GBPP MATAKULIAH KEPAMONGPRAJAAN
GBPP MATAKULIAH KEPAMONGPRAJAAN
Taliziduhu Ndraha, Kybernolog
1 LATARBELAKANG
Kompas 11 Oktober 07 h. 15 meluncurkan berita berjudul “Presiden Ubah IPDN Menjadi IIP,” dengan subjudul “Sistem Pengasuhan Dihapuskan, Diubah Kepamongan.” Di kiri bawah terdapat tulisan: “‘Di IIP ada tambahan ilmu baru sebagai pendukung dalam aspek pemerintahan,’ ujar Mardiyanto” (Menteri Dalam Negeri). Pukul 082337 pagi itu anak saya Pram mengonfirmasi berita itu pada saya seraya menanyakan ilmu apa yang dimaksud. Segera saya melaporkan berita itu via SMS kepada beberapa pejabat yang berkompeten, antara lain Plt Kepala Badan Diklat Dr H. Muh. Marwan, drs, MSi, Plt Rektor IPDN Dr J. Kaloh, SU, Prof. Dr Tjahya Supriatna, SU, dan Prof. Muchlis Hamdi, MPA, PhD. Informasi dari pak Khasan Effendy (IPDN) pukul 112207 tentang ilmu apa yang dimaksud: “Pemahaman saya pembaharuan dan pengembangan Ilmu Pemerintahan salah satunya Kybernologi. . . . .” Dari 08159676440, seorang pejabat Badan Diklat Depdagri tgl 121007 pukul 223338 diperoleh info: “Benar, prof. Yang beliau maksudkan adalah Kybernologi dan Kepamongprajaan,” dilanjutkan pada pukul 224923: “Benar, prof. Kita jadikan proposal yg prof. buat sebagai dasar keilmuan pembentukan IIP Regional.” Apakah ini berita jurnalistik yang setelah dibaca menjadi basi dan dilupakan orang? Atau lanjutan sejarah?
Di dalam sistem kurikulum IPDN terbaru (Peraturan Rektor IPDN tgl 15 September 2007 No. 895.5-273 Tahun 2007, Ilmu Pemerintahan (secara implisit Kybernologi) sebagai core curriculum IPDN pada tingkat institut (dijadikan menu semua fakultas dan jurusan) diajarkan sebelum core curriculum institut lainnya yaitu Kepamongprajaan. Jika Kybernologi berbentuk body-of-knowledge (BOK, disiplin, ilmu) dan derajat akademiknya bulat (Sarjana S1, Magister S2, dan Doktor S3), bagaimana dengan Kepamongprajaan sebagai matakuliah baru? Apakah hanya seperangkat teori seperti Teori-Teori Pembangunan, sebuah Bidang Kajian (field of study), seperangkat Kebijakan dan Peraturan, atau sebuah topik Seminar?
Yang jelas, Kepamongprajaan yang pamornya timbul tenggelam selama seratus tahun terakhir, dan jejaknya nyaris lenyap disapu perubahan zaman, kembali menarik dengan semakin gamangnya penyelenggaraan Negara dan pemerintahan di tanahair. Kegamangan itu terlihat pada hubungan antara pusat dengan daerah. Semakin Yang jelas, Kepamongprajaan yang pamornya timbul tenggelam selama seratus tahun terakhir, dan jejaknya nyaris lenyap disapu perubahan zaman, kembali menarik dengan semakin gamangnya penyelenggaraan Negara dan pemerintahan di tanahair. Kegamangan itu terlihat pada hubungan antara pusat dengan daerah. Semakin
Di samping kegamangan, muncul beberapa kebingungan. Pertama, “Praja” berarti kerajaan, kota, Negara, sedangkan “pamong” berarti pengasuh, penyelenggara. Jadi “pamongpraja” sesungguhnya identik dengan “pemerintah” dan “pemerintahan,” seperti “government” yang dapat diartikan “pemerintah” dan juga “pemerintahan.” Kalau kedua konsep itu mengandung arti yang sama, mengapa dijadikan dua matakuliah yang berbeda? Kedua, kalau pemerintahan itu identik dengan pamongpraja, apakah seluruh perangkat eksekutif atau hanya perangkat Departemen Dalam Negeri yang dapat disebut pamongpraja? Ketiga, bagaimana dengan pendapat Bayu Surianingrat dalam Pamong Praja dan Kepala Wilayah (1980) yang membedakan pamongpraja dalam arti luas dan pamongpraja dalam arti sempit? Keempat, adakah dan jika ada di manakah terletak perbedaan signifikan antara Kybernologi dengan Kepamongprajaan? Kelima, bagaimana konstruksi hubungan teoretik antara keduanya?
Maka sambil meraba-raba sini-sana, didorong oleh curiosity seadanya, walau terundung alergi debu, pilek dan flu, selagi semua orang asyik menikmati tidak kurang dari sepuluh hari libur bersama, di negeri yang menurut ramalan ulama- pedagang politisi-birokrat buruh-cendekiawan, pada tahun 2030 menjadi nomor lima terbesar sedunia, saya membolak perpustakaan dan menjelajah warisan berbentuk huruf dan kalimat. Saya menemukan Drs S. Pamudji, MPA, “Membina Dinas Pamong Praja ke Arah Dinas Karier Dalam Administrasi Negara,” dalam Berita IIP No. 21 Tahun 1971, yaitu Pidato Ilmiah pada Hari Wisuda Alumni APDN Malang dan Peresmian IIP tgl 25 Mei 1967 di Malang, sebuah dokumen akademik yang 40 tahun kemudian dimuat dalam Kybernologi: Sebuah Profesi, 2007, Bab VI. Pidato itu menunjukkan bahwa pembentukan IIP dijiwai oleh semangat Kepamongprajaan.
Dokumen pemikiran tentang Kepamongprajaan periode 70-80-an diwakili oleh Drs Bayu Surianingrat, Pamong Praja dan Kepala Wilayah, 1980. Sesudah itu, Kepamongprajaan, baik sebagai berita maupun sebagai pustaka, mengalami masa sunyi yang lama, sampai tahun 2004 ketika Forum Komunikasi Alumni IIP Dokumen pemikiran tentang Kepamongprajaan periode 70-80-an diwakili oleh Drs Bayu Surianingrat, Pamong Praja dan Kepala Wilayah, 1980. Sesudah itu, Kepamongprajaan, baik sebagai berita maupun sebagai pustaka, mengalami masa sunyi yang lama, sampai tahun 2004 ketika Forum Komunikasi Alumni IIP
Dipacu oleh terus digunakannya nama “pamong” oleh STPDN dan kemudian IPDN, dipertegas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 2005 tentang Statuta IPDN, yang menyatakan bahwa IPDN adalah lembaga pendidikan pamongpraja, perhatian terhadap Kepamongprajaan terus mekar. Dr Lexie M. Giroth, SIP, MSi, menulis Pamong Praja, Kybernologi dan Metakontrologi (2005), terbitan Program Pascasarjana IPDN. IPDN sendiri tidak tinggal diam. IPDN menyelenggarakannya Seminar Nasional Dalam Konteks Kepamongprajaan di kampus Jatinangor pada tgl
22 September 2007. Dalam seminar itu Prof. Dr Ateng Syafrudin, SH, menyajikan makalah tentang “Ilmu Pemerintahan Dalam Konteks Kepamongprajaan,” dilengkapi dengan sejumlah bahan yang lebih tua dan otentik mewakili zamannya, “Pamongpraja Sebagai Golongan Karya Pemerintahan Umum,” Bandung 20 Mei 1963, dan “Jabatan Pamongpraja (Dahulu Pangrehpraja) Dalam Penelitian Antropologi Budaya dan Hukum Adat,” Bandung, 20 Mei 1963.
Saya juga tergerak untuk menulis beberapa makalah. Guna mengantisipasi kemungkinan untuk menjadikan Kepamongprajaan sebagai matakulian di IPDN, saya mencoba melengkapi pendekatan deskriptif dan normatif yang digunakan oleh para penulis di atas, dengan mengembangkan sisi teoretik tulisan guru saya S. Pamudji. Maka lahirlah “Memorial Lecture Ilmu Pemerintahan: Kepamongprajaan Dalam Sistem Pemerintahan,” dalam Kybernologi: Sebuah Charta Pembaharuan, 2007, Bab
XIII, “Kepamong-prajaan” dalam Kybernologi: Sebuah Scientific Movement, 2007, Bab XX, dan “Kepamongprajaan: Fungsi dan Peran Pamongpraja Dalam “Era Otonomi Daerah,” disiapkan untuk Seminar di Kabupaten Landak Kalimantan Barat pada tgl 26 Oktober 2007, dari bahan-bahan yang amat sangat terbatas.
