Hasil Perbandingan 19. Kajian Dampak Tsunami terhadap Perkembangan Tataruang di Aceh

SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID PEER Cycle 3 No.ISSN: 2477­6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015 195 Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai Kota Banda Aceh merupakan kota dengan populasi terbanyak dimana sebelum tsunami terdapat sekitar 239.000 jiwa yang tersebar di sembilan kecamatan BPS Banda Aceh, 2005. Empat dari sembilan kecamatan di Kota Banda Aceh merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Laut Andaman. Menurut survey Badan Pertanahan Nasional Aceh di tahun 2005, ada dua kecamatan yang diklasifikasikan ‘musnah’ akibat tsunami, yaitu Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Kutaradja BPN NAD, 2005. Kedua kecamatan ini juga merupakan kecamatan yang memiliki populasi penduduk di kawasan pantai cukup tinggi sebelum tsunami tahun 2004. Kota Meulaboh merupakan salah satu kota utama di Pantai Barat­Selatan Aceh. Kota ini merupakan kota yang memiliki populasi terbesar pada Tahun 2004, yaitu sekitar 52.000 jiwa BPS Aceh Barat, 2005. Kabupaten Aceh Barat memiliki 12 kecamatan dimana 4 kecamatannya merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Meurebo, Arongan Lambalek, dan Samatiga. Kecamatan Johan Pahlawan merupakan kecamatan dimana Kota Meulaboh berada. Dalam penelitian ini hanya Kota Meulaboh yang menjadi fokus pembanding tataruang sebelum dan sesudah tsunami tahun 2004.

3. Metodologi

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan, yaitu 1 dengan melakukan analisis spasial perencanaan tataruang sebelum dan sesudah tsunami, 2 dengan analisis terhadap peraturan terkait penataan ruang di dua kota tersebut. Kedua tahap dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat perubah tataruang di kedua kota baik dari aspek spasial maupun kebijakan. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan ArcGIS pada dokumen RTRW kedua kota tersebut. Sumber analisis spasial berasal dari Bappeda Kota Banda Aceh dan Bappeda Kabupaten Aceh Barat. Analisis spasial ditekankan pada letak dan jumlah Central Bussiness District CBD dan sub­CBD dari aspek struktur ruang, serta penempatan kawasan lindung pada pola ruang RTRW kedua kota tersebut. Analisis peraturan ditekankan untuk menjawab bagaimana konsep mitigasi bencana diadopsi pada RTRW atau dokumen pendukung lainnya, pada dua periode penetapan RTRW. Qanun­qanun Peraturan Daerah yang berhubungan terhadap perencanaan tataruang tersebut menjadi objek telaah dalam penelitian ini.

