Operasionalisasi fungsionalisasi kongkritisasi tujuan dan Pedoman

66 Pedoman pemidanaan yang lebih merupakan pedoman bagi hakim untuk menjatuhkan atau menerapkan pemidanaan atau pedoman penjatuhan penerapan pidana untuk hakim pedoman yudikatif aplikatif 107 . KUHP WvS sebagai hukum positif dan merupakan induk dari keseluruhan aturan perundang undang pidana secara explisit tidak merumuskan pedoman pemidanaan dimaksud, namun dalam penjelasan dari KUHP yaitu dalam Memorie van Toelichting Memori penjelasan dari WvS Belanda tahun 1886 yang dalam terjemahan bebasnya sebagai berikut : “Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana untuk tiap kejahatan, hakim harus memperhatikan keadaan obyektif dan subyektif tindak pidana yang dilakukan, ia harus memperhatikan perbuatan dan pembuatnya. Hak- hak apa sajakah yang dilanggar dengan adanya tindak pidana itu? Kerugian apakah yang ditimbulkan? Bagaimanakah sepak terjang kehidupan si pembuat dulu ? Apakah kejahatan yang dipersalahkan kepadanya itu merupakan langkah pertama kearah jalan sesat ataukah suatu perbuatan yang merupakan pengulangan dari watak jahat yang sebelumnya sudah tampak?” 108

4. Operasionalisasi fungsionalisasi kongkritisasi tujuan dan Pedoman

Pemidanaan Seperti yang telah dikemukakan oleh Sudarto bahwa : KUHP kita tidak memuat pedoman pemberian pidana straftoemetingsleiddraad yang 107 Barda Nawawi Arif, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana , Citra Aditya bhakti, Bandung 1998, Hal 115 108 Sudarto, Dampak Putusan Hukum Pidana Bagi Masyarakat, dalam Masalah-masalah Hukum Majalah FH Undip, Semarang, 1986, Hal. 35. 67 umum ialah suatu pedoman yang dibuat oleh pembentuk undang-undang yang memuat asas-asas yang perlu diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana, yang ada hanya aturan pemberian pidana straftoemetingsregels Sehubungan dengan pernyataan di atas, dalam upaya pembaharuan sistem pemidanaan maka RUU KUHPKonsep Tahun 2004 telah mencantumkan tujuan dan pedoman pemidanaan secara ekplisit dalam Pasal 51 dan 52 yang selengkapnya adalah sebagai berikut : Pasal 51 1 Pemidanaan bertujuan ; a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat dan. d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 2 Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Dari redaksional tujuan pemidanaan di atas terlihat adanya pengaruh dari aliran modern dalam hukum pidana 68 Pasal 52 1. Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan ; a. kesalahan pembuat tindak pidana. b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana. c. Sikap bathin pembuat tindak pidana. d. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana. e. Cara melakukan tindak pidana. f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana. g. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana. h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana. i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban. j. Pemaafan dari korban dan atau keluarganya; dan atau k. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan. 2. Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. 109 Dari redaksional tujuan dan pedoman pemidanaan dalam konsep rancangan KUHP di atas terlihat adanya perpaduan antara aliran klasik dan modern yang harus diterima sebagai konsekwensi logis agar hukum dapat mencapai tujuannya. 109 RUU KUHP 2004, Depkum dan HAM, 2004, Hal. 13-14 69 Beberapa negara yang telah mengadakan pembaharuan hukum pidananya khususnya yang berkaitan dengan pemidanaan telah menerapkan individualisasi pidana sebagai implementasi dari tujuan dan pedoman pemidanaan dimana pidana dijatuhkan tidak hanya berdasarkan perbuatan saja, namun juga memperhatikan dari sifat-sifat dan keadaan pembuat tindak pidana. Individualisasi pidana mengandung aspek bahwa pidana yang dijatuhkan disesuaikan diorientasikan pada pertimbangan yang bersifat individu pelaku, aspek modifikasi pidana yaitu pidana yang dijatuhkan disesuaikan perkembangan individu si pelaku dan aspek fleksibilitas elastisitas pemidanaan dimana hukum diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan sanksi yang tepat untuk individu pelaku. 110 110 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya bakti, Bandung, 1996, Hal. 102. 70

BAB III PEMBAHASAN

A. Kebijakan Formulasi Tujuan dan Pedoman Pemidanaan dalam KUHP yang

Saat ini Berlaku Pelaksanaan pemidanaan dalam praktek yang selama ini dijadikan pedoman oleh para Hakim adalah “situasi atau keadaan pelaku” di dalam mengikuti jalannya proses pengadilan baca : proses penjatuhan pidana dituangkan dalam format putusan vonis. “Situasi atau keadaan pelaku” terformulasi dalam pertimbangan berupa : hal yang memberatkan dan yang meringankan. Yang memberatkan dapat disebutkan : - memberikan keterangan yang berbelit-belit - tidak menyesal - mangkir, sedangkan Hal yang meringankan sebagai berikut : - masih muda - sopan - mengaku terus terang - belum pernah dihukum “Check points” di atas merupakan pedoman yang sering dipergunakan oleh para hakim dalam memberikan pidana baik yang berkaitan dengan straf soort maupun straf maat.