Tokoh Pemimpin Pemerintahan: Faktor Utama Pembangunan Kesejahteraan

Tokoh Pemimpin Pemerintahan: Faktor Utama Pembangunan Kesejahteraan

Dari uraian di atas, sejauh ini kita dapat menyimpulan peranan negara sangat penting dalam sistem Islam. Dan peran negara sendiri sering diwakili peran institusi atau pemerintah, dimana peran pemerintah diwakili pemimpin pemerintahan, sebagaimana yang tampak dalam tinjauan historis dan kontemporer. Hal ini mengakibatkan, jika pemimpin pemerintahan baik, maka baiklah pemerintahannya. Dan jika pemerintahannya baik, maka negaranya akan baik. Jika negaranya baik maka masyarakat akan sejahtera. Maka, pertanyaannya pertama mengenai bagaimana peran pemimpin pemerintahan dalam mewujudkan masyarakat sejahtera adalah sangat penting, bahkan sangat penting. Chandra Natadipurba dan Salihuddin membahasnya dengan mengajukan teori “7 Hukum Kemakmuran Negara” dimana pemimpin

adalah faktor yang utama dan pertama. 93

Pemimpin ini akan mentransfer nilai (nilai agama, kemanusiaan) yang akan melahirkan keteraturan (hukum kedua). Pemimpin juga akan menginisiasi peristiwa-peristiwa besar dan

91 Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Lihat Muhammad

Syafii Antonio, op.cit., hlm. 95

92 Lihat Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Kontemporer. 2001. Jakarta: Gema Insani Press, hlm. 83 – 84

93 Lihat Chandra Natadipurba dan Salihuddin, 7 Hukum Kemakmuran Negara: Studi Komparatfi terhadap 10 negara Terbesar di Dunia. 2006. Bandung: Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran,

hlm. 37 – 46

bersejarah yang akan mengikat bangsanya dalam suatu memori kolektif dan kesamaan nasib, sehingga bangsanya menjadi bersatu dalam kepaduan (hukum ketiga). Pemimpin juga mentransfer pemikiran dan ilmu, mengajarkan kepada bangsanya pengetahuan, kebenaran sehingga mereka menjadi berilmu. Pemimpin mengajarkan ideologi tertentu sehingga bangsanya mempunyai kekuatan jiwa. Pemimpin juga meneladankan kesederhanaan, kebijaksanaan dan pengorbanan, sehingga bangsanya mempunyai karakter yang baik (character building), para pemikir yang tidak menduduki jabatan politik dalam hal ini adala juga pemimpin, karena mereka juga mendidik bangsa lewat penemuan baik ilmu alam maupun sosial. Hal inilah yang akan menjadi ilmu pengetahuan (hukum keempat) bagi masyarakat dan menjadi landasan dalam bertingkah laku. Setelah menyelesaikan konsolidasi politik dan hukum, maka bangsa tersebut akan menjadi kokoh dan mandiri, namun belum mencapai kemakmuran dan kesjahteraan. Untuk menjadi sejahtera, negara ini harus membangun bisnis dan ekonominya. Maka, masyarakat mengambil peranan yang sangat penting disamping para elitnya (pemimpinnya). Mereka melakukan inovasi atas dasar ilmu pengetahuan yang diajarkan guru bangsa. Dari inovasi ini muncul produktivitas (hukum kelima). Sedangkan produktivitas adalah kunci menuju tersedianya berbagai kebutuhan masyarakat. Untuk meningkatkan perekonomian, masyarakat harus saling bertukar (exchange) dan melakukan perdagangan domestik (hukum keenam) sehingga menguntungkan semua orang, bahkan kalau memungkinkan melakukan perdagangan internasional (hukum ketujuh). Setelah pembangunan ekonomi dan bisnis ini secara baik dilakukan, maka negara itu akan menjadi makmur dan sejahtera. Secara singkat berkat adanya tujuh hal ini, negara akan berangkat dari kemiskinan menuju kekokohan dan pada akhirnya mengalami kesejahteraan.

Dalam uraian mengenai penyebab majunya sebuah negara, Chandra Natadipurba dan Salihuddin mengatakan bahwa, “Hukum pertama berbunyi: Negara yang ingin makmur harus memiliki tokoh besar yang visioner dan dapat mengarahkan perjalanan sebuah bangsa serta kaderisasi yang tokoh penerus yang konsisten dalam arah tersebut.” Dalam sejarah pembangunan kemakmuran dan kesejahteraan sebuah negara, selalu ada tokoh pemimpin yang menggerakkan, menginsipirasi dan memimpin pembangunan menuju kemakmuran tersebut. Hal ini dikarenakan manusia yang berkumpul selalu membutuhkan panutan, pemimpin dan penggerak. Sang tokoh menjadi panutan, pemimpin dan penggerak karena faktor karakter atau keturunan. Keistimewaan karakter yang dimaksud bisa jadi kapasitas keilmuan, kapasitas politik atau kapasitas ekonomi atau gabungan ketiganya. Sedangkan faktor keturunan dapat menjadi tokoh karena warisan kharisma orangtuanya. Thomas Carlyle yang mencetuskan heroic determinism (penyebab perubahan-perubahan adalah adanya orang- orang besar pada masyarakat tersebut) menyatakan bahwa “pada seluruh babakan besar Dalam uraian mengenai penyebab majunya sebuah negara, Chandra Natadipurba dan Salihuddin mengatakan bahwa, “Hukum pertama berbunyi: Negara yang ingin makmur harus memiliki tokoh besar yang visioner dan dapat mengarahkan perjalanan sebuah bangsa serta kaderisasi yang tokoh penerus yang konsisten dalam arah tersebut.” Dalam sejarah pembangunan kemakmuran dan kesejahteraan sebuah negara, selalu ada tokoh pemimpin yang menggerakkan, menginsipirasi dan memimpin pembangunan menuju kemakmuran tersebut. Hal ini dikarenakan manusia yang berkumpul selalu membutuhkan panutan, pemimpin dan penggerak. Sang tokoh menjadi panutan, pemimpin dan penggerak karena faktor karakter atau keturunan. Keistimewaan karakter yang dimaksud bisa jadi kapasitas keilmuan, kapasitas politik atau kapasitas ekonomi atau gabungan ketiganya. Sedangkan faktor keturunan dapat menjadi tokoh karena warisan kharisma orangtuanya. Thomas Carlyle yang mencetuskan heroic determinism (penyebab perubahan-perubahan adalah adanya orang- orang besar pada masyarakat tersebut) menyatakan bahwa “pada seluruh babakan besar

