Studi Kelayakan Pembangunan Wisma Atlet

Tim Penyusun

Hal i

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Didalam sistem keolahragaan nasional, setiap warga negara mempunyai hak yang sama melakukan kegiatan olahraga, memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga, memilih dan mengikuti jenis cabang olahraga yang sesuai dengan bakat dan minatnya, memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dan pengembangan dalam keolahragaan, menjadi pelakuolah raga dan mengembangkan industri olahraga.

Perkembangan olahraga di Kabupaten Banyuwangi saatini berkembang sangat pesat. Beberapa event olahraga baik nasional maupun internasional telah dilaksanakan di Kabupaten Banyuwangi. Penyelenggaraan event olahraga tersebut tidak hanya memberikan manfaat dari sisi prestasi olahragawan daerah saja tetapi juga memberikan efek dari sisi pariwisata (lebih dikenal dan kunjungan wisatawan meningkat) yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap bidang ekonomi.

Dalam upaya untuk meningkatkan prestasi olahraga, pembinaan bibit atlet sejak dini dan juga merealisasikan kebijakan pengembangan keolahragaan nasional yakni melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana olahraga maka dirasa perlu bagi Kabupaten Banyuwangi untuk membangun Wisma Atlet. Untuk itu, pada tahun anggaran 2013 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi akan melakukan Studi Kelayakan Pembangunan Wisma Atlet.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Maksud dari kegiatan ini adalah melakukan Studi Kelayakan Pembangunan Wisma Atlet yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemangku kebijakan dan pihak- pihak terkait dalam pengambilan keputusan.

1.2.2. Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah

1. Memperoleh

kondisi pengembangan kelolahragaan di Kabupaten Banyuwangi;

gambaran

mengenai

2. Memperoleh gambaran atas rencana pembangunan Wisma Atlet, terutama gambaran kelayakan aspek teknis, ekonomis, finansial, lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan.

3. Mendapatkan bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan pembangunan Wisma Atlet yang layak.

1.3. Sasaran

Untuk mencapai tujuan pekerjaan, beberapa sasaran yang diharapkan tercapai dari pekerjaan ini adalah :

a. Menunjang peningkatan akses dan kualitas pembangunan keolahragaaan di Kabupaten banyuwangi

b. Tersedianya gambaran yang lengkap tentang pembangunan wisma atlet dari

sisi lokasi, kebutuhan sarana dan prasarana serta unsur lainnya.

c. Diperoleh rekomendasi kelayakan secara teknis, ekonomis, finansial, lingkungan dan aspek sosial pembangunan wisma atlet di Kabupaten Banyuwangi.

1.4. Referensi Hukum

1. Undang-UndangNomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional

2. Undang-UndangNomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

3. Undang-UndangNomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

4. Undang-Undang No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4702);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pekan dan Kejuaraan Olahraga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4703);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Olahraga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 37, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4704);

9. Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2010 tentang Program Indonesia Emas.

10. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 332/Kpts/M/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Negara

1.5. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan Studi Kelayakan Pembangunan Wisma Atlet meliputi :

a. Analisis mengenai existing condition pembangunan bidang keolahragaan di Kabupaten Banyuwangi, meliputi

1) Identifikasi permasalahan pembangunan di bidang keolahragaan

2) Identifikasi potensi keolahragaan untuk pengembangan

3) Identifikasi sarana prasarana olah raga yang telah ada dan kebutuhan

sarana prasarana dalam pengembangan keolahragaan

b. Analisis Kelayakan Wisma Atlet, meliputi:

1) Analisis kesesuaian dengan rencana tataruang (land use)

2) Analisis penentuan lokasi dengan mempertimbangkan aksesibilitas, lokasi sarana prasarana olah raga yang telah ada, kondisi topografi dan lingkungan sekitar

3) Analisis kebutuhan sarana dan prasarana fisik wisma atlet yang mempertimbangkan rencana cakupan, event olah raga yang akan diikuti dan diselenggarakan, jenis cabang olahraga yang telah dan akan dikembangkan dengan mengacu dari kajian kebutuhan sebagai tempat pembinaan dan pengembangan atlet (program fungsi dan program ruang);

4) Analisis dampak sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan (eksternalitas) yang meliputi:

a) Identifikasi masalah sosial, ekonomi dan budaya yang akan timbul pada saat pra, pembangunan dan pasca pembangunan, dan rumusan alternatif pemecahannya

b) Identifikasi multiplayer effect yang akan timbul akibat pembangunan

5) Analisis pembiayaan (finansial) dengan mempertimbangkan perkiraan kebutuhan dana investasi pembangunan awal serta operasional dan pemeliharaan serta alternatif sumber pembiayaan

6) Analisis managemen pengelolaan

c. Rekomendasi Kelayakan Wisma Atlet, meliputi:

1) Rekomendasi Lokasi

2) Rekomendasi Kelayakan Teknis Pembangunan

3) Rekomendasi Kelayakan dari sisi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan

4) Rekomendasi finansial

5) Rekomendasi manajemen pengelolaan

6) Pembuatan blockplan Wisma Atlet

1.6. Keluaran

Keluaran dari pekerjaan ini antara lain:

a. Terlaksananya study kelayakan pembangunan wisma atlet

b. Tersedianya Dokumen Studi Kelayakan Pembangunan Wisma Atlet di Kabupaten Banyuwangi

c. Tersedianya blockplan Bangunan Wisma Atlet

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1. Keolahragaan di Indonesia

Olahraga adalah serangkaian gerak yang teratur dan terencana untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Pengertian ini memiliki makna filosofis dan jika dikaji bersama akan memberikan sedikit bayangan tentang hal-hal apa yang akan dilakukan untuk membangun dan mengedepankan olahraga itu sendiri. Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dikenal sebagai kegiatan terbuka bagi semua orang sesuai dengan kemampuan, kesenangan dan kesempatan, tanpa membedakan hak, status, sosial, budaya, atau derajat di masyarakat (Harsono, 2008: 2). Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Supandi (1998: 5) bahwa asas olahraga bagi semua orang (sport for all) kini makin memasyarakat. Dengan demikian, saat ini olahraga telah merasuk kesetiap lapisan masyarakat sebagai bagian dari budaya manusia. Dengan katalain, olahraga dilakukan bagi semua orang tanpa memandang jenis ras, kepercayaan, politik dan geografi.

