Definisi Slametan Munculnya Slametan Dalam Budaya Jawa

9

BAB II Landasan Teori

2.1 Definisi Slametan

Slametan merupakan upacara keagamaan yang paling umum dalam budaya Jawa. Ia melambangkan kesatuan mistik dan sosial. Masyarakat setempat merupakan pelaku utama dalam upacara slametan. Slametan merupakan suatu wadah bersama masyarakat yang diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan pengalaman perseorangan, dalam perubahan bentuk kehidupan di kota dan pedesaan. Pada abad keduapuluh sebagian masyarakat Jawa menganggap slametan kurang efisien dan kurang memuaskan sebagai suatu pengalaman keagamaan, tetapi sebagian besar masyarakat tradisional pedesaan, menganggap slametan masih memiliki kekuatan dan daya tarik aslinya. 1 Slametan merupakan budaya leluhur orang Jawa dimana mengacu pada Gusti sing gawe urip Tuhan yang menciptakan hidup sebagai pokok dasar upacara slametan. Hal tersebut diadakan sebagai ucapan syukur pada Tuhan atau untuk memuja roh halus. Jika melihat upacara slametan yang dilakukan dalam budaya Jawa, maka kita akan menemukan suatu kelompok masyarakat yang saling membangun dalam suatu cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Bisa dikatakan upacara slametan yang dilakukan oleh orang Jawa merupakan upacara yang paling penting bagi kehidupan mereka. Upacara slametan merupakan upacara yang menyangkut akan keselamatan serta kesejahteraan orang Jawa, serta 1 Ani Rosiyati, Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini , Yogyakarta: gunung mulia 10 pandangan orang Jawa tentang Tuhan. Faham keselamatan Jawa sangat luas kompleks, sekaligus mendalam. Bisa jadi orang Jawa “tidak selamat” karena ia secara tradisi dianggap sebagai sukerta punya cacat rohani, atau karena tidak mampu hidup selaras dengan masyarakat dan alam semesta. 2

