Penalaran Struktur
A. Penalaran Struktur
Penalaran struktur dilakukan menggunakan FT-IR yang berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi dari senyawa awal. Karakterisasi gugus fungsi juga dilakukan terhadap biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) serta geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal utuk mengetahui perubahan maupun pergeseran gugus fungsi. Selain itu, untuk memperkuat dugaan dari analisis FTIR, dilakukan analisis secara kualitatif menggunakan XRD. Analisis XRD ini berguna untuk mengetahui kristalinitas dari bahan awal LPP dan haloisit serta geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal yang kemudian dibandingkan dengan standar JCPDS (Joint Commite Powder Diffraction Standar). Kondisi pengukuran dengan menggunakan XRD beserta nilai d dan I (Intensitas) dibandingkan dengan standar.
Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan FT-IR terhadap LPP, asam akrilat (AA), divinil benzena (DVB), dan serat tandan kosong sawit (STKS) sebagai bahan awal. Analisis gugus fungsi juga dilakukan pada LPP-g- AA serta biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terjadi dalam pembentukan biokomposit.
Hasil analisa dari spektra FTIR menunjukkan bahwa sampel LPP dalam bentuk KBR pellet mempunyai daerah serapan C-H str pada 2723 cm -1 yang
merupakan tipikal dari PP (Suharty et al., 2007 a ). Menurut Silverstein et al. (1991) Gugus fungsi metilen (-CH 2 -) ditunjukkan pada daerah serapan 2890 cm -1 untuk (- CH 2 -) str dan 1454 cm -1 serta 1165 cm -1 untuk (-CH 2 -) bend . Daerah serapan 1377 cm -1 menunjuk pada gugus fungsi metil (–CH 3 ) bend serta daerah serapan 2962 cm -1 menunjuk pada gugus fungsi metil (–CH 3 ) str . Sedangkan spektra FTIR dari asam
akrilat dalam bentuk neat liquid menunjukkan adanya serapan yang kuat dan tajam pada 1728 cm -1 yang merupakan serapan khas untuk gugus fungsi C=O (karbonil asam), selain itu juga terdapat serapan pada 3448 cm -1 (broad) yang menunjuk pada gugus fungsi –OH ikatan hidrogen, serta adanya gugus vinil (C=C) yang ditunjukkan dengan serapan pada daerah 1635 dan gugus fungsi (C-H) bend vinil pada serapan 1411 cm -1 (Silverstein et al., 1991).
serapan milik LPP yaitu serapan CH str pada 2723 cm -1 , gugus metil (CH 3 ) bend pada 1377 cm -1 serta (CH 3 ) str pada 2962. Gugus metilen (-CH 2 -) str pada 2890 cm -1 serta (- CH 2 -) bend pada 1454 dan 1165 cm -1 . Sedangkan serapan milik AA yaitu serapan gugus karbonil (C=O) pada 1728 cm -1 dan gugus hidroksil (OH broad) pada 3448 cm -1 . Tidak adanya gugus vinil (C=C) pada serapan 1635 dan gugus fungsi (C-H) bend vinil 1411 cm -1 dari AA pada spektrum LPP-g-AA menandakan bahwa gugus vinil telah bereaksi dengan gugus metin dari LPP melalui reaksi reaktif.
Spektra FTIR dari serbuk STKS dalam bentuk KBr pellet mempunyai serapan yang khas pada 3410 cm -1 (broad) yang merupakan serapan dari gugus fungsi -OH ikatan hidrogen, serapan pada 2931 cm -1 adalah milik dari gugus fungsi
(–CH 2 -) str (Bodirlau and Teaca, 2007). Adanya serapan pada puncak 1033 cm -1 yang menunjukkan gugus fungsi C-O-C serta serapan pada 1728 cm -1 menunjukkan gugus fungsi C=O (Silverstein et al., 1991). Sedangkan spektra FTIR dari DVB dalam bentuk neat liquid adanya (C-H) str (aromatik) yang ditunjukkan oleh serapan 3086 cm -1 (Williams and Fleming, 1973), selain itu adanya serapan pada 3008 cm -1 menunjukkan keberadaan (C-H) vinil. Serta terdapat serapan 1627 cm -1 yang merupakan gugus vinil (C=C) dan serapan pada 1597 cm -1 yang menunjukkan C=C aromatik terkonjugasi (Silverstein et al., 1991).