Sama seperti titian yang saya gunakan tatkala saya akhirnya menemukan Kybernologi, kembali saya menggunakan pendekatan metadisiplin (Ontologi), dengan titiktolak yang berbeda. Kybernologi bermula dari Manusia dengan kebutuhannya sebagai fakta di panggung dunia, Kepamongprajaan terlihat di panggung bernama Negara dengan pemerintah sebagai aktornya. Kybernologi mempelajari bagaimana memulihkan Manusia dari korban dan mangsa menjadi Sama seperti titian yang saya gunakan tatkala saya akhirnya menemukan Kybernologi, kembali saya menggunakan pendekatan metadisiplin (Ontologi), dengan titiktolak yang berbeda. Kybernologi bermula dari Manusia dengan kebutuhannya sebagai fakta di panggung dunia, Kepamongprajaan terlihat di panggung bernama Negara dengan pemerintah sebagai aktornya. Kybernologi mempelajari bagaimana memulihkan Manusia dari korban dan mangsa menjadi
-------------------------------KYBERNOLOGI-------------------------------- | | (ILMU PEMERINTAHAN BARU) | | | | | | | | | | | KEAHLIAN KEAHLIAN | | DI BIDANG----------GENERALIS-----------DI BIDANG | | PEMERINTAHAN | PEMERINTAHAN | | | | | | | | | | | | PROFESI | PROFESI | | BIDANG PE- | BIDANG PE- | | MERINTAHAN | MERINTAHAN | | | --------------------- | | | | | vooruitzien | | |
TEOLOGI PEMERINTAHAN | conducting | PEMERINTAHAN TEKNOLOGI PEMERINTAHAN DAERAH | coordinating | DAERAH PEMERINTAHAN | | | peace-making | | | | | | residue-caring | | | | KEBIJAKAN | turbulence-serving | KEBIJAKAN | |--------------BIDANG-----|---KEPAMONGPRAJAAN---|------BIDANG--------------| | KEAGAMAAN | Freies Ermessen | PEKERJAAN UMUM | | | | gen&spec function** | | | | | | omnipresence | | |
KYBERNOLOGI* KEPALA KANTOR | responsibility | KEPALA DINAS KYBERNOLOGI KEBERAGAMAAN AGAMA |magnanimous-thinking | PEK. UMUM PEK. UMUM
| | | statesmanship | | | | | --------------------- | | | PROFESI | PROFESI | | BIDANG | BIDANG | | KEAGAMAAN | PEK. UMUM | | | | | | | | | | | | KEAHLIAN | KEAHLIAN | | DI BIDANG----------SPESIALIS-----------DI BIDANG | | TEOLOGIA PEK. UMUM | | | | | | | | |
--------------TEOLOGI TEKNOLOGI------------- CIVIL
*KYBERNOLOGI KETUHANAN? **generalist&specialist function
Gambar 1 Sistem Nilai Kepamongprajaan dan Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan Gambar 1 Sistem Nilai Kepamongprajaan dan Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan
Kebijakan Presiden (Perpres 1/09 tgl 12 Januari), untuk tetap menggunakan nama IPDN dan tidak IIP seperti dijanjikan 15 bulan yang lalu, tidak mengurangi derajat akademiknya, bahkan posisinya sebagai lembaga pendidikan tinggi kepamongprajaan dikukuhkan.
Berdasarkan uraian di atas, disusunlah 14 butir GBPP KepamongPrajaan (+ UTS dan UAS = 16 sesi) tentatif, modifikasi bahan yang pernah diterbitkan dalam Bab 6 Kybernologi dan Kepamongprajaan (2008), dan pengembangan Bab XIV Kybernologi dan Pengharapan (2009), sebagai berikut.
2 SESI SATU
Pemerintahan. Bahannya diambil dari Sesi Lima GBPP Ilmu Pemerintahan (Kybernologi). Bahan ini didahului dengan pembahasan singkat Teori Nilai (Sesi Sembilan GBPP Ilmu Pemerintahan). Menurut Teori Governance, setiap masyarakat (unit kultur) digerakkan oleh tiga subkultur, yaitu subkultur ekonomi (SKE, pembangunan itu sendiri berada di dalam policy implementation di ruang SKE), subkultur kekuasaan (SKK), dan subkultur sosial (SKS). Bagaimana masyarakat melindungi dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi tiga subkultur itu, bagaimana governance terbentuk, bagaimana subkultur bekerja (berinteraksi) dan berkontrol satu terhadap yang lain, diterangkan melalui Teori Governance. Kebijakan otonomi Daerah berdasarkan UU 32/04, Pasal 1 butir 2, 3 dan 4, sesuai
Tabel 1 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
----------------------------------------------------------------------------- PENGATURAN PENGURUSAN MONEV DAN FEEDBACK ----------------------------------------------------------------------------- 1 DPRD -- DPRD
2 KEPALA DAERAH PEMERINTAH DAERAH -- (PEMERINTAH DAERAH)
----------------------------------------------------------------------------- -----------------------------------------------------------------------------
----------------------- | NEGARA |
-----mengontrol----- -----mengontrol------ | memberdayakan | | membayar | | | || | | | | | | | mengontrol SKK | | | | | di hulu
| | | constituent ------ SKE--------|--------->SKK----------|-------->SKS------- | pemain | | | penonton | | | | wasit | pelanggan | | | | | | | mengontrol SKK | | | ----------|-|---------- di hilir | | pembangunan | | | | | | | meredistribusi | | | membentuk, | | nilai via pela- | | | |----meningkatkan,--- ---yanan civil, -----| | | | mencipta nilai pelayanan public | | | | 1 (inc.pemberdayaan) | | | | 4 | | | | MASYARAKAT | | | | | | | ------melayani-------5---------pasar-------- | | | | MANUSIA | | |
---------------------------feedback---------------------------
Gambar 2 Teori Pemerintahan (Governance): Interaksi Antar Tiga Subkultur Subkultur Ekonomi (SKE), Subkultur Kekuasaan (SKK), dan Subkultur Sosial (SKS dgn kualitas Sebagai Pelanggan dan Constituent) yang Disebut juga Subkultur Pelanggan (SKP)
Gambar 2 berawal pada Teori Ilmu Pemerintahan tentang interface antara konsep Manusia dengan konsep Negara. Interface itu membentuk ruang Masyarakat. Interaksi antar subkultur masyarakat melalui tiga terminal, yaitu SKE, SKK, dan SKS. Lintasan gerak dari terminal ke terminal disebut rute. Gambar 3 menunjukkan
5 rute dasar interaksi. Sepanjang Rute 5 dilakukan pemantauan dan evaluasi redistribusi nilai (Rute 4) berdasarkan standar yang telah ditetapkan melalui Rute 3. Hasil evaluasi dijadikan masukan ke dalam Rute 3. Teknik penampilan rute
---------------------- | NEGARA | | |
SKK mengontrol SKS sbg konsti- ---dan memberdaya--- ---tuen mengontrol--- | kan SKE via kebi- | | SKK di hulu via UU | | jakan & impl.nya | | dan PERDA |
2 | || | 3 | | petaruh, petarung | | | | | SBG KONSTITUEN ------ SKE------------------>SKK-------------------->SKS--------- | “pemain” | | | SBG PELANGGAN | | | | “wasit” | | | | | | | | | | “penonton” | | | | || | || | | | | | | | SKS sbg pelanggan | | | | | | | mengontrol SKK via | | pembangunan | | | | monev & feedback | | | | | | | di hilir | | | ---------|-|---------- | | | | || 5| | | | membentuk, me- | | memberdayakan, | | | | 1 ningkatkan, men- | | meredistribusi<-- 4 | | |---cipta nilai se--- -----nilai via pe- | | | | cara berkelan- layanan civil & ----| | | | jutan pelayanan publik | | | | | | | | | | | | MASYARAKAT (PUBLIK) | | | | | | | -------melayani----------------pasar---------- | | | | MANUSIA | | |
---------------------------feedback------------------------------
Gambar 3 Pemerintahan (Governance) Interaksi Antar Tiga Subkultur (Tiga Terminal SKE, SKK, dan SKS) Via Rute 1, 2, 3, 4, dan 5 Gambar 3 Pemerintahan (Governance) Interaksi Antar Tiga Subkultur (Tiga Terminal SKE, SKK, dan SKS) Via Rute 1, 2, 3, 4, dan 5
5 sebagai masukan buat Rute 3. Di sana jelas, hasil evaluasi dijadikan masukan ke dalam Rute 6 melalui terminal SKK, terus ke SKS. Dalam Teori Governance juga termasuk Teori Hubungan Pemerintahan (governance relations). Dengan memasukkan konsep stakeholder (Bab I Kybernologi dan Pembangunan, 2009), Gambar 2 mengalami modifikasi (Gambar 3):
---------------------- | NEGARA | | |
SKK mengontrol SKS sbg konsti- ---dan memberdaya--- ---tuen mengontrol--- | kan SKE via kebi- | | SKK di hulu via UU | | jakan & impl.nya | | dan PERDA |
2 | || | 3 | | petaruh, petarung | | | | | SKS “BANDAR” ------ SKE---------|-------->SKK----------|----->STAKEHOLDER----- | ”pemain” | | | ”penonton” | | | | ”wasit” | | | | | | | | | | SKS sbg PELANGGAN | | | | | | | mengontrol SKK via | | pembangunan | | | | monev & feedback | | | | | | | di hilir | | | ---------|-|---------- | | | | || 5| | | | membentuk, me- | | memberdayakan, | | | | 1 ningkatkan, men- | | meredistribusi<-- 4 | | |---cipta nilai se--- -----nilai via pe- | | | | cara berkelan- layanan civil & ----| | | | jutan pelayanan publik | | | | | | | | | | | | MASYARAKAT (PUBLIK) | | | | | | | -------melayani----------------pasar---------- | | | | MANUSIA | | |
---------------------------feedback------------------------------
Gambar 4 Stakeholder Pemerintahan (Hubungan Pemerintahan Antara Pemerintah (SKK) dengan Yang Diperintah (SKE dan SKS) Via Rute 1, 2, 3, dan 4
Gambar 3 menunjukkan Hubungan Pemerintahan, yaitu hubungan antara fihak Pemerintah (SKK, masyarakat pemangku kekuasaan) dengan fihak Yang Diperintah
(SKE dan SKS). SKE adalah masyarakat dalam perannya sebagai Pekerja, sedangkan SKS adalah masyarakat dalam perannya selaku Pelanggan dan Konstituen. Hubungan (rute) antar tiga terminal (dalam Gambar 2 terlihat empat) diperjelas (diurai) menjadi enam rute berkesinambungan. Gambar 5 merupakan rekonstruksi Gambar 7-1 Kybernologi (2003, 106) tentang hubungan antara Janji (commitment) dengan Percaya (trust) dan Harapan (hope). Dengan argumentasi tertentu, misalnya untuk rezim yang sedang berjalan, peneliti bebas menentukan rute awal penelitiannya dan menandainya dengan angka 1 (pada Gambar 4, rute Nilai Berkelanjutan Untuk Hidup), sehingga prosesnya berjalan dari 1 ke, 4, 5 dan 6, berlanjut ke 3, kembali ke
2, 1, demikian terus-menerus.