4. Hasil Perbandingan

Hasil kajian dari penelitian ini disajikan dalam dua bagian, yaitu Penataan Ruang di Kota Banda Aceh dan Penataan Ruang di Kota Meulaboh. Melalui hasil yang dirangkum dari kedua kota tersebut diharapkan akan memberikan gambaran bagaimana perubahan sebelum dan sesudah tsunami di Aceh secara lebih umum. 4.1. Penataan Ruang di Kota Banda Aceh Ada dua dokumen yang ditelaah untuk melihat tataruang Kota Banda Aceh, yaitu Qanun Kota Banda Aceh No. 3 Tahun 2003 tentang RTRW Kota Banda Aceh tahun 2002 hingga tahun 2010 dan Qanun No. 4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009­2029. Kedua Qanun tersebut mewakili konsep penataan ruang yang diladopsi oleh Pemerintah Kota Banda Aceh sebelum dan sesudah tsunami tahun SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID PEER Cycle 3 No.ISSN: 2477­6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015 196 Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai Tabel 1.Perbandingan RTRW Kota Banda Aceh berdasarkan Qanun yang diterbitkan sebelum dan sesudah tsunami Tahun 2004. Aspek Tinjauan Qanun No. 3 Tahun 2003 Sebelum Tsunami Qanun No. 4 Tahun 2009 Setelah Tsunami Jumlah Pusat Kota CBD 1BWK Pusat Kota 2 PK Jumlah sub­PK Sub­CBD dan Pusat Lingkungan 3 Sub­BWK 2 Sub­CBD Sub PK dan 9 Pusat Lingkungan Konsep bencana tsunami Tidak ada Ada Jalur evakuasi Tidak ada Ada, masuk dalam struktur ruang Penetapan sabuk hijau Tidak ada Ada Jenis Bencana yang disebutkan Abrasi dan Banjir Gelombang pasang, banjir dan tsunami Estimasi Penduduk dan Kepadatan di akhir masa berlaku RTRW 307.695 jiwa dengan kepadatan penduduk 31­100 jiwakm 2 di akhir tahun 2010. 482.131 jiwa dengan kepadatan 78 jiwakm 2 untuk akhir tahun 2029 2004. Perbandingan kedua jenis Qanun tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 yang menguraikan perbandingan kedua qanun dari tujuh aspek tinjauan. Dalam Qanun No. 4 tahun 2009 disebutkan bahwa rencana pola ruang Kota Banda Aceh ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan­pertimbangan terhadap keadaan pola pemanfaatan ruang sebelum tsunami, kecenderungan perkembangan setelah tsunami, optimasi dan efisiensi pemanfaatan ruang, kelestarian lingkungan, dan mitigasi bencana. Konsep mitigasi bencana yang dimaksud lebih mengarah pada tiga jenis bencana, yaitu akibat gelombang pasang, banjir, dan tsunami. Namun tidak ditemukan arahan khusus yang didasarkan pada bencana gempabumi. Untuk tujuan mitigasi bencana tsunami dan gelombang pasang, memang disebutkan adanya pengembangan hutan bakau di sepanjang pantai. Lokasi pengembangan hutan bakau ini direncanakan ditetapkan dengan kriteria koridor di sepanjang pantai dengan lebar sedikitnya 130 kali rata­rata rentang pasang surut. Mengingat pasang surut di pantai Kota Banda Aceh berkisar 1,5 m, maka jika merujuk pada qanun ini, maka sedianya terdapat sekitar 195 m lebar hutan bakau di sepanjang pantai. Sampai dengan kajian ini dilakukan belum ditemukan ada tebal pohon bakau yang signifikan di sepanjang kawasan pantai tersebut. Bahkan, di beberapa tempat justru mengalami penebangan karena pengembangan kawasan pantai untuk infrastruktur pelabuhan perikanan. Struktur ruang Kota Banda Aceh menurut dua RTRW tersebut cukup berbeda dari jumlah Pusat Kota CBD dan jumlah Sub­Pusat Kota Sub­CBD. Perbedaan struktur ruang dari dua RTRW tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Tahun 2000, Banda Aceh mengadopsi pembagian struktur ruang kota atas 1 CBD dan 3 Sub­CBD. Setelah tsunami di tahun 2004, Banda Aceh mengadopsi RTRW yang ditetapkan di Tahun 2009 dengan dua CBD, 2 Sub­CBD, dan 9 Pusat Lingkungan. SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID PEER Cycle 3 No.ISSN: 2477­6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015 197 Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai Gambar 2. Struktur Ruang Kota Banda Aceh sebelum tsunami kiri dan setelah tsunami kanan didigitasi ulang dari RTRW Banda Aceh Tahun 2009­2009 dan RTRW Banda Aceh sebelum tsunami. Pengawasan terhadap kependudukan dikaitkan dengan mitigasi bencana tsunami disebutkan pada Pasal 18 Ayat 2 dalam Qanun No. 4 tahun 2009 tersebut. Disebutkan bahwa kawasan yang memiliki risiko bencana tsunami perlu dibatasi penyebaran dan kepadatan penduduknya. Ayat ini cukup dilematis mengingat definisi risiko bencana tsunami dimiliki oleh seluruh