Di dalam olahraga terdapat slogan men sana in corpora sano, yang berarti hidup tidak hanya membutuhkan badan yang sehat, melainkan juga jiwa yang sehat. Oleh karena itu, kita perlu memahami pentingnyaberolahraga untuk menjaga kesehatan.Upaya meningkatkan derajat kesehatan dilakukan dengan melaksanakan aktivitas fisik atau aktivitas dalam berbagai cabang olahraga. Kegiatan tersebut merupakan sebagian kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari yang seharusnya dapat meningkatkan kebugaran. Selain itu, olahraga juga dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi (Janet B. Parks, 1990: 2). Dari penjelasan tersebut nampaklah bahwa olahraga telah menjadi komitmen bersama untuk diyakini sebagai salah satu instrument dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih baik.

Hak tiap warga negara untuk berolahraga merupakan kebutuhan bernilai universal, yang harus terfasilitasi secara lebih memadai. Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional memformulasikan secara tegas bahwa tiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan olahraga tanpa ada diskriminasi; tiap warga negara berhak memilih dan mengikuti jenis olahraga yang diminati; tiap warga negara berhak memperoleh pelayanan berolahraga untuk mencapai derajat kesehatan dan kebugaran jasmani serta mendapatkan bimbingan prestasi bagi yang berbakat; pemerintah wajib memberikan dukungan dana, ruang terbuka, dan tenaga keolahragaan guna mewujudkan pembangunan olahraga. (Suara Merdeka, 10 September 2011).

Arah pembangunan olahraga selama ini lebih fokus pada upaya meraih kemajuan prestasi secara instan. Artinya, menganggap prestasi adalah lambang sebuah gengsi yang pemerolehannya cukup dilakukan dalam sekejap melalui berbagai cara. Masyarakat, bahkan telanjur mencitrakan bahwa olahraga itu identik dengan perlombaan dan pertandingan untuk meraih kemenangan yang diwujudkan dalam bentuk medali atau penghargaan bentuk lain. Citra itu tidak sepenuhnya salah, namun ketika proses penyederhanaan pandangan mengenai olahraga tidak dibarengi dengan wawasan tentang bagaimana seharusnya olahraga itu dibangun maka nilai olahraga tidak akan membaik pada masa yang akan datang. Strategi apapun yang hendak diterapkan dan bentuk manajemen pembangunan seperti apa yang akan digunakan maka orientasi pembangunan tidak boleh secara instan hanya memfokus pada satu lingkup olahraga saja.

Kebutuhan akan instrumen yang standar untuk menilai kemajuan pembangunan olahraga makin mendesak untuk dipenuhi seiring dengan arah kebijakan pembangunan nasional dari pola sentralistik ke desentralisasi. Dengan kewenangan baru yang dimiliki, daerah/kota dapat berkompetisi memajukan pembangunan olahraga. Orientasi baru dalam melihat keberhasilan pembangunan olahraga daerah/kota, kini telah dirintis bahkan telah diujicobakan di beberapa propinsi, yakni melalui sebuah pengkajian indeks pembangunan olahraga yang dikenal dengan sport development index (SDI).

Indeks Pembangunan Olahraga atau Sport Development Indeks (SDI) merupakan indeks gabungan 4 (empat) dimensi dasar pembangunan olahraga, yaitu: partisipasi, ruang terbuka, kebugaran, dan sumber daya manusia. Dimensi partisipasi merujuk pada banyaknya anggota masyarakat suatu wilayah yang melakukan kegiatan olahraga. Dimensi ruang terbuka merujuk padaluasnya tempat yang diperuntukkan untuk kegiatan berolahraga bagi masyarakat dalam bentuk lahan dan/atau bangunan. Ruang terbuka ditentukan berdasarkan kriteria: a) digunakan untuk kegiatan berolahraga; b) sengaja dirancang untuk kegiatan berolahraga, dan c) dapat diakses oleh masyarakat luas. Dimensi kebugaran jasmani merujuk pada kesanggupan tubuh untuk melakukan aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti.

Dimensi sumber daya manusia merujuk pada jumlah pelatih olahraga, guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), dan instruktur olahraga dalam suatu wilayah tertentu. Pada Tahun 2006, SDI (Sport Development Index) Nasional sebesar 0,280. Nilai indeks ini termasuk dalam kategori rendah (norma SDI: 0,800 –1 tinggi; 0,500–0,799 menengah; 0–0,499 rendah). Angka 0,280 dapat diartikan, bahwa tingkat kemajuan pembangunan olahraga berdasarkan indikator yang diukur melalui komponen-komponen di dalam SDI sebesar 30%; (3) Permasalahan olahraga nasional saat ini adalah bagaimana menjawab tantangan untuk meningkatkan prestasi olahraga pada tingkat Dimensi sumber daya manusia merujuk pada jumlah pelatih olahraga, guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), dan instruktur olahraga dalam suatu wilayah tertentu. Pada Tahun 2006, SDI (Sport Development Index) Nasional sebesar 0,280. Nilai indeks ini termasuk dalam kategori rendah (norma SDI: 0,800 –1 tinggi; 0,500–0,799 menengah; 0–0,499 rendah). Angka 0,280 dapat diartikan, bahwa tingkat kemajuan pembangunan olahraga berdasarkan indikator yang diukur melalui komponen-komponen di dalam SDI sebesar 30%; (3) Permasalahan olahraga nasional saat ini adalah bagaimana menjawab tantangan untuk meningkatkan prestasi olahraga pada tingkat

2.2. Definisi Wisma Atlet

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pengertian wisma (wis.ma) adalah bangunan untuk tempat tinggal, kantor, kumpulan rumah, kompleks perumahan, permukiman. Peruntukan wisma adalah jenis peruntukan lokasi tanah atau lahan yang dapat didirikan bangunan untuk penggunaan rumah atau tempat tinggal. Sedangkan menurut Peraturan Organisasi Aeromodelling Indonesia (2010), atlet adalah olahragawan baik laki-laki maupun perempuan yang melatih kemampuan secara khusus untuk bersaing dalam pertandingan yang melibatkan kemampuan fisik, kecepatan atau daya tahan.

Kemudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pengertian atlet (at.let) adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan (kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan). Berdasarkan jurnal "Kampung Atlet di Surabaya" (2008), wisma atlet adalah penggabungan dari pengertian atlet dan wisma, sehingga dapat disimpulkan bahwa wisma atlet merupakan sarana hunian/tempat tinggal/kompleks perumahan yang diperuntukkan bagi olahragawan ketika akan mengikuti pertandingan atau pemusatan pelatihan.

2.3. Tinjauan Mengenai Ruang

Arsitektur adalah kristalisasi dari pandangan hidup sehingga arsitektur bukan semata-mata teknik dan estetika bangunan atau terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok seperti ranah keteknikan, seni, atau sosial. The fine spirit (F.L.Wright), memberi arti bahwa arsitektur bukanlah sekedar benda statis atau sekumpulan objek fisik yang kelak akan lapuk. Mempelajari arsitektur berarti juga mempelajari hal-hal yang tidak kasatmata sebagai bagian dari realitas, realitas yang konkret dan realitas yang simbolik.

Hal ini juga menunjukkan adanya perbedaan antara dunia pikir yang ideal dan dunia nyata, atntara the transcendent ideal dan the transient, corruptible physical state sehingga dalam perancangan arsitektur selalu meliputi kedua hal ini. Pemenuhan kebutuhan di satu sisi juga harus diimbangi dengan keberhasilan pemenuhan kebutuhan di sisi lain. Arsitektur berperan dalam mewadahi dan menata aktivitas dan perilaku manusia dalam relasi dan interaksinya dengan orang lain. Sebelum merancang sebuah ruang untuk berbagai kegiatan manusia, harus dipahami terlebih dahulu tentang perilaku mereka. Ruang harus menjadi perhatian perancang dan mungkin menjadi aspek yang paling berpengaruh pada tahap analisa dalam merancang penyelesaian sebuah masalah desain.

Tubuh manusia yang berupa daging berbungkus kulit, tidak mampu menembus dinding yang masif. Lalu bagaimana cara kita mencapai keinginan kita yaitu menembus dinding? Tentu saja dengan membuat lubang pada dinding. Pintu dipasang untuk membedakan jenis ruang atau menjaga privasi. Dengan demikian, jelas fungsi arsitektur adalah mengakomodasi kebutuhan tubuh kita. Arsitektur adalah pengalaman ruang bagi tubuh manusia. Ini yang dipahami Traceurs dan sering dilupakan oleh para arsitek. Traceurs mencoba mengubah paradigma itu dan memberi pemaknaan baru mengenai arsitektur. Traceur memandang arsitektur sebagai 'rintangan' yang harus dilalui oleh tubuh mereka sendiri. Arsitektur adalah sarana pembelajaran bagi tubuh manusia agar menjadi lebih baik secara fisik dan mental.

Ruang dalam arti luas adalah suatu bagian dimana berbagai komponen- komponen lingkungan hidup bisa menempati dan melakukan proses lingkungan hidupnya. Dengan demikian, dimana pun terdapat suatu komponen, berarti disitu telah terdapat ruang. Sedangkan pengertian ruang yang lebih sempit berasal dari bahasa Latin spatium yang berarti ruangan atau luas (extent) dan bahasa Yunani yaitu tempat (topos) atau lokasi (choros) dimana ruang memiliki ekspresi kualitas tiga dimensional. Kata oikos dalam bahasa Yunani yang berarti pejal, massa dan volume, dekat dengan pengertian ruang dalam arsitektur, sama halnya dengan kata oikos yang berarti ruangan (room). Dalam pemikiran Barat, Aristoteles mengatakan bahwa ruang adalah suatu yang terukur dan terlihat, dibatasi oleh kejelasan fisik, enclosure yang terlihat sehingga dapat dipahami keberadaanya dengan jelas dan mudah.

2.4. Tinjauan Khusus

2.4.1. Tinjauan Terhadap Istirahat Atlet

Menurut Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, agar diperoleh latihan yang efektif pada atlet dan juga dalam upaya untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi pertandingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah atlet harus berada dalam keadaan sepenuhnya relaks, diperlukan istirahat yang Menurut Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, agar diperoleh latihan yang efektif pada atlet dan juga dalam upaya untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi pertandingan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah atlet harus berada dalam keadaan sepenuhnya relaks, diperlukan istirahat yang

Menurut Dr. Edlund (2010) ada beberapa jenis istirahat aktif, antara lain :

1. Sosialisasi Ini didefinisikan sebagai menghabiskan waktu bersama teman dan hubungan dan bahkan mengobrol dengan rekan-rekan. Menurut penelitian terbaru, sosialisasi membantu manusia terhindar dari kanker, melawan penyakit menular dan kemudahan depresi serta mengurangi resiko kematian akibat serangan jantung. Hanya mengobrol dengan teman-teman telah terbukti mengurangi tingkat hormon stres dan memberikan manfaat hormonal dan psikologis.

2. Istirahat Mental Salah satu ide dari pentingnya istirahat mental adalah untuk mendapatkan kondisi 'khusyuk' pada suatu hal yang sederhana. Membaca buku dapat dikategorikan sebagai istirahat mental.

3. Istirahat Fisik Cara terbaik untuk melakukan istirahat fisik ini adalah dengan tidur. Tidur berasal dari kata bahasa latin "somnus" yang berarti alami periode pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik (Lanywati, 2001) Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang di alami seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Guyton 1981 : 679).

Perilaku istirahat atlet dibagi menjadi 2, yaitu perilaku istirahat untuk cabang olah raga beregu/kelompok dan cabang olahraga individu. Berdasarkan sejumlah penelitian Weiberg dan Gould (dalam buku Dasar-Dasar Psikologi Olahraga, 2000) mengutip beberapa laporan hasil penelitian tentang atlet sebagai berikut: Atlet yang bermain dalam olahraga beregu cenderung lebih ekstrovert, dan lebih dependen (menggantungkan diri pada orang lain). Sedangkan Humara (dalam buku Psikologi Olahraga Prestasi, 2008) menyatakan bahwa olahraga yang bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan cabang olahraga beregu.

Dari penelitian tersebut diambil kesimpulan bahwa atlet dalam olahraga beregu dapat beristirahat dalam kamar yang dapat menampung orang yang lebih banyak dibanding dengan atlet olahraga individual karena atlet dalam olahraga beregu cenderung menggantungkan diri pada orang lain dan cenderung ekstrovert. Agar para atlet dapat beristirahat dengan nyaman, kamar atlet akan dirancang menjadi

2 tipe, yaitu kamar untuk atlet beregu dan kamar atlet individual.