2 janji (kebi- 3 5 jakan/rencana mandat, kuasa monev thd & penepatan- (trust, hope) kinerja SKK
---nya) berda- -- ----tuntutan,--- ---rute 2 & 4 --- | sarkan etika | | (UU, Perda) | | via rute 1 | | otonom di hulu | | di hulu | | di hilir | | || || |
- SKE-------------- SKK-------------- SKS------------- SKK-- | | | | | | | | | redistribusi | | | | | | | | nilai via pe- | | pertanggung- | | | | nilai berke- | | lay civil, | | jawaban etik | | | --lanjutan utk--- --pelay publik-- -----menurut----- | | hidup & pemberday etika otonom | | 1 masyarakat di hilir | | di tengah | | 4 | | |
--------------------pemerintahan (governance)--------------------
Gambar 5 Hubungan Pemerintahan Pemerintahan sebagai Sistem dan Proses Via Rute 1, 2, 3, 4, 5 dan 6
Tetapi untuk rezim yang baru terpilih, angka 1 itu diletakkan pada rute Mandat (Gambar 5 pada rute 3), sehingga rutenya menjadi 3, 2, 1, 4, 5, 6, kembali ke 3. Pemerintahan mengandung (bekerja pada) duabelas nilai dasar. Duabelas nilai dasar itu disebut Kepamongprajaan.
Referensi: Bagian Pertama Bab 8 Kybernologi Beberapa Konstruksi Utama, 2005; Bagian Tiga Bab V dan Bab XIV Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006;
Bab VI dan Bab VII Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008; Bab I Kybernologi dan Pembangunan, 2009
3 SESI DUA
Nilai Satu VOORUITZIEN (lengkapnya Besturen is vooruit zien; Gouverner c’est prevoir; To govern is to foresee). Mengamong adalah memandang (envision) sejauh mungkin ke depan, tidak hanya sebatas masa jabatan masakerja, dan masahidup. Berdasarkan UU 25/04 dan UU 17/07, kendatipun masajabatan seseorang hanya lima tahun, ia wajib memperhitungkan dan mengantisipasi apa yang harus, akan, dan dapat terjadi minimal 20 tahun ke depan agar terjamin kesinambungan kinerja rezim yang berbeda-beda melalui rel atau runway yang sama. Visi Bangsa Indonesia di tengah dunia yang sedang berubah. Diuraikan posisi Indonesia di tengah perubahan global dan bagaimana visi Bangsa Indonesia dahulu dan sekarang. Teori tentang visi, lihat “TOR Talkshow Visi Indonesia 2045” dalam Kybernologi: Sebuah Profesi, 2007, Bab I, bandingkan dengan Dadang Solihin, “Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa, dan Tantangan Ilmu Pemerintahan,” dalam Kybernologi: Jurnal Ilmu Pemerintahan Baru, edisi perdana Agustus 2007. Lihat juga Bab II Kybernologi dan Pembangunan
KE DEPAN tujuan jangka panjang cita-cita, obsesi yg ditetapkan secara sistem nilai, ke- sadar dan formal berda- arifan masy. ybs sarkan idea dan visi
4 3 IDEA-------------------------------------------->GOAL
R7 |
| 7 HARAPAN R6 | | R5 |
38 tahun R4 6 MISSION | R3 | | R2 5 MASALAH | | R1 |
FAKTA SEKARANG-------------------------------------->VISION
1 tigapuluhdelapan tahun 2
kondisi yg takbisa apa yg terlihat bila diubah (takdir), keadaan berjalan menu- dan atau takbisa rut kondisi yg tak (sulit) berubah R = rezim berubah (fakta, 1)
Gambar 6 Fakta, Visi, Idea, Goal, Masalah, Misi, dan Harapan
(2008). Jerman dan Amerika dapat digunakan sebagai ilustrasi. Obsesi para kanselir sebelum Helmut Köhl adalah mempersatukan Jerman, mengembalikan Jerman pada (2008). Jerman dan Amerika dapat digunakan sebagai ilustrasi. Obsesi para kanselir sebelum Helmut Köhl adalah mempersatukan Jerman, mengembalikan Jerman pada
kesebangsaan Indonesia melalui pengurangan kesenjangan vertikal antar lapisan masyarakat dan pengurangan kesenjangan horizontal antar daerah secara konsisten dan berkelanjutan sehingga pada suatu saat setiap orang
berkesempatan menikmati hasil pengorbanannya (Bhinneka Tunggal Ika).
Ajaran ini juga didasarkan pada anggapan bahwa setiap perubahan berkesinambungan dan berkelanjutan. Jika difahami sungguh-sungguh dan arif, baik fenomena alam maupun fenomena KeTUHANAN, tidak ada yang mendadak. Ada tanda-tandanya, ada nubuatannya. ALLAH mengutus Nabi-NabiNYA untuk membawa firmanNYA. Alam juga demikian, ia mengutus angin dan kilat. Jika hal ini direnungkan, tidak mungkin terjadi adanya penggusuran paksa, tidak akan ada bangunan liar, atau penduduk yang tidak memiliki akte kelahiran. Rezim yang terdahulu mewariskan jejak langkahnya kepada rezim yang kemudian, demikian seterusnya.
Visi dan Misi Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Misi Negara menjadi visi Depdagri, begitu hirarkinya. Misi Depdagri diidentifikasi melalui fungsi lininya (line functions, Tabel 2). Bila diperhatikan dengan saksama, terlihat dengan sangat jelas bahwa ditjen Kelompok A berfungsi sebagai fungsi lini pemerintahan yang memproses “Tunggal Ika,” sementara ditjen Kelompok B mengelola “keBhinnekaan” nusantara. Dengan perkataan lain, dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan
Indonesia, departemen yang secara khusus berperan menjalankan misi
Tabel 2 FUNGSI LINI DEPARTEMEN DALAM NEGERI
-------------------------------------------------------------------------------- KELOMPOK A KELOMPOK B -------------------------------------------------------------------------------- 1 Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 1 Ditjen Otonomi Daerah
2 Ditjen Pemerintahan Umum 2 Ditjen Bina Pembangunan Daerah
3 Ditjen Administrasi Kependudukan 3 Ditjen Pemberdaayaan Masyarakat
Dan Desa
4 Ditjen Bina Administrasi Keuangan Daerah
--------------------------------------------------------------------------------
Pemerintahan Indonesia yaitu mengelolaan keunikan tiap masyarakat menjadi kekuatan matarantai nusantara, mengurangi kesenjangan vertikal dan horizontal antar masyarakat secepatnya, sehingga “the people who get pains are the people who share gains,” dan memproses kesebangsaan guna mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika, adalah Departemen Dalam Negeri.
Referensi: Kybernologi dan Kepamongprajaan, 2007, Bab II dan Bab XVII, Bab I Kybernologi Sebuah Profesi (2007).
4 SESI TIGA
Nilai Dua CONDUCTING. Mengamong adalah menciptakan harmoni antar kegiatan dengan instrumen yang berbeda dan dilakukan oleh aktor yang berlain-lainan, oleh conductor, dengan mengoreksi sedini dan setegas mungkin tiap “bunyi, nada” atau langkah sumbang senyaris (sekecil) apapun, guna membangun kinerja bersama semua komponen yang berbeda-beda pada sebuah unitkerja, namun yang bergerak di dalam wilayah kerja atau daerah (kota) yang sama. Fungsi conducting memerlukan dan membentuk sikap komprehensif: memandang totalitas (keseluruhan) dulu baru bagian-bagiannya, atau memandang sesuatu sebagai bagian integral (dalam kerangka) suatu kebulatan (keseluruhan).