Gambar 19. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) DVB (neat liquid), (c) LPP-g-AA
(Formula II) (film) (d) STKS (pelet KBr), dan (e) Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (film)
Spektrum LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) pada gambar 19e menunjukkan serapan LPP yaitu serapan gugus CH str pada 2723 cm -1 , gugus metil
CH 3bend pada 1377 cm -1 dan CH 3str pada 2962 cm -1 , serta gugus metilen (-CH 2 -) str pada 2890 cm -1 dan (-CH 2 -) bend pada 1454 dan 1165 cm -1 . Sedangkan pada gugus
fungsi OH selulosa pada bilangan gelombang 3410 cm -1 . Terjadinya pergeseran bilangan gelombang karbonil asam (C=O) pada 1728 cm -1 (gambar 19c) menjadi 1735 cm -1 (gambar 19e) yang merupakan serapan dari gugus fungsi ester. Terbentuknya ester akan menggeser bilangan gelombang karbonil asam ke bilangan gelombang yang lebih besar (Silverstein et al., 1991). Hal ini menunjukkan bahwa terbentuknya ikatan secara esterifikasi secara radikal yaitu ikatan antara AA dengan selulosa, dimana selulosa terikat pada sisi polar AA dari senyawa penggandeng LPP- g-AA. Reaksi yang terjadi antara SK dengan AA tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suharty et al. (2008 b ) yang melaporkan bahwa selulosa dari
serat alam dapat berikatan dengan AA secara esterifikasi. Tetapi tidak adanya gugus vinil (C=C) dari DVB pada 1627 cm -1 menunjukkan bahwa kedua gugus vinil serat alam dapat berikatan dengan AA secara esterifikasi. Tetapi tidak adanya gugus vinil (C=C) dari DVB pada 1627 cm -1 menunjukkan bahwa kedua gugus vinil
2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal Biokomposit disintesis dengan penambahan Clay dalam berbagai jenis (kaolin dan haloisit) dan konsentrasi (10%, 20%, 30%, dan 40% dari berat total) sehingga diperoleh geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2), LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3). Geobiokomposit yang terbentuk dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FT-IR dan kristalinitas dengan XRD. a). Karakterisasi Gugus Fungsi menggunakan FT-IR
Pembuatan biokomposit dengan penambahan clay akan memberikan spektrum FT-IR yang berbeda dibanding biokomposit standar. Spektrum FT-IR geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal ditunjukkan pada gambar 20 dengan data pembanding spektrum FT-IR dari haloisit dan biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1). Spektrum FT-IR clay haloisit pada gambar menunjukkan adanya serapan Al-OH bend pada bilangan gelombang 913 cm -1 , Si-O-Al pada serapan 538 cm -1 , dan Si-O bend pada bilangan gelombang 1032 cm -1 (Ilic et al., 2010). Pada bilangan gelombang 692 cm -1 terdapat gugus fungsi Si-O str (Ekosse, 2005). Menurut Pesova A et al. (2010), pada clay golongan kaolinite terdapat gugus fungsi OH inner pada bilangan gelombang 3620 cm -1 , gugus fungsi OH outer pada bilangan gelombang 3690 dan 3670 cm -1 .
Gambar 20. Spektrum FT-IR: (a) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (b)
Haloisit (pellet KBr), (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3) (film)
Spektrum biokomposit dengan penambahan Haloisit menunjukkan adanya serapan khas biokomposit standar seperti yang ditampilkan pada spektrum pembanding pada Gambar 20a yaitu serapan LPP dengan gugus CH str pada 2723 cm -
1 , gugus metil CH 3bend pada 1377 cm -1 dan CH 3str pada 2962 cm -1 , serta gugus metilen (-CH 2 -) str pada 2890 cm -1 dan (-CH 2 -) bend pada 1454 dan 1165 cm -1 . Reaksi
esterifikasi antara AA dan selulosa ditunjukkan oleh munculnya serapan karbonil ester pada 1735 cm -1 . Spektrum geokomposit (gambar 20c) juga menunjukkan adannya pergeseran serapan bilangan gelombang pada gugus fungsi yaitu gugus fungsi Si-O juga mengalami pergeseran dari 1029 cm -1 ke 1062 cm -1 . Sedangkan, gugus fungsi Al-OH terjadi pergeseran gugus fungsi dari 912 cm -1 ke 947 cm -1 .
Analisis terhadap gugus fungsi pada komposit tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran dan perubahan dari gugus fungsi bahan awal. Suharty et al.