2.4.2. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Istirahat

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi istirahat seseorang menurut Kozier (1993) adalah faktor usia, lingkungan, kelelahan (fatigue), gaya hidup, stress psikologis, alkohol dan stimulant, diet, merokok, motivasi, sakit, dan medikasi. Sedangkan menurut Potter dan Perry (1993) faktor yang mempengaruhi istirahat individu meliputi keadaan sakit fisik, obat dan zat, gaya hidup, pola tidur, stres emosional, lingkungan, latihan dan kelelahan, dan asupan kalori. Sementara itu menurut Craven dan Hirnle (2000) mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi istirahat individu meliputi kebutuhan (need); lingkungan, hubungan kerja shift, nutrisi dan metabolisme, pola eliminasi, latihan dan termoregulasi, kewaspadaan (vigilance), kebiasaan dan gaya hidup, sakit, medikasi dan zatkimia, dan kondisi alam perasaan (mood).

Dari teori-teori di atas, dapat dilihat bahwa faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi istirahat seseorang. Menurut Loo dalam buku Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, lingkungan diklasifikasikan menjadi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik menyangkut dimensi. tempat, densitas, serta suasana suatu ruang atau tempat (warna, susunan perabot, dll). Dalam hal ini akan dibahas tentang lingkungan fisik berupa kamar yang mempengaruhi kualitas istirahat atlet.

2.4.3. Tinjauan Mengenai Desain Ruang Kamar dan Perilaku Atlet

Desain dalam kamus bahasa Indonesia berarti sebagai rancangan. Desain kamar merupakan perancangan serta perencanaan atau penyusunan tata ruang di dalam kamar. Manusia membentuk ruang, ruang membentuk manusia. "People modify the spaces they live in, in turn are modified by them''',, (Edward Soja, 2005 dalam buku Arsitektur, Komunitas Dan Modal Sosial), hal ini memiliki arti bahwa manusia membentuk dan menggubah ruang, dan kemudian ruang juga akan membentuk dan menggubah manusia.

Menurut Halpern, perilaku manusia termasuk bentuk-bentuk respon psikologis, relasi, dan interaksi sosialnya, merupakan suatu produk dari upaya mempersepsi lingkungan, termasuk lingkungan binaan seperti wisma. Artinya, tata ruang dalam suatu bangunan, khususnya wisma, secara teoritik memiliki pengaruh terhadap tumbuhnya berbagai perilaku manusia, termasuk dalam interaksi social dan aktivitas bersama guna memecahkan persoalan bersama dan untuk kemanfaatan bersama.

Dalam arsitektur, fungsi selalu dihubungkan dengan program bangunan, menyangkut persyaratan ruang, yang didasarkan atas fungsi ruang dan kecocokannya dengan konteks bangunan. Program misalnya akan memperlihatkan bentuk-bentuk dan ukuran ruang, siapa yang menggunakan Dalam arsitektur, fungsi selalu dihubungkan dengan program bangunan, menyangkut persyaratan ruang, yang didasarkan atas fungsi ruang dan kecocokannya dengan konteks bangunan. Program misalnya akan memperlihatkan bentuk-bentuk dan ukuran ruang, siapa yang menggunakan

Dalam proses desain diperlukan perencanaan dalam penataan ruang atau sering disebut dengan zoning. Untuk menyamakan persepsi maka terlebih dahulu perlu disampaikan beberapa definisi tentang apa yang dimaksud dengan zona dan zoning. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik yang spesifik. Zoning adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain.

Dalam kaitannya dengan manusia, hal paling penting dari pengaruh ruang terhadap perilaku manusia adalah fungsi atau pemakaian ruang tersebut. Pengaruh ruang-ruang tersebut terhadap perilaku pemakainya cukup jelas, karena pemakai melakukan kegiatan tertentu di masing-masing ruang tersebut. Sesuai dengan fungsinya, ruang-ruang tersebut diharapkan mempunyai bentuk, perabot, dan kondisi ruang tertentu. Ruang dirancang untuk memenuhi fungsi yang lebih fleksibel. Masing-masing perancangan fisik ruang tersebut mempunyai variabel independen yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya. Variabel tersebut adalah ukuran dan bentuk, perabot dan penataannya, warna serta unsur lingkungan ruang (suara, temperatur, dan pencahayaan).

Berdasarkan buku Psikologi Arsitektur dan Arsitektur dan Perilaku Manusia maka disimpulkan bahwa ada beberapa konsep dasar yang perlu diketahui dalam membentuk sebuah ruang fisikal :

a. Antropometri Antropometri sering disebut juga faktor-faktor manusiawi (human factor). Menurut Grandjean dalam buku Psikologi Arsitektur, data antropometri digunakan untuk menentukan spesifikasi dimensi fisik ruang, dalam hal ini adalah kamar, perabotan, peralatan sampai ke pemakaiannya. Prinsipnya adalah memantaskan atau menyamankan manusia dan untuk menghindari ketidakcocokan fisik antara dimensi desain dengan dimensi pemakai.

b. Privasi Irwin Altman menyatakan model pengaturan diri manusia secara konseptual, dimana manusia menganggap ruang personal dan territorial menjadi mekanisme utama untuk mendapatkan privasi. Privasi sebagai kemampuan untuk memisahkan diri orang lain, serta adanya ukuran-ukuran fisik dari ruang untuk mendapatkan privasi.