Dua syarat pembentukan harmoni adalah kapabilitas dan akseptabilitas. Kesumbangan nada itu diketahui dari gap antara skenario pertunjukan dan lagu yang dimainkan, dengan nada atau bunyi sebagaimana terdengar oleh penonton dan terlebih konduktor. Konduktor harus menguasai skenario dan lagu, memiliki pancaindera yang sensitif (peka) serta suasana hati yang cerah, menyimak sambutan penonton (pelanggan), sehingga mampu merasakan kesumbangan senyaris apapun itu
(kapabilitas). Ketika konduktor melakukan kewajibannya membentuk dan menjaga harmoni dengan menggunakan otoritasnya, mungkin dengan kekerasan, tindakannya harus dapat diterima oleh para pemain (akseptabilitas). Konduktor akseptabel pada aras mikro manakala ia dapat dipercaya (tatkala ia memenuhi janjinya: menaati skenario dan lagu, mengindera bunyi dengan halus dan jelas, merespons penonton dengan penuh perhatian, dan melakukan koreksi tanpa pandang bulu dan tidak memihak), dan pada aras makro bilamana ia sanggup menumbuhkan pengharapan dalam diri pendengar dan pemain tatkala walau lambat tapi pasti terjadi perbaikan terus-menerus: semakin berkurangnya kesenjangan vertikal antar lapisan masyarakat dan semakin berkurangnya kesenjangan horizontal antar daerah, sehingga pada suatu saat, dalam wadah negara kesatuan (pot) terjadi melting antar tiap kekuatan yang selama ini mengklaim bahwa dia yang benar, yang lain salah.
conducting --------->INFO----------------------->PLAN (GOAL--->TARGET T)-- | (HARMONY) | | | | | ---------------------------------------------- | | | | | | orchestra organizing ORCHESTRA | | ----->HARMONY-------------------------->ORGANIZATION meet? match?--- | for harmony keeping | | | | | | | | ---------------------------------------------- | | | | | | | | ORCHESTRA performance | | | -->ORGANIZATION--------------------->EXPECTED RESULT (R)---- | | best performance | | | | | ---------------------------------------------- | | | | | | controlling | | --->EXP. RESULT---------------->R = T; R > T; R < T------------------- | | | | | monev | | | ? ---> R = T ---> ? |
--------FEEDBACK------------------ ? ---> R > T ---> ? <-------
? ---> R < T ---> ?
Gambar 7 Fungsi Conducting
(Sebuah Masyarakat Diibaratkan Sebuah Orkestra)
Referensi: Bab 6, Bab 11, Bab 16, dan Bab 19 Kybernologi (2003); Bab II, Bab III, dan Bab V Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008)
5 SESI EMPAT
Nilai Tiga COORDINATING. Mengamong adalah membangun komitment bersama antar unit kerja yang berbeda-beda dalam suatu wilayah, agar yang satu tidak merugikan tetapi mendukung yang lain, dalam rangka mencapai kinerja masing- masing unit kerja secara optimal dalam rangka mencapai tujuan bersama secara keseluruhan. Semakin independen hubungan antara unitkerja yang satu dengan unitkerja yang lain, semakin diperlukan koordinasi. Kata kuncinya adalah berkoordinasi, sehingga koordinasi bisa berjalan tanpa koordinator. Sesungguhnya koordinasi tidak dapat diprojekkan, karena terpasang (inherent) di dalam setiap tugas- kewajiban seseorang. Jadi berkoordinasi itu tidak memerlukan biaya! Demikian pentingnya koordinasi ini sehingga sebagaimana halnya sebuah perguruan tinggi memiliki Kalender Akademik, setiap wilayah seharusnya memiliki Kalender Pemerintahan yang meliputi jadual Koordinasi itu.
Koordinasi di Indonesia sangat, sangat lemah. Koordinasi merupakan sebuah proses yang inputnya informasi, dan outputnya kesepakatan yang mengikat fihak-fihak (pejabat) yang berkoordinasi. Jadi agar kesepakatan itu berkekuatan mengikat, yang berkoordinasi haruslah pejabat-pejabat yang berwenang membuat kebijakan dan mengambil keputusan. Produk rapat koordinasi lemah (tidak mengikat, melainkan sekedar laporan) karena biasanya setelah memperdengarkan keynote speech, amanat, dan sebangsanya, sang pejabat ini “kabur” diikuti pejabat-pejabat lain. Di dalam ruangan sisa pegawai eselon pencatat dan pelapor, konsultan (pemborong), dan tukang sapu, tukang parkir, dan petugas catering.
proses divergent proses convergent heterostasis homeostasis
BHINNEKA kesenjangan TUNGGAL IKA
proses coordinating proses conducting menjamin kinerja menjamin kinerja masing-masing bersama
GAMBAR 8 Hubungan Coordinating dengan Conducting di dalam Sistem. Gerak dari Kondisi Heterostasis ke Homeostasis, kembali ke Heterostasis, Terus-menerus
Coordinating dengan conducting berkaitan erat. Jika semakin independen hubungan antara unitkerja yang satu dengan unitkerja yang lain, semakin diperlukan coordinating, maka semakin interdependen unit kerja satu dengan yang lain, semakin diperlukan conducting. Karena menurut Teori Sistem, setiap komponen (unit kerja) merupakan bagian sebuah keseluruhan (sistem), maka hubungan antara keduanya dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 8).
Referensi: Bab 14 Kybernologi (2003); Bab XVII Kybernologi dan Kepamongprajaan (2008). Saul M. Katz, “Exploring A Systems Approach to Development Administration,” dalam Fred W. Riggs (ed.) Frontiers of Development Administration (1971)
6 SESI LIMA
Nilai Empat PEACE-MAKING (PEACE-KEEPING). Mengamong adalah membangun kedamaian, kerukunan, keamanan, dan ketertiban dari “akar rumput” (grass root) ke atas oleh Pamong (Pamongdesa) terbawah melalui kesepakatan (beslissing) konsisten terus-menerus dengan warga masyarakat (via peran Pamongpraja), sebagaimana di zaman dahulu Kepaladesa diakui dan berperan sebagai Hakim Perdamaian Desa. Tidak seperti ketertiban model “sapulidi.” Perbedaan dan konflik, kompetisi dan perlombaan, pertaruhan dan pertarungan, sesungguhnya tidak menceraiberaikan, juga tidak menciptakan permusuhan sehingga terjadi perang semua lawan semua, tetapi justru mempersatukan jika semua fihak menjunjung tinggi sportivitas.
Tabel 3 Sikap Terhadap Sesama
----------------------------- | I WANT YOU TO |
|-----------------------------| | LOSE | WIN |
-----------------------------------------------------------| | | LOSE | LOSE-LOSE 1| LOSE-WIN 2| | I WANT YOU TO |-------------------------------------------| | | WIN | WIN-LOSE 3| WIN-WIN 4|
-----------------------------------------------------------
Perang seperti itu terjadi beradasarkan anggapan bahwa kedamaian bisa terbentuk melalui proses menang-kalah, kalah-menang (win-lose, lose-win), atau kalah-kalah (lose-lose; kalau aku tidak, kaupun tidak!), seperti proses pemilu di Indonesia. Proses ini didorong oleh naluri primitif manusia yaitu pemenang berhak menguasai yang Perang seperti itu terjadi beradasarkan anggapan bahwa kedamaian bisa terbentuk melalui proses menang-kalah, kalah-menang (win-lose, lose-win), atau kalah-kalah (lose-lose; kalau aku tidak, kaupun tidak!), seperti proses pemilu di Indonesia. Proses ini didorong oleh naluri primitif manusia yaitu pemenang berhak menguasai yang
ORGANISASI (PARTAI POLITIK, dsb) | |
melayani | membayar ---------MASYARAKAT<--------PEJABAT/PEGAWAI<--------NEGARA<-------- | | | | | transaksi | | | | | | ---->membayar------- | | |
----------------------------->membayar-----------------------------
Gambar 9 Masyarakat Membayar Berkali-kali (Sistem Kanibalistik)
Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan, 2007). Kanibalisme itu dalam polity dan birokrasi Indonesia, terlihat sah-sah saja (Gambar 9). “Kedamaian” yang diperoleh melalui proses kalah-menang ini menyisakan “duri dalam daging,” “api dalam sekam,” dan “air tenang namun penuh buaya ganas kelaparan.” Peace-making (dengan Manajemen Konflik) berarti:
1. Meneliti dan mengidentifikasi sejauh mungkin sumber ketidakdamaian di
dalam diri manusia dan di dalam masyarakat
2. Mengidentifikasi dan mengantisipasi sedini mungkin setiap potensi konflik
3. Menyelesaikan sedini mungkin tiap konflik pada sumbernya
4. Tidak “menabung” “kesalahan” orang untuk dijadikan “peluru” guna “menembak” orang yang bersangkutan
5. Tidak menggunakan “kesalahan” orang lain untuk membenarkan diri sendiri
(“Don’t take the example of other as an excuse for your wrongdoing,” bandingkan Effendi Gazali, Kompas 070509h06 tentang Kompas 220409 soal “jangan galak-galak”)
6. Tidak bersikap: “Kalo gue gak dapet, elu juga gak boleh dapet;” sikap ini bisa berakhir pada pelenyapan si “elu”
7. Tidak mengclaim kinerja bersama (bangsa) sebagai kinerja sendiri (parpol tertentu), hanya karena parpol atau koalisi parpol itu mayoritas di parlemen, sebab yang membiayai parlemen itu seluruh bangsa
Upaya di atas dapat terjadi manakala pemimpin informal dan pemimpin formal suatu masyarakat berada sedekat mungkin dengan warga masyarakatnya. Sudah barang tentu yang dianggap kedekatan di sini tidak semata-mata kedekatan fisik tetapi lebih Upaya di atas dapat terjadi manakala pemimpin informal dan pemimpin formal suatu masyarakat berada sedekat mungkin dengan warga masyarakatnya. Sudah barang tentu yang dianggap kedekatan di sini tidak semata-mata kedekatan fisik tetapi lebih
Untuk mempelajari latarbelakang dan penyebab ketidakdamaian (social unrest), dalam sesi ini perlu juga dibahas teori-teori proses sosial, seperti Teori Aksi-Reaksi, Teori Tantangan dan Jawaban (Challenge and Response), Teori Dialektika (Thesis- Antithesis-Synthesis) yang salah satu bentuknya dalam kearifan sosial disebut “Mengail Di Air Keruh,” Teori Pertukaran Perilaku (Exchange Theories) dan sebagainya (ref. Margaret M. Paloma, Sosiologi Kontemporer, Bagian Satu, 1984). Membangun dan menjaga kedamaian ini diakui paling sulit, ibarat “meniti buih.” Namun walaupun sukar, buahnya amat manis. Menurut pengalaman nonekmoyang, “Kalau pandai meniti buih, selamat badan ke seberang,” disertai peringatan: “Sepandai-pandai tupai meloncat, sesekali terpeleset jua!” Referensi: Bab 18 Kybernologi (2003), Bab III Kybernologi dan Pengharapan (2009), dan bab-bab lain yang relevan.