2.2 Munculnya Slametan Dalam Budaya Jawa

Bagi mereka yang menetap di pulau Jawa, mereka terpengaruh oleh alam lingkungan Jawa; keadaan gunung, sungai, udara, tumbuh-tumbuhannya, suara burungnya dan sebagainya. Akibatnya membawa pengaruh pada mereka untuk menumbuhkan kebudayaan Jawa, yaitu suatu budaya yang merupakan hasil interaksi antara manusia pendatang dengan lingkungan alam Jawa. Oleh karena itu orang-orang Melayu yang datang kemudian dianggap sebagai nenek-moyang orang Jawa. 3 Sebagaimana pada tempat-tempat yang lain, suku Jawa pada zaman purba kehidupannya amat bergantung kepada lingkungan hidup, kemudian menimbulkan kepercayaan adanya kekuatan alam dan arwah orang yang meninggal bersamaan dengan timbulnya seni lukis yang berlatang belakang magis, khususnya di dinding-dinding gua. 4 Budiono Herusatoto dalam bukunya “Simbolisme Dalam Budaya Jawa”, mengatakan bahwa bangsa Jawa pada zaman purba mempunyai pandangan hidup Animisme, suatu kepercayaan adanya roh atau jiwa pada semua benda, tumbuh- tumbuhan, hewan dan juga pada manusia sendiri. Di samping Animisme, pada 2 Ign. Gatut Saksono, Djoko Dwiyanto, Faham keselamatan dalam budaya Jawa Yogyakarta: Ampera Utama 2011 iii. 3 Su fa’at M , Beberapa Pem bahasan Tentang Kebat inan Yogjakarta: Ko ta Kem ban g, 1985, 33 . 4 R.P. So ejono, Ed ., Sejarah Nasional Indonesia, Vol.I Jakart a: PN. Balai Pustaka, 1984, 159. 11 mereka juga mempunyai pandangan hidup Dinamisme, yaitu kepercayaan akan adanya tenaga magis pada manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda- benda, juga dalam sebuah kata yang diucapkan atau ditulis pada tanda yang dipasang. 5 Lebih jauh H.Th. Fischer mengatakan bahwa Animisme itu biasanya menjadi religi, sebab orang akan merasa terikat kepada roh itu dan kemudian berpaling menghamba kepadanya. Sedangkan Dinamisme biasanya menjadi magi, sebab orang mengira bahwa dengan tindakan-tindakan tertentu tenaga-tenaga itu dapat dimiliki, dapat dipergunakan untuk keuntungan diri sendiri atau kerugian orang lain. 6 Menurut I. Djumhur, antara Animisme dan Dinamisme tak dapat dipisah- pisahkan; tidak ada bangsa primitip yang hanya mempunyai anggapan Dinamistis dengan mengenyampingkan Animistis. Kedua gejala berpikir tersebut dapat di jumpai pada suatu bangsa yang sama. 7 Di Jawa misalnya, ada kepercayaan bahwa apabila orang mempunyai ilmu tinggi, maka ia akan mengalami kesulitan apabila akan mati, karena dia menyimpan tenaga magis. Gejala ini merupakan gejala Dinamistis. Selanjutnya ada juga kepercayaan bahwa apabila orang mati harus ditutup semua lubang yang ada pada mayat, agar nyawa yang ada pada tubuh itu terlindung dari pengaruh buruk. Gejala ini adalah berkaitan dengan Animisme. Animisme dan Dinamisme inilah yang merupakan asal-usul kepercayaan yang dimiliki orang Jawa. Adanya kepercayaan terhadap kedua isme ini maka orang- orang Jawa pada zaman purba itu tunduk kepada gejala-gejala alamiah dan benda- 5 Budiono Heru sato to , Simbolisme Dalam Budaya Jawa Jogjakarta: PT. Han indita, 1984, 43 . 6 H.Th . Fisch er, Pengantar Anthropologi Kebudayaan Indonesia, terj. Anas M akruf Jakarta: Pust aka Sard jana, 1953, 149 7 I.Dju mhu r, Pengant ar ke Ant ropologi Budaya Bandung: Dirgantara. 1977, 100 . 12 benda alam. Ketundukan ini lahir dalam bentuk menyembah dan mempertuhankannya. Maka disembahlah berbagai macam binatang dan tumbuh- tumbuhan. Disembahlah manusia yang dianggap lebih kuat daripadanya. Disembahlah benda-benda alam yang lain seperti matahari, bulan, binatang, gunung, air, api dan lain-lain. Semuanya itu dianggap sebagai Tuhan. Untuk mengungkapkan perasaan dan ketundukannya kepada sesembahannya itu maka dibuatlah gambar dan tata-cara tertentu. 8 Sebagai contoh untuk mencegah kekuatan yang bisa menimbulkan penyakit, banjir, gempa bumi atau hama tanaman maka dipersembahkanlah sesajian untuk benda-benda yang dianggapnya punya roh dan kekuatan 9 . Oleh karena inilah masyarakat Jawa ingin agar dirinya mendapatkan keselamatan yang benar-benar menjadi idaman orang Jawa dalam suatu keadaan yang tidak ada gangguan apa pun baik di bumi maupun di akhirat. Sebenarnya slamet selamat dalam pengertian awal budaya Jawa memang menjadi harapan semua orang. Slamet adalah kondisi ideal dimana tidak ada gangguan-gangguan yang terjadi di dalam kehidupan seseorang yang mengacu pada hidup damai sejahtera. Slamet yang menjadi pengharapan ini sering memiliki arti lain antara beja untung yang berbeda arti dengan tidak terjadi apa- apa. Slamet dari sisi pandang ini merupakan slamet yang minimalis, secara umum untuk mengungkapkan kondisi yang setidaknya masih menyisakan suatu harapan minimal bahwa tidak semua kejadian merampas tuntas keberadaan seseorang. Slamet kadangkala dipakai untuk hal yang masih disisakan, yang masih utuh dan 8 Hasan al-Banna, Allah Fi al-‘Aqidah al-Islamiyah, t erj. M ukht ar Yahya Solo: Ramadhani, 1981, 19 . 9 HM .Rasyidi, Empat Kuliah Agama Pada Perguruan Tinggi Jakarta: Bu lan Bin tang, 1977, 11. 13 masih masih dimiliki. Selain itu slamet merupakan ucapan syukur yang sekaligus merupakan pengharapan milik orang Jawa yang sangat melekat dalam kesehariannya. Begitu sering diucapkan oleh manusia umumnya, kata slamet seolah-olah menjadi salah satu tujuan hidup manusia Jawa dan hal ini dapat dilihat dari banyak upacara trasisional yang intinya memohon keselamatan baik untuk diri-sendiri, batin, keluarga dan masyarakat. 10 Kata slamet dengan pemaknaan lain jika diperhatikan dengan teliti sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan, sikap dan perilaku dalam sosial dan upaya mendekatkan diri dengan Tuhan. Upaya mencapai slamet itu kemudian diwujudkan melalui ritual slametan. Ritual ini merupakan usaha untuk mengembalikan keharmonisan atau keselarasan atara sesama manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk gaib dan antara manusia dengan Tuhan. Ritual adalah tata laku yang melekat tidak bisa dipisahkan dari setiap agama, ajaran, tradisi dan budaya mana pun di dunia ini. Dalam masyarakat Jawa ritual selamatan atau slametan menjadi main stream penghayatan perilaku mistik Kejawen. Di dalamnya terdapat simbol atau perlambang berupa sesaji, mantra, ubo rampe, syarat-syarat tertentu. Semua ubo rampe sesaji syarat sesaji mengandung makna yang dalam. Adalah keliru besar mengartikan makna sesaji sebagai makanan setan. Bagi masyarakat Jawa sangat mengenal bahwa “setan” atau makhluk halus bukan untuk diberi makan, tetapi harus diperlakukan secara adil dan bijaksana karena disadari bahwa mereka semua juga merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Namun hakekat dari ritual adalah sama yakni bertujuan untuk keselamatan. Slametan adalah tata laku untuk memohon keselamatan kepada 10 Ibid, 1. 14 Tuhan. Maka dalam ritual di dalamnya banyak sekali mengandung maksud permohonan doa kepada Tuhan YME. Karena bagi masyarakat mistik Jawa, berbakti kepada orang tua, dilakukan tidak saja selama masih hidup, namun juga saat sudah meninggal dunia pun anak turun tetap harus berbakti padanya. Tidak ketinggalan pula acara bersih desa, sungai, hutan, sawah, ladang, sebagai bentuk kesadaran diri untuk selalu menghargai alam semesta sebagai anugrah terindah Tuhan yang Maha pemurah. 11 Upacara slametan yang dilakukan orang Jawa sudah mendarah daging, hingga kini merupakan fenomena yang tak bisa dilepaskan dengan akar sejarah kepercayaan yang pernah dianut oleh orang Jawa itu sendiri. Aktifitas slametan yang dimaksudkan untuk memperoleh keselamatan bagi pelakunya itu pada mulanya bersumber dari kepercayaan animisme-dinamisme, sebuah fenomena kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang orang Jawa yang menganggap bahwa setiap benda itu punya roh dan kekuatan tertentu. Dari sinilah manusia pada awalnya merasa tak berdaya, lalu meminta perlindungan kepada yang maha kuat, yang disebut dengan roh dan kekuatan pada benda-benda tertentu. Aktifitas yang berupa permohonan untuk suatu keselamatan itulah kemudian disebut dengan “slametan”. Keadaan yang didambakan adalah slamet yang didefinisikan oleh orang Jawa ora.. gak ana apa-apa logat Jawa Timur artinya tidak ada apa-apa, atau yang lebih tepat tidak ada suatu yang menimpa dalam menjalani kehidupan. Pandangan Jawa tentang keselamatan menjadi harapan bagi setiap manusia 11 http:id.wikipedia.orgwikiritualSlametan , Diakses pada, 26 juli 2012, 15:21 wib. 15 memberikan gambaran yang sederhana bahwa setiap perjumpaan antara manusia yang relatif cukup lama tak berjumpa andum slamet berbagi keselamatan. Sementara itu yang dibutuhkan manusia bukan hanya keselamatan masa kini, melainkan keselamatan di dunia yang akan datang. Bukan keselamatan yang sementara melainkan keselamatan yang kekal. 12