• Ruang Personal (personal space) Manusia mempersepsikan ruang di sekitarnya lengkap dengan isinya dan tidak berdiri sendiri. Jika isi ruang itu adalah manusia lain, orang langsung

akan membuat suatu jarak tertentu antara dirinya dan orang lain, dan akan membuat suatu jarak tertentu antara dirinya dan orang lain, dan

• Teritorialitas (Territoriality) Seperti halnya ruang personal, teritorialitas merupakan perwujudan "ego" seseorang karena orang tidak ingin diganggu atau dapat dikatakan

sebagai perwujudan dari privasi seseorang. Teritori dibagi dalam beberapa golongan, salah satunya adalah teritori primer. Teritori primer adalah tempat-tempat yang sangat pribadi sifatnya, hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang sudah sangat akrab atau sudah mendapat izin khusus. Teritori ini dimiliki oleh perseorangan atau sekelompok orang yang juga mengendalikan penggunaan teritori tersebut secara relatif tetap, berkenaan dengan kehidupan sehari-hari ketika keterlibatan psikologis penghuninya sangat tinggi. Misalnya, ruang tidur.

c. Kesesakan dan Kepadatan (Crowding and Density) Bentuk lain dari persepsi terhadap lingkungan adalah kesesakan (crowding). Stokols (dalam Arsitektur dan Perilaku Manusia, 2004) menyatakan bahwa kepadatan adalah kendala keruangan (spatial constraint). Sementara itu, kesesakan adalah respons subjektif terhadap ruang yang sesak. Kesesakan dan kepadatan saling berhubungan, semakin banyak jumlah manusia berbanding luasnya ruangan, makin padatlah keadaannya.

2.4.4. Perancangan Kamar

Kamar tidur merupakan area yang paling pribadi. Seiring perkembangan zaman, kamar tidur tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk tidur. Sehingga mengubah yang terstruktur menjadi bentuk-bentuk baru dari pola yang tradisional dan standar. Kamar tidur saat ini bisa dijadikan juga sebagai tempat untuk menghabiskan waktu senggang. Berdasarkan literatur yang bersumber dari buku maupun internet, dalam perancangan ruang kamar, hal-hal detail yang harus diperhatikan adalah :

a. Ukuran dan Proporsi Faktor manusia, dalam hal ini atlet, merupakan pengaruh utama terhadap bentuk, proporsi dan skala ruang maupun perabot yang akan digunakannya.

Untuk memberikan kegunaan dan kenyamanan, semuanya itu harus dirancang lebih dahulu agar mampu merespon atau berhubungan dengan dimensi pengguna ruang tersebut, jarak ruang yang diperlukan oleh pola gerakan, dasar aktivitas yang dilakukan.

b. Tempat Tidur dan Meja Tempat tidur bersama (bunk bed) menggunakan ruang vertikal untuk tingkat tidur yang bertumpuk. Permukaan meja dan penyimpanan juga dapat digabungkan ke dalam sistem. Penggunaan sistem ini dapat membuat kamar lebih efisien dan efektif.

c. Lemari Pakaian Lemari built-in dapat membantu menjaga garis ruangan tetap bersih dan menghindari kekacauan.

d. Pintu dan Jendela Pintu menentukan jalur pergerakan dan menetapkan aksesibilitas zona-zona tertentu. Letak pintu berhubungan dengan peletakkan perabot di dalam kamar, sebisa mungkin hindari pintu berhadapan langsung dengan tempat tidur karena bermasalah dalam hal privasi.

 Jendela Ukuran, bentuk, dan penempatan jendela mempengaruhi integritas

visual permukaan dinding dan rasa lingkup yang diberikan. Jendela dapat dipandang sebagai area terang di dalam dinding atau bidang gelap di malam hari. Ventilasi serta cahaya matahari masuk melalui jendela. Semakin besar dan semakin tinggi jendela, semakin banyak cahaya matahari yang masuk. Memasukkan cahaya matahari juga dapat menimbulkan efek buruk ke dalam bangunan, yaitu akan membawa panas dan silau bagi penghuni ruang, akan tetapi dapat disiasati dengan overstek atau penggunaan awning pada jendela.

 Bentuk ruang Bentuk persegi ruang tidak memiliki arah yang lebih disuka atau dominan.

Persegi adalah figur yang stabil dan damai ketika bersandar pada salah satu sisinya, tetapi menjadi dinamis ketika berdiri pada salah satu sudutnya. Meskipun kejelasan dan stabilitas wujud persegi dapat menghasilkan monotonitas visual, variasi dapat diberikan dengan meragamkan ukuran, proporsi, warna, tekstur, penempatan, atau orientasinya. Bentuk ruang yang dibatasi oleh dinding, lantai dan plafond memberi rasa terlindung, orang yang mendiami atau memandang sebuah ruang akan menilainya menurut seleranya sendiri. Interpretasi yang muncul bisa timbul kesan luas, tetapi juga bisa timbul kesan sempit. Bentuk ruang akan mempengaruhi psikis dari pemakai ruangan, hal ini dapat dengan memakai bentuk-bentuk dinamis agar menarik, disamping itu disesuaikan karakter kegiatan didalamnya. Bentuk dan susunan Persegi adalah figur yang stabil dan damai ketika bersandar pada salah satu sisinya, tetapi menjadi dinamis ketika berdiri pada salah satu sudutnya. Meskipun kejelasan dan stabilitas wujud persegi dapat menghasilkan monotonitas visual, variasi dapat diberikan dengan meragamkan ukuran, proporsi, warna, tekstur, penempatan, atau orientasinya. Bentuk ruang yang dibatasi oleh dinding, lantai dan plafond memberi rasa terlindung, orang yang mendiami atau memandang sebuah ruang akan menilainya menurut seleranya sendiri. Interpretasi yang muncul bisa timbul kesan luas, tetapi juga bisa timbul kesan sempit. Bentuk ruang akan mempengaruhi psikis dari pemakai ruangan, hal ini dapat dengan memakai bentuk-bentuk dinamis agar menarik, disamping itu disesuaikan karakter kegiatan didalamnya. Bentuk dan susunan

 Kebisingan Suara yang terlalu keras akan berpengaruh buruk bagi seseorang. Suara juga dapat mengganggu privasi seseorang, misalnya di sebuah kamar

hotel terdengar dengan jelas suara-suara dari kamar sebelah atau jika letak ruang tidur berdekatan dengan jalan, sehingga dapat menyebabkan ketidaknyamanan.

 Penghawaan Penghawaan dalam bangunan dibagi menjadi 2, yaitu penghawaan alami

dan buatan. Sistem yang paling baik digunakan untuk merancang sistem sirkulasi udara (penghawaan) yang alami adalah dengan sistem ventilasi silang (cross ventilation), pada sistem ventilasi silang sirkulasi udara diatur sedemikian rupa agar bisa mengalir dari satu titik ventilasi udara menuju titik ventilasi udara lain, dan begitu sebaliknya. Dengan adanya perbedaan tekanan didalam dan diluar bangunan, maka aliran udara tidak akan 'terjebak' di dalam ruang, yang menyebabkan terasa pengap dan panas.