7 SESI ENAM
Nilai Lima RESIDUE-CARING. Mengamong adalah mengurus (sesuatu yang dianggap) sampah, golput, sepah, bengkalaian, pecundang, buangan, cemaran, atau sisa-sisa, kendatipun orang lain yang berpesta. Mengamong adalah mengurus apa saja, baik urusan yang tidak/belum termasuk tupoksi unitkerja manapun, maupun urusan yang tak satu unitkerjapun bersedia mengurusnya karena tidak menguntungkan bahkan merugikannya. Pengurusannya harus sesegera mungkin, karena semakin cepat dan tidak menentu perubahan, semakin banyak produksi sampah. Mengamong adalah memberikan perhatian yang sama dan sepadan kepada semua fihak, baik yang dianggap berkesalahan (buruk, jelek), maupun yang dipandang tidak berkesalahan (benar, baik) baik yang merasa dirugikan, ataupun fihak yang merasa diuntungkan, sebagai akibat suatu kebijakan, keputusan, atau tindakan pemerintahan. Dasarnya adalah kearifan lokal “Datang tampak muka, pergi Nilai Lima RESIDUE-CARING. Mengamong adalah mengurus (sesuatu yang dianggap) sampah, golput, sepah, bengkalaian, pecundang, buangan, cemaran, atau sisa-sisa, kendatipun orang lain yang berpesta. Mengamong adalah mengurus apa saja, baik urusan yang tidak/belum termasuk tupoksi unitkerja manapun, maupun urusan yang tak satu unitkerjapun bersedia mengurusnya karena tidak menguntungkan bahkan merugikannya. Pengurusannya harus sesegera mungkin, karena semakin cepat dan tidak menentu perubahan, semakin banyak produksi sampah. Mengamong adalah memberikan perhatian yang sama dan sepadan kepada semua fihak, baik yang dianggap berkesalahan (buruk, jelek), maupun yang dipandang tidak berkesalahan (benar, baik) baik yang merasa dirugikan, ataupun fihak yang merasa diuntungkan, sebagai akibat suatu kebijakan, keputusan, atau tindakan pemerintahan. Dasarnya adalah kearifan lokal “Datang tampak muka, pergi
Referensi: Bab III Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan (2005), Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008), Bab 2, Bab 3, dan Bab 5, serta tulisan lain yang relevan
8 SESI TUJUH
Nilai Enam TURBULENCE-SERVING. Mengamong adalah mengantisipasi dan melayani dalam arti memberdayakan, melindungi dan menyelamatkan manusia dan lingkungannya, bangsa dan negara, terhadap segala sesuatu yang sifatnya oleh manusia dianggap mendadak, berdayahancur besar, tiba-tiba, di luar perhitungan, tak disangka-sangka, force majeure, baik sebagai akibat perilaku alam, dampak kebijakan publik yang keliru ternyata, maupun perilaku masyarakat. Pengamongan didasarkan pada anggapan bahwa WAKTU SAMA DENGAN NOL. Anggapan ini sesuai dengan kearifan sehari-hari berbunyi “Sediakan Payung Sebelum Hujan,” “Lebih baik mencegah daripada mengobati.” Jika terjadi kebakaran, tidak ada waktu untuk memperlebar jalan agar Tanki Pemadam Kebakaran bisa lewat dan masuk, tidak ada
MANAJEMEN NORMAL (MN) MANAJEMEN TURBULENTIA (MT) --> -------------------- membentuk----> --------------------------- | LONG-TERM-BASED (LTB) ZERO-TIME-BASED (ZTB) | | | | | | |
-------------------------- FEEDBACK (FB)---------------------------
Gambar 10 Manajemen Nasional Amfibia Serbacuaca (MANAS) Gambar 10 Manajemen Nasional Amfibia Serbacuaca (MANAS)
QUALITY ZTB 4-------------------------------------------4 M | | |A | | |N | | |A | | |J 3--------------------------------3----------| E | | | |M | | | |E | | | |N | | | | 2---------------------2----------|----------| T | | | | |U | | | | |R | | | | |B | | | | |U 1----------1----------|----------|----------| L | | | | |E | | | | |N | | | | |T | | | | |I
LTB --------1----------2----------3----------4-A----> TIME 0 MANAJEMEN NORMAL
Gambar 11 Manajemen Normal Berkemampuan Manajemen Turbulentia
Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin lama kualitas (kapasitas) manajemen normal semakin tinggi sehingga pada akhir LTB turbulentia dapat dihadapi dengan ZTB action.
Dalam banyak hal, “payung” itu seharusnya disediakan oleh pemerintah (SKK). Hak dan wewenang membawa (menimbulkan) kewajiban. Beberapa tahun yang lalu, masyarakat digemparkan oleh berita media tentang longsornya sebuah tambang galian pasir di sebuah daerah di Jawa Barat. Puluhan penambang tewas.
Penambangan pasir, batu, dan tanah, merupakan sumber PAD kategori retribusi izin Galian-C. Sudah barang tentu fihak plat merah angkat bahu. Perda tentang retribusi hanya berisi prosedur permohonan izin, tarif, dan sanksi buat pemegang izin bila tidak memenuhi kewajibannya. Di sana tidak tercantum perlindungan terhadap penambang, kewajiban pemda untuk mengontrol penambangan agar tidak berbahaya, dan tidak ada sanksi bagi pemda bila wanprestatie, lalai melakukan kewajibannya. Meledaknya pipa Pertamina beberapa waktu yang lalu di seputar Lapindo, jebolnya Situ Gintung Tangerang Selatan dinihari Jumat tgl 270309, disebabkan oleh kelalaian pemerintah dan masyarakat membaca peringatan dari Ilmu Sifat Barang tentang metal fatigue (kejenuhan metal) dan engineering life (masa layakpakai) setiap teknologi, material dan barang.
Dalam hubungan itu semua, mengamong berarti menyelenggarakan pemerintahan dalam kondisi serbacuaca (all weather governance). Ini berkaitan dengan Nilai Satu. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Manusia buat kelalaian dan suka lupa, sehingga perkara yang seharusnya dapat diantisipasi, terasanya mendadak atau di luar kemampuan. Buahnya malapetaka!
Banyak sekali referensi pokok bahasan ini, bertaburan di seluruh seri Kybernologi mulai dari Bab V Beberapa Konstruksi Utama (2005), Bab 10 Kybernologi Scientific Movement (2007), Bab 10 Kybernologi Kepamongprajaan (2008), Bab 7 Kybernologi Metamorphosis (2008), sampai pada pustaka Manajemen Bencana (Disaster Management).
9 SESI DELAPAN
Nilai Tujuh FREIES ERMESSEN. Mengamong adalah menunjukkan keberanian untuk melakukan turbulence serving di atas, jika perlu (tiada pilihan lain) diluar batas aturan yang ada. Keputusan dan tindakan Fries Ermessen diambil atas inisiatif sendiri, berdasarkan keputusan batin yang dipilih secara bebas, untuk dipertanggungjawabkan kemudian kepada semua fihak, dan dari berbagai segi, dan siap menanggung segala risikonya secara pribadi (tanpa kambing hitam). Freies Ermessen berbeda dengan diskresi yang memberikan keleluasaan bertindak bagi pejabat dalam batas aturan yang berlaku, atau sepanjang tidak dilarang secara tegas dalam aturan perundangan. Di negara hukum yang menganut pendekatan progressif, ajaran ini tidak digunakan lagi, misalnya Jerman. Tetapi di Indonesia yang masih menganut pendekatan hukum positif (tiada aturan hukum = tiada pelanggaran dan kejahatan), terlebih mengingat kesadaran hukum yang rendah dan budaya hukum Nilai Tujuh FREIES ERMESSEN. Mengamong adalah menunjukkan keberanian untuk melakukan turbulence serving di atas, jika perlu (tiada pilihan lain) diluar batas aturan yang ada. Keputusan dan tindakan Fries Ermessen diambil atas inisiatif sendiri, berdasarkan keputusan batin yang dipilih secara bebas, untuk dipertanggungjawabkan kemudian kepada semua fihak, dan dari berbagai segi, dan siap menanggung segala risikonya secara pribadi (tanpa kambing hitam). Freies Ermessen berbeda dengan diskresi yang memberikan keleluasaan bertindak bagi pejabat dalam batas aturan yang berlaku, atau sepanjang tidak dilarang secara tegas dalam aturan perundangan. Di negara hukum yang menganut pendekatan progressif, ajaran ini tidak digunakan lagi, misalnya Jerman. Tetapi di Indonesia yang masih menganut pendekatan hukum positif (tiada aturan hukum = tiada pelanggaran dan kejahatan), terlebih mengingat kesadaran hukum yang rendah dan budaya hukum
noodverorde- aturan hukum aturan hukum noodverorde- ningsrecht positif positif ningsrecht | | | | | | | | | tanggungjawab | | tanggungjawab | | pribadi | | pribadi | |<--------------|----FREIES ERMESSEN----|-------------->| | berdasarkan | | dasarkankan | | etika otonom | | etika otonom | | | | | | |<-------DISKRESI------>| | | | | |
-------------------------------------------------------
Gambar 12 Freies Ermessen dan Diskresi
Nilai ini erat berkaitan dengan Politik Pemerintahan, Etika Pemerintahan, Hukum Pemerintahan (khususnya Hukum Darurat/Bahaya), dan Teori Kedaulatan. Referensi: Bayu Surianingrat, Mengenal Ilmu Pemerintahan (1980); E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia (1959: 441, 460); Bab III Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan (2007).