wilayah administratif Banda Aceh. Pada tahap ini terlihat bahwa konsep risiko bencana tsunami tidak cukup dielaborasi dengan cermat dan memberikan makna yang bias. Pembatasan penyebaran dan kepadatan penduduk juga tidak ditemukan dinyatakan dengan definitif. Pada bagian lain dari qanun ini disebutkan bahwa kawasan perumahan kepadatan tinggi justru diarahkan ke wilayah pantai yang berada di sebelah utara dari Kota Banda Aceh, seperti di Gampong Ulee Pata, Lamkuwueh, Asoe Nanggroe, Lamjabat, Ulee Lheue, Blang Oi, dan Alue Naga. Oleh karena itu, hal yang terkait kontrol terhadap kepadatan penduduk dalam RTRW ini belum begitu jelas. Petunjuk teknis yang lebih rinci yang mengatur mekanisme kontrol kepadatan penduduk belum tersedia. Di sisi lain, populasi penduduk di kawasan pantai Banda Aceh menunjukkan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Data BPS Banda Aceh seperti diilustrasikan pada Gambar 3 menunjukkan kecenderungan menaik sejak data populasi penduduk tahun 2005 hingga ke akhir tahun 2014. Gambar 3. Perkembangan Populasi di Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Kutaraja di Kota Banda Aceh dari Tahun 2003 hingga Tahun 2013 berdasarkan data BPS Banda Aceh, 2014. SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID PEER Cycle 3 No.ISSN: 2477­6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015 198 Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai Gambar 4. Perbandingan Tata Ruang Kota Meulaboh di tahun 2000 kiri dan di Tahun 2012 kanan digambar ulang berdasarkan data dari Bappeda Aceh Barat, 2015. 4.2. Penataan Ruang Kota Meulaboh RTRW Kabupaten Aceh Barat mengacu pada RTRW Kabupaten Aceh Barat yang sebelum tsunami dituangkan dalam Peraturan Daerah dan setelah tsunami direvisi dan dikeluarkan Qanun terbaru No. 1 Tahun 2013. Qanun terakhir ini direncanakan menjadi acuan penataan ruang Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2012 hingga 2032. Mengingat Kota Meulaboh merupakan kota kecil, maka CBD Kota ini hanya ditetapkan pada satu lokasi yang berpusat di Kecamatan Johan Pahlawan. Perluasan kota belum menjadi prioritas hingga akhir pelaksanaan RTRW ini. Perbedaan yang cukup signifikan antara RTRW sebelum dan sesudah tsunami adalah penetapan jalur evakuasi yang dituangkan dalam RTRW dan Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Barat. Penataan Ruang sebelum tsunami mengacu pada perencanaan yang ditetapkan untuk Tahun 2000. Perbandingan antara RTRW Kabupaten Aceh Barat yang difokuskan pada Kota Meulaboh dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Berdasarkan RTRW terbaru ini Pemerintah Kabupaten Aceh Barat menetapkan 10 jalan sebagai jalan evakuasi dan 8 lokasi sebagai tempat evakuasi untuk bencana tsunami. Namun demikian, fasilitas evakuasi yang ditetapkan tersebut belum memperkirakan waktu tersingkat tibanya gelombang tsunami berdasarkan berbagai skenario tsunami yang pernah ada di sekitar 35 menit Syamsidik et al., 2015. Kota Meulaboh yang memerlukan waktu sekitar Di samping untuk bahaya tsunami, RTRW Aceh Barat ini juga mengelola bencana lainnya yaitu banjir dan kebakaran pemukiman. Meskipun demikian, sama halnya dengan Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Barat tidak menerangkan secara khusus kontrol terhadap pemukiman di kawasan pantai dan tidak ada arahan yang definitif terkait mitigasi bencana tsunami dengan menggunakan konsep sabuk hijau. Ketiadaan arahan pengawasan pertambahan penduduk dan pemukiman di kawasan pantai berpengaruh pada pertambahan penduduk di kawasan pantai. Berdasarkan data populasi penduduk di Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Lautan Hindia, ditemukan kecenderungan peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu khususnya di Kecamatan Johan Pahlawan dimana Kota Meulaboh berada. Gambar 5 menunjukkan perubahan penduduk di Kecamatan Johan Pahlawan yang berada di kawasan pantai dari tahun 2003 hingga tahun 2014 BPS Aceh Barat, 2015. SIMPOSIUM NASIONAL MITIGASI BENCANA TSUNAMI 2015 TDMRC Universitas Syiah Kuala didukung oleh USAID PEER Cycle 3 No.ISSN: 2477­6440 Banda Aceh, 21 – 22 Desember 2015 199 Tema: Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai Gambar 5. Perkembangan Populasi Penduduk di Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat dari Tahun 2003 hingga Tahun 2014 BPS Aceh Barat, 2015.

5. Diskusi