2.3 Pola Slametan Dalam Budaya Jawa

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Slametan dan Kekristenan (Alasan warga jemaat pepanthan Pelem GKJW Magetan melakukan Slametan ) T1 712008046 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Slametan dan Kekristenan (Alasan warga jemaat pepanthan Pelem GKJW Magetan melakukan Slametan ) T1 712008046 BAB IV

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Slametan dan Kekristenan (Alasan warga jemaat pepanthan Pelem GKJW Magetan melakukan Slametan ) T1 712008046 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Slametan dan Kekristenan (Alasan warga jemaat pepanthan Pelem GKJW Magetan melakukan Slametan )

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggapan Warga Jemaat Kalimbu Kuni terhadap Gerakan Hidup Hemat T1 712004031 BAB I

0 2 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggapan Warga Jemaat Kalimbu Kuni terhadap Gerakan Hidup Hemat T1 712004031 BAB II

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kinerja Rendah Sebagai Alasan PHK T1 312005001 BAB II

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Pengelolaan Sekolah Minggu Pepanthan-Pepanthan GKJ dan Solusinya

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penelitian tentang Peran GKJW Ngagel Surabaya terhadap Pendidikan Politik bagi Warga Jemaat

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Slametan: Kajian Sosio-Teologis tentang Peringatan Leluhur dan Orang Mati di Jemaat GKJW Wilayah Balun

0 0 1