Kerangka Pemikiran

B. Kerangka Pemikiran

Pembentukan komposit dilakukan secara reaktif dengan inisiator bensoil peroksida (BPO) dalam metode larutan dengan menggunakan bantuan pelarut xilena pada titik didihnya yang dapat melarutkan LPP hingga 100%. Metode ini memberikan luas permukaan pada LPP untuk bertumbukan secara maksimal dengan bahan lain. Pelarut harus dibebaskan setelah pembuatan komposit.

Polipropilena (PP) merupakan polimer sintetik yang tersusun dari

Energi Serap (Es) Luas Penampang (A)

Kekuatan Impak (Is) = Kekuatan Impak (Is) =

Selulosa yang merupakan polimer alam tersusun dari monomer glukosa yang tergabung ikatan 1,4-β-glikosidik. Setiap unit glukosa mengandung gugus polar

hidroksil pada C 2 , C 3 , dan dua gugus >C-O pada ikatan glikosidik yang berikatan

antar monomernya. Reaksi radikal akan menghasilkan suatu gugus reaktif yang

bersifat polar pada atom O posisi C 1 yang mengikat R sebagai pusat reaksi.

Karena adanya perbedaan kepolaran gugus reaktif dari polipropilena, selulosa, maka diperlukan suatu senyawa penggandeng antara gugus non polar dari polipropilena dan gugus polar dari selulosa. Senyawa penggandeng ini harus mempunyai gugus non polar dan polar, atau juga disebut sebagai senyawa penggandeng multifungsional. Asam akrilat (AA) adalah salah satu senyawa penggandeng multifungsional yang mempunyai tiga gugus reaktif yakni gugus vinil yang bersifat non polar dan gugus karbonil serta gugus hidroksil yang bersifat polar.

Dimana gugus fungsi AA yang bersifat non polar akan berikatan dengan gugus fungsi PP yang juga bersifat non polar. Sehingga dihasilkan senyawa penggandeng LPP-g-AA.

Adanya gugus polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan dengan gugus

polar dari selulosa pada atom O posisi C 1 yang mengikat R yang juga bersifat polar

membentuk ester. Gugus non polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan dengan gugus nonpolar dari LPP itu sendiri atau gugus non polar dari DVB.

Geobiokomposit dibuat dengan penambahan agen penyambung silang untuk meningkatkan ikatan sambung silang sehingga jaringan yang terbentuk menjadi lebih besar dan biokomposit menjadi lebih padat. Agen penyambung silang yang digunakan dalam penelitian ini adalah divinil benzena (DVB) yang memiliki dua gugus vinil bersifat reaktif non polar serta awan elektron π dari inti aromatik yang bermuatan negatif. Gugus non polar DVB akan berikatan dengan gugus non polar dari LPP serta LPP-g-AA. Sedangkan awan elektron π dari DVB akan membentuk ikatan hidrogen dengan Hδ+ yang berasal dari AA maupun selulosa.

Pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa terjadi penambahan clay. Lempung/clay merupakan geopolimer yang bersifat hidrofilik yang tersusun dari gugus fungsi Al-OH serta Si-O. Gugus tersebut akan berikatan sekunder yaitu ikatan hidrogen dengan awan elektron dari benzena, lonepair electron dari atom O yang berasal dari LPP-g-AA atau selulosa serta atom H bermuatan parsial positif (Hδ+) yang berasal dari Selulosa ataupun LPP-g-AA. Model struktur LPP/DVB/LPP-g- AA/Sel/Clay sebagai berikut : Pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa terjadi penambahan clay. Lempung/clay merupakan geopolimer yang bersifat hidrofilik yang tersusun dari gugus fungsi Al-OH serta Si-O. Gugus tersebut akan berikatan sekunder yaitu ikatan hidrogen dengan awan elektron dari benzena, lonepair electron dari atom O yang berasal dari LPP-g-AA atau selulosa serta atom H bermuatan parsial positif (Hδ+) yang berasal dari Selulosa ataupun LPP-g-AA. Model struktur LPP/DVB/LPP-g- AA/Sel/Clay sebagai berikut :

Komposit dengan penambahan filler clay dapat membentuk suatu komposit cerdas yang memiliki kemampuan hambat bakar. Pada umumnya, pembakaran disebabkan oleh 3 hal yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas sehingga untuk menghambat bakar diperlukan senyawa yang dapat mengurangi setidaknya salah satu dari komponen segitiga api. Senyawa fire retardant yang ditambahkan adalah Clay meliputi kaolin dan haloisit yang dapat meminimalkan dua komponen

pendukung nyala yaitu O 2 dan panas. Penambahan Clay dapat mengurangi suplai

oksigen dengan terbentuknya arang sehingga dapat menghambat pembakaran. Pembakaran yang terhambat dapat ditunjukkan dengan lambatnya time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran yang rendah serta persentase heat release (HR) yang tinggi.