10 SESI SEMBILAN
Nilai Delapan GENERALIST AND SPECIALIST FUNCTION. Mengamong
adalah (belajar untuk) mengetahui sedikit demi sedikit tentang semakin banyak (luas) hal (to know less and less about more and more, berpengetahuan luas) guna mengidentifikasi dan membangun kebersamaan (tunggal ika) antar masyarakat yang berbeda-beda. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang luas, tumbuh kreativitas, innovativeness. Kreativitas merupakan lahan subur untuk menumbuhkembangkan Seni Pemerintahan: kepandaian (art, skill, craft) menjawab suatu masalah dengan alat atau cara yang berbeda pula. Mengamong juga adalah (belajar untuk) mengetahui semakin banyak (dalam) tentang semakin sedikit hal (to know more and more about less and less, berpengetahuan mendalam) guna mengidentifikasi perbedaan senyaris apapun antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Untuk itu, mengamong berarti berupaya untuk semakin mengenal kualitas, watak, kekhususan (uniqueness) suatu masyarakat. Dengan keahlian yang dalam, tumbuh ketelitian, kemahiran, dan presisi, sebagai prasyarat untuk membangun Teknologi Pemerintahan adalah (belajar untuk) mengetahui sedikit demi sedikit tentang semakin banyak (luas) hal (to know less and less about more and more, berpengetahuan luas) guna mengidentifikasi dan membangun kebersamaan (tunggal ika) antar masyarakat yang berbeda-beda. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang luas, tumbuh kreativitas, innovativeness. Kreativitas merupakan lahan subur untuk menumbuhkembangkan Seni Pemerintahan: kepandaian (art, skill, craft) menjawab suatu masalah dengan alat atau cara yang berbeda pula. Mengamong juga adalah (belajar untuk) mengetahui semakin banyak (dalam) tentang semakin sedikit hal (to know more and more about less and less, berpengetahuan mendalam) guna mengidentifikasi perbedaan senyaris apapun antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Untuk itu, mengamong berarti berupaya untuk semakin mengenal kualitas, watak, kekhususan (uniqueness) suatu masyarakat. Dengan keahlian yang dalam, tumbuh ketelitian, kemahiran, dan presisi, sebagai prasyarat untuk membangun Teknologi Pemerintahan
. . . . . . bahwa berbagai ilmu pengetahuan yang bertalian dengan salah satu bagian dari penguasaan (beheer) perusahaan partikelir pada akhirnya bermuara pada suatu ajaran perusahaan umum (algemene bedrijfsleer) yang meliputi kesemuanya dan bahwa ajaran tentang penguasaan perusahaan-perusahaan partikelir ini setidak- tidaknya untuk sebagian merupakan syarat bagi adanya ilmu pengetahuan yang lebih tinggi daripadanya, ialah Ilmu Pemerintahan dengan Kepamongprajaan sebagai salah satu bentuk Aksiologinya.
Nilai ini mengandung implikasi politik. Oleh pengetahuan dan pengalaman yang luas dan dalam itu, seorang pamong siap ditempatkan di mana saja dan mampu mengerjakan tugas apa saja yang telah didalaminya. Seorang yang berasal dari daerah
A sejak kecil tinggal mencari nafkah dan bergaul dengan banyak orang di berbagai kota, terakhir di kota B. Pada tahun 2008 ia ingin dicaleg untuk dapil A, daerah kelahirannya, namun karena daerah A belum mengenalnya dengan baik, tidak ada “kendaraan” yang mengusungnya, sementara di kota B pesaingnya banyak. Lihat Bab 19 dan Bab 30 Kybernologi (2003).
11 SESI SEPULUH
Nilai Sembilan RESPONSIBILITY. Mengamong adalah mempertanggungjawabkan kepada pelanggan (bukan hanya atasan!): satu, pelaksanaan tugas (perintah, amanat, mandat), dua, sumpah dan janji jabatan atau profesi (kontraktual), tiga, self- commitment (janji kepada diri sendiri, nazar, pengakuan, dan sumpah-sebagai-bukti, yang agar mengikat perlu disaksikan), dan empat, tindakan yang ditempuh berdasarkan Freies Ermessen, kepada para pelanggan produk-produk Negara. Mempertanggungjawabkan artinya menjawab (menerangkan) secara terbuka segala sesuatu yang menimbulkan pertanyaan pelanggan, dan jika jawaban tidak dipercaya, yang bersangkutan menanggung sendiri segala akibat dan risikonya.
Pertanggungjawaban dapat diterangkan melalui Teori Tanggungjawab yang dikembangkan dari Teori Tanggungjawab Herbert J. Spiro dalam Responsibility in Government (1969), Gambar 13. Menurut Spiro, tanggungjawab diartikan sebagai accountability, obligation, dan cause. Tanggungjawab sebagai accountability adalah Pertanggungjawaban dapat diterangkan melalui Teori Tanggungjawab yang dikembangkan dari Teori Tanggungjawab Herbert J. Spiro dalam Responsibility in Government (1969), Gambar 13. Menurut Spiro, tanggungjawab diartikan sebagai accountability, obligation, dan cause. Tanggungjawab sebagai accountability adalah
-------------------- | |
------>DASAR | RESPONSIBILITY | | | | | KEKUASAAN, | | |------>KEBIJAKAN, ----> ACTION -------|-> ACCOUNTABILITY --|-------------- | MANDAT (KKM) | | | | | | | | | | | | | | KKM, CITRA | | | |------>JANJI ---------> ACTION -------|-> OBLIGATION ------|--> ACTION ---| | POSISI* penepatan janji | kewajiban bertang- | memikul re- | | | | gungjawab, lepas | ward & pu- | | | | dari sebab akibat | nishment | | KONDISI FREIES ERMESSEN | | | | PERUBAHAN VOLITION, FREE- | | | |------>TRANSFOR- ----WILL (CHOICE)----|-> CAUSE -----------|--> ACTION ---| | MASI LING- DISCRETION | | | | KUNGAN CONSCIENCE | | | | | | | | | | | | | punishment | BERHASIL |
-------HOPE <---------- TRUST --------|-- RISK, PRICE -----|--- ATAU <---- | reward | GAGAL | |
---------------------
*lepas dari tinggi atau rendah, struktural atau fungsional, formal atau informal, “noblesse oblige,” status membawa kewajiban
Gambar 13 Konstruksi Teori Tanggungjawab: Teori Herbert J. Spiro, 1969, dimodifikasi dan dikembangkan
Tanggungjawab sebagai cause adalah sesuatu yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk bertindak, yang disebut rasa atau kesadaran akan tanggungjawab dengan kesediaan untuk menanggung risiko atau akibatnya.
