Peranan Perekonomian

Peranan Perekonomian

Peranan ini tidak bisa dilepaskan dari dua peranan negara di atas karena tiga peran ini saling tergantung (interdependence) dan saling mempegaruhi, karena kesempurnaan sistem Islam menghendaki pelaksanaan keseluruhan sistem dalam Islam.

…çμ¯ΡÎ) 4 Ç⎯≈sÜø‹¤±9$# ÅV≡uθäÜäz (#θãèÎ6®Ks? Ÿωuρ Zπ©ù!$Ÿ2 ÉΟù=Åb¡9$# ’Îû (#θè=äz÷Š$# (#θãΖtΒ#u™ š⎥⎪Ï%©!$# $y㕃r'¯≈tƒ

∩⊄⊃∇∪ ×⎦⎫Î7•Β Aρ߉tã öΝà6s9

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. Al Baqarah 208) Peran negara dalam perekonomian Islam menurut Monzer Kahf adalah sebagai berikut:

(1) Mengelola harta negara untuk semaksimal kepentingan masyarakat (2) Memenuhi prasarana minimal pembangunan sebuah negara yang melindungi dan

mengamankan agama, budaya, ekonomi dan kepentingan politik.

65 KOMPAS, ibid. 66 Investigasi diakui oleh majalah TEMPO dengan membandingkan jumlah lalu lalang orang di

bandara-bandara besar di seluruh dunia 67 Ibnu Taimiyyah, op. cit., hlm. 139

68 Ibnu Taimiyyah, ibid.

(3) Meningkatkan administrasi publik dan fungsi-fungsi pemerintahan (4) Mengusahakan agar individu-individu dapat memenuhi kebutuhannya, hal ini

dilakukan dengan cara menciptakan suasana perekonomian yang kondusif (5) Mengusahakan keadilan ekonomi dan sosial dengan cara pemerataan sumber daya ekonomi Hal ini termasuk pewajiban zakat dan penyuburan infaq, shadaqah dan waqf.

(6) Melindungi etika dan lingkungan dalam hubungan antara sektor ekonomi 69

Menurut pendapat penulis sendiri, program-program yang dapat sebuah pemerintahan negara dalam perekonomian mengacu pada rumusan Monzer Kahf di atas adalah:

(1) Mendirikan Baitul Mal dan mengalokasikannya dalam berbagai bentuk sistem jaminan sosial dan program pembangunan infrastruktur penyediaan masjid, sekolah, tempat-tempat pengajaran, sarana pengairan dan sebagainya.

(2) Membagi-bagikan tanah yang tidak terpakai pada kaum yang tidak berpunya atau petani miskin. Hal ini pernah dilakukan pada masa khalifah Umar bin Khattab. Mustapha Al-Siba’i menyatakan, “Pada zaman pemerintahan Umar, ketika Iraq, Syam, dan Semenanjung Siinai (juga Mesir), telah jatuh ke tangan umat Islam, pernah terjadi perbedaan pendapat di antara para sahabat tentang tanah pertanian di daerah- daerah itu. Apakah tanah pertanian akan dibagi-bagikan kepada pasukan atau akan dibiarkan saja di tangan penduduk. Akhirnya mereka mengambil keputusan bahwa tanah-tanah pertanian itu tetap akan diserahkan kepada petani dengan pengukuran

baru, dan mengatur pembayaran pajak” 70 Di waktu pembukaan Andalusia, umat Islam melakukan satu sistem Umar yaitu membagi-bagikan tanah kepada petani yang tidak

memiliki tanah di zaman pemerintahan Phizigot. Dozy mengatakan bahwa pemerintahan Islam di Andalusia memakai sistem penurunan pajak serendah- rendahnya. Levi-Provencal menyatakan bahwa kejayaan pertanian di Spanyol pada saat masuknya Islam disana, berpangkal dari pembagian tanah kepada petani

sendiri.” 71 (3) Mengangkat pegawai yang jujur, kompeten dan amanah

Hal ini termasuk dalam penunjukkan aparat pemerintah yang kompeten, jujur dan amanah serta dapat melayani masyarakat dengan mudah dan sederhana. 72 Khusus

69 Lihat Monzer Kahf, Role of Government in Economic Development An Islamic Perspective, Seminar of Economic Development the Sains University, Penang, Malaysia, 2 – 4 December 1998

70 Pajak yang dimaksud bukanlah pajak yang kita kenal sekarang, dalam hal ini adalah kharaj atau pajak sewa tanah hasil penaklukan. Lihat Chandra Natadipurba, op. cit. hlm. 42.