2.5. Perbandingan Beberapa Wisma Atlet

2.5.1. Wisma Atlet Ragunan

Gelora Ragunan berlokasi di Jalan Harsono RM, Pasar Minggu,Jakarta Selatan dibangun pada tahun 1973 dan diperuntukkan sebagai :

1 Tempat penampungan bagi para atlet DKI Jakarta dalam pembinaan prestasi olahraga.

2 Pusat Pendidikan dan Pembinaan olahraga bagi pelajar-pelajar berprestasi dalam olahraga.

3 Training Centre bagi atlet-atlet Nasional sebelum mengikuti event-event Internasional.

4 Tempat penataran organisasi olahraga serta badan-badan fungsional lainnya pada waktu-waktu tertentu dalam peningkatan Program Kerja Olahraga.

Gambar 1 Peta Kawasan Gelora Ragunan

Pada kawasan Gelora Ragunan terdapat Wisma Atlet, yang terdiri dari 3 lantai dimana pada lantai 1 terdiri dari 20 kamar untuk wanita, lantai 2 terdiri dari 26 kamar untuk pria, dan lantai 3 terdiri dari 26 kamar untuk pelatnas. Pencapaian ke Gelora Ragunan ini dapat dikatakan tidak terlalu mudah karena sedikitnya kendaraan umum yang masuk ke dalam kawasan ini. Hal tersebut dirasakan oleh beberapa atlet yang tinggal di wisma ini, mereka mengatakan bahwa sulit untuk berpergian dengan menggunakan kendaraan umum.

Wisma ini juga menyediakan kamar untuk disewakan sehingga masyarakat umum juga bisa menetap di wisma ini. 1 kamar tidur diisi oleh 2-4 orang, dilengkapi dengan ranjang susun, kamar mandi, AC, meja, lemari pakaian. Untuk pintu pada kamar wisma atlet ragunan ini menggunakan swing door dengan ukuran tinggi 2,4m dan lebar 85cm dan juga terdapat 2 buah jendela dengan ukuran tinggi 2m dan lebar 50cm, dilengkapi pula beberapa bovenlicht kecil.

2.5.2. London Athlete Village

Gambar 2 London Athlete Village

(Sumber : http://www.thisislondon.co.uk)

Perkampungan atlet London ini didirikan untuk digunakan pada event Olimpiade 2012. Pada perkampungan atlet ini terdapat fasilitas-fasilitas serta hunian untuk para atlet sebanyak 2400 unit yang terbagi dalam 14 bangunan, tiap bangunan memiliki 10 lantai. Luasan kamar tersebut tidak kurang dari 12m2, 1 kamar diisi oleh 2 orang atlet. Total tempat tidur pada penginapan atlet tersebut adalah 16.900 buah, 10.500 untuk atlet-atlet, 6.400 untuk team officials.

Gambar 3 Kamar Atlet di Perkampungan Atlet London

(Sumber : http://www.thisislondon.co.uk)

2.5.3. Daegu Athlete Village

Perkampungan atlet Daegu berlokasi di Yulha 2 Housing Development District, Dong-gu, luas lahan yang dipakai untuk hunian atlet sebesar 49.975m2. Menurut Mr.Young Soo Kim, Direktur Daegu Athlete Village, kondisi fisik dan mental atlet- atlet adalah kunci dari acara perlombaan internasional para atlet. Oleh karena itu, perkampungan atlet harus memiliki ruang yang nyaman.

Hal utama dalam perkampungan atlet ini adalah kenyamanan. Perkampungan atlet Daegu berlokasi di depan sungai dan tingkat kepadatan kendaraan pun rendah. Sebagai tambahan, tidak hanya akomodasi tetapi ada 20 fasilitas penunjang yang disediakan untuk para atlet, seperti salon, bank, laundry, kantor pos, dll. Penginapan untuk para atlet akan dibagi menjadi 4 gaya yang berbeda; ada 528 unit di 9 bangunan dimana tersedia sebanyak 2.032 kamar.

Gambar 4 Daegu Athlete Village

(Sumber : http://daegu2011.blogspot.com)

Diperkirakan sebanyak 3.500 atlet dan 930 staff dapat tinggal disana. Dalam kamar atlet tersebut tidak hanya tersedia tempat tidur dan meja, tetapi disediakan juga lampu untuk membaca, coffee pot, microwaves, meja, dan juga sofa sehingga atlet-atlet dapat beristirahat dengan nyaman.

Gambar 5 Kamar Atlet di Perkampungan Atlet Daegu

(Sumber : http://daegu2011.blogspot.com/2011)

Dari beberapa contoh wisma atlet diatas dapat dibandingkan sebagai berikut:

Wisma Atlet

Item

Daegu Bentuk

Ragunan

London

segiempat Perabot

segiempat

segiempat

Tempat tidur, lemari, meja Tempat tidur, Tempat tidur,lampu untuk kerja dan kursi, nakas

lemari,nakas

membaca, coffee pot, microwaves, meja, sofa

Tipe Kamar adanya perbedaan kamar adanya perbedaan adanya perbedaan kamar atlet

cabang olahraga individu

cabang

olahraga kamar antar pria dan atlet

individu dan beregu, antar perbedaan kamar pria dan

dan

beregu, wanita

pria dan wanita wanita Kapasitas

1-2 orang Ukuran Kamar ± 4m x 6,5m

2-4 orang

2 orang

± 4m x 5m Pintu

± 3m x 4m

Swing door 200cm x 85cm Ada

Ada

Jendela Ada (2buah) 200cm x 50cm Ada 240cm x 70cm Ada 70cm x 120cm

Secara umum, perbandingan wisma atlet dengan wisma umum adalah sebagai berikut :

Wisma

Wisma Umum Perabot

Wisma Atlet

Secara umum, tempat tidur, lemari, Secara umum, tempat tidur, lemari, meja meja kerja dan kursi, nakas

kerja dan kursi, nakas, TV, sofa/tempat duduk.

Bentuk Segiempat

Segiempat

Tipe Kamar memiliki beberapa macam tipe memiliki beberapa macam tipe kamar kamar, adanya perbedaan kamar

dengan berbagai daya tampung, tidak ada berdasarkan cabang olahraga dan

perbedaan kelompok kamar, biasanya juga perbedaan gender

untuk hunian sementara keluarga atau keperluan bisnis.

