18 3.
Slametan yang berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan Islam dan Negara.
4. Slametan pada saat yang tidak tertentu berkenaan dengan kejadian-
kejadian, seperti perjalanan jauh, rumah kediaman baru, menolak bahaya, janji setelah sakit dan lain-lain.
Di antara keempat macam golongan upacara slametan tadi, maka upacara slametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, khususnya yang berhubungan
dengan kematian serta saat sesudahnya, adalah suatu adat yang sangat diperhatikan dan kerap dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat Jawa. Hal ini
mungkin disebabkan karena orang Jawa sangat menghormati arwah orang meninggal, terutama kalau orang itu keluarganya. Sehingga salah satu jalan yang
baik untuk menolong keselamatan roh nenek moyang ialah dengan membuka upacara slametan sejak awal kematianya sampai seribu harinya.
16
2.4 Makna Slametan Orang Jawa
Slametan yang oleh orang Jawa dimaknai dengan “ora…gak ana apa- apa” tidak ada apa-apa, atau yang lebih tepat tidak ada suatu yang menimpa.
Tetapi karena sesuatu yang mungkin terjadi dan hampir tak bisa dihindari. Dipandang dari segi kepercayaan terhadap roh halus dan mencoba tawar-menawar
dengan mereka, khusus dalam masyarakat Jawa beranggapan bahwa roh itu sangat menggangu. Pandangan Jawa tentang keselamatan menjadi harapan bagi
setiap manusia memberikan gambaran yang sederhana bahwa setiap perjumpaan antara manusia yang relatif cukup lama tak berjumpa andum slamet berbagi
16
Koentjaraningrat, manusia dan kebudayaan di Indonesia Djambatan: 1984 341.
19 keselamatan. Sementara itu yang dibutuhkan manusia bukan hanya keselamatan
masa kini, saat ini melainkan juga keselamatan didunia yang akan datang. Bukan keselamatan yang sementara melainkan keselamatan yang kekal. Keselamatan ini
diharapkan oleh setiap manusia, bukan dari banyaknya teman, berlimpahan benda melainkan yang terutama keselamatan rohani dengan kata lain yang diperlukan
manusia ialah keselamatan di dunia dan akhirat. Kehidupan yang sementara diibaratkan “mampir ngombe” yang artinya ibarat orang melakukan perjalan
untuk mencapai sebuah tujuan dan di tengah perjalanannya disediakan air minun yang cuma-cuma, untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya sampai akhirat
untuk menuju hidup kekal. Pandangan Jawa tentang jalan keselamatan diperlukan kerukunan, keselarasan, kalau dipandang perlu dengan pengorbanan diri demi
kepentingan masyarakat. Dalam hal ini dapat dicapai kalau orang bersedia dan membiasakan mengutamakan soal hati dan rohani. Slametan mengorbankan
kepentingan jasmani. Slametan sebagai upacara adat demikian banyak jumlahnya mulai dari sifat yang pribadi berkaitan dengan kehidupan seseorang sampai
dengan seribu hari sesudah manusia meninggalkan dunianya. Ada juga slametan yang bersifat masal untuk seluruh kampung atau desa. Dari pandangan hidup
orang Jawa muncul sikap etis dari pandangan tentang Tuhan yang bagaimana pun gambarannya tetapi diakui sebagai penciptanya, yang ditanggapi dengan sikap
pasrah. Pasrah disini berarti menyerah pada kuasa akodrati, yang tidak mungkin ditolak oleh manusia.
17
17
Pdt. Em. Siman Widyatmanta. Mth, Sikap Gereja Terhadap Budaya dan Adat-i stiadat Yogyakarta: BMGJ 2007. 30-35
20 Menurut
Koentjaraningrat dalam
bukunya “kebudayaan
Jawa” menganggap bahwa supacara slametan merupakan upacara yang paling penting
yang terjadi dalam Jawa. Karena masyarakat Jawa tidak lepas dari yang namanya slametan itu sehingga setiap kegiatan yang dilakukan orang Jawa tidak lepas dari
slametan, baik dalam kelahiran, kematian, panen, tahun baru dll. Slametan adalah suatu upacara makan bersama yang telah diberikan doa dan dibagikan. Slametan
tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi dan erat hubunganya dengan kepercayaan kepada unsur-unsur baik kekuatan sakti mau pun roh halus
yang ada di sekitarnya, sebab hampir semua slametan yang dijutukan untuk memperoleh hubungan keselamatan hidup dengan baik tidak ada suatu gangguan
apapun.
18
Berbeda dengan pandangan beberapa tokoh yang melihat bahwa doa yang ada pada slametan ini ditujukan pada roh halus. Dalam bukunya H. Santoso
Prodjodiningrat slametan merupakan suatu pengharapan yang diharapkan oleh masyarakat Jawa, dimana masyarakat berdoa bersama kepada Tuhan. Dimana
slametan dimaksudkan agar relasi antara manusia dengan alam, manusia dengan sesama dan manusia dengan Tuhan berjalan seimbang. Hal yang ditekankan
dalam bukunya adalah pengharapan pada Tuhan. Upacara pokok bagi orang Jawa adalah slametan, dengan mengundang
sejumlah pria tetangga terdekat dengan doa dalam bahasa Arab oleh seorang dua orang yang pandai dalam hal itu serta dengan cermat terinci semua dewa-dewa,
Allah, Muhammad dan arwah baureksa yang melindungi, merawat dan berkuasa desa dan sederetan roh lainnya, semua diminta perlindungannya, restunya atau
18
Koentjaraningrat, manusia dan kebudayaan di Indonesia Djambatan: 1984 340.
21 kesediaannya untuk tidak mengganggu. Pembacaan doa-doa itu merupakan unsur-
unsur pokok dalam kepercayaan kaum tani dan disertai dengan perbuatan upacara tertentu lainnya misalnya dengan membakar kemenyan dan memberikan sesaji.
19
Slametan boleh jadi sangat singkat tertutup oleh berbagai ritus dan aneka ragam upacara lain, jika kita tidak memperhatikan dengan teliti maka kebudayaan
slametan akan hilang. Lalu mengapa orang Jawa melakuakan slametan? Menurut Geertz ketika ia menayakan pada seorang tukang batu di
Mojokutho , ada dua
alasan: pertama bila anda mengadakan slametan, tak seorangpun merasa dirinya dibedakan dari orang lain, dengan demikian mereka tidak mau berpisah. Kedua
Slametan menjaga hubungan terhadap roh halus sehingga tidak mengganggu kehidupan. Dalam slametan semua orang diperlakukan sama dan hasilnya orang
tidak merasa dibedakan dengan orang lain, tidak seorang pun yang merasa lebih rendah dari orang lain dan tidak seorang pun merasa dirinya dikucilkan. Setelah
melakukan slametan arwah setempat tidak akan mengganggu, sasaran itu bersifat kejiwaan, ketiadaan perasaan agresif terhadap orang lain, ketiadaan kekacauan
emosional, keadaan yang didambakan adalah slamet selamat yang oleh orang Jawa didefinisikan tidak ada apa-apa yang menimpa dalam kehidupan.
20
2.5 Pandangan Orang Jawa Tentang Keselamatan