71 Lihat Mustapha As-Siba’i. Sistem Masyarakat Islam. 1987. Jakarta: Pustaka Al Hidayah, hlm. 161- 163

72 Contoh yang sangat baik dari konteks ini bisa kita ambil dari kabupaten Sragen. Mau tahu betapa revolusionernya Sragen? Mulai dari papan nama! Papan nama pemerintah yang biasanya kaku, kering, 72 Contoh yang sangat baik dari konteks ini bisa kita ambil dari kabupaten Sragen. Mau tahu betapa revolusionernya Sragen? Mulai dari papan nama! Papan nama pemerintah yang biasanya kaku, kering,

maka dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.” 73 Dalam sejarah, Umar bin Abdul Aziz menyatakan dalam satu khotbahnya, “Ingat, barangsiapa dizalimi

pemimpinnya dengan satu kezaliman, tidak diperlukan izin baginya untuk masuk ke tempatku.” 74

(4) Menyediakan suasana yang kondusif bagi inisiatif swasta, mendirikan pasar dan lembaga pengawas pasar (al-hisbah) Negara dalam Islam tidak melarang aktivitas ekonomi individu seperti berdagang seperti negara sosialis komunis, bahkan justru menciptakan lingkungan agar sektor

formal dan sangat birokratis, diubah menjadi: ”Sragen One Stop Service -Mudah, Cepat, Transparan dan Pasti”. Papan nama yang diformat seperti papan reklame sebuah produk makanan atau restoran cepat saji itu adalah papan nama Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Masyarakat yang heran dan tertarik dengan papan nama yang sedikit aneh itu disambut dengan kualitas pelayanan prima di dalam kantor. Dalam investigasi harian umum KOMPAS, 9 Desember 2006 misalnya, diceritakan bagaimana di dalam kantor pelayanan terpadu itu seragam para pegawai diganti dengan pakaian sipil layaknya perusahaan swasta untuk mengusir kesan “birokratis”. Berbagai pelayanan perizinan dan non-perizinan yang sebelumnya memakan waktu yang panjang dengan prosedur berbelit-belit khas birokrasi dipangkas habis: Kartu Keluarga Sragen Kota diselesaikan dalam waktu 1 hari, KTP Sragen Kota (1 hari), Akta Kelahiran (5 hari), Akta Kematian (2 hari), Akta Pengangkatan Anak (2 hari), Akta Pengakuan dan Pengasuhan Anak (2 hari), Akta Perubahan/Ganti Nama (2 hari), Akta Perkawinan (2 hari), Akta Perceraian (2 hari) dan Informasi serta Pengaduan (2 hari). Tidak hanya dalam bidang kependudukan, pemerintah Sragen pun berbenah mengatur perizinan perekonomian. Dalam tiga tahun terakhir, bukan hanya jumlah permohonan perizinan yang meningkat, investasi dan kegiatan industri di kabupaten itu meningkat pesat. Pada tahun 2002, izin dikeluarkan untuk 2.027 investasi. Tahun 2003 naik menjadi 3.170, tahun 2004 menjadi 3.332 dan tahun 2005 melesat menjadi 4.072. Hingga tahun 2005, tercatat 8.105 perusahaan memiliki legalitas usaha, padahal tahun 2002 hanya 6.373 perusahaan. Investasi naik menjadi Rp 955 miliar pada tahun 2005 dari yang hanya Rp 592 miliar pada tahun 2002. Hal ini tentu saja berdampak pada nilai industri mikro, kecil, menengah dan besar. Total jenderal, dari nilai usaha industri Rp 177,8 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 594,7 pada tahun 2005. Selain industri dan investasi, dampaknya juga terasa pada penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2005 tenaga kerja di sektor industri menjadi 46.794 orang (tahun 2005) dari 40.785 orang pada tahun 2002. Tidak heran kemudian jika Sragen meraih berbagai penghargaan akibat implementasi kebijakan “Good Governance”nya itu. Penghargaan Satya Adi Praja dari Gubernur Jateng, Pelayanan Prima dari Presiden, Ranking I Pro Investasi di Jateng, Sertifikat ISO 9001-2000 dari Sucofindo International Certification Service. Selain itu, KPT Sragen terpilih sebagai best practice modul dari JICA Jepang, dipilih sebagai model oleh Bank Pembangunan Asia dan International Corporation Finance serta dikunjungi oleh berbagai studi banding dari berbagai daerah dan negara. Sebenarnya praktik “good governance” di daerah-daerah lain juga sudah berkembang, seperti yang dilaksanakan oleh Kabupaten Solok (oleh Bupatinya yang kemudian jadi Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi dan sempat dianugerahi Bung Hatta Award untuk kategori pejabat anti korupsi), Jembrana (daerah miskin di Bali yang bisa menggratiskan pendidikan dari SD sampai dengan SMA), Pare Pare (dengan kantor Sintap yang mengurus 18 perizinan dengan cepat dan murah) dan sebagainya. Tinggal bagaimana gaung “good governance” yang sudah dimulai dari daerah-daerah ini menjadi standar acuan bagi pemerintah pusat yang terkadang hanya jago di konsep namun lemah dalam implementasi. Lihat Chandra Natadipurba, Good Governance. 2006. Tulisan ini terdapat pada buletin Aufklarung BEM FE Unpad edisi 33.