Dunia… hanyalah biografi orang-orang besar.” 94 Anis Matta menyatakan “sejarah tidak lain adalah industri para pahlawan”. Oleh karena itu, pemimpin sangat mempengaruhi perubahan

dalam sejarah sebuah negara untuk menjadi sejahtera. Oleh karena itu, melihat pentingnya peran pemimpin pemerintahan dalam meraih kesejahteraan, maka penulis melihat bahwa tokoh yang menjadi pemimpin pemerintahan sebuah negara dengan sistem Islam haruslah mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

(1) Tokoh tersebut haruslah orang terbaik di masyarakat tersebut Istilah terbaik dalam hal ini didefinisikan menjadi (1) terbaik dalam memahami dan menghafal kitab Allah dan sunah Rasul-Nya. Ibnu Taimyyah mengutip hadits Rasulullah shallalahu’alaihiwassalam, ”Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafal Kitab Allah. Jika dalam hal hafalan sama, maka hendaklah dipilih yang paling mengerti tentang sunnah. Apabila dalam hal sunnah sama mengertinya, yang lebih dahulu berhijrah hendaknya didahulukan, jika di antara dua orang sama-sama memiliki senioritas dalam bidang hijrah, yang lebih tua dari segi usia didahulukan sebagai imam. Dan janganlah seseorang menjadi imam di wilayah kekusaan orang lain, dan janganlah dia duduk di atas permadani (tuan rumah)

kecuali dengan izin darinya.” (H.R. Muslim) 95 (2) terbaik dalam keteladanan moral, seperti kejujuran, kesederhanaan dan kesalehan. Umar bin Abdul Aziz bisa

mensejahterakan rakyatnya hanya dalam waktu dua tahun masa jabatannya, karena dia jujur, sederhana dan saleh. Abdullah bin Abdul Hakim yang menulis buku Biografi Umar bin Abdul Aziz meriwayatkan bahwa Umar bersih dari dusta (hlm. 37), Umar menghindari omong kosong (hlm. 38), shalatnya Umar sama dengan cara shalat Rasul (hlm. 43), Umar memperbaiki sendiri lenteranya (hlm. 63), Umar melayani dirinya sendiri dan menyegerakan hak-hak rakyatnya (hlm. 63), Umar sangat takut

kepada Allah dan siksa neraka (hlm. 68 – 69) 96 , (3) terbaik dalam berkomunikasi dan memberikan pemahaman serta membina masyarakat. Rasulullah adalah orang yang

paling fasih berbahasa Arab dan memiliki pilihan kata yang tepat, padat dan berhujjah kuat, sehingga lawan bicaranya akan merasa yakin dengan kerasulan beliau dan

kebenaran yang beliau ucapkan, begitu pula seorang pemimpin. 97 Ia juga harus orang yang kuat, namun ia juga harus menyayangi masyarakat dan bersikap lembut pada

orang-orang yang lemah, persis seperti Umar bin Khattab.

94 Lihat Jalaluddin Rakhmat, op.cit., hlm. 167 95 Lihat Ibnu Taimiyyah, op. cit., hlm. 33 96 Lihat Abdullah bin Abdul Hakam, ibid. 97 Lihat Sa’id Hawwa, Ar-Rasul. 2002. Jakarta: Pustaka Mantiq. hlm. 164 - 183

(2) Tokoh tersebut mempunyai kecakapan di berbagai bidang kenegaraan Tokoh ini haruslah terbaik dalam memahami dan menguasai masalah politik, ekonomi, kemiliteran, sosial dan budaya. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa seorang pemimpin negara selain memangku jabatan imam shalat, juga menguji para mufti (ulama dan guru), memilih hakim, mengepalai kepolisian, mengangkat pengawas pasar, mengawasi pencetakan uang logam dan panglima tertinggi angkatan perang, sehingga ia harus memahami dan menguasai semua masalah kenegaraan tersebut

sehingga dia tidak akan dibohongi para bawahannya. 98 Tokoh ini juga haruslah terbaik dalam visi, strategi, inisiatif dan kesigapan terhadap suatu permasalahan