Pintu swing door

swing door

Jendela Ada

ada

BAB 3 METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA

3.1. Pendekatan

Untuk mencapai tujuan sesuai sasaran yang ditentukan di dalam kerangka Acuan Kerja maka sebelum dibuat metode terperinci perlu ditentukan lebih dahulu prinsip-prinsip dasar dan penyederhanaan pelaksanaan. Harus lebih dahulu dipastikan tujuan dan prinsip yang benar sehingga keputusan yang akan diambil dapat mencapai sasaran. Tanpa hal ini maka program yang dilaksanakan kemungkinan akan gagal dan tidak efisien selama pelaksanaannya sehingga tujuan akhir tidak tercapai.

Sangat diperlukan membuat identifikasi dan mengerti ruang lingkup, pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya sebelum memutuskan metode pelaksanaan yang diperlukan. Untuk mencapai tujuan sesuai sasaran yang ditentukan di dalam Kerangka Acuan Kerja maka sebelum dibuat metode terperinci perlu ditentukan lebih dahulu prinsip-prinsip dasar dan penyederhanaan pelaksanaan. Harus lebih dahulu dipastikan tujuan dan prinsip yang benar sehingga keputusan yang akan diambil dapat mencapai sasaran. Tanpa hal ini maka program yang dilaksanakan kemungkinan akan gagal dan tidak efisien selama pelaksanaannya sehingga tujuan akhir tidak tercapai. Sangat diperlukan membuat identifikasi dan mengerti ruang lingkup, pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya sebelum memutuskan metode pelaksanaan yang diperlukan.

3.2. Metodologi

Adapun pendekatan yang digunakan untuk menganalisa kelayakan pendirian Wisma Atlet adalah pendekatan ekonomi, lingkungan, dan pendekatan sosial. Pendekatan ekonomi digunakan untuk menilai kelayakan pendirian Wisma Atlet ditinjau dari aspek finansial, pasar serta manajemen. Adapun pendekatan lingkungan dimanfaatkan untuk menganalisis sejauh mana keberadaan Wisma Atlet akan berdampak pada lingkungan sekitarnya dan bagaimana cara mengantisipasi atau meminimalkan kondisi negatif yang akan muncul. Sedangkan pendekatan sosial digunakan untuk mencermati sejauhmana kehidupan sosial kemasyarakatan terpengaruh oleh adanya Wisma Atlet tersebut. Dalam studi ini unit analisisnya adalah Wisma Atlet itu sendiri. Adapun alur pikir kegiatan yang menjadi landasan prosedur kegiatan ini disajikan dalam diagram alir sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 6 Alur Pikir Kegiatan

3.3. Variabel dan Indikator

Variabel dan indikator yang digunakan dalam studi ini dikelompokkan berdasarkan jenis analisis kelayakan yang digunakan, yaitu :

1. Analisis kelayakan teknis, yang meliputi variabel lokasi (topografi dan geografis), kapasitas/daya tampung atlet, kebutuhan tenaga kerja, fasilitas air, fasilitas listrik, transportasi, dan lain-lain.

2. Analisis kelayakan finansial, dengan variabel jumlah/kebutuhan investasi untuk tanah dan bangunan, peralatan dan biaya pemasangannya, perawatan serta biaya-biaya lainnya, biaya tetap, biaya tidak tetap, dan sumber pembiayaan.

3. Analisis kelayakan lingkungan meliputi aspek-aspek kedekatan dengan pemukiman penduduk, jalur transportasi, dan tempat pembuangan limbah.

3.4. Kebutuhan Dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari nara sumber yang antara terdiri dari atas :

1. Pejabat Pemerintah terkait (Bupati, BAPPEDA, Institusi pemerintah dan swasta yang membidangi olahraga dan kepemudaan, dll), untuk mengetahui kebijakan yang diambil dalam pendirian Wisma Atlet.

2. Tokoh Masyarakat dan pemangku kepentingan, untuk mengetahui respons dan feedback masyarakat, sehubungan dengan adanya rencana pendirian Wisma Atlet tersebut.

3. Pengusaha/Distributor Peralatan olahraga, untuk mendapatkan informasi mengenai harga peralatan yang akan digunakan Wisma Atlet. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan publikasi yang diterbitkan oleh instansi terkait dan berhubungan langsung dengan studi ini.

3.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Studi ini dibagi dalam dua tahap pengumpulan data. Tahap pertama di fokuskan kepada aktivitas desk research yang meliputi telaah pustaka dan pencarian data sekunder. Tahap kedua akan memfokuskan pada pencirian data primer melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan nara sumber terpilih baik dari kalangan pejabat pemerintahan, maupun masyarakat. Adapun teknik pengolahan data didasarkan kepada aspek-aspek analisis kelayakan yang antara lain :

1. Aspek Kelayakan Teknis, melalui teknik analisis deskriptif terhadap variabel- variabel yang telah ditentukan.

2. Aspek Kelayakan Finansial, melalui Net Present Value (NPV), Internal Rate of Returns (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio.

3. Aspek Kelayakan Lingkungan diterapkan secara deskriptif untuk mengetahui dan mengukur kemanfaatan dan kerugian yang diprediksi akan muncul dengan adanya fasilitas Wisma Atlet.

3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam studi ini adalah :

1. Teknik Analisis Deskriptif yang meliputi,  Kecenderungan (trend) / animo masyarakat;

 Perkembangan keolahragaan;  Dampak lingkungan.  Kecenderungan lain yang bersifat tipikal