73 Ibnu Taimiyyah, loc.cit., hlm. 3 – 4 74 Abdullah bin Abdul Hakam, Biografi Umar bin Abdul Aziz Penegak Keadilan. 2002. Jakarta: Gema

Insani Press, hlm. 95 Insani Press, hlm. 95

mendirikan pasar. 75 Fungsi al-hisbah di antaranya melindungi masyarakat dari ikhtikar atau hoarding (penimbunan), monopoli dan sebagainya. Rasulullah juga

melindungi hak individu atas tanah yang sedang diusahakannya yang dikenal dengan istilah Hima. Secara harfiah, Hima berarti perlindungan. Jika seseorang sedang menggali suatu sumur, maka orang lain tidak boleh menggali sumur di tanah yang

sama dalam radius tertentu. 76 (5) Pewajiban zakat dan penyuburan infaq, shadaqah dan waqf. Hal ini adalah hal yang

mutlak dalam sistem perekonomian Islam. Penulis memprediksikan bahwa penerimaan pemerintah akan meningkat jika instrumen fiskal pajak diganti oleh zakat. Hal ini dikarenakan, motivasi masyarakat berlipat ganda dalam melakukan pembayaran zakat. Motivasi yang penulis maksud adalah:

a. keimanan kepada rukun Islam, adanya pahala dan hari akherat

b. kerasnya hukuman pemerintah bagi orang-orang yang tidak mau membayar zakat

c. imbal baik berupa sistem jaminan sosial dan program pembangunan

d. peran aktif amil zakat karena juga satu dari delapan ashnaf yang berhak mendapatkan zakat

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus- pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Taubah 60) Dari ayat di atas, juga dapat disimpulkan bahwa delapan golongan orang yang

berhak menerima zakat adalah: (1) orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya, (2) orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan, (3) pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat, (4) muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah, (5) memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir, (6) orang berhutang:

75 Lihat Chandra Natadipurba, op.cit., hlm. 40. Lihat juga M.A. Shabzwari, Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad Shallallahu’alayhi wasallam, Journal of Islamic Banking

and Finance, 1984, Karachi, Pakistan. Tulisan tersebut adalah bagian dari kumpulan artikel yang disusun oleh Adiwarman Azwar Karim dalam Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

76 Monzer Kahf, ibid.

orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya, (7) pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. (8) orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Sedangkan mengenai infaq, shadaqah serta waqf cara mendapatkan dan mengalokasikannya lebih fleksibel.

Pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan ini juga dinyatakan oleh M. Olson Jr, dengan menyatakan bahwa, “bukan akumulasi kapital, bukan pinjaman, bukan tenaga kerja, bukan sumberdaya alam, melainkan perbedaan antara kebijakan dan institusi

perekonomian yang membuat adanya negara kaya dan miskin.” 77 Pernyataan ini diperkuat oleh Douglas North yang menyatakan bahwa, “Teori klasik tidak akan mencukupi sebagai

alat dan resep yang akan menyebabkan pembangunan.” 78