Yang digunakan dalam Kybernologi adalah pertanggungjawaban etik. Yang dimaksud dengan etika di sini adalah etika otonom, yang dianut oleh pelaku tanpa terikat dengan fihak lain. Pertanggungjawaban seorang yang bersumpah tanpa diperintah (jadi bukan disumpah melainkan lahir dari dalam hatinuraninya sendiri) Yang digunakan dalam Kybernologi adalah pertanggungjawaban etik. Yang dimaksud dengan etika di sini adalah etika otonom, yang dianut oleh pelaku tanpa terikat dengan fihak lain. Pertanggungjawaban seorang yang bersumpah tanpa diperintah (jadi bukan disumpah melainkan lahir dari dalam hatinuraninya sendiri)
A dipegang sebagai norma etik perilakunya. Pada saat antri sebagai nomor 6 sementara tiket sisa 5, seseorang (B) di depannya yang kebetulan menoleh, ---
1 2 3 4 5 6 ----->apakah------>kualitas--->nilai--->norma--->kesadaran----->pertimbangan---- | etika? dasar etik etik etik etik etik otonom | | etika otonom | | | | | | | etika heteronom yg-benar guna tertanam norma me- diskusi antar norma | | yg-baik dlm kuat, lu- nerangi dlm kalbu, kebebas- | | yg-wajib hidup as, jelas nurani an memilih, kesepa- | | katan, kesediaan | | memikul sanksi etik | | | | 10 9 8 7 | | 11 pertanggung- perilaku tindakan keputusan |
----etikalitas<----------jawaban<-------etik<------etik<-----------etik<-------- | etik | | | | | | | menaati
kadar | --kinerja- berprakarsa keetikan sanksi etik* | berjanji | | | | | -------------
merasa malu | | | merasa bersalah | pada pada menyesal | orang diri mohon maaf | lain sendiri mohon ampun | | |
janji bertobat | | nazar,sumpah bernazar | perjan- pengakuan membayar tebusan | jian credo kesediaan berkorban | commitment self- mengaku bersalah | | commitment mengundurkandiri dari jabatan | | | mengasingkandiri | | agar mengi- menyakitidiri | | kat, perlu bersumpah | | disaksikan mengorbankandiri | | | bunuhdiri | ------------- | | dikontrol | | ----dibandingkan---- | kesenjangan dite- dievaluasi
*dinyatakan | rangkan setulus & | secara otonom --sejujurnya, risi- --------- dan terbuka ko & konsekuensi
ditanggung sendiri
Gambar 14 Etika Pemerintahan (1 sd 11 Terminal) Gambar 14 Etika Pemerintahan (1 sd 11 Terminal)
Lihat Bab 8 Kybernologi (2003), Bab II dan Bab III Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008); Bab III dan Bab IV Kybernologi dan Pengharapan (2009)
12 SESI SEBELAS
Nilai Sepuluh MAGNANIMOUS-THINKING. Mengamong adalah mengonstruksi pikiran besar, pikiran yang memiliki kekuatan menerobos zaman, yang terbentuk berdasarkan kemerdekaan berfikir dan kemerdekaan mengeluarkan buah pikiran (Pasal 28 UUD 1945). Berbeda dengan buah tangan yang dapat dinikmati sekejap, atau buah hati yang “ada uang abang disayang, tanpa uang abang melayang,” buah pikiran dapat diwariskan dan menjadi pelajaran bagi generasi ribuan tahun yang akan datang. Berpikir besar identik dengan berfilsafat. Berpikir menurut hukum logika, rerambu nalar sehat. Nilai ini berkaitan erat dengan Nilai Satu di atas. Alinea keempat Pembukaan UUD tentang kecerdasan merupakan landasan konstitusional nilai ini. Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah pikiran besar, tetapi sejak diundangkan menjadi PP 66/51, tidak pernah diajarkan dan tidak dibudayakan menjadi pola perilaku bangsa.
Adakalanya seperangkat buah pikiran terlihat melawan arus, berbeda dengan “pikiran besar” yang sudah ada. Oleh sebab itu dibenci dan tidak laku. Buah pikiran seperti itu, bila tahan banting, terkadang baru diakui “besarnya” kemudian. Jauh liku yang (harus) ditempuh oleh sebuah pikiran, sebelum ia diakui besar dan menjadi sejarah.
COGITO, pemi- WISDOM, sosial- mar- policy policy imple- -->ERGO----------->BUAH ----------->NILAI-------->POLICY-------->POLICY---------------- | SUM kiran PIKIRAN isasi 3 keting AGENDA making 5 mentation | | 1 2 4 | | | | | | | | 6 | | 8 belajar dari 7 monitoring PERBUATAN scientific movement |
---FEEDBACK<---------------SEJARAH<-------------------BESAR<---------------------------
sejarah evaluation scientific enterprise
Gambar 15 Dari Buah Pikiran, Perbuatan Besar, dan Sejarah Melalui Delapan Terminal
Pada aras mikro, temuan-temuan akademik (invensi) harus dijadikan masukan bagi pembuatan kebijakan publik guna melahirkan inovasi (Bab XI Kybernologi dan Pengharapan, 2009). Tanpa pengajaran dan pembudayaan, buah pikiran sebesar apapun, tidak berguna. Lihat Filsafat Pemerintahan, Bab 20 Kybernologi (2003).
13 SESI DUABELAS
Nilai Sebelas OMNIPRESENCE. Mengamong berarti tidak memosisikan diri sebagai pangreh, tidak hanya membangun citra (image building) pemerintahan tetapi merendahkan hati sedemikian rupa sehingga pemerintah itu tidak terlihat sebagai
sesuatu yang jauh dan yang asing, tetapi terasa hadir di mana-mana dan kapan saja sebagai bagian dari dan sama dengan “kita.” Ia melihat apa yang “kita” lihat, dan merasakan apa yang “kita” rasakan. Semakin tinggi dan asing pemerintah memosisikan dirinya, semakin samar, seragam, kotor dan sampah “kita” terlihat olehnya, semakin mendarat ia bersama “kita,” barulah semakin terasa olehnya betapa satu dengan yang lain berbeda-beda, ada yang terbuang dan terinjak, ada yang mandi uang bergelimang dosa, di sini nestapa dan melarat, di sana papa dan hina. Satu-satunya jembatan antar budaya dan antar frame-of-reference (FOR) yang berlainan, antara pemerintah (P) dengan yang diperintah (Y) adalah salingpengertian.
P P P turun secara pribadi (personally) serendah mungkin da- ri posisinya, menempatkan diri seutuhnya setara dgn kon- disi Y dgn tulus, emik & etik, sehingga oleh Y ia dite- rima sebagai seorang sesama di antara mereka, berbuka diri mengamati, mendengar & merekam isyarat, prilaku & perkataan Y sebagaimana adanya begitu keluar dari Y tan- pa dipengaruhi oleh P. Mengingat Y heterogen, katakanlah terdiri dari 10 sub-Y, maka jika waktu yg digunakan P
= utk berbicara 10 menit, waktu yg harus disediakannya utk mendengar, sambil merekam, 10 x 10 = 100 menit, belum terhitung waktu yang diperlukannya untuk bersosialisasi, membangun rapport, membangun kebersamaan melalui peri- laku etik & emik, mengamati & merekam amatannya. P mela- wan arus? Ya, ia tdk populer di kalangan politisi dan birokrasi, bahkan oleh parpol ia dituduh pengkhianat. Tetapi percayalah, 99% rakyat ada di didepannya dan se- jarah bertinta emas terbentang di belakangnya. Ialah Semar, ialah Nelson Mandela
Gambar 16 Membentuk (Membangun) Pengertian Yang Empatik
(Saling-mengerti)
Pengertian dan saling-mengerti, cepat atau lambat dapat terbentuk dan tercapai melalui pelbagai cara di dalam masyarakat. Salah satu cara yang dikenal dalam metodologi adalah pembentukan pengertian dan pencapaian saling-mengerti melalui empati (empathy, bukan emphaty). Konsep empati tidak terpisahkan dengan konsep pengertian (understanding). Salah satu bentuk understanding adalah empathic understanding yang dalam bahasa Jerman disebut Verstehen. “It (Verstehen) must mean an act of sympathetic imagination or empathic identification on the part of inquirers that allowed them to grasp the psychological state (i.e. motivation, belief, intention, or the like) of an individual actor,” demikian Schwandt. Bisa saja peneliti bermaksud mengenal seorang aktor dengan motif ketertarikan (sympathetic imagination) dan bukan karena ingin mengenalnya sebagaimana adanya. Menurut Max Weber, Verstehen adalah “empathic understanding or an ability to reproduce in one’s own mind the feelings, motives, and thoughts behind the action of others.” Dengan menggunakan FOR-nya, seorang pejabat atau peneliti bisa saja mengaku bahwa ia mengerti kondisi atau kualitas suatu masyarakat dengan memandang pakaian orang yang lalulalang: ada sejumlah orang yang berpakaian kotor, lusuh, dan bau keringat, sedangkan pakaiannya sendiri bersih, rapi dan wangi. Iapun menandai orang-orang tersebut sebagai warga masyarakat tertinggal dan diberi definisi seperti di atas.
14 SESI TIGABELAS
Nilai Duabelas DISTINGUISHED STATESMANSHIP. Mengamong berarti “exhibits great wisdom and ability in dealing with important public issues.”
berkepe- berkepe- mimpinan terpilih mimpinan MASA JA-
--->MASYARAKAT---------->PEMIMPIN----------->KEPALA----------->BATAN------- | informal tersaring formal & BERAKHIR | | informal | | | | | | PEMIM- tidak terpilih (lagi), mantan | | -------PIN IN- <-------------------------------- | | | FORMAL kembali ke dalam masyarakat | | | | | | | | | | | |
----------------| referensi |---------
| | | | | | | PEMIMPIN rezim lain yang terpilih |
-------FORMAL <---------------------------------
naik ke singgasana kekuasaan
Gambar 17 Proses Kepemimpinan
Mengamong juga berarti memosisikan diri di atas semua kepentingan partial. Berbeda dengan perang, pemilu bukan menang kalah tetapi terpilih atau tidak terpilih, bagi rezim terpilih lima tahunan, fihak yang takterpilih kembali menjadi controlling reference jangka panjang (Gambar 17). Merayakan saat pengembalian (penyerahan) jabatan (mandat) ketimbang saat memangku jabatan (pelantikan), menyatakan secara terbuka pengunduran diri dari “kendaraan yang mengusungnya” begitu terpilih menjadi pejabat publik, memaknai uang bukan solusi tetapi beban (karena harus dipertanggungjawabkan), menggunakan Etika Otonom dan bukan Etika Heteronom (Bagian Dua Bab X Kybernologi Sebuah Scientific Enterprise, 2006). Seorang statesman tidak pernah merasa berjasa, karena tindakan apapun yang dilakukannya telah mendapat imbalan dari negara dan masyarakat. Tetapi sebaliknya ia selalu merasa berhutang, karena ia telah berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada masyarakat, dan ia berusaha menepatinya, serta memikul sendiri tanggungjawabnya. Seorang negarawan tidak mengclaim kinerjanya sebagai kinerja partai yang mengusung atau didukungnya, karena selama menjabat ia digaji dan mendapat fasilitas serta kehormatan, bukan dari partai tetapi dari seluruh bangsanya. Selama masa jabatannya, seorang negarawan tidak melakukan perbuatan yang menguntungkan hanya satu fihak, walau cuti sekalipun, sebab cuti itu hanya akal- akalan. Pada saat seorang pejabat yang sedang cuti kampanye, walaupun ia menggunakan kendaraan umum dan mengenakan kaus oblong, pengaruhnya tetap terasa, ia mendapat pengawalan, perlindungan dan perlakuan sebagai seorang pejabat.