2. Teknik Analisis Kelayakan Teknis dan Lokasi, yang mencakup :  Analisis kelayakan lokasi

Teknik analisis yang digunakan untuk pemilihan lokasi pembangunan Wisma Atlet menggunakan metode kuantitatif subyektif penilaian alternatif lokasi, dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria pemilihan lokasi. Penentuan kriteria pemilihan lokasi berdasarkan hasil kajian pustaka. Kriteria-kriteria tersebut diberi bobot (skor) dengan menggunakan skala penilaian 1 sampai dengan 3. Nilai 3 untuk bobot terkuat dan nilai 1 untuk bobot terlemah. Pembobotan masing-masing faktor ini akan digunakan sebagai dasar dalam memberikan penilaian terhadap setiap alternatif lokasi pembangunan Wisma Atlet. Untuk Teknik analisis yang digunakan untuk pemilihan lokasi pembangunan Wisma Atlet menggunakan metode kuantitatif subyektif penilaian alternatif lokasi, dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria pemilihan lokasi. Penentuan kriteria pemilihan lokasi berdasarkan hasil kajian pustaka. Kriteria-kriteria tersebut diberi bobot (skor) dengan menggunakan skala penilaian 1 sampai dengan 3. Nilai 3 untuk bobot terkuat dan nilai 1 untuk bobot terlemah. Pembobotan masing-masing faktor ini akan digunakan sebagai dasar dalam memberikan penilaian terhadap setiap alternatif lokasi pembangunan Wisma Atlet. Untuk

3. Teknik Analisis Kelayakan Finansial Analisa kelayakan keuangan merupakan analisa dari berbagai aspek yang saling berkaitan untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar prospek usaha Perseroan setelah diversifikasi usaha, serta untuk mengukur tingkat pengembalian (return) yang diperoleh dari jumlah investasi yang ditanamkan. Terdapat beberapa indikator untuk dapat mengetahui kelayakan usaha suatu proyek yang digunakan dalam Laporan Studi Kelayakan ini, diantaranya adalah Net Present Value ("NPV"), Internal Rate of Return ("IRR") dan Benefit Cost Ratio ("BCR").

Berikut adalah langkah yang digunakan untuk menghitung indikator-indikator kelayakan usaha:

a. Membuat proyeksi Laporan Keuangan sampai periode berakhirnya usaha;

b. Membuat perkiraan Free Cash Flow yaitu proyeksi arus kas dari aktivitas operasi perusahaan setelah dikurangi dengan pajak, ditambahkan kembali biaya depresiasi dan amortisasi, dikurangi dengan perubahan modal kerja dan perubahan biaya modal;

c. Menentukan discount factor Perseroan dengan menggunakan metode Weighted Average Cost of Capital (WACC) perusahaan pembanding dimana discount factor yang digunakan telah mempertimbangkan tingkat pengembalian dan risiko pasar;

d. Menilai risiko dan menentukan cost of capital sebagai discount factor

terhadap arus kas yang akan diperoleh di masa datang;

e. Menghitung present value dari arus kas yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Setelah kelima langkah tersebut, maka dapat ditentukan nilai indikator kelayakan sebagai berikut:

f. NPV merupakan nilai dari total investasi yang dikeluarkan pada awal periode setelah ditambahkan arus kas bersih yang akan diterima oleh Perseroan setiap tahun sampai akhir tahun periode proyek. Dengan membandingkan antara total investasi yang dikeluarkan pada awal periode proyek dan total arus kas yang akan diterima setiap tahun, maka dapat diketahui apabila proyek tersebut menghasilkan NPV positif maka proyek ini layak dikerjakan, apabila menghasilkan NPV negatif maka proyek ini tidak layak dikerjakan;

Rumus yang digunakan untuk penilaian NPV adalah :

g. IRR merupakan nilai tingkat pengembalian investasi pada saat discount factor Perseroan sama dengan 0, yang artinya tingkat pengembalian dan risiko dari total investasi pada saat ini adalah sama dengan tingkat pengembalian dan risiko dari pasar. Sehingga apabila IRR proyek lebih besar dari WACC, maka proyek ini layak dikerjakan dan apabila IRR proyek lebih kecil dari WACC maka proyek ini tidak layak dikerjakan; Formula persamaan untuk menghitung nilai IRR adalah :

h. BCR merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui nilai tambah dari investasi yang dilakukan pada awal periode perusahaan. Nilai tambah yang didapat dari investasi diperhitungkan dengan membagi total investasi proyek pada awal periode dengan jumlah arus kas yang dihasilkan selama periode berjalannya proyek. Apabila BCR yang dihasilkan dari suatu proyek sama dengan 1 (satu), maka arus kas dari proyek setiap tahun tidak menghasilkan nilai tambah, apabila BCR lebih besar dari 1 (satu), maka nilai arus kas yang dihasilkan dari proyek setiap tahun menghasilkan nilai tambah bagi Perseroan sedangkan apabila BCR lebih kecil daripada 1 (satu), maka nilai arus kas yang dihasilkan dari proyek setiap tahun tidak menghasilkan nilai tambah bagi Perseroan. Dalam menganalisis BCR suatu proyek maka kelayakan usaha dapat dinilai layak apabila nilai BCR lebih besar dari 1 (satu).

BAB 4 ANALISIS KONDISI AWAL BIDANG KEOLAHRAGAAN

4.1. Kondisi Umum Keolahragaan

Olahraga adalah serangkaian gerak yang teratur dan terencana untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Pengertian ini memiliki makna filosofis dan jika dikaji bersama akan memberikan sedikit bayangan tentang hal-hal apa yang akan dilakukan untuk membangun dan mengedepankan olahraga itu sendiri. Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dikenal sebagai kegiatan terbuka bagi semua orang sesuai dengan kemampuan, kesenangan dan kesempatan, tanpa membedakan hak, status, sosial, budaya, atau derajat di masyarakat (Harsono, 2008:2). Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Supandi (1998:5) bahwa asas olahraga bagi semua orang (sport for all) kini makin memasyarakat. Dengan demikian, saat ini olahraga telah merasuk kesetiap lapisan masyarakat sebagai bagian dari budaya manusia. Dengan katalain, olahraga dilakukan bagi semua orang tanpa memandang jenis ras, kepercayaan, politik dan geografi.

Hak tiap warga negara untuk berolahraga merupakan kebutuhan bernilai universal, yang harus terfasilitasi secara lebih memadai. Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional memformulasikan secara tegas bahwa tiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan olahraga tanpa ada diskriminasi; tiap warga negara berhak memilih dan mengikuti jenis olahraga yang diminati; tiap warga negara berhak memperoleh pelayanan berolahraga untuk mencapai derajat kesehatan dan kebugaran jasmani serta mendapatkan bimbingan prestasi bagi yang berbakat; pemerintah wajib memberikan dukungan dana, ruang terbuka, dan tenaga keolahragaan guna mewujudkan pembangunan olahraga. (Suara Merdeka, 10 September 2011).