(2007 b ) melaporkan bahwa pergeseran dan perubahan gugus fungsi pada sintesis biokomposit menunjukkan terjadinya perubahan ikatan kimia yang sekaligus (2007 b ) melaporkan bahwa pergeseran dan perubahan gugus fungsi pada sintesis biokomposit menunjukkan terjadinya perubahan ikatan kimia yang sekaligus
Pada difaktogram LPP memiliki puncak utama pada 2θ sebesar 16,9° yang diketahui memiliki fasa kristal dan fasa amorf. Haloisit memiliki puncak khas pada 2θ sebesar 11,9° dengan nilai d sebesar 7,4 Å dan diketahui sebagai fasa kristal. Pada difraktogram geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal hasil sintesis dibandingkan dengan difraktogram LPP dan haloisit untuk mengetahui puncak- puncak karakteristik masing-masing. Hasil difraktogram diketahui adanya puncak 2θ 16,9° yang merupakan sudut difraksi LPP yang diketahui memiliki fasa kristal dan fasa amorf. Berdasarkan difraktogram XRD pada 2θ antara 10 sampai 70 geobiokomposit tidak memperlihatkan puncak 2θ dari haloisit. Hal ini diasumsikan mungkin haloisit mengalami eksfoliasi dan terdispersi dalam matriks polimer. Tidak munculnya puncak clay pada komposit menandakan bahwa clay tersebut mengalami eksfoliasi dan terdistribusi dalam komposit (Lee et al., 2008). Pola difraksi sinar-X geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal hasil sintesis dibandingkan dengan pola difraksi LPP dan haloisit seperti ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Difaktogram (a) LPP, (b) haloisit (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
Sintesis biokomposit dengan 2 jenis lempung menghasilkan dua jenis geobiokomposit, yaitu geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2) dan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
(Formula F3).
Biokomposit yang terbentuk selanjutnya diuji kemampuan hambat bakarnya yang meliputi time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran, dan heat release (HR). Metode yang digunakan dalam pengujian sifat hambat bakar biokomposit adalah ASTM D 635 dengan menjepit sampel secara horizontal dan mengenakan nyala api ke salah satu ujungnya.
Gambar 22. Pengujian daya bakar
1. Time to Ignition (TTI)
Time to ignation (TTI) merupakan rentang waktu yang diperlukan oleh geobiokomposit saat mulai terbakar. Semakin cepat waktu untuk terbakar pada suatu bahan, menandakan bahan tersebut mudah terbakar. Diperolehnya TTI untuk biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula III) adalah 2,25 detik. Berdasarkan data TTI yang diperoleh semakin banyak penambahan clay pada biokomposit F1 akan meningkatkan nilai TTI. Penambahan clay 40% dapat meningkatkan TTI sebesar 217,33% untuk kaolin (KI1d) dan 261.33% untuk haloisit (KJ1d). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penghambatan pada saat pembakaran. Berdasarkan studi litelatur Liu and Quintiere (2007) yaitu time to ignition meningkat sesuai dengan konsentrasi lempung.
Menurut Haiyun et al. (2011) interaksi clay ke dalam matriks polimer
Sampel saat pengujian daya bakar Sampel setelah pengujian daya bakar
meningkatkan kemampuan hambat bakar yang baik dengan terbentuknya lapisan
arang yang dapat memperlambat ketersediaan O 2 selama proses pembakaran. Data
time to ignition biokomposit pembanding dan geobiokomposit disajikan pada pada gambar 23.
Gambar 23. Kurva Time to ignition dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay
(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g- AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
Time to ignition (TTI) yang tinggi juga dipengaruhi karena matriks polimer dan clay mengalami eksfoliasi. Menurut Haiyun M et al. (2011) TTI eksfoliasi lebih lama daripada interkalasi. Polimer-clay yang mengalami eksfoliasi lebih banyak
menghasilkan arang yang dapat menghambat ketersediaan O 2 pada proses
pembakaran (Delhom et al., 2010). Berikut ini merupakan skema penghambatan masuknya O 2 pada gambar 24.
Kemampuan hambat bakar komposit ditentukan dengan pengukuran kecepatan pembakaran dari komposit tersebut, dimana semakin kecil kecepatan maka pembakaran menunjukkan bahwa kemampuan hambat bakarnya semakin besar. Umumnya kemampuan hambat bakar polimer dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan-bahan yang terurai baik untuk menghasilkan gas yang dapat mengurangi kelangsungan pembakaran dan mendinginkan sistem, serta menimbulkan pembentukan arang sehingga menghambat interaksi polimer dengan sumber nyala (Sopyan, 2001). Suharty (2010) melaporkan bahwa biokomposit yang
ditambah dengan senyawa fire retardants Mg(OH) 2 +Al(OH) 3 +H 3 BO 3 dapat
menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 55% karena pada saat pembakaran
Mg(OH) 2 , Al(OH) 3 dan H 3 BO 3 akan terdekomposisi secara endotermik menjadi logam oksida (MgO dan Al 2 O 3 ) dan air (H 2 O) serta oksida boron (B 2 O 3 ) yang
bersifat moiety (lembab). Adanya logam oksida dapat melapisi polimer dengan
membentuk arang sehingga menghalangi interaksi gas pengoksidasi (O 2 ), sedangkan adanya H 2 O dan B 2 O 3 dapat menyerap panas. Penambahan senyawa fire retardants CaCO 3 dengan DAP (diamonium fosfat) pada biokomposit LPP/Serat Kenaf dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 54% dikarenakan asam fosfat dapat
bereaksi dengan CaCO 3 membentuk CO 2 dan H 2 O yang dapat menghambat
pembakaran (Suharty, 2010 a ).
Biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS memiliki kecepatan pembakaran 2,20 mm/menit. Berdasarkan data kecepatan pembakaran semakin banyak konsentrasi kaolin dan haloisit yang ditambahkan maka semakin besar sistem hambat bakar yang terbentuk sehingga penghambatan bakar lebih optimal karena jumlah arang yang dihasilkan juga meningkat. Penambahan clay sebanyak 40% dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 62,73% untuk kaolin (KI1d) dan 69.10% untuk haloisit (KJ1d) dibandingkan dengan biokomposit Formula F3. Hal ini sesuai penelitian Delhom et al. (2010) yaitu bertambahnya jumlah clay maka arang yang dihasilkan semakin banyak. Arang tidak mudah terbakar serta dapat menjadi Biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS memiliki kecepatan pembakaran 2,20 mm/menit. Berdasarkan data kecepatan pembakaran semakin banyak konsentrasi kaolin dan haloisit yang ditambahkan maka semakin besar sistem hambat bakar yang terbentuk sehingga penghambatan bakar lebih optimal karena jumlah arang yang dihasilkan juga meningkat. Penambahan clay sebanyak 40% dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 62,73% untuk kaolin (KI1d) dan 69.10% untuk haloisit (KJ1d) dibandingkan dengan biokomposit Formula F3. Hal ini sesuai penelitian Delhom et al. (2010) yaitu bertambahnya jumlah clay maka arang yang dihasilkan semakin banyak. Arang tidak mudah terbakar serta dapat menjadi
Pengujian daya bakar geobiokomposit memberi respon yaitu meleleh tapi tidak menetes saat terbakar karena clay akan meningkatkan pembentukan arang yang akan menghambat pembakaran sedangkan pada biokomposit awalnya akan meleleh dan kemudian menetes saat terjadi pembakaran. Data kecepatan pembakaran formula F3 (sebagai standar), formula F2 dan formula F3 disajikan pada gambar 25.
Gambar 25. Kurva kecepatan pembakaran LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay
(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g- AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
3. Heat Release (HR)
Heat Release (HR) merupakan kemampuan suatu material untuk melepaskan panas setelah material tersebut terbakar. Semakin tinggi suhu suatu material yang dihasilkan saat sumber nyala (api) dimatikan, maka HR semakin rendah. Sehingga waktu untuk mendinginkan material semakin lama. Diperoleh persentase heat release pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (formula F1) sebagai standar yaitu 85,84 %. besar dalam proses pendinginan nyala api, seperti Heat Release (HR) merupakan kemampuan suatu material untuk melepaskan panas setelah material tersebut terbakar. Semakin tinggi suhu suatu material yang dihasilkan saat sumber nyala (api) dimatikan, maka HR semakin rendah. Sehingga waktu untuk mendinginkan material semakin lama. Diperoleh persentase heat release pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (formula F1) sebagai standar yaitu 85,84 %. besar dalam proses pendinginan nyala api, seperti
Gambar 26. Kurva heat release dari LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay
(konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g- AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 40% (KJ1d) dapat menaikan TTI dan persentase HR sebesar 44 dan 0,24 % serta dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 6.37 % daripada LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (KI1d). Hal ini dikarenakan haloisit merupakan alumina silikat yang mempunyai struktur pipa berongga (Handge et al., 2010). Du M et al. (2006) melaporkan bahwa struktur haloisit yang berbentuk tabung berongga menjanjikan adanya peningkatan stabilitas termal dan penurunan sifat mudah terbakar dari polipropilen. Inti yang berongga dari haloisit memudahkan adanya interaksi dengan matriks polimer. Selain itu, kaolin yang digunakan disini memiliki pengotor yang lebih banyak dari haloisit, sehingga
kandungan logam oksida (Al 2 O 3 dan SiO 2 ) pada kaolin lebih sedikit dari haloisit.
murah. Komposit yang mengandung logam oksida diharapkan mempunyai konduksi termal yang tinggi.