Wawasan Kepamongprajaan sebagai kenegarawanan mengemuka di masa STPDN, walaupun di masa itu belum didefinisikan dan belum diprogramkan. Kini saatnya untuk mencerahkan dan membangkitkannya. Pada sesi ini,
kepamongprajaan dilihat sebagai fungsi yang dibutuhkan pada tingkat regional
dan global, baik antara Utara dengan Selatan, maupun antar Timur, Barat, dan Tengah. Kepamongprajaan di sini terlihat sebagai kualitas yang mampu melahirkan buah pikiran besar, roh zaman. Dengan kualitas itu---kenegarawanan--- kepamongprajaan berarti kemampuan melahirkan pikiran besar, membuat sejarah (history making) melalui perbuatan besar, sehingga buah pikiran besar pamong praja Indonesia – yaitu mereka yang memiliki kualitas kepamongprajaan – tahun 2009 mempengaruhi perjalanan sejarah Indonesia di tengah-tengah dunia beratus-ratus tahun kemudian: “Her citizens, imperial spirit, rule the present from the past” (Alfred North Whitehead, Pidato Sambutan Forum American Association of the Collegiate Schools of Business, 1927).
Bahan ajaran untuk sesi ini terdapat dalam berbagai sumber, terutama Badan Diklat Depdagri sendiri. Bab V Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008), Bab I dan Bab
III Kybernologi dan Pengharapan (2009).
15 SESI EMPATBELAS
Apakah Kepamongprajaan?
Dalam GBPP di atas Kepamongprajaan didefinisikan nilai dasar pemerintahan (governance). Sesuai dengan Teori Nilai, jika perilaku suatu entitas diamati, terlihat satu atau lebih kualitas. Jika kualitas entitas tersebut dalam ruang pemerintahan ditimbang, hasilnya adalah duabelas nilai dasar pemerintahan. Nilai yang disepakati menjadi norma. Norma bersifat formal, berkekuatan mengikat. Body-of-norms (BON, hasil rekonstruksi norma, bandingkan dengan rekonstruksi pengetahuan menjadi BOK, Gambar 15) disebut ideologi, dan ideologi yang disakralisasi, menjadi dogma. Kalau dogma dipatuhi “tanpa reserve,” apa yang terjadi? Jika norma ditegakkan (digunakan), terlihat output (OP) atau outcome (OC). OP dan OC dimonev, dan apapun hasil analisisnya, dijadikan feedback buat entitas yang bersangkutan (lihat Gambar 16). Di Indonesia biasanya norma di-“tegakkan” dengan sikap “benar, tapi. . . . ,” “baik, tapi. . . ,” “yang diucapkan atau ditulis begini, tetapi yang dilakukan lain,” atau “itu kan teori,” sehingga OP dan atau OC tidak dipercaya atau jauh dari harapan (Gambar 18).
perilaku ditimbang disepakati -->ENTITAS-------->KUALITAS--------->NILAI-------------->NORMA | bisa dipaksakan (N) | | | | | dipatuhi disakral- direkon- | |---- ? <------------DOGMA<-----------BON*<---------------1-| | mutlak isasi struksi | | | | | | feedback N<H monev oleh ditegakkan | |------------ ? <-----N=H<------------HASIL---------------2-| | N>H pelanggan (H) | | | | | | dibenarkan monev oleh “ditegakkan” |
---- ? <------------- ? <-----------“HASIL”<-------------3- pembenaran penguasa** dipermainkan
Gambar 18 Kepamongprajaan Menurut Teori Nilai: Tiga Opsi, Opsi 1, Opsi 2, dan Opsi 3 (BON* = Ideologi; **Monev Direkayasa)
Opsi 3, Siapa Jagonya?
Dalam hubungan ini, di Indonesia (sebaiknya) kepamongprajaan dijadikan dan digunakan sebagai:
1 Identitas, nama suatu entitas. Aparat penegak perda: Polisi Pamong Praja;
mahasiswa IPDN disebut Praja; lulusan IPDN Pamong Praja Muda
2 Kualitas. Perilaku yang terlihat di dalam ruang pemerintahan (governance)
mulai dari tingkat statal, lokal, sampai pada tingkat rukun tetangga menunjukkan 12 kualitas kepamongprajaan
3 Nilai. Setiap kualitas ditimbang guna melihat, sejauh mana kualitas memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat
4 Norma. Agar berkekuatan mengikat, suatu tingkat nilai pada suatu saat disepakati sebagai norma yang harus diindahkan dan ditegakkan oleh semua fihak. Mengingat perubahan eksternal dan internal, secara periodik harus dilakukan monev dan pembaharuan norma
5 Fungsi. Diperlukan kekuatan pengikat kebhinnekaan menjadi tunggal ika. Kekuatan itu adalah fungsi yang dapat dicharge di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan (di) daerah. Sekarang kekuatan itu dicharge dalam diri gubernur provinsi. Mengapa tidak di dalam diri kepala daerah?
6 Lembaga. Norma dapat dilembagakan menjadi sebuah unitkerja . Dahulu, pamongpraja dilembagakan menjadi unitkerja pusat di daerah (kepala wilayah dan jajarannya)
7 Struktur Kepamongprajaan dalam tiga tingkatan:
Tingkat Bawah: Pamong Desa/Kelurahan, mulai dari Ketua Rukun Tetangga sampai dengan Kepala Desa/Kelurahan dan perangkatnya Tingkat Menengah: Pamong Praja, mulai dari Camat, Kepala Daerah, dengan perangkatnya masing-masing Tingkat Tinggi: Pamong Bangsa/Negara, mulai dari Kepala Lembaga Negara, Menteri, sampai pada Presiden di pucuknya, dengan perangkat masing-masing
8 Profesi. Profesi Kepamongprajaan meliputi penerapan Kepamongprajaan sebagai norma melalui kebijakan publik di dalam praktik pemerintahan, dan Diklat Kepamongprajaan guna membentuk kader-kader tenaga berkualitas Kepamongprajaan yang disebut Pamongpraja (Perpres 1/09)
9 Pendidikan Kepamongprajaan. Pendidikan Kepamongprajaan meliputi Program Vokasional (Diploma), Program Program Strata dan Program Profesional, bertujuan
a. Membentuk kader-kader Pamongpraja yang dibutuhkan mendesak oleh Depdagri dan Pemda
b. Membangun Kepamongprajaan sebagai sistem nilai dasar pemerintahan
c. Merekonstruksi terus-menerus Ilmu Pemerintahan Baru (Kybernologi) sebagai sumber dan dasar profesi pemerintahan
10 Standar kompetensi pamongpraja. Pamongpraja dalam arti luas adalah tenaga pemerintahan yang memiliki roh dan 12 nilai dasar pemerintahan. Pamongpraja dalam arti sempit adalah tenaga professional di bidang (yang memiliki kualitas) kepamongprajaan. Konsep profesi, professional, dan profesionalisme, terdapat dalam Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, 2005, Bab IC. Perlu dibedakan standar kompetensi fungsional dengan standar kompetensi struktural. Yang dijelaskan dalam sesi ini adalah standar kompetensi fungsionalnya. Standar kompetensi struktural bersifat normatif, dan ditetapkan saat pelembagaannya. Bahan untuk sesi ini masih harus diidentifikasi dan didefinisikan, lihat Bab II Kybernologi dan Kepamongprajaan (2007).
Kendatipun ini sesi terakhir tetapi tidak berarti termudah---last but not least---bahkan mungkin yang tersukar. Oleh sebab itu, begitu Kepamongprajaan ini diajarkan mulai Sesi Satu, kesukaran ini harus diantisipasi!
------>PENELITIAN--->TEMUAN---->KEBIJAKAN--->PEMBAHARUAN-- | (invensi) | (inovasi) | -->KEPAMONG- | | | PRAJAAN | | | | | | | ------>DIKLAT--->KADER PAMONGPRAJA-- | | |
----------------FEEDBACK<-----------------MONEV<------------------
Gambar 19 Kepamongprajaan Sebuah Ruang Pembelajaran
3001090852SDG 2903090733SDG 1104091600SDG
File GBPP KEPAMONGPRAJAAN BARU