkin terjadi.

4. Berdasarkan analisa kelayakan finansial; pembangunan Wisma Atlet layak secara finansial dengan hasil perhitungan sebagai berikut:

Ringkasan Kelayakan Finansial Periode Proyeksi

Half capacity Indikator layak 2013 - 2022

Full capacity

100 Kamar

50 Kamar

12,29% Net Present Value

Discount Rate

54.644.288 NPV bernilai positif Internal Rate of Return

12,59% IRR > Discount Rate Benefit Cost Ratio

1,003 BCR > 1 Payback Period

5. Untuk pengelolaan Wisma Atlet dengan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 32 orang dari berbagai jenjang dan keahlian.

9.2. Rekomendasi

1. Wisma Atlet diharapkan dapat menjadi pusat pembinaan dan akomodasi bagi atlet dan menunjang kesiapan Kabupaten Banyuwangi sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Provinsi Jawa Timur ke V tahun 2015.

2. Lokasi alternatif A yang tidak terpilih dapat digunakan sebagai Dormitory dengan beberapa kamar dan fasilitas pendukung lainnya.

3. Lokasi yang terpilih diharapkan tetap mendukung tersedianya Ruang Terbuka Hijau. Perlu adanya lahan pengganti yang luas minimalnya setara dengan lokasi yang digunakan sebagai Wisma Atlet. Pada lokasi pengganti ini wajib dilakukan penanaman kembali dan mempertahankan keanekaragaan hayati sehingga Ruang Terbuka Hijau tetap terpelihara.

4. Berkait dengan nilai investasi yang tinggi terdapat opsi kerjasama dengan pihak ketiga dengan beberapa model pengelolaan yang sesuai dengan peraturan perundangan. Kerjasama manajemen merupakan opsi yang sesuai dalam rangka pengelolaan Wisma Atlet yang profesional dan akuntabel.

5. Pengelolaan Wisma Atlet dan Gelanggang Olahraga sebaiknya dikelola secara terpadu untuk mewujudkan kesinambungan fungsi komplek tersebut secara keseluruhan.

6. Sebagai tindak lanjut studi kelayakan ini perlu adanya kajian teknis yang lebih detail meliputi Perencanaan Masterplan dan DED, Penyusunan UKL/UPL

untuk bangunan kurang dari 10.000 m 2 , Analisa Dampak Lalu-lintas dan kajian lain yang dipersyaratkan dalam pendirian bangunan.

7. Berkait dengan investasi pembangunan dan mekanisme penyertaan modal atau kerjasama manajemen perlu adanya perjanjian yang jelas dan mengikat para pemangku kepentingan sehingga dalam operasionalnya tidak menimbulkan persoalan.

8. Agar pembangunan dan operasional Wisma Atlet dapat berjalan dengan baik seluruh ketentuan yang berkait harus dipenuhi. Antara lain ketentuan pengolahan limbah, sosialisasi pembangunan kepada masyarakat, kajian UKL/UPL dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Ching, F. (1996). Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan/Edisi Kedua. (cetakan pertama). Jakarta: Erlangga. Dharma, Agus. (1998). Teori Arsitektur 3. Jakarta: Universitas Gunadarma. Gunarsa, Singgih D. (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung Mulia. Juwana, J. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta: Erlangga. Kandani, Haryanto. (2010). The Achiever. (edisi pertama). Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo. Lamano, Adrian S. (2008). Kampung Atlet di Surabaya. Surabaya: Universitas Kristen Petra Lang, John. (1987). Creating Architectural Theory. New York: Van Nostrand Reinhold Inc. Laurens, Joyce M. (2005). Arsitektur dan Perilaku Manusia. (edisi 2). Jakarta:

Grasindo. _____. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. (edisi 2). Jakarta: Balai Pustaka. _____. (2006). Atlet Pelatnas Bulutangkis Ditambah. Jakarta: TEMPO. _____. (2010). Menpora Dorong Daerah Bangun Athlete Village. In Sabrina Asril (Eds).

Jakarta: Kompas. _____. (2011). Atlet Pelatnas Harus Ikut Seleksi. In Aloysius Gonzaga (Eds). Palembang: Kompas. Robianto, Agung. Pola Tidur Yang Baik Akan Menghasilkan Performa Atlet Yang

Maksimal. 05-05-2011 http://images.kifunji.multiply.multiplycontent.com/. Satiadarma, Monty. (2000). Dasar-Dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Webpage: http://www.koni.or.id/index.php/section/sports . http://www.wismaindonesia.com/id/facilities/ . http://en.beijing2008.cn/cptvenues /venues/headlines/n214262207.shtml http://www.waspada.co.id/index.php/index.php?option=com_content&view=art icle&id=122410:pentingnya-istirahat-siang&catid=54:gaya-hidup&Itemid=84 http://www.singapore2010.sg/public/sg2010/en/en_venues/en_yov.html http://www.london2012.com/games/venues/athletes-village.php.